Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehamilan air ketuban merupakan salah satu hal yang sangat penting
bagi kehidupan janin dalam kandungan. Kekurangan atau pun kelebihan air
ketuban sangat mempengaruhi keadaan janin. Oleh karena itu penting mengetahui
keadaan air ketuban selama kehamilan demi keselamatan janin.
Namun dalam kehamilan kadang kala terjadi pecah ketuban sebelum
waktunya atau yang sering disebut dengan ketuban pecah dini (KPD). Ketuban
pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi sampai sepsis yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (sarwono 2008).
Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil
aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono 2008).
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti
selepitel, sel mesenkim dan sel trofoblast yang terikat erat dalam metrics
kolagen.Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin
terhadapinfeksi.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut
ketuban pecah dini pada kehamilan premature.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini. Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD
preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan
cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%.

1
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang
terjadi dalam kolagenmatriks eksta seluler amnion, korion, dan apoptosis
membrane janin. Membrane janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli, seprti
infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin dan protein hormone.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih
belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat
menimbulkan morbiditasdan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian
perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain
disebabkan karena kematian akibatkurang bulan, dan kejadian infeksi yang
meningkat karena partus tak maju, partus lama,dan partus buatan yang sering
dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang
menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak
terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu
sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada
kehamilan preterm terjadi sekitar 34 %semua kekahiran prematur. Ketuban pecah
dini merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,
dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi
yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34minggu
sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya
prematuritas dan RDS.
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
1) Untuk mendeskripsikan penanganan dan tindak lanjut pada pasien KPD
2) mengetahui penyebab dan tanda-tanda serta gejala KPD
2. Tujuan khusus
1) Mendefinisikan dan menjelaskan terjadinya ketuban pecah dini
2) Mengidentifikasi pemeriksaan yang diperlukan untuk diagnosis

2
3) Mendiskusikan penanganan tepat dan cepat pada ketuban pecah dini dan
komplikasinya.
1.3 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
pada semua, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan penanganan
pada penderita ketuban pecah sebelum waktunya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum
persalinan berlangsung (Manuaba,2002). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan
sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi
pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah
KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum memulainya tanda persalinan
(ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan KB 2010)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-
tanda persalinan. (Mansjoer, 2001: 310).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban pada setiap saat
sebelum permulaan persalinan tanpa memandang apakah pecahnya selaput
ketuban terjadi pada kehamilan 24 minggu atau 44 minggu. ( Indriyani Dewi, 2008
: 1).
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses
persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban merupakan hal yang penting dalam kehamilan karena ketuban
memiliki fungsi seperti:
1. Untuk proteksi janin.

4
2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
5. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau diminum
yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
6. Meratakan tekanan intra – uterin dan membersihkan jalan lahir bila
ketuban pecah. Oleh sebab itu perlu untuk mengetahui asuhan apa yang
harus diberikan.

2.2 Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain
itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya
adalah sebagai berikut :
1) Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga
sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan
desakan janin yang semakin besar.
2) Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya : Trauma pada saat
berhubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis.
3) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan

5
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin.
2002)
4) Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah. (Winkjosastro, 2006)
5) Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan
uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
6) Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
7) Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalopelvic disproporsi).
8) Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran
organisme vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnya
selaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
9) Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang
meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
10) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik
11) Riwayat KPD sebelumya
12) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

6
13) Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
Menurut Mansjoer (2001: 310), etiologi ketuban pecah dini belum
diketahui, tetapi faktor predisposisi ketuban pecah dini itu sendiri ialah infeksi
genetalia, servik inkompeten, gemeli, hidramnion, kehamilan preterm,
disproporsi sefalopelvik.
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang
disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur,
merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD :
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Faktor – faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini (KPD) Menurut
Morgan (2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh beberapa faktor
meliputi :
a. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap
kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan (Julianti,
2001). Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-
35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko
kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003). Usia seseorang sedemikian
besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ
reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya
dalam menerima kehamilan.

7
b. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang
mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kehidupan hidupnya. Pendapatan
yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya
status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan
yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan
sesuai kebutuhan (BPS, 2005).
c. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak
pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu
primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita
yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mancapai usia kehamilan 28
minggu atau lebih. Multipara adalah mancapai usia kehamilan 28 minggu atau
lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami kehamilan
dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkanbuah
kehamilanya 2 kali atau lebih. Sedangkan grande multipara adalah seorang
wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28
minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali
(Wikjosastro, 2007). Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah
mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang
terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan
berikutnya (Helen, 2008).
d. Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Jika
persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi
persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan
relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau
pengenceran dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya
pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami

