JUDUL PERCOBAAN
Percobaan Spektrometri Atom
B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengamati dan memahami spektrum emisi gas
2. Menentukan panjang gelombang spectrum emisi gas neon.
C. ALAT
1. Spektrometer
2. Prisma
3. Sumber cahaya gas neon (Ne)
D. DASAR TEORI
Pengamatan menunjukan bahwa gas bersuhu tinggi memancarkan cahaya
dengan spectrum garis yang memiliki keteraturannya tersendiri. Spectrum garis
tersebut berbeda-beda untuk gas yang berbeda pula. Para fisikawan meyakini
bahwa spectrum tersebut dapat menjelaskan struktur atom. Hanya saja spectrum
emisi tersebut bersifat diskrit, bukannya kontinu seperti penjelasan teori klasik
Rutherford pada tahun 1885, J.J. Balmer berhasil menemukan rumusan empiris
dengan ketepatan yang cukup akurat dalam menentukan panjang gelombang garis
spectrum hydrogen yang terletak di daerah cahaya tampak. Rumus Balmer
tersebut memenuhi hubungan :
1 1 1
= R ( − ) , dengan n = 3, 4, 5 … … … … … … … … … … … … … . . (1)
λ 4 n2
dan R adalah tetapan Rydberg, R = 1,097 x 107 m-1
Rumusan Balmer tersebut tidak mampu dijelaskan oleh teori yang ada
waktu itu. Dengan kata lain, arti fisis dari rumusan tersebut belum terpecahkan
hingga Bohr mengemukakan Postulat atom hydrogennya.
Pada tahun 1913, Neils Bohr menawarkan suatu pandangan yang
revolusioner mengenai atom. Bohr mengajukan 4 postulat, yaitu:
1. Atom hydrogen terdiri dari electron yang bergerak mengelilingi inti
dengan lintasan edar berbentuk lingkaran. Gerak tersebut dipengaruhi gaya
Coulomb dengan kaidah mekanika klasik.
2. Lintasan edar electron dalam atom hydrogen yang mantap hanyalah yang
mempunyai momentum angular L yang merupakan kelipatan dari tetapan
Planck (h) dibagi 2π
h
L = n ( ) , dengan n = 1, 2, 3 … … … … … … … … … . . (2)
2π
3. Dalam lintas yang mantap, electron dalam geraknya mengelilingi inti tidak
memancarkan energy electron magnet. Jadi energy E tidak berubah.
4. Apabila suatu electron dalam orbit mantap dengan energy Ei pindah ke
orbit mantap lainnya Ef, maka akan dipancarkan energy electromagnet
yang frekwensinya:
EI – EF
Ʋ = … … … … … … … … … … … … … … … (3)
h
Elektron-elektron stasioner dalam atom mempunyai energy tertentu, yang
secara lengkap dinyatakan dalam bilangan-bilangan kuantum yakni:
n = 1, 2, 3, disebut bilangan kuantum utama
3
l = 0, 1 ,2, n-1 disebut bilangan kuantum orbital
ml =0, ±1, ±2, ± l disebut bilangan kuantum magnetic orbital
ms= ±½ disebut bilangan kuantum spin
Energi elektron-elektron dalam atom membentuk semacam aras-aras
energy disebut aras energy atom, yang untuk atom berelektron tunggal menurut
teori kuantum Bohr dinyatakan sebagai:
z2
En = −Rhc ( ) … . . … … … … … … … … … … … … … … … … (4)
n
dengan R =me4/8εo2h3c = 1,097 x 107m-1disebut tetapan Rydberg
h = 6,625 x 10-34 J.S disebut tetapan Planck
c = 3 x 108 ms-1 adalah kecepatan cahaya
z = adalah nomor atom
Elektron-elektron dalam atom dapat berpindah dari satu aras energi ke aras
energi yang lain dengan mengikuti aturan seleksi, yaitu:
Δl = ±1 dan Δml = 0, ±1 … … … … … … … … … … … … … … … (5)
Perpindahan elektron ke aras energi yang lebih tinggi dapat terjadi dengan
menyerap energi dari luar, bias beripa panas, energi kinetik, energi radiasi, dan
lain-lain. Perpindahan elektron-elektron ke aras energi lebih rendah pada
umumnya disertai dengan pancaran radiasi elektromagnetik. Jika elektron
berpindahan dari aras energi dengan bilangan kuantum ni ke aras energi lebih
rendah dengan bilangan kuantum utama nf (ni>nf), maka dari postulat Bohr ke-4
didapat:
𝐸 −𝐸
Ʋ= 𝐼 𝐹 Ʋ adalah frekuensi gelombang elektromagnetik
ℎ
Ʋ = -RCZ2 (1/n2) – {- RCZ2 (1/n2)}
1 1
Ʋ = RCZ 2 ( 2 − 2 ) … … … … . … … … … … … … … … . (6)
nf ni
Untuk atom hidrogen, Z = 1, sehingga:
1 1
Ʋ = RC ( 2 − 2 ) … … … … . … … … … … … … … . (7)
nf ni
Karena Ʋ = 𝐶/𝜆, maka:
1 1 1
= R ( 2 − 2 ) … … … … … … . . . … … … … … … … … . (8)
λ nf ni
Dimana λ adalah panjang gelombang radiasi.
