Anda di halaman 1dari 9

MEKANIKA – JURNAL TEKNIK MESIN

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Volume 5 No. 1 (2019)

EFEK PERLAKUAN PANAS T6 TERHADAP STRUKTURMIKRO


(UKURAN BUTIR) DAN KEKERASAN PELAT KOMPOSIT
ALUMUNIUM 2075-ABU DASAR BATUBARA

Harjo Seputro, Aris Amanuddin


Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jalan Semolowaru No. 45 Surabaya 60118, Tel. 031-5931800, Indonesia
email: harjoseputera@untag-sby.ac.id

ABSTRAK
Dalam aplikasinya komponen harus mempunyai sifat mekanis yang keras, agar komponen
tidak mudah rusak dan umur dari komponen tersebut bisa lebih panjang. Kekerasan dipengaruhi oleh
strukturmikro yang ada dalam bahan. Dan untuk memperoleh sifat mekanik yang keras maka harus
merubah strukturmikro dengan melalui proses perlakuan panas yang diberikan terhadap bahan
tersebut. Bahan yang digunakan adalah komposit alumunium 2075 - abu dasar batubara. Tujuan dari
penelitihan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur aging 100°C, 125°C, 150°C dan waktu
aging 45 menit, 60 menit, dan 75 menit pada perlakuan panas T6 terhadap kekerasan dan
strukturmikro. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan pengujian dan
pengamatan di laboratorium. Dari hasil analisa yang dilakukan, pada rentang temperatur dan waktu
aging yang diterapkan, bahwa semakin tinggi temperatur dan waktu aging kekerasan yang diperoleh
semakin tinggi dan ukuran butir yang dihasilkan semakin kecil, hal ini disbabkan oleh jumlah
presipitat yang diperoleh semakin banyah sehingga menghambat pertumbuhan butir. Nilai kekerasan
terendah terletak pada temperatur aging 100°C dengan waktu aging 45 menit menghasilkan nilai
kekerasan 45HRA. Meningkatnya temperatur aging dan waktu aging menyebabkan ukuran butir
semakin kecil. Butiran terkecil terdapat pada temperatur aging 150°C dengan waktu aging 75 menit
dengan diameter rata-rata 88,714µm. Butiran terbesar terdapat pada temperatur aging 100°C dengan
waktu aging 45 menit dengan diameter rata-rata 137,756µm.

Kata kunci : Alumunium 2075, perlakuan panas T6, aging, kekerasan, strukturmikro

I. PENDAHULUAN proses perlakuan panas yang di berikan


Aluminium di kenal sebagai logam terhadap bahan tersebut. Menurut (Aditya R.
yang mempunyai sifat ringan dan tahan Prabhukhot, Kaushal Prasad, 2015)
korosi, akan tetapi harus di tingkatkan lagi variasi dalam suhu dan waktu parameter
sifat mekanisnya dengan menambahkan pada perlakuan panas serta suhu dan waktu
bahan lain yang berfungsi sebagai penguat. penuaan menyebabkan perubahan struktur
Dalam aplikasinya komponen harus butir dan ukuran butir dan karenanya
mempunyai sifat mekanis yang keras, agar memainkan peran penting dalam mengubah
komponen tidak mudah rusak dan umur dari nilai-nilai kekerasan.
komponen tersebut bisa lebih panjang. Komposit aluminium 2075 dengan
Kekerasan dipengaruhi oleh strukturmikro penguat abu dasar batubara yang diproses
yang ada dalam bahan. Dan untuk dengan pengecoran gravity casting dan
memperoleh sifat mekanik yang keras maka menvariasikan temperatur aging serta waktu
harus merubah strukturmikro dengan melalui aging maka kemungkinan akan terjadi
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

