Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Ventilasi merupakan proses perpindahan udara dari lingkungan luar tubuh


ke dalam paru-paru. Respirasi merupakan proses pertukaran gas O2 dan CO2
yang terjadi di alveolus dalam paru-paru. Alveolus merupakan kantong udara di
ujung percabangan bronkus dalam paru-paru. O2 berdifusi melalui dinding
alveolus menembus pembuluh darah dan CO2 berdifusi ke luar pembuluh darah..
Diafragma adalah otot utama untuk inspirasi, bersama dengan otot
interkosta. Ketika otot-otot pernapasan mengalami paralisis, bernapas menjadi
sulit bahkan tidak mungkin. Ventilasi mekanik mengambil alih proses ventilasi
dan memudahkan pernapasan dengan membantu otot pernapasan yang mengalami
paralisis. Otot abdomen juga penting dalam proses ekspirasi dan batuk. Otot
ekspirasi pernapasan yang lemah menghasilkan batuk yang lemah juga
ketidakmampuan pengeluaran sekret yang dapat menyebabkan infeksi saluran
pernapasan dan pneumonia.
Ventilator, dikenal juga dengan istilah respirator, merupakan alat bantu
mekanik yang mempertahankan udara dapat mengalir ke dalam paru-paru. Banyak
orang mengenal penggunaaan ventilator pada rumah sakit, seperti di ICU, dimana
penggunaan ventilator akut dan kompleks banyak dijumpai. Ventilasi mekanik
rutin diperlukan pada pasien dewasa kritis di unit perawatan intensif. Tujuan
utama penggunaan ventilator mekanik adalah untuk menormalkan kadar gas darah
arteri dan keseimbangan asam basa dengan memberi ventilasi adekuat dan
oksigenasi.
Ventilasi mekanik memiliki prinsip yang berlawanan dengan fisiologi
ventilasi, yaitu dengan menghasilkan tekanan positif sebagai pengganti tekanan
negatif untuk mengembangkan paru-paru.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ventilator mekanik merupakan alat pernapasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu
yang lama. Bantuan ventilasi yang diberikan mesin ventilator dapat berupa
pemberian volume, tekanan, atau gabungan keduanya. Ventilasi mekanik dapat
bersifat life saving pada pasien, namun, di sisi lain terdapat komplikasi potensial
yang dapat terjadi, seperti: pneumotoraks, cedera jalan napas, kerusakan alveolus,
dan VAP (Ventilator Associated Pneumonia)1.
Tujuan pemberian ventilasi mekanik yaitu mengurangi kerja pernapasan,
meningkatkan tingkat kenyamanan pasien, mengatasi ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi dan menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat2.

B. Indikasi
Penggunaan ventilasi mekanik diindikasikan ketika ventilasi spontan pada
pasien tidak adekuat untuk memelihara kehidupannya. Ventilasi mekanik juga
diindikasikan sebagai profilaksis terhadap kolaps yang akan terjadi dari fungsi
fisiologis lainnya, atau pertukaran gas yang tidak efektif di dalam paru6. Contoh
indikasi medis penggunaan ventilasi mekanik, yaitu:
1. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas, henti napas (apneu), maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
ventilator mekanik. Idealnya, pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan
ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distres
pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya
dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan
otot pernapasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
Gagal napas dibagi menjadi 2 tipe, yaitu: gagal napas hipoksemia dan gagal
napas hiperkarbia. Gagal napas hipoksemia disebabkan oleh kondisi-kondisi
sebagai berikut, yaitu: edema paru, pneumonia, perdarahan paru, dan respiratory

