Anda di halaman 1dari 33

GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK

PADA BALITA DI KECAMATAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR

TAHUN 2019

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Kedokteran Jurusan Pendidikan Dokter

Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

ASRUL

NIM: 70600116023

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua

bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “GAMBARAN FAKTOR

RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI KECAMATAN

TAMALANREA KOTA MAKASSAR TAHUN 2019” dalam rangka


penyelesaian salah satu syarat meraih gelar sarjana kedokteran program studi

pendidikan dokter pada fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Alauddin

Makassar.

Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya

bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan

hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari

semua pihak.

Makassar, 28 Oktober 2019

ASRUL

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6

A. Tinjauan Umum Gizi Buruk............................................................... 6


1. Definisi Gizi Buruk ...................................................................... 6
2. Pengukuran Gizi Buruk ................................................................ 6
3. Klasifikasi Gizi Buruk .................................................................. 7
4. Komplikasi Gizi Buruk ................................................................ 9
5. Pencegahan Gizi Buruk .............................................................. 10
B. Tinjauan Faktor Risiko Tentang Gizi Buruk .................................... 10
1. Asupan Makanan ....................................................................... 10
2. Status Sosial Ekonomi............................................................... 13
3. Pendidikan Ibu........................................................................... 14

iii
4. Frekuensi Sakit .......................................................................... 15
5. Pengetahuan Ibu ........................................................................ 17
6. BBLR ........................................................................................ 17
7. ASI ............................................................................................ 18
C. Kerangka Konsep ............................................................................. 20

BAB III METODOLGI PENELITIAN ....................................................... 21

A. Desain Penelitian ....................................................................... 21


B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 21
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 21
D. Teknik pengambilan sampel ...................................................... 23
E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................ 24
F. Instrumen Penelitian ................................................................... 25
G. Analisis dan Pengolahan Data .................................................... 25
H. Etika Penelitian .......................................................................... 26
Daftar Pustaka .............................................................................................. 28

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi individu

atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan

masyarakat (Fitri, 2014). Nutrisi yang memadai sangat penting pada anak usia dini

untuk memastikan pertumbuhan yang sehat, pembentukan dan fungsi organ yang

tepat, membentuk sistem imunitas tubuh yang kuat, perkembangan neurologis dan

kognitif (Renuka, 2014). Kelompok masyarakat yang paling rentan terkena

masalah gizi ialah bayi dan balita karena memerlukan nutrisi tambahan untuk

pertumbuhan dan perkembangan, memiliki cadangan energi yang terbatas, dan

masih bergantung pada orang lain (Eka, 2015).

Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi defisiensi, kelebihan atau

ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan

gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian

yaitu undernutrition dan overnutrition. Undernutrition atau yang biasa kita kenal

dengan istilah (Gizi Buruk) terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmus-

kwashiorkor, sedangkan overnutrtion lebih dikenal dengan obesitas. Malnutrisi

yang terjadi pada tahap awal kehidupan dapat meningkatkan risiko infeksi,

morbiditas, dan mortalitas bersamaan dengan penurunan perkembangan mental

dan kognitif (Ari, 2014).

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian,

penyerapan, dan penggunaan makanan. Status gizi pada balita dapat berpengaruh

terhadap beberapa aspek. Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif

terhadap perkembangan motorik, menghambat perkembangan perilaku dan

kognitif yang berakibat pada menurunnya prestasi belajar dan keterampilan sosial.

1
2

Selain itu kekurangan gizi selama masa kanak-kanak menyebabkan

konsekuensi jangka panjang yang serius di kemudian hari yang meningkatkan

risiko terserang penyakit atau cacat dan bahkan kematian (Anice, 2018). Gizi

buruk merupakan suatu kondisi seseorang mengalami kekurangan zat gizi yang

diakibatkan oleh rendahnya asupan protein dan energi, yang biasa dikenal sebagai

istilah severely underweight yaitu anak dengan indeks berat badan menurut umur

< -3 SD berdasarkan standar baku WHO-NCHS (Kurnia, 2017).

Adapun klasifikasi gizi buruk terbagi menjadi 3 yaitu marasmus,

kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus merupakan suatu kondisi

kekurangan kalori dan energi sedangkan kwashiorkor adalah suatu keadaan

dimana terjadi kekurangan protein dalam jumlah yang besar, dan marasmus-

kwashiorkor merupakan campuran dari beberapa gejala klinik marasmus dan

kwashiorkor yang disertai dengan gejala edema (Kliegman, 2017).

Angka kejadian gizi buruk di dunia terbilang masih cukup tinggi.