8
anemia biasanya ditemukan minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia
biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-
kunang. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan
yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin
antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan
lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi.
Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan
prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah dini. Pada saat
persalinan dapat mengakibatkan gangguan his, retensio plasenta dan
perdarahan post partum karena atonia uteri (Manuaba, 2009). Menurut Depkes
RI (2005), bahwa anemia berdasarkan hasil pemeriksaan dapat digolongkan
menjadi (1) HB > 11 gr %, tidak anemia, (2) 9-10 gr % anemia sedang, (3) <
8 gr % anemia berat.
e. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas
tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih
dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia,
aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat
menyebabkan gangguan- gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah
dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).
f. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian
KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan.
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini
kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan
kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya ketuban
pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD
pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD

9
sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).
g. Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu
menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah
serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital
pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin
serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009).
h. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
 Trauma : berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
 Gemelli Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal
ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan
kantung (selaput ketuban ) relative.

2.3 Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban . Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat
meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan
kontraksi miometrium . Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat

10
aktivitas monosit/makrofag , yaitu sitokrin, interleukin 1 , factor nekrosis tumor
dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin
dan ginjal janinyang ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga
mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan
amnion juga akan merangsang sel-sel disidua untuk memproduksi sitokin dan
kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme
lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi . Enzim bacterial
dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat
menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban .Banyak flora servikoginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan
kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase leukosit
polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena
kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III
dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain , termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag , nampaknya melemahkan kulit ketuban . Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin , potensial , potensial menjasi penyebab ketuban
pecah dini.

11
Infeksi inflamasi

Terjadi peningkatan aktifitas iL – 1 dan prostaglandin

Kolagenase jaringan

Depolimerasi kolagen pada selaput korion atau amion

Ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan

Ketuban Pecah Dini

Penjelasan patofisiologi:
Pada kondisi yang normal kolagen terdapat pada lapisan kompakta
amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas, sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin
-1 (iL-1) dan prostaglandin, tetapi karena ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,
sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan
ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini.
(Maria, 2009 : 2)

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Mansjoer, 2001 manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah :
a. Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
c. Janin mudah diraba.
d. Pada periksa dalam sepaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.

12
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.

2.5 Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi.

2.6 Diagnosis

1) Pastikan selaput ketuban pecah.


2) Tanyakan waktu terjadi pecah ketuban.
3) Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung
cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.
4) Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin
atau meminta pasien batuk atau mengedan.
5) Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban
(alkalis). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban
adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila
terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.
6) Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan
gambaran daun pakis.
7) Tentuka usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
8) Tentukan ada tidaknya infeksi.

13
9) Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38OC serta cairan ketuban
keruh dan berbau.
10) Leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.
11) Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.
12) Tentukan tanda-tanda persalinan.
13) Tentukan adanya kontraksi yang teratur
14) Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif ( terminasi
kehamilan )

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa


yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan section caesaria yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya
diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai
resiko infeksi yangakan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh
karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan
dengan cara :
1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas,
dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his
belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dariorifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteriditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan

14
manuvover valsava,atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar
cairan dari ostium uteri danterkumpul pada fornik anterior.
4. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya di
lakaukan jika KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air
ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu
hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap
kuning. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan
tesyang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis)
Tes ini dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
c. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda,
anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada
amniosintesis.

15
d. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi
kematangan paru janin.
e. Pemantauan janin, membantu dalam mengevaluasi janin
f. Protein C-reaktif
g. Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan
korioamnionitis
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya,namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa
dan pemeriksaan sedehana.

2.7 Pengaruh KPD


1. Terhadap Janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(amnionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.
2. Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi
bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
puerpuralis atau nifas, peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan
merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka
suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi lainnya.

2.8 Komplikasi KPD


Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC,
atau gagalnya persalinan normal.

16
1) Infeksi
Risiko infeksi ibu dan bayi meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada
ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari
pada aterm. Secara umum insiden infeksi pada KPD meningkat sebanding
dengan lamanya periode laten.
2) Hipoksia
Hipoksia atau disebut asfiksia, pada saat pecahnya ketuban terjadi
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau
hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat
3) Syndrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.

2.9 Penanganan
1) Konservatif
A. Rawat di rumah sakit
Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, curigai adanya
kemungkinan solusioplasenta. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan
cairan vagina berbau), berikanantibiotika sama halnya jika terjadi
amnionitosis
a) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan< 37 minggu:
 Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
 Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg
per oral 3x perhari selama 7 hari.
b) Jika usia kehamilan 32 – 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi :

17
 Beri dexametason ( dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam ) sebanyak 4
kali
 observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin
c) Jika usia kehamilan sudah 32 – 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada
infeksi maka :
 Berikan tokolitik
 Berikan dexametason
 induksi setelah 24 jam
2) Aktif
Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin. Bila gagal
Seksio Caesaria (SC) dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50
mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 kali. Bila terdapat tanda - tanda infeksi
berikan antibiotika dosis tinggi kemudian persalinan diakhiri.
Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai
berikut :
a) Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan
waktuapakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000
gram.
b) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan
pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban
 Penatalaksanaan lanjutan :
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului
kondisi ibu yang menggigil.
2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan
adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan
DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan
selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali
pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.