1
distress syndrome yang menyebabkan ketidaksesuaian antara ventilasi-perfusi
dengan shunt.6
Gagal napas hipoksemia ditandai dengan SaO2 arteri <90%, meskipun fraksi
oksigen inspirasi > 0.6. Tujuan dari pemasangan ventilasi mekanik pada kondisi
ini yaitu untuk menyediakan saturasi oksigen yang adekuat melalui kombinasi
oksigen tambahan dan pola ventilasi tertentu sehingga meningkatkan ventilasi-
perfusi dan mengurangi intrapulmonary shunt.6
Sedangkan, gagal napas hiperkarbia disebabkan oleh kondisi yang
menurunkan minute ventilation atau peningkatan dead space fisiologis sehingga
ventilasi alveolar menjadi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kondisi yang berhubungan dengan gagal napas hiperkarbia, yaitu: penyakit
neuromuscular seperti miastenia gravis, ascending polyradiculopathy, miopati,
dan penyakit-penyakit yang menyebabkan kelelahan otot pernapasan karena
peningkatan kerja, seperti: asma, PPOK, dan penyakit paru restriktif. Kondisi
gagal napas hiperkarbia ditandai dengan PCO2 > 50 mmHg dan pH arteri < 7.30.6
2. Apneu dengan henti napas, termasuk kasus akibat intoksikasi
Pasien apneu, seperti pada kondisi kerusakan sistem saraf pusat katastropik,
membutuhkan tindakan yang cepat untuk pemasangan ventilator mekanik.6
3. Syok
Semua jenis syok menyebabkan proses metabolik seluler yang akan memicu
terjadinya jejas sel, organ failure, dan kematian. Syok akan menyebabkan paling
tidak tiga respon pernapasan, yaitu: peningkatan ruang mati ventilasi, disfungsi
otot-otot pernapasan, dan inflamasi pulmoner. Pasien dengan syok biasanya
dilaporkan sebagai dispneu. Pasien juga biasanya mengalami takipneu dan
takikardi, asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik dengan beberapa derajat
kompensasi respiratorik.6
4. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada sistem pernapasan (sebagai akibat peningkatan kerja napas dan
konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilator

2
untuk mengurangi beban kerja sistem pernapasan sehingga beban kerja jantung
juga berkurang.6
5. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang berisiko mengalami apneu berulang
juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu, ventilator mekanik juga
berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan
intracranial.6
6. Tindakan Operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anastesi dan sedatif sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi
mekanik.6

C. Pengaruh Ventilasi Mekanik terhadap Organ


 Tekanan Intrakranial dan Perfusi Serebral
Jumlah darah yang mengalir ke otak ditentukan oleh tekanan perfusi serebral
(cerebral perfusion pressure/CPP). CPP merupakan hasil pengurangan dari mean
systemic arterial blood pressure (MABP) dengan intracranial pressure (ICP).
Tekanan perfusi serebral secara potensial dapat menurun karena ventilasi tekanan
positif dengan atau tanpa tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dapat
menurunkan curah jantung dan MABP.3
Ventilasi tekanan positif dapat meningkatkan tekanan vena sentral (CVP)
sehingga venous return dari kepala akan menurun menyebabkan peningkatan ICP
dan menurunkan CPP. Hal ini dapat diketahui secara klinis dengan adanya
peningkatan distensi dari vena jugularis. Oleh karena itu, pada keadaan perfusi
otak yang menurun dapat menimbulkan hipoksemia serebral dan ICP yang
meningkat dapat memperparah edema serebral.3
Risiko klinis yang terbesar sehubungan dengan perfusi serebral adalah pada
pasien-pasien dengan ICP yang tinggi dengan edema serebral yang mulai
bertambah. Pasien dengan cedera kepala tertutup, tumor-tumor serebral atau pasca
bedah saraf termasuk dalam kategori ini. Bila pasien memiliki kondisi