Menurut data dari WHO angka kejadian kekurangan gizi pada anak balita tahun

2014 sebanyak 50 juta anak dan gizi buruk sebanyak 16 juta anak (WHO, 2015).

Sedangkan, di Indonesia terjadi peningkatan angka kejadian gizi kurang dan gizi

buruk dari tahun 2010 sebesar 17,9%, dan 4,9% menjadi 19,6%, dan 5,7% pada

tahun 2013. Wilayah Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah dengan

peringkat 10 tertinggi untuk prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita

yaitu 25,6%, dan 6,6% (Depkes RI, 2014). Dan hasil pemetaan yang dilakukan

oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan untuk prevalensi marasmus-

kwashiorkor tertinggi adalah di Kota Makassar, dengan distribusi 16,39% gizi

kurang, dan 3,66% gizi buruk (Dinkes Prov.Sulsel, 2014).

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya gizi buruk diantaranya adalah

tidak adekuatnya asupan makanan dan riwayat penyakit infeksi. Penyebab


3

tersebut selalu diiringi dengan latar belakang lain yang lebih kompleks seperti

kondisi sosial ekonomi, tingkat pendidikan, kondisi lingkungan, dan pola asuh

yang diberikan kepada balita (Eka, 2015).

Faktor pemberian air susu ibu (ASI), riwayat kelahiran premature, dan

BBLR merupakan faktor risiko terbesar (Kurnia, 2017). Hal ini sesuai dengan

beberapa penelitian yaitu, hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan

antara riwayat penyakit infeksi, riwayat ASI eksklusif, IMD terhadap kejadian

gizi kurang pada balita.

Penelitian selanjutnya di Kabupaten Sumba Barat NTT tahun 2015 Di

dapatkan faktor risiko yang paling berperan adalah frekuensi sakit balita,

pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, frekuensi ke posyandu, dan

sumber air minum (Dewi, 2015)

Penelitian lain Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2017

menyebutkan anak balita dengan keluarga yang memiliki pendapatan rendah

berisiko 14 kali lebih besar mengalami gizi kurang. Rendahnya konsumsi protein,

jarak kelahiran, usia ibu, pengetahuan orang tua, dan peran dari anggota keluarga

dapat menjadi faktor risiko terjadinya gizi kurang dan gizi buruk (Lilis, Nurdin, &

Hermiyanti, 2017).

Selain dari sisi bidang sains dan kedokteran betapa pentingnya

pemberian gizi dan nutrisi yang baik, pemberian gizi dan nutrisi yang baik

dijelaskan pula dalam Al-Qur’an Surah Thaha ayat 81:


4

Terjemahnya:
“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu,
dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyb ebabkan
kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-
Ku, maka sesungguhnya binasalah ia”.

Gizi buruk merupakan masalah yang kompleks dan penyebab gizi buruk

pada balita mempunyai peranan yang bervariasi, sehingga peneliti tertarik untuk

menggambarkan “FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK

PADA BALITA DI KECAMATAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR

TAHUN 2019”.

B. Rumusan Masalah

Apakah status sosial ekonomi, pendidikan ibu, Frekuensi Sakit, ASI, Berat

Badan Lahir Rendah, dan pengetahuan ibu merupakan faktor risiko terjadinya

kasus gizi buruk pada balita di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar tahun

2019?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menggambarkan faktor risiko yang mempengaruhi balita gizi buruk di

kota makassar

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan status sosial ekonomi sebagai faktor risiko balita gizi

buruk di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar

b. Menggambarkan Tingkat pendidikan ibu sebagai faktor risiko balita

gizi buruk di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar

c. Menggambarkan pengetahuan ibu pasien sebagai faktor risiko balita

gizi buruk Di Kecamatan Tamalnarea Kota Makassar


5

d. Menggambarkan ASI sebagai faktor risiko balita gizi buruk di

Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar

e. Menggambarkan Berat Badan Lahir Rendah sebagai faktor risiko

balita gizi buruk di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar

f. Menggambarkan frekuensi sakit sebagai faktor risiko balita gizi buruk

di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keilmuan

Untuk memperluas wacana gizi buruk dibidang Ilmu Kesehatan Anak

dan Ilmu Gizi.

2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai berbagai faktor

yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, sehingga dapat dilakukan upaya

pencegahan terjadinya gizi buruk.

3. Bagi Pemerintah

Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan unutk

menuntaskan kejadian kasus gizi buruk.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Gizi Buruk

1. Definisi Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh

kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran (Notoatmojo, 2013) Gizi buruk

adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata (Almatsier S,

2016). Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya

kekurangan gizi menahun (Notoatmojo, 2013).

Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur

(BB/U) < -3 SD (Pudjiadi S,2015) Keadaan balita dengan gizi buruk sering

digambarkan dengan adanya busung lapar (Notoatmojo, 2013).

2. Pengukuran Gizi Buruk

Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:

a. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita

tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh

perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat

gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, rambut, atau mata

(Paryanto E,2017). Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput

sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau

merah muda (crazy pavement dermatosis) (Soendjojo RD, 2010).

b. Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam

pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar

lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.

Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB

6
7

atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk

indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya (Depkes RI,2012)

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :

1) Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

2) Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.

3) Tergolong gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

4) Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau

Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :

1) Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

2) Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

3) Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

4) Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau

Panjang Badan:

1) Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD

2) Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

3) Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

4) Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.

Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus,

sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.

3. Klasifikasi Gizi Buruk

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :

a. Marasmus

Marasmus adalah salah satu bentuk malnutrisi yang paling umum

ditemukan pada balita (Kliegman R, 2017) Ini adalah hasil akhir dari keparahan
8

gizi buruk. Gejala marasmus termasuk anak kurus, rambut tipis dan jarang, kulit

keriput yang disebabkan oleh berkurangnya lemak di bawah kulit, wajah seperti

orang tua (keriput), balita yang cengeng dan cerewet bahkan setelah makan, pantat

celana longgar, dan iga gambang.

Pada awalnya patologi marasmus, pertumbuhan yang buruk dan atrofi otot

dan kehilangan lemak di bawah kulit adalah proses fisiologis. Tubuh

membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk

kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan

protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada kekurangan kalori tidak

hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistem glukosa

(Walker, Allan, 2014).

b. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi protein parah yang disebabkan oleh

asupan karbohidrat normal atau tinggi dan asupan protein yang tidak memadai. Ini

seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari keparahan

kekurangan gizi (Kliegman R, 2017) Tanda-tanda khas kwashiorkor termasuk

pertumbuhan yang terganggu, perubahan mental, pada sebagian besar pasien

dengan edema ringan dan parah, gejala gastrointestinal, kulit kepala rambut

mudah diangkat, Kulit pasien biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis

kulit yang lebih dalam dan lebih luas, hiperpigmentasi dan kulit persik sering,

pembesaran hati, anemia ringan, dalam biopsi hati ditemukan lemak (Depkes,

2012).

Gangguan metabolisme dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan

hati dan edema. Pada pasien dengan kekurangan protein, tidak ada proses

katabolisme jaringan yang berlebihan karena pasokan energi dapat dipenuhi

dengan kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam
9

makanan akan menyebabkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan

untuk sintesis. Asupan makanan yang mengandung cukup karbohidrat

menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari serum

yang tidak cukup untuk didistribusikan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin

oleh hati disebabkan oleh pengurangan asam amino dalam serum yang kemudian

menyebabkan edema (Walker, Allan, 2017).

c. Marasmiks-Kwashiorkor

Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari

beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan

(BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema

yang tidak mencolok (Dini L,2010)

4. Komplikasi Gizi Buruk

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin

dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang

terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka

jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua

organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah

saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan

hormonal. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang

disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala

yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah

dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan

hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid

Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon

tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering

mengakibatkan kematian (Sadewa, 2018).


10

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,

khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat

resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali

terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi

saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering

terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan

tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi

komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2017).

5. Pencegahan Gizi Buruk

Salah satu cara untuk menyadarkan masyarakat tentang gizi adalah

melalui konseling gizi, secara umum definisi konseling adalah suatu proses

komunikasi interpersonal/ dua arah antara konselor dan klien untuk membantu

klien mengatasi dan membuat keputusan yang benar dalam mengatasi masalah

gizi yang dihadapi. Tujuan konseling adalah membantu klien dalam upaya

mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi, sehingga masalahnya dapat

teratasi. Perilaku yang diubah meliputi ranah pengetahuan, ranah sikap, dan

ranah ketrampilan (Supariasa,2011).

B. Tinjauan Umum Tentang Faktor Risiko Gizi Buruk

Faktor risiko gizi buruk antara lain :

1. Asupan makanan

Asupan makanan yang tidak memadai disebabkan oleh berbagai

faktor, termasuk ketersediaan makanan yang tidak memadai, anak-anak yang

tidak cukup atau salah mendapatkan makanan bergizi seimbang, dan pola

makan yang salah (Pudjiadi S, 2015). Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh

balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, 9 kalori lemak, dan 4 kalori


11

karbohidrat. Distribusi kalori dalam makanan balita dalam diet seimbang

adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat. Kelebihan

kalori yang tetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat

badan 500 gram dalam seminggu (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK

Universitas Indonesia, 2017).