18
4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan,
perhatikan juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b. Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan
suhu tubuhakibat dehidrasi.
 Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di
rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru,
jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul
tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan. Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi
yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, rupture uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan
biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah caesar. Seperti halnya pada
pengelolaan KPD yang cukup bulan, tindakan bedah caesar hendaknya dikerjakan
bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seharusnya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.

19
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit
darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4
jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotic mulai saat diagnosis
ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada
preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.
The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang
tidak ada infeksi intramanion. Sediaan terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap
12 jam
Pemeriksaan palpasi Leopold adalah suatu teknik pemeriksaan pada ibu
hamil dengan cara perabaan yaitu merasakan bagian yang terdapat pada perut ibu
hamil menggunakan tangan pemeriksa dalam posisi tertentu, atau memindahkan
bagian-bagian tersebut dengan cara-cara tertentu menggunakan tingkat tekanan
tertentu, Teori ini dikembangkan oleh Christian Gerhard Leopold. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setelah UK 24 minggu, ketika semua bagian janin sudah
dapat diraba. Teknik pemeriksaan ini utamanya bertujun untuk menentukan posisi
dan letak janin pada uterus, dapat juga berguna untuk memastikan usia kehamilan
ibu dan memperkirakan berat janin.
Pemeriksaan palpasi Leopold sulit untuk dilakukan pada ibu hamil yang
gemuk (dinding perut tebal) dan yang mengalami polihidramnion. Pemeriksaan ini
juga kadang-kadang dapat menjadi tidak nyaman bagi ibu hamil jika tidak
dipastikan dalam keadaan santai dan diposisikan secara memadai. Untuk
membantu dalam memudahkan pemeriksaan, maka persiapan yang perlu
dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan adalah:

20
A. Pemeriksaan Leopold I
Tujuan : untuk menentukan usia kehamilan dan juga untuk mengetahui bagian
janin apa yang terdapat di fundus uteri (bagian atas perut ibu).
Teknik:
a) Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk 45 derjat atau lutut
bagian dalam diganjal bantal) dan pemeriksa menghadap ke arah ibu
b) Menengahkan uterus dengan menggunakan kedua tangan dari arah samping
umbilical
c) Kedua tangan meraba fundus kemudian menentukan TFU (Timggi Fundus
Uteri)
d) Meraba bagian Fundus dengan menggunakan ujung kedua tangan, tentukan
bagian janin.
Hasil:
a) Apabila kepala janin teraba di bagian fundus, yang akan teraba adalah
keras,bundar dan melenting (seperti mudah digerakkan)
b) Apabila bokong janin teraba di bagian fundus, yang akan terasa adalah
lunak, kurang bundar, dan kurang melenting
c) Apabila posisi janin melintang pada rahim, maka pada Fundus teraba
kosong
B. Pemeriksaan Leopold II
Tujuan : untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus,
pada letak lintang tentukan di mana kepala janin.
Teknik :
a) Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa
menghadap ibu
b) Meletakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan
telapak tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan
pada ketinggian yang sama
c) Mulai dari bagian atas tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan)
telapak tangan tangan kiri dan kanan kemudian geser ke arah bawah dan

21
rasakan adanya bagian yang rata dan memanjang (punggung) atau bagian-
bagian kecil (ekstremitas).
Hasil:
a) Bagian punggung: akan teraba jelas, rata, cembung, kaku/tidak dapat
digerakkan
b) Bagian-bagian kecil (tangan dan kaki): akan teraba kecil, bentuk/posisi
tidak jelas dan menonjol, kemungkinan teraba gerakan kaki janin secara
aktif maupun pasif.
C. Pemeriksaan Leopold III
Tujuan: untuk menentukan bagian janin apa (kepala atau bokong) yang
terdapat di bagian bawah perut ibu, serta apakah bagian janin tersebut sudah
memasuki pintu atas panggul (PAP).
Teknik:
a) Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa
menghadap ibu
b) Meletakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah,
telapak tangan kanan bawah perut ibu
c) Menekan secara lembut dan bersamaan/bergantian untuk mentukan bagian
terbawah bayi
d) Gunakan tangan kanan dengan ibu jari dan keempat jari lainnya kemudian
goyang bagian terbawah janin.
Hasil:
a) Bagian keras,bulat dan hampir homogen adalah kepala sedangkan tonjolan
yang lunak dan kurang simetris adalah bokong
b) Apabila bagian terbawah janin sudah memasuki PAP, maka saat bagian
bawah digoyang, sudah tidak bias (seperti ada tahanan).
D. Pemeriksaan Leopold IV
Tujuan: untuk mengkonfirmasi ulang bagian janin apa yang terdapat di
bagian bawah perut ibu, serta untuk mengetahui seberapa jauh bagian bawah
janin telah memasuki pintu atas panggul.