3
hemodinamik intrakranial yang normal, maka dengan ventilasi tekanan positif
tidak akan meningkatkan tekanan intrakranial (ICP). Pada pasien dengan fungsi
serebral yang abnormal, perubahan yang terjadi pada perfusi dan tekanan serebral
akan sangat mempengaruhi kondisi hemodinamik. Bila terdapat peningkatan ICP,
maka akan timbul hiperventilasi untuk menurunkan ICP yaitu dengan mengurangi
PaCO2 menjadi 25 sampai 30 mmHg. Alkalosis yang timbul karena PaCO2 yang
rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah. Secara
teoritis, hal tersebut dapat menurunkan ICP dan meningkatkan perfusi serebral,
namun hanya berlangsung 24 sampai 36 jam. Oleh karena itu, kontroversi tentang
manfaat dan kegunaan teori tersebut masih ada dan berbeda penerapannya.3

 Fungsi Renal
Respons renal terhadap perubahan hemodinamik yang timbul karena
peningkatan tekanan intratorakal
Penurunan curah jantung karena tekanan positif alveolar, cenderung
menurunkan aliran darah ginjal (renal blood flow /RBF) dan laju filrasi
glomerular (GFR) sehingga produksi urin berkurang. Penurunan produksi urin ini,
tidak semata-mata karena penurunan curah jantung saja, karena pengembalian
curah jantung ke nilai yang adekuat tidak selalu disertai dengan peningkatan
produksi urin secara paralel. Ketika ginjal tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
neural dan humoral, maka produksi urin tetap konstan pada tekanan arterial
dengan rentang yang cukup lebar. Pada saat tekanan kapiler glomerular menurun
di bawah 75 mmHg, laju aliran glomerular menurun dan aliran urin berkurang.
Pada hipotensi yang berat, aliran urin dapat terhenti.3
Pada saat penggunaan ventilasi tekanan positif, tekanan darah arterial biasanya
terkompensasi. Penurunan tekanan bukanlah faktor penyebab penurunan produksi
urin yang signifikan selama ventilasi mekanik. Redistribusi darah dalam ginjal
yang mempengaruhi perubahan fungsi ginjal itu sendiri. Aliran ke korteks bagian
luar menurun, sementara aliran menuju korteks bagian dalam dan nefron
jukstaglomerular meningkat sehingga urin, kreatinin dan natrium yang
diekskresikan lebih sedikit. Hal ini terjadi karena nefron jukstaglomerular di dekat
medula ginjal lebih efisien mengabsorbsi natrium daripada yang berada di korteks

4
bagian luar sehingga natrium yang diabsorbsi lebih banyak, diikuti pula dengan
absorbsi air yang meningkat. Redistribusi darah merupakan respons terhadap
stimulasi simpatis seperti peningkatan katekolamin, vasopresin, dan angiotensin.3

Respon humoral pada renal ( perubahan pada hormone antidiruretik


(ADH))
Produksi urin selama pemberian ventilasi tekanan positif akan menurun. Hal
ini disebabkan oleh perubahan perfusi dan fungsi endokrin. Peningkatan
pelepasan hormon antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior dapat menurunkan
produksi urin. Sesuai dengan namanya, ADH menghambat ekskresi air. Semakin
tinggi ADH yang dilepaskan ke dalam sirkulasi, semakin sedikit pembentukan
urin sehingga volume cairan dalam tubuh semakin besar.3
Faktor penentu utama dari pelepasan ADH adalah osmolalitas plasma. Faktor
lainnya adalah tekanan darah, nausea, vomitus, dan berbagai macam obat-obatan
seperti golongan narkotik serta obat antiinflamasi nonsteroid. Perubahan tekanan
darah yang disebabkan pemberian ventilasi tekanan positif dapat meningkatkan
pelepasan ADH melalui mekanisme berikut ini, yaitu reseptor volume yang
terdapat di atrium kiri mengirimkan impuls-impuls saraf melalui jalur vagal ke
hipotalamus. Aktivitas saraf ini dapat menstimulasi peningkatan atau penurunan
produksi dan sekresi ADH. Baroreseptor yang terdapat di badan karotis dan di
sepanjang arkus aorta menginderakan perubahan tekanan serta dapat menaikkan
atau menurunkan level ADH. Pada saat pemberian ventilasi tekanan positif,
reseptor-reseptor tadi terpapar oleh perubahan tekanan intratorakal, volume dan
tekanan darah. Telah diketahui bahwa
ventilasi tekanan negatif menghambat pelepasan ADH dan menyebabkan efek
diuretik, sebaliknya ventilasi tekanan positif meningkatkan pelepasan ADH
sehingga menimbulkan oliguria.3