Setiap kelompok umur ada perbedaan dalam asupan makanan,

misalnya pada kelompok usia 1-2 tahun, masih perlu menyediakan beras tim

meskipun tidak perlu disaring. Ini karena pertumbuhan gigi susu sudah lengkap

ketika usianya 2-2,5 tahun. Kemudian pada usia 3-5 tahun anak-anak dapat

memilih makanan mereka sendiri sehingga asupan makanan harus diatur sebaik

mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah

kebutuhan setiap nutrisi, menentukan jenis makanan yang dipilih, dan

menentukan jenis makanan yang akan diproses sesuai dengan hidangan yang

diinginkan (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia,

2017).

Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang

kurang beragam. Kurangnya pola makan yang beragam berarti bahwa balita

mengkonsumsi makanan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi

seimbang. Berdasarkan keseragaman komposisi hidangan makanan, pola

makanan yang memasukkan gizi seimbang adalah jika mengandung unsur

energi, yaitu makanan pokok, bahan bangunan dan pemeliharaan jaringan,

yaitu lauk pauk dan zat pengatur, yaitu sayuran dan buah-buahan (Soekirman,

2010). Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Magelang, konsumsi

protein (OR 2.364) dan energi (OR 1.351) untuk balita adalah faktor risiko

status gizi balita (Rumiasih, 2013).


12

Dalam al-Qur’an sudah dijelaskan secara tegas bahwa manusia sudah

diperintahkan untuk memilih makanan yang akan di konsumsinya baik itu dari sisi

kehalalan maupun kualitas makanan tersebut. sebagaimana yang terdapat dalam

Q.S. al-Baqarah ayat 168 yaitu

َ ‫ض َح ََل اًل‬
‫ط ِّيباا َو ًَل تَت َّ ِّبعُوا‬ ِّ ‫اس ُكلُوا ِّم َّما ِّفي أاْل َ أر‬ ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬
‫عد ٌُّو ُم ِّبين‬َ ‫ان ۚ إِّنَّهُ لَ ُك أم‬ َ ‫ش أي‬
ِّ ‫ط‬ َّ ‫ط َوات ال‬ ُ ‫ُخ‬

Artinya:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Ayat tersebut menjelaskan tentang perintah yang ditunjukkan kepada

manusia untuk memilih dan memilah makanan yang hendak dikonsumsi, yaitu

makanan tersebut harus bersifat halal. Karena kehalalan suatu makanan

merupakan unsur terpenting yang wajib diperhatikan oleh umat Islam terutama

dalam hal memilih makanannya.

Kemudian, makanan tersebut harus baik (thayyib) artinya makanan itu

tidak berbahaya bagi tubuh. Maka dalam hal ini dijelaskan bahwasanya

makanan yang halal adalah lawan dari makanan yang haram. Sebagaimana

yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an seperti, daging babi, darah, makanan

yang tidak disembelih, yang disembelih untuk berhala dan lain sebagainya.

Apabila dalam al-Qur’an tidak dijelaskan pantangan-pantangan yang demikian

maka makanan tersebut halal untuk dimakan. Selain itu, manusia juga harus

memperhatikan kualitas yang ada pada makanan tersebut, seperti daging yang
13

sudah dikemas, yang kemudian dimakan secara mentah-mentah. Meskipun

daging itu halal akan tetapi tidak baik.

2. Status sosial ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan

ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk

mencapai kemakmuran hidup (Pius,Dahlan, 2011). Sosial ekonomi merupakan

suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari

variabel tingkat pekerjaan (Notoatmodjo S,2013). Rendahnya ekonomi

keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut.

Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan

penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial

ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi

karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah

tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang

kurang bergizi (Soekirman,2010).

Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas

ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang

dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu

yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya.

Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi

sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana

mestinya (Depkes,2012).

Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja

akan lebih dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat. Pekerjaan dapat

dibagi menjadi pekerjaan yang berstatus tinggi yaitu antara lain tenaga
14

administrasi tata usaha, tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin, dan

ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta dan

pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat angkut.

Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau

terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk

p=0,0001 (Taruna J,2012).

3. Tingkat Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pemahaman yang salah tentang kebutuhan

makanan dan nilai makanan adalah hal biasa di setiap negara di dunia.