perubahan stukturmikro dan sifat mekanis secara cepat dari temperatur pemanas
pada bahan. Maka kemungkinan bahan (495C) ke temperatur yang mendekati
komposit dengan temperatur aging yang temperatur ruang, dengan tujuan agar larutan
semakin tinggi hingga batas tertentu dan padat yang homogen yang terbentuk pada
waktu aging yang lama pada batas tertentu tahap pertama dan kekosongan atom pada
akan meningkatkan kekerasan bahan. keseimbangan termal pada temperatur tinggi
Dengan uraian di atas, maka perlu tetap paada tempatnya.
dilakukan penelitihan dengan judul kaji Tahap selanjutnya adalah aging
eksperimen pengaruh variasi temperatur (penuaan). Aging merupakan proses
aging dan waktu aging pada proses merubah sifat logam dengan berjalannya
perlakuan panas T6 terhadap strukturmikro waktu. Penuaan pada logam paduan
dan kekerasan komposit aluminium 2075- alumunium terbagi menjadi dua, yaitu
abu dasar batubara dengan metode gravity penuaan alami (natural aging) dan penuaan
casting. buatan(artificial aging).
II. TINJAUAN PUSTAKA Penuaan alami adalah logam paduan
2.1. Perlakuan Panas T6 (Heat treatment) alumunium yang diproses dalam keadaan
Perlakuan panas ialah proses menguah dingin, berlangsung pada temperatur ruang
struktur logam dengan memanaskan antara 15°C-25°C ditahan selama 5 sampai 8
spesimen pada temperatur rekristalisasi hari. Penuaan buatan adalah logam paduan
dengan waktu tertentu, menggunakan alumunium yang diproses dalam keadaan
beberapa media pendingin diantaranya panas, berlangsung antara temperatur 100°C-
seperti temperatur ruang, air, air garam, 200°C dan di tahan selama 1 sampai dengan
solar, dan solar masing-masing memiliki 24 jam. (Schonmetz, 1990)
kecepatan pendinginan yang berbeda. Salah Penuaan buatan dalam proses age
satu cara perlakuan panas paada logam hardening dapat dilakukan dengan beberapa
alumunium menggunakan penuaan keras variasi perlakuan panas yang dapat
(age hardening). Melalui penuaan tersebut mempengaruhi hasil dari proses age
akan didapatkan kekuatan dan kekerasan hardening. Salah satunya adalah variasi
yang lebih pada logam paduan alumunium. temperaur aging. Temperatur aging dapat
Penuaan keras pada alumunium dibedakan ditetapkan pada temperatur saat
atas penuaan dalam keadaan dingin dan pengkristalan logam paduan alumunium
penuaan dalam keadaan panas. Tahapan pada antara 100C-200C. (schonmetz, 1990)
penuaan keras terdiri dari: 2.2. Kekerasan Rockwell
1. solution treatment Pengujian kekerasan Rockwell
2. quenching merupakan salah satu pengujian kekerasan
3. aging yang banyak digunakan, hal ini dikarenakan
tahap pertama solution treatment pengujian kekerasan Rockwell yang cepat,
(perlakuan panas pelarutan) adalah sederhana, tidak memerlukan mikroskop,
pemanasan logam alumuniumdalam pemanas dan relatif tidak merusak spesimen.
dengan temperatur 550°C-560°C serta Pengujian kekerasan Rockwell
dilakukan penahanan sesuai jenis dan ukuran dilakukan dengan cara menekan permukaan
benda uji. (Schonmetz, 1990). Pada tahapan spesimen (benda uji) menggunakan suatu
ini paduan logam alumunium terjadi indentor. Penekanan indentor pada
pelarutan fasa menjadi larutan padat, dengan permukaan benda uji dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan larutan padat menerapkan beban pendahuluan (beban
yang mendekati homogen. minor), kemudian ditambah dengan beban
Tahap kedua dilakukan pendinginan utama (beban mayor), lalu beban utama
secara cepat(quenching) dengan dilepaskan sedangkan beban minor masih
mendinginkan logam yang telah dipanaskan dipertahankan.
ke media pendingin. Pendinginan dilakukan

32
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

2.3. Strukturmikro
Strukturmikro adalah gambaran dari
kumpulan fasa-fasa yang dapat diamati
melalui teknik metalografi. Strukturmikro
suatu logam dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop. Mikroskop yang
dapat digunakan yaitu mikoroskop metalurgi.
Sebelum dilihat dengan mikroskop,
permukaan logam harus dibersihkan terlebih
dahulu sampai mengkilat, kemudian
reaksikan dengan reagen kimia untuk
mempermudah pengamatan. Proses ini
dinamakan etching.
Untuk mengetahui sifat dari suatu
logam, dapat kita lihat dari strukturmikro
yang ada pada logam tersebut. Setiap logam
dengan jenis berbeda memiliki strukturmikro
yang berbeda. Dengan melalui diagram fasa,
kita dapat meramalkan strukturmikronya dan
dapat mengetahui fasa yang akan diperoleh
pada komposisi dan temperatur tertentu. Dan 3.1. Proses pengepressan(Forging)
dari strukturmikro kita dapat melihat :
Setelah proses permesinan sudah
a. Ukuran dan bentuk butir
sesuai dengan dimensi yang
b. Distribusi fasa yang terdapat dalam ditentukan,spesimen dilakukan proses
material khususnya logam pengepressan sampai tebal spesimen
c. Kotoran yang terdapat dalam material berkurang (reduksi 10%). Berikut adalah
Dari strukturmikro kita juga dapat langkah-langkah proses pengepressan
memprediksi sifat mekanik dari suatu membuat spesimen uji :
material sesuai dengan yang kita inginkan. 1. mempersiapkan alat dan bahan yang
III. METODOLOGI PENELITIHAN dibutuhkan untuk proses pengepressan
spesimen uji.
2. Membuat ukuran tebal yang telah di
tentukan(reduksi 10%).
3. Panaskan pesimen uji yang akan di press
sesuai dengan yang diinginkan(100°C).
4. Mengepress spesimen uji yang telah
dilakukan proses permesinan sampai
ukuran yang telah ditentukan.
3.2. Proses perlakuan panas T6
Langkah sebelum dilakukan proses
perlakuan panas T6, spesimen akan terlebih
dahulu diberi tanda sesuai dengan variasi
temperatur aging dan waktu aging.
Berikut adalah langkah-langkah proses
perlakuan panas T6 :
1. Panaskan (solution treatment) spesimen
uji
2. Pada temperatur 495ºC ditahan selama 2
jam.

33
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

3. Didinginkan secara cepat (quenching) 3.9Sentuhkan9spesimen uji9pada


dengan media pendingin air garam. indentordengan memutar9piringan
4. Setelah itu dipanaskan kembali (aging) searah9jarum jam pada9skala berputar
dengan variasi temperatur 100°C ; 125°C 21/2 kali sehingga jarum9kecil9menunjuk
;150°C selama 45 menit ; 60 menit ; 75 pada titik merah. Jika9terasa
menit. berat,9jangan dipaksakan tetapi9harus
5. Kemudian didinginkankembalidengan diputar balik dan9diulangi,tepatkan
temperatur ruang. jarum besar pada huruf C.
3.3. Proses pengujian spesimen 4. Tarik handel loading ke9belakang.
Pengujian kekerasan menggunakan Biarkan handel Unloading9bergerak
rockwell.9Pengujian9kekerasan Rockwell sendiri ke belakang. Jarum besar9pada
adalah9salah9satu pengujian kekerasan skala akan bergerak seiring9dengan
yang9mulai9banyak9digunakan karena bergeraknya handel9 ke bawah.9Tunggu
pengujian9kekerasan Rockwell yang hingga jarum besar9pada skala dan
sederhana,9cepat, tidak membutuhkan handel unloading berhenti9dengan
mikroskop9untuk mengukur9jejak, dan sendirinya.9
relatif9tidak merusak.9Pengujian kekerasan 5.9Tunggu9selama 5 detik dari9saat
rockwell A9 dengan standar9pengujian berhentinya jarum,9kemudian gerakkan
ASTM E18-159dilakukan bertujuan untuk handel loading ke depan sampai
mengetahui9pengaruh variasi9temperatur maksimal. Dengan kembalinya9handel
aging dan9waktu9aging terhadapkekerasan ke depan,9jarum ikut berputar searah
spesimen. putaran jarum jam9sampai akhirnya
Pengujian kekerasan9dalam berhenti.
penelitian9ini9dilakukan denganuji 6. Baca9harga9kekerasan HRA pada saat
kekerasan rockwell. Pengujian kekerasan jarum telah9berhenti. Bacalah pada
rockwell yang akan digunakan adalah skala9A yang9berwarna hitam.
Rockwell A maka yang digunakan adalah
indentordiamond cone indentorkerucut
intan dengan besar sudut 120º dan beban uji
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
60 kgf. Tabel 4.1 Kodefikasi Spesimen
Berikut adalah langkah-langkah pengujiann
Temperatur
kekerasan yang akan dilakukan adalah Aging
100ºC 125ºC 150ºC
sebagai berikut : Waktu
Aging
1.9Siapkan9permukaan spesimen uji :
a.9Ratakan9kedua permukaan9spesimen A1 B1
45 menit C1
uji menggunakan9kikir dan9amplas
kasar, sehingga9kedua bidang A2 B2 C2
permukaan9tersebut9sejajar. 60 menit

b.9Haluskan9permukaan spesimen uji


A3 B3 C3
menggunakan9amplas. 75 menit

2.9Siapkan perangkat9uji kekerasan


RockwellA :
a. Memasang9bandul beban960 kg
b.9Memasang9indentor kerucutintan
dengan besar sudut 120º.
c. Letakkan spesimen uji9padalandasan.
d.9Handel9diatur pada posisi ke9depan.

34
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

80

Nilai Kekerasan HRA


Kekerasan 70
Hasil pengujian kekerasan dengan 60
menggunakan mesin rockwell. 50
40
30 45 menit
20 60menit
10 75 menit
0
100°C 125°C 150°C
Temperatur Aging

Gambar 4.2 Grafik hasil nilai kekerasan


dengan variasi temperatur aging terhadap
kekerasan.
Dari gambar 4.12 adalah hasil dari nilai
kekerasan spesimen setelah diberi perlakuan
Gambar 4.1 Spesimen (benda uji) kekerasan panas T6. Nilai tertinggi terdapat pada
temperatur aging 150°C dengan nilai
Tabel 4.2 hasil pengujian kekerasan kekerasan 73,5 HRA dan nilai kekerasan
rockwell terendah terldapat pada temperatur aging
Nilai Rata-
Kodefikasi 100°C dengan nilai kekerasan 45 HRA. Nilai
No. No.Titik Kekerasan Rata
Spesimen
(HRA) (HRA) kekerasan spesimen sebelum diberikan
1 33
perlakuan panas T6 adalah 32,8 HRA.
1. Sebelum T6 2 34,5 32.8
Semakin tinggi temperatur aging nilai
3 31
1 60,5 kekerasan juga ikut meningkat. Karena pada
C1 saat melakukan variasi temperatur aging dan
2 2 63 61.3
3 60,5 waktu aging terjadi perubahan berupa
1 57
presipitasi(pengendapan) fase kedua yang
3 A2 2 55 55,5
3 54,5
dimulai dengan proses nukleasi dan
1 42
timbulnya klaster atom yang menjadi awal
4 A1 2 49 45 dari presipitat. Presipitat ini dapat
3 44 meningkatkan kekuatan dan kekerasannya.
1 51.5
5 B2 2 56.5 55.7 80
3 59
70
Nilai Kekerasan HRA

1 60
6 B3 2 62,5 62,7 60
3 65,5 50
1 69,5 40 100°C
7 C2 2 70 70 30 125°C
3 70,5 150°C
20
1 60,5
8 A3 2 56 58,3 10
3 58,5 0
1 51 45menit 60menit 75menit
9 B1 2 49 50,3
Waktu Aging
3 51
1 73
10. C3 2 70 70 Gambar 4.3 Grafik hasil nilai kekerasan
3 67 dengan variasi waktu aging terhadap
kekerasan.
Dari gambar di atas adalah hasil dari nilai
kekerasan spesimen setelah diberi perlakuan
panas T6. Nilai tertinggi terdapat pada waktu
aging 75 menit dengan nilai kekerasan 73,5