Pengaruh terhadap ginjal karena pH, PaCO2 dan PaO2 yang abnormal
Perubahan PaO2 dan PCO2 merupakan pengaruh dari ventilasi terhadap
ginjal. Penurunan PaO2 pada pasien dengan gagal napas menunjukkan adanya
produksi urin dan fungsi ginjal yang berkurang. Nilai PaO2 di bawah 40 mmHg

5
(hipoksemia berat) menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Demikian pula dengan
PaCO2 di atas 65 mmHg juga dapat menurunkan fungsi ginjal.3
 Fungsi Hepar dan Gastrointestinal
Pasien-pasien yang mendapatkan ventilasi tekanan positif menunjukkan
adanya gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan bilirubin serum
lebih dari 2,5 mg/100 ml tanpa disertai dengan riwayat penyakit hepar
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena penurunan curah jantung, pergerakan
diafragma ke arah bawah yang berlawanan dengan hepar, penurunan aliran vena
porta atau peningkatan resistensi splanknik sehingga menyebabkan iskemia pada
jaringan hepar dan juga faktor-faktor lain yang mengganggu fungsi hepar.3
Ventilasi tekanan positif meningkatkan resistensi splanknik, menurunkan
aliran vena splanknik dan berperan dalam mencetuskan iskemi mukosa gaster.
Iskemik inilah yang akhirnya sering meningkatkan insidensi perdarahan
gastrointestinal dan ulkus gaster yang sering terjadi pada pasien-pasien critically
ill. Hal ini terjadi karena peningkatan permeabilitas sawar mukosa gaster.3
Oleh karena itu, pada pasien-pasien tersebut diberikan antasida atau
simetidin untuk mencegah perdarahan gastrointestinal karena acute stress
ulceration. Obat-obat
tersebut bersifat meningkatkan pH gaster yang berhubungan dengan peningkatan
risiko pneumonia nosokomial pada pasien yang diventilasi. Pada keadaan tersebut
dapat diberikan sukralfat oral yang dapat mengatasi perdarahan gastrointestinal
tanpa mengubah pH.3
Pasien yang mendapatkan ventilasi tekanan positif juga berisiko untuk
mengalami distensi gaster yang berat karena menelan udara yang bocor di sekitar
pipa endotrakea atau bila ventilasi tekanan positif ini diberikan melalui sungkup.
Pemasangan selang nasogastrik dapat membuang udara yang masuk dan
mendekompresi gaster.3

D. Klasifikasi Ventilasi Mekanik


Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut
mendukung ventilasi, dua kategori umum, yaitu : ventilator tekanan negatif dan
ventilator tekanan positif.4