Kemiskinan dan kekurangan pasokan makanan bergizi adalah faktor penting

dalam malnutrisi. Salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah pendidikan

rendah. Kurangnya pendidikan menyebabkan seseorang kekurangan

keterampilan tertentu yang dibutuhkan dalam kehidupan (Abu A, 2017).

Pendidikan rendah dapat mempengaruhi ketersediaan makanan dalam keluarga,

yang pada gilirannya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi makanan

yang merupakan penyebab langsung kekurangan gizi pada anak-anak. balita

(Depkes RI, 2014).

Tingkat pendidikan, terutama tingkat pendidikan ibu dapat

mempengaruhi tingkat kesehatan karena pendidikan ibu mempengaruhi

kualitas pengasuhan anak. Tingkat pendidikan yang tinggi memudahkan

seseorang untuk menyerap informasi dan mempraktikkannya dalam perilaku

sehari-hari. Pendidikan adalah upaya terencana dan sadar untuk menciptakan

suasana dan proses belajar sehingga siswa secara aktif mengembangkan potensi

dan keterampilan yang dibutuhkan oleh diri mereka sendiri, masyarakat,

bangsa, dan negara (Depkes, 2014).


15

Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non-formal yang

dapat saling melengkapi. Tingkat pendidikan formal adalah pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar adalah tingkat

pendidikan yang mendasari tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan

dasar adalah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama atau bentuk-bentuk

lain yang sederajat, sedangkan pendidikan menengah adalah kelanjutan dari

pendidikan dasar yaitu sekolah menengah atas atau bentuk-bentuk setara

lainnya. Pendidikan tinggi adalah tingkat pendidikan setelah pendidikan

menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan

doktoral yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (Depkes RI, 2014).

Tingkat pendidikan terkait dengan status gizi balita karena peningkatan

pendidikan cenderung meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya

beli makanan. Diperlukan pendidikan untuk mendapatkan informasi yang dapat

meningkatkan kualitas hidup seseorang.

4. Frekuensi sakit

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan

terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru

menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut adalah:

a. Diare persisten

Ketika episode diare berlanjut selama 14 hari atau lebih dimulai

dengan diare akut atau berdarah (disentri), kejadian ini sering dikaitkan

dengan penurunan berat badan dan infeksi non-usus. Diare persisten tidak

termasuk diare kronis atau diare berulang seperti penyakit sariawan, enteropati

sensitif gluten dan penyakit loop buta (Ilmu Kesehatan Anak-Anak FK

Universitas Indonesia, 2017).

b. Tuberkulosis
16

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, yang merupakan kuman aerob yang dapat hidup teruama di paru-

paru atau di berbagai organ hidup lainnya yang memiliki tekanan parsial

oksigen tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, oleh karena itu

penularan terjadi pada malam hari. Tuberkulosis dapat terjadi pada semua

kelompok umur, baik di paru-paru dan di luar paru-paru (Pediatrics FK

Universitas Indonesia, 2017).

c. HIV AIDS

HIV adalah singkatan dari 'human immunodeficiency virus'. HIV

adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan manusia

(terutama sel T-positif CD4 dan makrofag - komponen utama sistem

kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus

ini mengakibatkan penurunan terus-menerus dalam sistem kekebalan tubuh,

yang akan mengakibatkan defisiensi imun. Sistem kekebalan dianggap kurang

ketika sistem tidak dapat lagi menjalankan fungsinya untuk memerangi infeksi

dan penyakit (Pediatrics FK Universitas Indonesia, 2017).

Penyakit-penyakit yang disebutkan di atas dapat memperburuk situasi

gizi melalui gangguan input makanan dan peningkatan kehilangan nutrisi

penting tubuh. Ada hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan

kekurangan gizi dan kekurangan gizi. Anak-anak yang menderita kekurangan

gizi dan kekurangan gizi akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga

rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak-anak yang menderita penyakit akan

cenderung menderita kekurangan gizi (Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas

Indonesia, 2017). Menurut penelitian yang dilakukan di Yogyakarta ada

perbedaan yang signifikan dalam penyakit antara KEP bayi dan balita yang

bukan KEP (p = 0,034) 95% CI (Razak AA, 2009)


17

5. Pengetahuan ibu

Ibu adalah orang yang berperan penting dalam menentukan konsumsi

makanan dalam keluarga, terutama pada anak balita. Pengetahuan ibu

mempengaruhi pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu

tentang nutrisi menyebabkan berkurangnya keanekaragaman makanan.