35
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

HRA dan nilai kekerasan terendah terdapat


pada waktu aging 45 menit dengan nilai
kekerasan 45 HRA. Nilai kekerasan
spesimen sebelum diberikan perlakuan panas
T6 adalah 32,8 HRA. Semakin lama waktu
aging, nilai kekerasan juga ikut meningkat.
Temperatur 150°C Sebelum T6
Peningkatan kekerasan disebabkan oleh waktu 75 menit
pembentukan presipitat yang berinteraksi
dengan gerakan dislokasi. Oleh karena itu Tabel 4.3 Hasil perhitungan ukuran butir
dapat disimpulkan bahwa kekerasan strukturmikro dengan menggunakan metode
meningkat dengan bertambahnya temperatur planimetric.
aging dan waktu aging hingga batas tertentu. No . Kodefikasi spesimen
Ukuran butir
(S.Illangovan dkk, 2014). Hal tersebut µm
menyebabkan ukuran butir menjadi lebih 1 Sebelum T6 196,6
kecil. 2 A1 137,756
Strukturmikro 3 A2 125,91
Hasil pengamatan strukturmikro 4 A3 120,06
dengan menggunakan mikroskop metalurgi. 5 B1 132,616
6 B2 123,202
7 B3 96,43
8 C1 104,318
9 C2 90,072
Temperatur 100°C Temperatur 100°C 10 C3 88,714
waktu 45 menit waktu 60 menit

160
Diameter rata-rata butir µm

140
120
100
Temperatur 100°C Temperatur 125°C
80
waktu 75 menit waktu 45 menit
60 45menit
40 60menit
20 75menit
0
100°C 125°C 150°C

Temperatur aging

Temperatur 125°C Temperatur 125°C Gambar 4.4. Pengaruh variasi temperatur


waktu 60 menit waktu 75 menit
aging terhadap ukuran butir strukturmikro
Dari gambar di atas adalah hasil dari ukuran
butir strukturmikro spesimen setelah diberi
perlakuan panas T6. Butiran terbesar terletak
pada temperatur aging 100°C waktu aging
45 menit dengan diameter rata-rata 137,756
µm dan diameter butiran terkecil terletak
Temperatur 150°C Temperatur 150°C pada temperatur aging 150°C waktu aging
waktu 45 menit waktu 60 menit
75 menit dengan diameter rata-rata
88,714µm. Diameter butiran sebelum
diberikan perlakuan panas T6 adalah 196,6
µm. Semakin meningkat temperatur,
diameter rata-rata butiran semakin kecil dan
36
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

berpengaruh terhadap kekerasan. Semakin dan timbulnya klaster atom yang


tingginya temperatur presipitat yang keluar menjadi awal dari presipitat. Presipitat
semakin banyak sehingga menghambat ini dapat meningkatkan kekuatan dan
pertumbuhan butir. kekerasannya. Nilai kekerasan tertinggi
160
terletak pada temperatur aging 150°C
Diameter rata-rata butir µm

140 dengan waktu aging 75 menit


120 menghasilkan nilai kekerasan 70HRA.
100 Nilai kekerasan terendah terletak pada
80 temperatur aging 100°C dengan waktu
60 100°C
125°C aging 45 menit menghasilkan nilai
40
20
150°C kekerasan 45HRA.
0 b. Semakin lama waktu aging nilai
45menit 60menit 75menit kekerasan semakin meningkat. Karena
Waktu aging Peningkatan kekerasan disebabkan
oleh pembentukan presipitat yang
Gambar 4.5. Pengaruh variasi waktu aging berinteraksi dengan gerakan dislokasi.
terhadap ukuran butir strukturmikro. Nilai kekerasan tertinggi terletak pada
Dari gambar di atas adalah hasil dari ukuran waktu aging 75 menit dengan
butir strukturmikro spesimen setelah diberi temperatur 150°C menghasilkan nilai
perlakuan panas T6. Butiran terbesar terletak kekerasan 70HRA. Nilai kekerasan
pada waktu aging 45 menit temperatur aging terendah terletak pada waktu aging 45
100°C dengan diameter rata-rata 137,756 menit dengan temperatur aging 100°C
µm dan diameter butiran terkecil terletak nilai kekerasan 45HRA.
pada temperatur waktu aging 75 menit 2. Pengaruh temperatur aging dan waktu
temperatur aging 150°C dengan diameter aging terhadap strukturmikro adalah
rata-rata 88,714µm. Diameter butiran sebagai berikut :
sebelum diberikan perlakuan panas T6 a. Semakin tinggi temperatur aging
adalah 196,6 µm. Semakin lama waktu diameter rata-rata butir semakin kecil.
penuaan, diameter rata-rata butiran semakin Karena semakin tinggi temperatur
kecil dan berpengaruh terhadap kekerasan. presipitat yang keluar semakin banyak
Semakin lama waktu penuaan presipitat sehingga menghambat pertumbuhan
yang keluar semakin banyak sehingga butir. Butiran terkecil terdapat pada
menghambat pertumbuhan butir. Jika terlalu temperatur aging 150°C dengan waktu
lama waktu penuaan maka butiran-butiran aging 75 menit dengan diameter rata-
kecil tersebut jadi mengumpul dan dapat rata 88,714µm. Butiran terbesar
menyebabkan turunnya nilai kekerasan. terdapat pada temperatur aging 100°C
V. KESIMPULAN dengan waktu aging 45 menit dengan
Dari hasil penelitian tentang diameter rata-rata 137,756µm.
pengaruh variasi temperatur aging dan waktu b. Semakin lama waktu aging maka
aging terhadap sifat mekanik dan ukuran butir semakil kecil. Kerena
strukturmikro dari komposit alumunium semakin lama waktu aging presipitat
2075 – abu dasar batubara. yang keluar semakin banyak. Tetapi
1. Pengaruh temperatur aging dan waktu jika terlalu lama besar terdapat pada
aging terhadap kekerasan adalah sebagai presipitat tersebut mengumpul dan
berikut : menyebabkan turunnya nilai
a. Semakin tinggi temperatur aging nilai kekerasan. Butiran terkecil terdapat
kekerasan juga semakin tinggi. Karena pada waktu aging 75 menit dengan
terjadi perubahan berupa temperatur aging 150°C dengan
presipitasi(pengendapan) fase kedua diameter rata-rata 88,714µm. Butiran
yang dimulai dengan proses nukleasi terbesar terdapat pada waktu aging 45

37
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

menit dengan temperatur aging 100°C International Journal of Scientific &


dengan diameter rata-rata 137,756µm. Engineering Research, Volume 6.
Ilangovan.S., Srikanthan.R., V.Veda. G.
REFERENSI (2014). Effects Of Aging Time On
ASTM E18-15. “Standard Test Methods for Mechanical Properties Of Sand Cast
Rockwell Hardness of Metallic Materials” Al-4.5cu Alloy. International Journal
of Research in Engineering and
ASTM E112-10. “Standard Test Method for Technology.
Determining Average Grain Size” Polat Aytekin, Mustafa Avsar, Fahrettin
Abdulrahim M., dan Seputro H. 2016. Ozturk. (2015). Effects Of The
Microstructure And Interface Bottom Artificial-Aging Temperature And
Ash Reinforced Aluminum Metal Time On The Mechanical Properties
Matrix Composite. Springer And Springback Behavior Of Aa6061.
Proceeding in Physic 175 (2016) 363- Materials and technology 49 (2015)
370. 4, 487–493.
Chacko Melby., Jagannath Nayak.(2014). Aging
Seputro H., I.Made Kastiawan, dan Gatut Behaviour of 6061 Al-15 Vol% Sic
Priyo Utomo. 2017. Termal Properties Composite In T4 And T6 Treatment.
of As-Cast Bottom Ash Reinforced World Academy of Science,
Aluminum Metal Matrix Composite. Engineering and Technology
Springer Proceedings in Physics 193 International Journal of Materials and
(2017) 253-265 Metallurgical Engineering Vol:8,
Seputro H., Ismail, Ivan A.Parinov, Shum- No:3, 2014.
Hsyung Chang. 2017. Superplasticity Gadpale Vikas, Pragya N. Banjare,
of Bottom Ash Reinforced Aluminum Manoranjan Kumar Manoj. (2018).
Metal Matrix composite. Physics and Effect Of Ageing Time And
Mechanics of New Materials and their Temperature On Corrosion
Applications (PHENMA 2017) . Behaviour Of Alumunium Alloy 2014.
(2017) 76 Materials Science and Engineering
338 (2018).
Seputro H., Ismail, S.-H. Chang. 2018. A.-Q Wang, H.-D. Guo, H.-H. Han, and J.-P.
Superplasticity of Bottom Ash Xie (2017). Effect Of Solid Solution
Reinforced Aluminum Metal Matrix And Ageing Treatment Onthe
Composite. Material Physics and Microstructure And Mechanical
Mechanics, Vol.37,No.2, pp 205-211 Properties Of Thesicp/Al-Si-Cu-Mg
Composite.
Seputro H., Eko Surojo, Dody Ariawan, Ivan
Hossain. A., A. S. W. Kurny. (2013). Effect
A Parinov, Shun-Hsyung Chang.
Of Ageing Temperature On The
2018. Corrosion Behaviour of Bottom
Mechanical Properties Of Al-6si-
Ash Particle Reinforced 6061
0.5mg Cast Alloys With Cu Additions
Aluminum Alloy Production by
Treated By T6 Heat Treatment.
Squeeze Casing for Bolts an Nuts
Universal Journal of Materials
Applications. Physics and Mechanics
Science 1(1): 1-5, 2013.
of New Materials and their
Sharear Kabir Mohammad, Tamzid Ibn
Applications (PHENMA 2018).
Minhaj, Ehsan Ahmed Ashrafi, Md
(2018) 152-153
Moinul Islam. (2014). The Iinfluence
Prabhukhot Aditya R., Prasad Kaushal Of Ageing Time And Temperature On
(2015). Effect Of Heat Tretment On The Structure And Properties Of Heat
Hardness Of 6082-T6 Alminium Alloy. Treated A201.0 Aluminum Alloy.
International Journal of Recent

38
Mekanika – Jurnal Teknik Mesin Volume 5 No. 1 (2019)

Technology and Engineering (IJRTE)


ISSN: 2277-3878, Volume-3.
Umaru. O. B., M. Abdulwahab, N. M.
Hafsat, H. Maidawa, A. O. Murtada
and T. M. Suleiman. (2016).
Influence Of A Low Temperature
Ageing On The Properties Of Al-
6.5%Si-0.35%Mg Alloy. Nigerian
Journal of Technology (NIJOTECH)
Vol. 35, No. 3
Yamanoglu Rıdvan, Erdem Karakulak,
Adalet Zeren, Muzaffer Zeren.
(2013). Effect Of Heat Treatment On
The Tribologial Properties OfAl-Cu-
Mg/nanoSiC Composites. Materials
and Design 49 (2013) 820–825.
Geetha. B., K. Ga nesan.(2015). The Effects
Of Ageing Temperature And Time On
Mechanical Properties Of A356
Alumunium Cast Alloy With Red Mud
Adddition And Treated By T6 Heat
Treatment. Materials Today:
Proceedings 2 ( 2015 ) 1200 – 1209.
Surdia, Tata dan Shinroku Saito.
Pengetahuan Bahan Teknik
(ed.kedua). Jakarta: Pradnya
Paramita, 1992.
Smith, F. William. Material Science and
engineering. (Second Ed.). New
York: Mc Graw-Hill Inc, 1995.

39

Anda mungkin juga menyukai