6
Ventilator Tekanan Negatif
Prinsip dari ventilator jenis ini adalah mengeluarkan tekanan negatif pada
dada eksternal. Mesin tekanan negatif pertama, yaitu iron lung (Drinker and Shaw
Tank), merupakan mesin tekanan negatif pertama yang digunakan untuk ventilasi
jangka panjang. Ketika terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
aliran darah dan permukaan alveolus secara difusi, udara harus dipindahkan ke
dalam maupun luar paru untuk membantu keseimbangan pertukaran gas. Pada
saat bernapas spontan, tekanan negatif diciptakan oleh rongga pleura melalui otot-
otot pernapasan, sehingga gradien tekanan yang terjadi antara tekanan atmosfer
dan tekanan di dalam toraks menghasilkan aliran udara ke dalam paru. Pada iron
lung, udara ditarik secara mekanik untuk membentuk ruang vakum di dalam tanki,
sehingga tekanan menjadi negatif. 4
Tekanan negatif tersebut akan menyebabkan terjadinya ekspansi dada,
yang menyebabkan turunnya tekanan intrapulmoner sehingga meningkatkan
aliran udara sekitar ke dalam paru. Ketika vakum dilepaskan, tekanan di dalam
tangki menjadi sama dengan sekitar, menyebabkan terjadinya ekshalasi pasif dada
dan paru. Ketika ruang vakum terbentuk, abdomen pun mengembang seiring
dengan pengembangan paru, membatasi aliran darah balik vena ke jantung,
sehingga menyebabkan terkumpulnya darah vena di ekstremitas bawah. Dengan
mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi, memungkinkan udara mengalir
ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator tekanan negatif
digunakan terutama pada gagal napas kronik yang berhubungan dengan kondisi
neovaskular, seperti: polimielitis, distrofi muscular, sklerosis lateral amiotrofik,
dan miastenia gravis. Penggunaan ventilator jenis ini tidak sesuai untuk pasien
yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi
sering.4

Ventilator Tekanan Positif


Ventilator tekanan positif menggembungkan paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk

7
mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi untuk meningkatkan tekanan jalan napas. Tekanan
positif ini akan membiarkan udara mengalir ke dalam jalan napas hingga
pernapasan melalui ventilator dihentikan. Kemudian, tekanan jalan napas akan
turun hingga menjadi nol, dan dinding dada dan paru akan mendorong volume
tidal di dalamnya sehingga memicu udara pernapasan keluar melalui ekshalasi
pasif.4
Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru
primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu: tekanan bersiklus,
waktu bersiklus, dan volume bersiklus.4
 Ventilator tekanan bersiklus, merupakan ventilator tekanan positif yang
mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Siklus ventilator
hidup mengantarkan aliran udara hingga tekanan tertentu yang telah
ditetapkan. Ketika tekanan tersebut seluruhnya telah tercapai, siklus akan
mati. Kerugian prinsip ini adalah jika terjadi perubahan pada komplain
paru, volume udara yang diberikan juga berubah, sehingga tidak
dianjurkan diberikan pada pasien dengan status paru yang tidak stabil.
Ventilator jenis ini digunakan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang
pemulihan.4
 Ventilator waktu bersiklus, merupakan ventilator yang mengakhiri atau
mengendalikan inspirasi setelah waktu yang telah ditentukan. Waktu
inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas per menit).
Normal I/E = 1:2.4
 Ventilator volume bersiklus, merupakan ventilator yang mengalirkan
volume udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume
preset telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi
terjadi secara pasif. Keuntungan prinsip ini adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif
yang paling banyak digunakan.4

8
E. Mode Ventilasi Mekanik
 Control mode ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu antisipasi
jumlah dan volume pernafasan setiap menit. Pada mode control, ventilator
mengontrol pasien. Pernapasan diberikan ke pasien pada frekuensi dan volume
yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk
mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas
tinggi dan ketidaknyamanan. Biasanya pasien tersedasi berat dan/atau mengalami
paralisis dengan blocking agents neuromuskuler untuk mencapai tujuan. Indikasi
untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat -
obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest paralisa
karena obat - obatan, penyakit neuromuscular.7
 ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode
yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal
untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil alih (control
mode) dan mempreset kepada volume tidal. Ini menjamin bahwa pasien tidak
pernah berhenti bernapas selama terpasang ventilator. Pada mode assist control
semua pernapasan apakah dipicu oleh pasien atau diberikan pada frekuensi yang
ditentukan pada VT yang sama. Assist control ventilation sering digunakan saat
awal pasien diintubasi (karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan
oleh pasien), untuk dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah anastesi,
dan sebagai dukungan ventil asi ketika dukungan ventilasi tingkat tinggi
diperlukan. Secara klinis banyak digunakan pada Postcardiac edema pulmonari,
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas. 7
 Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV didesain untuk memberikan bantuan ventilasi parsial. Mode ini
mengkombinasikan periode ventilasi assist-control dengan periode pernapasan
spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat membantu untuk mencegah
hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan pernapasan yang
cepat. Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk mencegah
atropi otot-otot pernapasan karena ventilasi mekanik jangka lama. Kekurangan