Keluarga akan membeli lebih banyak barang karena pengaruh kebiasaan,

iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan oleh

kurangnya kemampuan ibu untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam

kehidupan sehari-hari mereka (Rumiasih,2013)

6. Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang

dari 2500 gram terlepas dari periode kehamilan sedangkan berat lahir adalah

berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah kelahiran (Kosim,

Sholeh M, 2018). Penyebab BBLR yang paling umum adalah kelahiran

prematur. Bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu pada

umumnya disebabkan oleh tidak memiliki rahim yang dapat menahan janin,

gangguan selama kehamilan, dan pelepasan plasenta lebih awal dari waktu.

Bayi prematur memiliki organ dan organ yang tidak berfungsi secara normal

untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda usia kehamilan,

fungsi organ menjadi kurang berfungsi dan prognosisnya juga kurang baik.

Kelompok BBLR sering mendapat komplikasi karena maturitas organ akibat

prematur (Chairul RN, 2013).

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga bisa disebabkan oleh bayi

kecil yang dilahirkan untuk hamil, yaitu bayi yang mengalami retardasi

pertumbuhan saat dalam kandungan. Ini disebabkan oleh kondisi ibu atau gizi

buruk. Kondisi bayi kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat lahir.
18

Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan kecacatan neonatus, bayi, dan anak-

anak adalah faktor utama yang disebabkan oleh BBLR (Chairul RN, 2013).

Malnutrisi dapat terjadi jika BBLR bersifat jangka panjang. Pada BBLR zat

anti imun kurang sempurna sehingga lebih mudah terserang penyakit,

terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu

makan sehingga asupan makanan yang masuk ke tubuh menurun dan dapat

menyebabkan gizi buruk (Kosim, Sholeh M, 2018). Menurut penelitian yang

dilakukan di BBLR Kabupaten Lombok Timur ada hubungan yang signifikan

dengan kejadian gizi buruk (95% CI) p = 0,02 (Anwar K, 2015).

7. ASI

Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya hingga enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI

eksklusif dalam waktu kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan oleh

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia untuk periode 2007-2013 cukup

mengkhawatirkan, yaitu bahwa bayi yang menerima ASI eksklusif sangat

rendah. Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan dalam bentuk susu

formula, makanan padat, atau campuran ASI dan susu formula (Kliegman R,

2017).

Berdasarkan penelitian yang telah terbukti di seluruh dunia, ASI

adalah makanan terbaik untuk bayi hingga enam bulan, dan disempurnakan

hingga usia dua tahun. Menyusui bayi sangat bermanfaat, antara lain karena

praktis, mudah, murah, kecil kemungkinan terjadi kontaminasi, dan menjalin

hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam

perkembangan psikologis anak.

Beberapa sifat ASI adalah makanan alami, alami, ideal, fisiologis,

nutrisi yang diberikan selalu segar dengan suhu optimal dan mengandung
19

nutrisi yang lengkap dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan

pertumbuhan bayi (Walker, Allan, 2014).

Selain ASI yang mengandung nutrisi yang cukup, ASI juga

mengandung antibodi atau zat imun yang akan melindungi bayi dari infeksi.

Ini menyebabkan balita yang disusui, tidak mudah terserang penyakit dan

dapat berperan langsung dalam status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan

dengan sistem pencernaan bayi sehingga nutrisi diserap dengan cepat. Berbeda

dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan sejak dini pada

bayi. Susu formula sangat sulit diserap usus. Pada akhirnya, bayi mengalami

kesulitan buang air besar. Jika pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan

mudah mengalami diare (Soekirman, 2010).


20

C. Kerangka Konsep

Faktor-faktor predisposisi dalam penelitian ini yang meliputi infeksi

dikontrol dengan memeriksa Frekuensu Sakit pada responden penelitian. Variabel

pengetahuan ibu bisa diteliti. Sehingga kerangka konsep penelitian menjadi

sebagai berikut:

Status Sosial Ekonomi


Orang Tua

Pendidikan Ibu

Frekuensi Sakit Pada


Balita
Gizi Buruk Balita

ASI Ekslusif

Berat Lahir Bayi

Tingkat Pengetahuan
ibu
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian

yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan suatu keadaan populasi secara objektif.

Jenis penelitian deskriptif yang dilakukan adalah metode observasi yaitu

suatu cara penelitian yang dilakukan terhadap objek yang cukup banyak dalam

waktu tertentu dan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain

studi Cross sectional yaitu memperoleh data-data pada saat penelitian dilakukan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Tamalanrea Kota

Makassar. peneliti masih belum bias menentukan waktu penelitian.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah balita dengan gizi buruk di Kecamatan

Tamalanrea Kota Makassar dengan jumlah 235 Anak.

