Proses perancangan harus menjalin hubungan yang harmonis dengan alam sehingga menjadi kekuatan dalam
menghasilkan desain yang berkelanjutan. Pengertian arsitektur yang berkelanjutan, seperti dikutip dari buku
James Steele, Suistainable Architecture adalah ”Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa
membahayakan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu
berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik bila
ditentukan oleh masyarakat terkait.”1 sedangkan menurut Mclennan dalam bukunya yang berjudul "The
Philosophy of Sustainable Design" mengatakan bahwa, “Desain berkelanjutan adalah dasar filosofi dari gerakan
yang berkembang dari individu dan organisasi yang benar-benar berusaha untuk mendefinisikan kembali
bagaimana bangunan dirancang, dibangun dan digunakan agar lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan
dan responsif terhadap manusia.” 2
Urgensi arsitektur berkelanjutan karena adanya kerusakan alam akibat ekploitasi sumber daya alam berlebih.
bumi seakan tidak memiliki kesempatan untuk bernafas karena permukaannya ditutupi gedung-gedung, jalan,
dan pekerasan. Di sisi lain, air hujan tidak memiliki jalan untuk mengisi pori-pori bumi, dan mengalir secara
langsung ke laut melalui saluran pembuangan dan sungai. Kondisi ini pun semakin diperkuat kehadirannya
dengan kenyataan bahwa iklim mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga bumi akan semakin
kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia. Ada dua tujuan utama untuk desain arsitektur
berkelanjutan yaitu bangunan berkelanjutan harus metaforis 'tapak ringan di bumi' dengan meminimalkan
dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses konstruksinya, pemakaiannya sampai pada akhir pemakaian
dan bangunan berkelanjutan harus memiliki jejak kaki ekologis, dan bangunan harus memberikan kontribusi
positif dan sesuai dengan lingkungan sosial mereka, dengan memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus
meningkatkan kualitas lingkungan, psikologis dan fisik mereka.”2
1. Ecological Footprint
Ecological Footprint (Jejak Ekologis) adalah alat bantu untuk dapat kita pergunakan dalam
mengukur penggunaan sumber daya dan kemampuan menampung limbah dari populasi manusia dihubungkan
dengan kemampuan lahan, biasanya dinyatakan dalam hektar. Jejak ekologi pada asasnya ialah kemampuan
sumber tanah dan air menyediakan sumber yang diperlukan oleh manusia (makanan, minuman, tempat tinggal
dan lain-lain) serta kemampuan untuk bumi untuk menyerap semua bahan buangan manusia sesudah mereka
menggunakannya.3
Semakin besar kiraan global hektar semakin besar jejak ekologi. Semakin besar jejak ekologi, maksudnya
sumber alam digunakan secara berleluasa tanpa perancangan yang
baik. Ini berlaku kerana permintaan terhadap sumber alam terlalu
banyak mengatasi kemampuan bumi untuk menghasilkan semula
bahan yang sudah digunakan. Jadi jejak ekologi merupakan konsep
yang sangat berkait dengan pembangunan yang lestari serta
penerapan konsep kehidupan yang mesra alam. Pembangunan
yang terancang serta mementingkan konsep mesra alam menjadi
petunjuk jejak ekologi yang rendah. Setiap aspek akan diambil kira
untuk membangunkan sektor ekonomi seperti tenaga yang
digunakan penggunaan ruang tanah, kesan akibat penggunaan
sumber alam tadi dan langkah penyesuaian atau pemeliharaan serta
pemuliharaan untuk mengekalkan keseimbangan ekologi demi
generasi akan datang.
Gambar 1. Ecological Footprint
1
https://nazarul14.wordpress.com/2015/11/19/arsitektur-berkelanjutan/
2
https://architecturejournals.wordpress.com/2009/02/17/konsep-arsitektur-berkelanjutan/
3
http://sutrisarisabrinanainggolan.blogspot.com/2013/03/jejak-ekologis_9997.html
21 Agustus 2019 1
Kuliah 1 Lata Belakang dan Urgensi Arsitektur Berkelanjutan Yunia Nurlia 2017420055
4
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/5398/9.Parmonangan%20Manurung.pdf?sequence=1
5
https://www.academia.edu/11103662/Arsitektur_Berkelanjutan_Sustainable_Architecture_Studi_Kasus_Bangunan_Komersial_The_Roya
l_Pitamaha_Resort_
21 Agustus 2019 1