9
dari IMV ini adalah terjadinya peningkatan work of breathing dan penurunan
curah jantung.8
 Pressure Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-
paru. Mode ventilator ini kurang disukai karena volume pengembangan paru tidak
sama. Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko cedera paru yang
disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah.8
 Pressure Support Ventilation (PSV)
Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan
pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan
PSV. Metode ini digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan
spontan atau untuk mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator,
dimana tujuannya adalah untuk mengurangi work of breathing selama proses
penyapihan (weaning) dari ventilator.8
 Positive End Expiratory Pressures (PEEP)
Kolaps pada jalan napas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi
pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan
pertukaran gas dan memperberat gagal napas yang sudah ada. Upaya untuk
mengatasi atelektasis ini dengan menurunkan komplians paru-paru dengan
konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-paru yang umum pada pasien-pasien yang
tergantung pada ventilator, misalnya ARDS dan pneumonia. Untuk
mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps alveoli pada akhir pernapasan,
maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir ekspirasi (PEEP).
Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan napas
yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. Suatu tekanan posistif diberikan
pada jalan nafas di akhir ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps
alveolar pada akhir ekspirasi. PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus
tetap terbuka. PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara
melakukan reinflasi alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi
terbuka, dan memperbaiki komplain paru.7
PEEP tidak direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paru-
paru yang terlokalisasi seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat

10
didistribusikan ke daerah paru-paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan
distensi yang berlebihan sehingga menyebabkan ruptur alveoli.7
 Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernapasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang siklus
respirasi dinamakan CPAP. CPAP merupakan mode pernafasan spontan
digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional dan
memperbaiki oksigenasi dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada akhir
ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik.7
Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi.
CPAP dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan
katup pengatur tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti
berhasil untuk menunda intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi
sungkup wajah ini harus dipasang dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas
saat pasien makan, sehingga hanya dapat digunakan sementara. Sungkup hidung
khusus lebih dapat ditoleransi oleh pasien terutama pada pasien dengan apnea
obstruktif saat tidur, juga pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik
eksaserbasi akut.8

F. Pengaturan Ventilasi Mekanik (Setting)


Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode
ventilasi yang digunakan.5 Beberapa parameter tersebut antara lain:
 Laju pernapasan (respiratory rate)
Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatori cukup
luas. Hal ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute ventilation)
yang berbeda-beda pada tiap individu maupun kondisi klinis tertentu. Secara
umum, rentang laju pernapasan berkisar antara 4 sampai 20 kali tiap menit dan
pada sebagian besar pasien-pasien yang stabil, berkisar antara 8 sampai 12 kali
tiap menit.5
 Volume Tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada
sindroma distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada mode
tertentu, perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan ideal.