2. Sampel penelitian ini diambil menggunakan metode Purposive Sampling

dan jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah anak balita yang tinggal

di wilayah Kecamatan Tamalanrea. Dan memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi

A. Kriteria Inklusi

1. Balita yang bersedia ikut bersedia dalam penelitian (informed

consent melalui orang tua/wali)

2. Balita (bayi) dengan umur < 5 tahun

21
22

3. Balita yang memiliki status gizi kurang dan buruk berdasarkan

standar pengukuran

4. Memiliki data rekam medik yang lengkap yang dapat dievaluasi

B. Kriteria Eksklusi

1. Anak balita yang mengalami gangguan jiwa

2. Anak balita yang mengalami kelainan congenital Balita yang pindah

dari tempat domisili saat penelitian berlangsung

Untuk menghitung besar jumlah sampel yang dibutuhkan dalam

penelitian ini digunakan rumus perhitungan yang digunakan adalah rumus

slovin:

N= 1 + n (d2)

Keterangan:

N: Jumlah populasi yang diketahui

d: Kesalahan absolute yang dikehendaki peneliti dan ditetapkan sebesar 10

% (d=0,1)

dengan perhitungan:

N = 1 + n (0,12)

235

= 1 + 235 (0,12)
23

235

= 1 + 235 (0,01)

235

= 1 + 2,35

235

= 3,35

N= 70

Dari hasil penghitungan diatas maka diperoleh 70 sampel yang akan

menjadi responden dalam penelitian ini

D. Teknik Pengambilan Sampel

1. Data Primer. Menggunakan data variabel independen seperti riwayat

konsumsi makanan, riwayat berat badan lahir, faktor orang tua, frekuensi

sakit, status sosial ekonomi, yang diperoleh dari kuisioner penelitian

melalui wawancara.

2. Data Sekunder. mencakup gambaran umum mengenai angka kejadian gizi

kurang dan gizi buruk pada anak balita di wilayah Kecamatan Tamalanrea,

Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dari puskesmas setempat


24

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


NO Variabel Definisi Operasional Kiteria Objektif
1 Status gizi Keadaan balita dengan indeks Berat Nominal
buruk Badan menurut Umur (BB/U) <-3SD Ya
Tidak
2 Status Suatu konsep segala usaha manusia Nominal
Sosial untuk memenuhi kebutuhan agar Rendah:
ekonomi mencapai kemakmuran hidup diukur < Rp1.000.000.00
dengan menggunakan tingkat Sedang:
pendapatan dalam 1 bulan Rp1.000.000.00-
5.000.000.00
Tinggi:
>5.000.000.00

3 Pendidikan Tingkat pendidikan ibu penderita Nominal


ibu Rendah:
SD-SMP
Sedang:
SMA-S1
Tinggi:
<S1

4 ASI Balita diberikan ASI eksklusif oleh Nominal


ibu selama 6 bulan tanpa makanan Ya
pendamping Tidak
5 BBLR Riwayat berat badan lahir balita Nominal
kurang dari 2500 gram Ya
Tidak
6 Pengetahua pemahaman ibu tentang pemberian Nominal
n ibu gizi yang di ukur dalam kedalam Baik jika skor:
kuisoner >70
Cukup jika skor:
50-70
Kurang jika skor:
<50

7 Frekuensi Riwayat penyakit yang di alami oleh Nominal


Sakit balita selama 1 bulan Tinggi:
>4 kali
Rendah:
<4 kali
25

F. Instrumen Penelitian

1. Kuisioner yang di isi berdasarkan hasil wawancara responden

2. Data rekam medik responden untuk mengetahui mengetahui faktor risiko

terjadinya gizi buruk pada balita

G. Analisis dan Pengolahan Data

1. Analisis data

Data yang telah diperoleh kemudian disajikan dalam table distribusi

frekuensi program Microsoft Excel. Data yang telah diolah akan disajikan

dalam bentuk table disertai dengan penjelasan dalam bentuk narasi.

2. Pengolahan data

Tahap pengolahan data yaitu

a. Editing

Editing adalah upaya yang dilakukan untuk memeriksa kembali

kelengkapan data yang telah diperoleh sehingga validitas data dapat

terjamin.

b. Coding

Coding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, juga

untuk menjadi kerahasiaan identitas responden.

c. Entry

Entry yaitu suatu proses memasukkan data yang diperoleh

menggunakan fasilitas komputer.

d. Cleaning

Data yang dikumpulkan kemudian dilaksanakan pembersihan data,

artinya sebelum dilakukan pengolahan, data di cek terlebih dahulu agar

tidak terdapat data yang tidak diperlukan.

e. Tabulating
26

Pengolahan dan penyajian data ke dalam bentuk tabel-tabel deskriptif

bertujuan untuk mempermudah analisi data, data dimasukkan dalam

bentuk table deskriptif.

H. Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika dalam penelitian ini adalah:

1. Menyertakan surat izin penelitian ke Dinas Kesehatan kota Makassar

untuk permintaan data rekam medik dan permohonan izin penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam medik,

dengan harapan tidak adanya pihak yang merasa dirugikan atas penelitian

yang dilakukan.

3. Menjaga dan munjungjung tinggi sopan santun selama proses penelitian di

kota Makassar.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak

yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan

sebelumnya
27

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim.
Abu A.Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Rineka Cipta;2007.
Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2016.
Anwar K,Juffrie M,Julia M.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten
Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik
Indonesia .2015.
Baculu Eka PH, Juffrie M, Helmyanti Siti. Faktor risiko gizi buruk pada balita di
Kabupaten) Donggala, Sulawesi Tengah. Jurnal Gizi dan Dietetik
Indonesia. 2015;3(1). Chairul RN.Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED).Jakarta.:EGC;2013.
Departemen Kesehatan RI.Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta:
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI;2012.
Departemen Kesehatan RI.Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta:Depkes
RI;2014.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan kasus angka kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada anak balita di Indonesia. Indonesia 2014.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan kasus angka kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada anak balita di Kota Makassar. Makassar,
2014.
George Anice, Ansuya, Mundkur Suneel C. Risk factors for malnutrition
among preschool children in rural Kamakata: a case control study.
BMC Public Health. 2018;18: 283.
Hidayat AAA.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan,Jakarta:Salemba Medika;2018.
Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.
Kosim, Sholeh M.Buku Ajar Neonatologi Edisi I.Jakarta: Badan Penerbit
IDAI;2018.
Kliegman R.Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier;2017.
Kurnia Febry BA, Dewi,Astuti Puji. Ilmu Gizi Untuk Praktisi Kesehatan.
Yogyakarta:Graha Ilmu. 2012.
Manjunath Renuka, K Jagadish, Kulkarni Praveen. Malnutrition among under-five
children of Kadukuruba Tribe: Need to Reach the Unreached. Journal of
Clinical & Diagnostic Research. 2014; 8(7): JC01-JC04.
Fauziah Lilis, Rahman Nurdin,Hermiyanti. Faktor risiko kejadian gizi kurang
pada balita usia 24-59 Bulan di Kelurahan Taipa Kota Palu. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako. 2017.
28

Notoatmodjo S. Prinsip-Prinsip Dasar IlmuKesehatan Masyarakat.Jakarta :


Rineka Cipta; 2013.
Paryanto E.Gizi Dalam Masa Tumbuh Kembang.Jakarta:EGC;2017.
Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru; 2015.
Pius,Dahlan.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya:Arkola;2011.
Razak AA,Gunawan IMA,Budiningsari RD. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko
Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita.Jurnal Gizi
Klinik Indonesia.2009
Pujiati Kurnia, Arsyad Sidik D, Dwinata Indra. Identifikasi kasus kekurangan gizi
pada anak di bawah usia lima tahun di Kota Makassar. Jurnal Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2017;11(2),137-142
Rahim Fitri Kurnia. Faktor risiko underweight balita umur 7-59 Bulan. Jurnal
Kesehatan Unnes. 2014
Rumiasih. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Buruk pada
Anak Balita di Kabupaten Magelang[karya tulis ilmiah].Semarang:
Universitas Diponegoro;2013.
Supartini Y.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta:EGC; 2012.
Soendjojo RD,Sritje H,Mien S.Menstimulasi Anak 0-1 Tahun.Jakarta:PT
Elexmedia Komputindo.2010.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia.Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Infomedika;2017.
Soekirman.Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan
Masyarakat.Jakarta:EGC;2010.
Syam Fahrial Ari. Malnutrisi. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI: Interna
Publishing. 2014.
Taruna J.Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Terjadianya Kasus Gizi
Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun
2012[karya Tulis Ilmiah].Jakarta:Universitas indonesia;2012.
Walker,Allan.Pediatric Gastrointertinal Disease.USA:DC Decker;2014.
29

Anda mungkin juga menyukai