Dengan adanya gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh
transisi elektron-elektron dalam atom, muncullah spektrum pancaran/emisi atom
yang dapat memberikan informasi mengenai adanya kuantisasi dan aras-aras
energi elektron dalam atom. Dalam hal spektrum pancaran dalam daerah cahaya
tampak, memudahkan dilakukannya pengamatan dan pengukuran panjang
gelombang.
Jika mengambil nf = 2 dan ni = 3, 4, 5, ……… dalam persamaan enam
maka, persamaan angka gelombang menjadi:
1 1 1
= R ( − 2 ) … … … … … … . … . . . … … … … … … … … . (9)
λ 4 ni
Ini adalah rumus Balmer untuk panjang gelombang daerah cahaya tampak
pada spektrum emisi atom hidrogen.
4
Sudut Deviasi Pembiasan Cahaya pada Prisma
Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila
seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut
sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai pada
bidang pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar
datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca.
Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjahui garis normal, sebab
sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu dari kaca ke udara.
Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami
pembelokan arah dari arah semula. Marilah kita mempelajari fenomena yang
terjadi jika seberkas cahaya melewati sebuah prisma seperti halnya
terjadinya sudut deviasi dan dispersi cahaya.
5
=(𝑖1 +𝑟2 )– (𝑟1 + 𝑖2 )
D = 𝑖1+𝑟2 – β. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (10)
Keterangan :
D = sudut deviasi
𝑖1 = sudut datang pada prisma
𝑟2 = sudut bias sinar meninggalkan prisma
β = sudut pembias prisma
Besarnya sudut deviasi sinar bergantung pada sudut datangnya cahaya ke
prisma. Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun
akan semakin kecil. Sudut deviasi akan mencapai minimum (Dm) jika sudut
datang cahaya ke prisma sama dengan sudut bias cahaya meninggalkan prisma
atau pada saat itu berkas cahaya yang masuk ke prisma akan memotong prisma itu
menjadi segitiga sama kaki,
sehingga berlaku
𝑖1 = 𝑟2 = 𝑖 (dengan i = sudut datang cahaya ke prisma)
dan𝑖2 = 𝑟1 = 𝑟 (dengan r = sudut bias cahaya memasuki prisma).
1
Karenaβ = 𝑖2 + 𝑟1 = 2𝑟 atau r = 2 β dengan demikian besarnya sudut
deviasi minimum dapat dinyatakan:
D = 𝑖1 + 𝑟2 − β = 2𝑖 − β atau 𝑖 = (𝐷𝑚 + β) … … … … … … . . . . (11)
Menurut hukum Snellius tentang pembiasan berlaku:
1 1
𝑛1 sin (𝐷𝑚 + β) = 𝑛2 sin β … … … . . … … … … … … … … . . (12)
2 2
dengan :
𝑛1 = indeks bias medium di sekitar prisma
𝑛2 = indeks bias prisma
β = sudut pembias prisma
𝐷𝑚 = sudut deviasi minimum prisma
Setelah mendapatkan nilai indeks biasnya (n), maka akan diketahui pula
nilai panjang gelombangnya , dengan cara membuat grafik antara indeks bias (n)
terhadap seper panjang gelombang referensi kuadratnya. Sehingga nantinya akan
diperoleh suatu persamaan seperti :
𝑦 = 𝑚𝑥 ± 𝑏 … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … … . (13)
𝑦 = Indeks bias prisma
m = Konstanta regresi
b = Nilai konstanta
1
x = 2
𝜆
6
berbeda. Warna-warna yang hanya mengandung satu panjang gelombang disebut
juga dengan warna murni atau warna spektral.