11
Pada pasien dengan paru-paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu,
volume tidal yang digunakan sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume tidal
harus disesuaikan sehingga dapat mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm
H2O.5
 Fraksi oksigen terinspirasi ( FiO2)
Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat pasien diintubasi
dan dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketika penempatan pipa
endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi, FiO2 harus diturunkan
sampai konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan saturasi oksigen
hemoglobin, karena konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan
toksisitas pulmonal. Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai saturasi
90 % atau lebih.5
 Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory pressure/PEEP)
PEEP berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif jalan napas pada
tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. Tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP)
memiliki beberapa efek menguntungkan dan, ketika digunakan pada tingkat
optimal dalam kombinasi dengan volume tidal rendah, dapat mengurangi kejadian
cedera paru yang diinduksi ventilator. Secara khusus, ada sejumlah besar
penelitian yang sedang berlangsung mengevaluasi penggunaan tingkat tinggi
PEEP pada cedera paru akut dan ARDS. PEEP telah ditemukan untuk
mengurangi risiko trauma atelektasis dengan meningkatkan jumlah alveoli
"terbuka" yang berpartisipasi dalam ventilasi, sehingga meminimalkan trauma
karena kolapsnya siklus dan pembukaan kembali alveoli.5
Memberikan PEEP fisiologis 3-5 cm air umumnya untuk mencegah
penurunan kapasitas residual fungsional pada mereka yang memiliki paru-paru
normal. Alasan peningkatan level PEEP pada pasien yang sakit kritis adalah untuk
menyediakan oksigenasi yang dapat diterima dan untuk mengurangi FiO2 ke level
tidak beracun. Tingkat PEEP yang diberikana harus seimbang sehingga tekanan
intrathoracic yang berlebihan (dengan hasil penurunan vena yang kembali dan
risiko barotrauma) tidak terjadi.5
 Sensitivitas Pemicu

12
Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh
pasien untuk memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus
cukup rendah untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup tinggi
untuk menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha napas pasien.
Tekanan ini berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O.5
 Rasio inspirasi/ekspirasi
Rasio inspirasi/ekspirasi yang normal untuk memulai adalah 1:2. Rasio ini
dikurangi menjadi 1:4 atau 1:5 pada penyakit obstruktif saluran napas untuk
menghindari udara yang terperangkap. Penggunaan rasio inspirasi/ekspirasi
terbalik mungkin sesuai pada pasien tertentu dengan masalah kepatuhan yang
kompleks dalam pengaturan ARDS.5
Pengaturan ventilasi mekanik awal adalah sebagai berikut:
 Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
 Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
 Frekuensi pernafasan: 10-15 kali/menit
 Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
 PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir
ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru
dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh
tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien
yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)

G. Penyapihan ventilasi mekanik (weaning)


Penyapihan dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses
pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap.10 Tindakan ini
biasanya mengandung dua hal yang terpisah tapi memiliki hubungan erat yaitu
pemutusan ventilator dan pelepasan jalan nafas buatan.10 Indikasi penyapihan
pada ventilasi mekanik sebagai berikut :

13
Gambar 1 Indikasi Penyapihan Ventilasi Mekanik

14
Jenis Penyapihan
Penyapihan Jangka Pendek
Penyapihan jenis pendek hanya membutuhkan waktu percobaan singkat,
yaitu sekitar 20 menit sebelum ektubasi.9 Langkah-langkah standar proses
penyapihan adalah sebagai berikut:
 Menjelaskan prosedur penyapihan kepada pasien
 Lakukan penghisapan (suction)
 Mendapatkan parameter spontan
 Berikan bronkodilator jika perlu
 Istirahatkan pasien selama 15-20 menit
 Tinggikan kepala tempat tidur
Metode yang digunakan dalam proses penyapihan jangka pendek adalah T-
Piece dan Intermitten Mandatory Ventilation.9
Penyapihan Jangka Panjang
Pada penyapihan jangka panjang, waktu yang dibutuhkan untuk
penyapihan lebih lama, yakni 3-4 minggu karena berbagai permasalahan yang
dihadapi. Prinsip pelaksanaannya pada dasarnya sama dengan proses jangka
pendek. Setelah keputusan penyapihan dibuat, maka diperlukan pendekatan tim.
Anggota tim meliputi dokter, perawat, terapis pernapasan, fisioterapis, terapi
nutrisi, dan psikologis. Metode penyapihan yang digunakan meliputi: T-Piece,
CPAP, SIMV, dan Pressure Support Ventilation.9