22
Teknik:
a) Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi kaki ibu lurus
b) Meletakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan
kanan uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada
tepi atas simfisis
c) Menemukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-
jari tangan yang meraba dinding bawah uterus.
d) Perhatikan sudut yang terbentuk oleh jari-jari: bertemu (konvergen) atau
tidak bertemu (divergen)
e) Setelah itu memindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian
terbawah bayi (bila presentasi kepala upayakan memegang bagian kepala
di dekat leher dan bila presentasi bokong upayakan untuk memegang
pinggang bayi)
f) Memfiksasi bagian tersebut ke arah pintu atas panggul kemudian
meletakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk
menilai seberapa jauh bagian terbawah telah memasuki pintu atas
panggul.
Hasil:
a) Apabila kedua jari-jari tangan pemeriksa bertemu (konvergen) berarti
bagian terendah janin belum memasuki pintu atas panggul, sedangkan
apabila kedua tangan pemeriksa membentuk jarak atau tidak bertemu
(divergen) mka bagian terendah janin sudah memasuki Pintu Atas
Panggul (PAP)
b) Penurunan kepala dinilai dengan: 5/5 (seluruh bagian jari masih meraba
kepala, kepala belum masuk PAP), 1/5 (teraba kepala 1 jari dari lima jari,
bagian kepala yang sudah masuk 4 bagian), dan seterusnya sampai 0/5
(seluruh kepala sudah memasuki PAP)

23
Menentukan usia kehamilan :
1. Pada usia kehamilan 12 minggu, fundus dapat teraba 1-2 jari di atas simpisis
2. Pada usia kehamilan 16 minggu, fundus dapat teraba di antara simpisis dan
pusat
3. Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di bawah pusat
4. Pada usia kehamilan 24 minggu, fundus dapat teraba tepat di pusat
5. Pada usia kehamilan 28 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di atas pusat
6. Pada usia kehamilan 32 minggu, fundus dapat teraba di pertengahan antara
Prosesus Xipoideus dan pusat
7. Pada usia kehamilan 36 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di bawah Prosesus
Xipoideus
8. Pada usia kehamilan 40 minggu, fundus dapat teraba di pertengahan antara
Prosesus Xipoideus dan pusat.
(Lakukan konfirmasi dengan wawancara dengan pasien untuk membedakan
dengan usia kehamilan 32 minggu).
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24
jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum
ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal
dilakukan bedah caesar. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi
pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga
pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik
hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan :
tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan
umumnya berlangsunglebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan
atau ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderitaakan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

24
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya.
Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan
ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi
dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio caesaria.
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit,
ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu,
obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses
persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika
selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-
tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur
kehamilan. Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi
yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat
janin sampai mati, tetani uteri, rupturauteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin
terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan
sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar
hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya
ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju,
dll.

25
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka
perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif
adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiaphari,
pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut
jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saatdiagnosis ditegakkan dan selanjutnya
stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan
secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.
The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24
jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu
dilakukan pada wanita dengan ketuban pecah dini, karena akan ditindaklanjuti
sesuai kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda dan gejala
korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis,diindikasikan untuk
segera berkonsultasi dengan dokter yang menangani wanita guna menginduksi
persalinan dan kelahiran. Pilihan metode persalinan (melalui vagina atau SC)
bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat korioamnionitis.
3.2 Saran
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan
keluarganya. Bantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang menyertai perkiraan
kelahiran janin premature serta risiko tambahan korioamnionitis. Rencana
penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan periode tirah baring dan
hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan dengan wanita dan keluarganya.
Pemahaman dan kerja sama keluarga merupakan hal yang penting untuk kelanjutan
kehamilan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2003.


Jakarta: YBP-SP.
2. Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri .
Jakarta. EGC.
3. Doengoes, Marilynn E. 2001. Rencana Keperawatan Maternal/Bayi : Pedoman
untuk Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan Klien. (Terj. Hadyanto).
4. Gede, Ida Bagus. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Manuaba
DSOD. EGD
5. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
6. Manuba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita pelaksanaan Rutin Obsteri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
7. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi-Obstetri Patologi.
Jakarta : EGC.
8. Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi. Jakarta : EGC.
9. Prawirohardjo,Sarwono. Ilmu Kebidanan.Jakarta.Bina Pustaka.2008
10. Rachmawati, I.N., Budiati, T., & Rahmawati, C. 2008. Panduan Praktikum
Prosedur Pemeriksaan Fisik Antenatal. Depok: UI.
11. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP.
12. Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. . Jakarta:
EGC.
13. Wiknjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo

28

Anda mungkin juga menyukai