E. JALANNYA PERCOBAAN
Setelah alat-alat tersusun dengan benar, maka kita lakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Mengatur lensa agar benang silang tampak jelas.
2. Mengatur lensa okuler pada teropong agar benda di tak terhingga dapat
terlihat jelas.
3. Mengatur kolimator agar cahaya dari sumber tampak tajam dan
terfokus.
4. Mengatur posisi spektrometer agar sumber cahaya, kolimator dan
teropong berada pada satu garis lurus (berkas cahaya tetap pada benang
silang lensa), cata sudut yang terbaca pada skala (θ1).
5. Letakkan prisma sedemikian rupa sehingga dihasilkan spektrum.
6. Amati spektrum yang terjadi dengan teropong, kemudian putar prisma
dan teropong perlahan-lahan sampai spektrum tepat akan berbalik arah.
7. Atur posisi teropong hingga benang silang tepat pada garis spektrum
yang akan di amati. Catat sudut yang terbaca pada skala (θ2). Ulangi
untuk garis spektrum yang lain.
Sudut deviasi minimum didapat dengan cara :𝑑𝑚 = θ2 − θ1. Dari data
mengenai sudut deviasi yang didapat kemudian diplot terhadap panjang
gelombang.Karena panjang gelombang (λ) spektrum emisi gas telah diketahui dari
pustaka, maka terlebih dahulu diplot grafik antara λ dan dm. Dari grafik yang
didapat, kita dapat menentukan panjang gelombang spektrum emisi gas neon.
7
F. DATA HASIL PENGAMATAN
G. PENGOLAHAN DATA
1. Sudut Deviasi Minimum δm pada lampu gas Neon
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢𝑠 −
𝛿𝑚 = | |
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑠𝑝𝑒𝑘𝑡𝑟𝑢𝑚
8
= 36,0163°
𝛿𝑚 jingga1 +𝛿𝑚 jingga2 +𝛿𝑚 jingga3
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝛿𝑚 jingga =
3
36° + 36° + 36,0163°
=
3
108,0163
=
3
= 36,005
9
𝛿𝑚 hijau1 +𝛿𝑚 hijau2 +𝛿𝑚 hijau3
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝛿𝑚 hijau = 3
Sudut deviasi
No Spektrum warna Percobaan Ke minimum(𝛿
1 36
2 36
1 Jingga
3 36,0163
rata-rata 36,005
1 36,018
2 36,018
2 Kuning
3 35,9
rata-rata 35,978
1 36,45
2 36,45
3 Hijau
3 36,433
rata-rata 36,444
1
sin 2 (36° + 30°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 = 1
sin 2 30°
10
1
sin 2 (66°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 = 1
sin 2 30°
sin(33°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 =
sin 15°
0,5446
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 =
0,2588
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 = 2,1043
1
sin 2 (36° + 30°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = 1
sin 2 30°
1
sin 2 (66°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = 1
sin 2 30°
sin(33°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 =
sin 15°
0,5446
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 =
0,2588
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = 2,1043
1
sin 2 (36,0163° + 30°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = 1
sin 2 30°
1
sin 2 (66,0163°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = 1
sin 2 30°
sin(33,00815°)
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 =
sin 15°
0,5448
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 =
0,2588
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = 2,1051
11
𝑛𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 = 2,1046
̅̅̅̅̅̅̅̅̅
1
sin 2 (36,48° + 30°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = 1
sin 2 30°
1
sin 2 (66,018°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = 1
sin 2 30°
sin(33,009°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 =
sin 15°
0,5447
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 =
0,2588
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = 2,1047
1
sin 2 (36,018° + 30°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = 1
sin 2 30°
1
sin 2 (66,018°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = 1
sin 2 30°
sin(33,009°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 =
sin 15°
0,5447
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 =
0,2588
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = 2,1047
1
sin 2 (35,9° + 30°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = 1
sin 2 30°
1
sin (65,9°)
2
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = 1
sin 2 30°
sin(32,95°)
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 =
sin 15°
0,5439
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 =
0,2588
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = 2,1016
12
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 + 𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 + 𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔 =
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
3
2,1047 + 2,1047 + 2,1016
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔 =
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
3
6,311
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔 =
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
3
𝑛𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔 = 2,10367
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
1
sin 2 (36,45° + 30°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = 1
sin 2 30°
1
sin 2 (66,45°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = 1
sin 2 30°
sin(33,225°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 =
sin 15°
0,5479
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 =
0,2588
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = 2,1171
1
sin 2 (36,45° + 30°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = 1
sin 2 30°
1
sin 2 (66,45°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = 1
sin 2 30°
sin(33,225°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 =
sin 15°
0,5479
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 =
0,2588
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = 2,1171
1
sin 2 (36,433° + 30°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = 1
sin 2 30°
1
sin 2 (66,433°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = 1
sin 2 30°
13
sin(33,2165°)
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 =
sin 15°
0,5478
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 =
0,2588
𝑛ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = 2,1167
14
Lampu Neon
1.754
y = 1740.4x + 1.7476
1.7535 R² = 0.9743
1.753
Indeks Bias
1.7525
Lampu Neon
1.752 Linear (Lampu Neon)
1.7515
1.751
0 0.000001 0.000002 0.000003 0.000004
1/𝜆^2
11490
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 = √
0,0259
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 = √443.629,34363
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 = 666,0551 𝑛𝑚
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎1 = 666,06 𝑛𝑚
11490
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = √
2,1043 − 2,0784
11490
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = √
0,0259
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = √443.629,34363
15
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = 666,0551 𝑛𝑚
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎2 = 666,06 𝑛𝑚
11490
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = √
2,1051 − 2,0784
11490
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = √
0,0267
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = √430.337,07860
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = 656,0008 𝑛𝑚
𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎3 = 656,00 𝑛𝑚
11490
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = √
2,1047 − 2,0784
11490
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = √
0,0263
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = √436.882,12928
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = 660,9706 𝑛𝑚
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = 660, 97 𝑛𝑚
11490
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = √
2,1047 − 2,0784
16
11490
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = √
0,0263
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = √436.882,12928
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = 660,9706 𝑛𝑚
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = 660,97 𝑛𝑚
11490
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = √2,1016−2,0784
11490
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = √
0,0232
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = √436.882,12928
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = 703,7461 𝑛𝑚
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = 703,75 𝑛𝑚
11490
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = √
2,1171 − 2,0784
11490
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = √
0,0387
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = √296.899,
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = 560,9988 𝑛𝑚
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔1 = 561,00 𝑛𝑚
17
1740,4
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = √
1,75263 − 1,7476
1740,4
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = √
0,00503
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = √346.003,9761
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔2 = 588,22 𝑛𝑚
1740,4
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = √
1,75313 − 1,7476
1740,4
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = √
0,00553
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = √314.719,7106
𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔3 = 561,00 𝑛𝑚
11490
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = √
2,1171 − 2,0784
11490
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = √
0,0387
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = √296.899,224,81
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = 544,8845 𝑛𝑚
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢1 = 544,88 𝑛𝑚
18
11490
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = √
2,1171 − 2,0784
11490
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = √
0,0387
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = √296.899,22481
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = 544,8845 𝑛𝑚
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢2 = 544,88 𝑛𝑚
11490
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = √
2,1167 − 2,0789
11490
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = √
0,0383
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = √300.000
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = 547,7225 𝑛𝑚
𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢3 = 547,72 𝑛𝑚
4. Presentase Kesalahan
𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑢𝑚𝑢𝑚−𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
Presentase kesalahan = | | × 100%
𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑢𝑚𝑢𝑚
a. Spektrum warna jingga
Percobaan 1
620−666,06
Presentase kesalahan = | | × 100
620
46,06
= | | × 100
620
19
= |0,07| × 100
= 7%
Percobaan 2
620−666,06
Presentase kesalahan = | | × 100
620
46,06
= | | × 100
620
= |0,07| × 100
= 7%
Percobaan 3
620−656,00
Presentase kesalahan = | | × 100
620
−36
= | | × 100
685
= |−0,058| × 100
= 5,8%
7 % + 7 % + 5,8 %
=
3
19,8 %
=
3
= 6,6%
Percobaan 2
590−660,97
Presentase kesalahan = | | × 100
590
−65,507
= | | × 100
590
20
= |0,11| × 100
= 11%
Percobaan 3
590−675,23
Presentase kesalahan = | | × 100
590
−85,23
= | | × 100
590
= |0,14| × 100
= 14%
36 %
=
3
= 12%
Percobaan 2
590−544,88
Presentase kesalahan = | | × 100
590
45,12
= | | × 100
590
= |0,076| × 100
= 7,6%
Percobaan 3
590−545,83
Presentase kesalahan = | | × 100
590
44,17
= | | × 100
590
21
= |0,074| × 100
= 7,4%
22,6 %
=
3
= 7,53%
Panjang
gelombang Presentase
Spektrum Percobaan n (indeks Lamda
No a b yang kesalahan
warna Ke bias) referensi
dihitung (%)
( 𝑛𝑚)
( 𝑛𝑚)
1
2
1 Merah
3
rata-rata
1
2
2 Jingga
3
rata-rata
1
2
3 Kuning
3
rata-rata
1
2
4 Hijau
3
rata-rata
H. TEORI KESALAHAN
Dalam melakukan sesuatu pengukuran terdapat kesalahan. Kesalahan-
kesalahan ini di sebabkan baik karena kekhilafan maupun karena kita manusia
22
Kesalahan ini dapat kita golongkan dalam :
3. Kesalahan pengukuran.
Dengan rumus :
∑(𝜆̅ − 𝜆𝑖 )2
∆𝜆 = √
𝑛(𝑛 − 1)
∆𝜆
%𝜆 = × 100%
𝜆̅
a. 𝜆𝑗𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎
∑(𝜆̅ − 𝜆𝑖 )2
∆𝜆 = √
𝑛(𝑛 − 1)
67,4691
∆𝜆 = √
6
∆𝜆 = √11,24485
∆𝜆 = 3,35 𝑛𝑚
∆𝜆
%𝜆 = × 100%
𝜆̅
3,35 𝑛𝑚
%𝜆 = × 100
662,71 𝑛𝑚
23
%𝜆 = 0,005 × 100
%𝜆 = 0,5 %
𝜆 = 𝜆̅ ± ∆𝜆
𝜆 = 662,71 𝑛𝑚 ± 3,35 𝑛𝑚
𝜆 = 662,71 𝑛𝑚 + 3,35 𝑛𝑚
𝜆 = 666,06 𝑛𝑚
𝜆 = 662,71 𝑛𝑚 − 3,35 𝑛𝑚
𝜆 = 659,36 𝑛𝑚
b. 𝜆𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔
∑(𝜆̅ − 𝜆𝑖 )2
∆𝜆 = √
𝑛(𝑛 − 1)
∆𝜆 = √203,3476
∆𝜆 = 14,26 𝑛𝑚
∆𝜆
%𝜆 = × 100%
𝜆̅
14,26 𝑛𝑚
%𝜆 = × 100
675,23 𝑛𝑚
%𝜆 = 0,021 × 100
24
%𝜆 = 2,1%
𝜆 = 𝜆̅ ± ∆𝜆
𝜆 = 675,23 𝑛𝑚 ± 14,26 𝑛𝑚
𝜆 = 675,23 𝑛𝑚 + 14,26 𝑛𝑚
𝜆 = 689,49 𝑛𝑚
𝜆 = 675,23 𝑛𝑚 − 14,26 𝑛𝑚
𝜆 = 660,97 𝑛𝑚
c. 𝜆ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢
∑(𝜆̅ − 𝜆𝑖 )2
∆𝜆 = √
𝑛(𝑛 − 1)
5,3771
∆𝜆 = √
6
∆𝜆 = √0,896
∆𝜆 = 0,946 𝑛𝑚
∆𝜆
%𝜆 = × 100%
𝜆̅
0,946 𝑛𝑚
%𝜆 = × 100
545,83 𝑛𝑚
25
%𝜆 = 0,0017 × 100
%𝜆 = 0,17 %
𝜆 = 𝜆̅ ± ∆𝜆
𝜆 = 545,83 𝑛𝑚 ± 0,946 𝑛𝑚
𝜆 = 545,83 𝑛𝑚 + 0,946 𝑛𝑚
𝜆 = 546,76 𝑛𝑚
𝜆 = 545,83 𝑛𝑚 − 0,946 𝑛𝑚
𝜆 = 544,884 𝑛𝑚
I. PEMBAHASAN
Jika sebuah gas diletakkan di dalam tabung kemudian arus listrik dialirkan
ke dalam tabung, gas akan memancarkan cahaya. Cahaya yang dipancarkan oleh
setiap gas berbeda-beda dan merupakan karakteristik gas tersebut.Cahaya
dipancarkan dalam bentuk spektrum garis dan bukan spektrum yang
kontinu.Dalam percobaan ini menggunakan lampu gas neon. Untuk neon
spektrum garisnya : merah, jingga, kuning, dan hijau.Setelah nilai sudut deviasi
minimum di peroleh selanjutnya akan dicari panjang gelombang dari sumber
cahaya lampu neon.
Berdasarkan data hasil percobaan pada lampu gas neon dapat diketahui
bahwa nilai sudut deviasi minumum terkecil adalah warna merah dengan nilai
rata-rata adalah 23,90556° dan sudut deviasi minumum terbesar adalah warna
hijau dengan nilai rata-rata adalah 23,98333° . Hal ini disebabkan karena warna
merah memiliki indeks bias terkecil yaitu 1,75128, sedangkan warna hijau
memiliki indeks bias terbesar, yaitu 1,75364. Berdasarkan nilai panjang
gelombang pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai panjang gelombang
terbesar pada lampu gas neon adalah warna merah dengan panjang gelombang
26
rata-rata adalah 693,35 nm, dan warna yang memiliki panjang gelombang terkecil
adalah warna hijau yaitu 538,68 nm.
Pada percobaan didapatkan panjang gelombang rata-rata dari spektrum
merah adalah 693,35 𝑛𝑚 dengan ralat relatif 5,99 % dan teori kesalahan 𝜆 =
693,35 𝑛𝑚 ± 32,89 𝑛𝑚, pada spektrum warna jingga adalah 619,83 𝑛𝑚 dengan
ralat relatif 0% dan teori kesalahan 𝜆 = 619,83 𝑛𝑚 ± 0 𝑛𝑚, pada spektrum
warna kuning 570,0728 𝑛𝑚 dengan ralat relatif 1,59% dan teori kesalahan
𝜆 = 570,07 𝑛𝑚 ± 9,07 𝑛𝑚sedangkan pada hijau, panjang gelombnag rata-
ratanya adalah 538,6793𝑛𝑚 dengan ralat relatif 2,297% dan teori kesalahan
𝜆 = 538,68 𝑛𝑚 ± 12,68 𝑛𝑚
27
J. KESIMPULAN
Semakin kecil panjang gelombang (tiap spectrum) , maka sudut yang
dibentuk pun akan semakin kecil.
Cahaya yang dipancarkan berbeda-beda pada setiap gas dan
merupakan karakteristik gas tersebut.
Cahaya yang dihasilkan gas neon pada lampu, mengalami pembelokan
gelombang cahaya yang melewati prisma. Kemudian hasil pembelokan
cahaya tersebut menyebabkan terlihat spektrum warna, yang kemudian
dilakukan pengukuran sudut yang membentuknya.
Berdasarkan perhitungan untuk gas, warna merah memiliki panjang
gelombang paling panjang sedangkan untuk spektrum jingga memiliki
panjang gelombang paling pendek.
Setelah nilai sudut deviasi minimum diperoleh selanjutnya akan dicari
panjang gelombang dari sumber cahaya lampu neon dengan
menggunakan panjang gelombang referensi sebagai acuan.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
35