Faktor yang mempengaruhi lamanya penyapihan


Faktor Nonventilator
1. Penyalahgunaan obat sedasi
Kebanyakan pasien dengan penyakit kritis, mengalami gangguan renal dan
hepar selama masa sakitnya. Penggunaan obat sedatif jangka panjang yang
mempengaruhi eleminasi hepatorenal akan menyebabkan atrofi otot
pernapasan. Hal ini terjadi karena otot tidak digunakan dalam jangka
waktu yang lama.9
2. Malnutrisi

15
Keadekuatan fungsi otot tidak hanya tergantung pada kekuatan otot, tapi
juga pada normal posfat, kalsium, magnesium, dan potasium.9
3. Kurangnya dukungan psikologis bagi pasien
Faktor ventilator
1. Over ventilasi
Keadaan ini menyebabkan disuse atrofi (atropi akibat jarang digunakan)
otot pernapasan.9
2. Under ventilation
Hal ini menyebabkan kelelahan otot pernafasan. Untuk pemulihan
dibutuhkan waktu 48 jam.
Kegagalan untuk mengadopsi ventilasi yang aman bagi paru pada pasien
dengan gagal nafas akut atau kronis. Hal ini dapat memperburuk resiko
terjadinya kerusakan paru.9

Kegagalan Penyapihan
Kegagalan dalam memulai penyapihan biasanya disebabkan oleh belum
tertanganinya penyakit yang memicu penggunaan ventilator, penyembuhan
penyakit yang tidak komplit atau berkembanya masalah baru. Proses penyapihan
tergantung pada kekuatan otot pernapasan, beban yang ditanggung otot
pernapasan tersebut, dan pusat pengendalian pernapasan.10

H. Komplikasi Ventilasi Mekanik


Terdapat beberapa komplikasi ventilasi mekanik, yaitu :
1. Komplikasi yang terkait dengan airway : edema laring, trauma mukosa
trakea, kontaminasi saluran napas bawah, hilangnya fungsi kelembaban
pada saluran napas atas.
2. Komplikasi pada paru : ventilator-induced lung injury, barotrauma,
toksisitas oksigen, atelektasis, pneumonia nosokomial, inflamasi.
3. Komplikasi pada kardiovaskular: berkurangnya venous return,
berkurangya cardiac output, hipotensi.
4. Komplikasi pada gastrointestinal dan nutrisi: perdarahan gastrointestinal,
malnutrisi.

16
5. Komplikasi pada neuromuskular: peningkatan tekanan intrakranial.
6. Komplikasi pada keseimbangan asam basa: asidosis respiratorik, alkalosis
respiratorik.8

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Dzulfikar DLH, Ismawaty N. Karakteristik Penderita yang Mendapatkan


Tindakan Ventilasi Mekanik yang Dirawat di Ruang Perawatan Intensif
Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Diunduh dari:
http://isid.pdii/lipi.go.id/admin/jurnal/392077579.pdf.
2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscapo. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies;
2008
3. Pilbeam SP. History of resuscitation, intubation and early mechanical
ventilation. In: Pilbeam SP ed. Mechanical Ventilation; Physiological and
Clinical Applications. 3rd ed. St.Louis Missouri: Mosby Inc.; 2004, 4-17.
4. Byrd RP. Mechanical ventilation [serial on Internet]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/304068-overview#showall.
5. Allon Amitai, MD. Ventilator Management. Diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/810126-overview#a5
6. Laghi F, Tobin MJ. Indications for Mechanical Ventilation. In: Tobin MJ.
Principles and Practice of Mechanical Ventilation. 2nd ed. USA: McGraw-
Hill. p. 129-47.
7. Marino PL. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The
Icu Book. 3rd ed. New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc.; 2007,
457511.
8. Lanken PN. Mechanical ventilation. In: Lanken PN, ed. The Intensive
Care Unit Manual. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc.; 2007, 13-30.
9. Boles JM, et. al.. Weaning from Mechanical Ventilation. European
Respiratory Journal. 2007; 29: 1033-1056.
10. Iwan P dan Saryono. Mengelola Pasien dengan Ventilator Mekanik.
Jakarta: Rekatama, 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai