Anda di halaman 1dari 4

Gamelan Soepra adalah seperangkat gamelan lengkap yang dibuat khusus hingga memiliki titi laras diatonik, bukan

pentatonik,
hingga bisa memainkan lagu-lagu modern dari berbagai aliran.

Gamelan supra (SUgijaPRAnata), yang awalnya disebut sebagai gamelan kromatik diatonis, hasil perpaduan musik Timur dan Barat,
digunakan sebagai sarana untuk pendidikan. Gagasan penciptaan dan pengembangan gamelan supra muncul tahun 1957 sebagai
sarana untuk pendidikan karakter Ignatian tidak lepas dari sosok P Henricus Constant van Deinse SJ yang seorang pastur ordo Jesuit
yang humanis.

Sebagai seorang musikus, keunggulan Pater Van Diense, tidak disangsikan lagi, ia mengembangkan pendidikan musik, salah satunya
adalah gamelan supra. Baginya, musik adalah luar biasa. Musik bisa menghibur, mengobati, dan memotivasi.

Oleh karenanya, Pater Van Diense SJ, secara kreatif dan kontekstual mengembangkan musik supaya musik menjadi lebih
menyenangkan dan menggembirakan. Musik yang menyenangkan dan menggembirakan memberi semangat hidup bagi para
pemainnya.

Gamelan Jawa yang pentatonik disulap dengan kreativitasnya menjadi gamelan supra yang diatonik sehingga tidak hanya dapat
memainkan gendhing- gendhing karawitan Jawa tetapi juga dapat memainkan berbagai macam jenis lagu.

Pendeknya, gamelan supra tidak hanya mampu memainkan musik-musik gaya Jawa yang nota bene bernotasi pentatonis tapi juga
mampu memainkan berbagai macam musik lain seperti pop, Jazz, bahkan klasik yang bernotasi diatonis.

Nama "" Soepra "" diberikan oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno, pada tanggal 22 Juli 1965, setelah ia mendengarkan
pertunjukan gamelan supra, yang dipimpin Henri Konstan van Deinse, SJ, pada sebuah konggres di Senayan, Jakarta.

Soekarno mengambil nama dari para uskup pertama Indonesia, Mgr A. Soegijopranoto.

sedangkan Deinse sendiri adalah Belanda dan ditugaskan di SMA Kolese Loyola Semarang antara 1955 dan 1973. Ketika Soekarno
menawarkan untuk memberikan kepadanya imbalan untuk hasil kreatifitasnya memodifikasi sebuah gamelan Jawa tradisional ke
gamelan Soepra, dia hanya minta naturalisasi sebagai warga negara Indonesia.
SMA Kolese Loyola Semarang mempunyai perangkat gamelan yang lengkap dan para pemain yang piawai memainkan gamelan itu.
Gamelan ini dinamakan Gamelan Soepra. Gamelan Soepra diciptakan pada tahun 1957 oleh Pater Henricus Constant van Deinse, SJ
yang lebih akrab dipanggil dengan Pater van Deinse. Nama Gamelan Soepra ini diberikan langsung oleh Presiden RI pertama Bung
Karno pada tanggal 22 Juli 1965 dalam pembukaan kongres VII Partai Katolik di Istora Bung Karno Senayan, Jakarta. Gamelan
Soepra menjadi salah satu pengisi acara dalam kongres itu. Kata “Soepra” diambil dari nama sahabat dekat Bung Karno, Uskup
Soegijapranata, SJ yang merupakan uskup pribumi pertama. Pada saat itu, bertepatan dengan 2 tahun meninggalnya Uskup
Soegijapranata, SJ.

Gamelan Soepra berbeda dengan gamelan jawa. Letak perbedaannya adalah pada nadanya. Menurut Jubing Kristianto, Alumnus SMA
Kolese Loyola dalam blognya, Gamelan Soepra adalah seperangkat gamelan lengkap yang dibuat khusus hingga memiliki titi laras
diatonik, bukan pentatonik, hingga bisa memainkan lagu-lagu modern dari berbagai aliran. Sedangkan Gamelan Jawa bernada
pentatonis. Gamelan Soepra bernada diatonik karena menggunakan deretan not tangga nada dengan 12 nada dalam satu oktaf yang
terdiri dari C, C#, D, D#, E, F, F#, G, G#, A, A#, B. Sedangkan pentatonis adalah aturan nada yang terdiri dari lima jenis bunyi.
Kelima jenis bunyi itu terdiri pelog (C, E, F, G, B) atau slendro (C, D, E, G, A).
Gamelan Soepra awal mulanya hanya dimainkan pada saat karnaval saja. Sejak tampil di hadapan Bung Karno pada tahun 1965,
Gamelan Soepra lebih dikenal banyak orang. Beberapa tahun kemudian tepatnya tahun 1988, Gamelan Soepra tampil di Candi
Borobudur pada saat menyambut Ratu Juliana beserta suaminya dalam pertukaran pelajar Indonesia-Perancis. Presiden RI Megawati
Soekarno Putri pun pernah melihat langsung pertunjukkan Gamelan Soepra pada perayaan Natal Nasional di Jakarta tanggal 27
Desember 2003. Di Tribun Jabar - Metro Bandung, Gamelan Soepra pernah menghibur penontonnya dalam konser pada tanggal 5
April 2005. “Saya tampil sebagai bintang tamu dan juga berkolaborasi dengan gamelan. Bintang tamu lainnya adalah Rifky AFI”, ujar
Jubing ketika tampil berkolaborasi dengan Gamelan Soepra tanggal 3 Mei 2008 di SMA Kolese Loyola Semarang. Selain event-event
luar, Gamelan Soepra sering menjadi bintang pada saat acara-acara intern SMA Kolese Loyola.

Nilai di Balik Gamelan Soepra


Gamelan Soepra merupakan salah satu ciri khas dari SMA Kolese Loyola. Saat ini Gamelan Soepra merupakan salah satu
ekstrakurikuler di SMA tersebut. Banyak hal yang didapat ketika belajar gamelan ini tidak hanya sekedar memukul alat musik saja
tetapi hal lain dapat ditemukan di sini. Seperti yang diungkapkan oleh Nadia Yudissa yang pernah menjadi anggota Gamelan Soepra,
“Kalau yang kasat mata kita diajari untuk bermain musik dengan gamelan ini. Tetapi untuk moral lesson, saya belajar untuk lebih
sabar, membantu teman jika ada teman yang kurang bisa sebagai salah satu bentuk peduli dengan teman (compassion)”. Senada
dengan hal itu, Maria Maureen yang merupakan anggota Gamelan Soepra menambahkan, “Kita diajari untuk kompak dan mengerti
satu dengan yang lain agar dalam memainkan Gamelan Soepra ini terdengar sempurna”.
SMA Kolese Loyola merupakan institusi pendidikan dengan menonjolkan sisi pendidikan yang humanis. Pendidikan Humanis
merupakan pendidikan dengan menggali seluruh potensi peserta didiknya dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Melalui Gamelan Soepra, SMA Kolese Loyola dapat mendidik karakter peserta didik menjadi karakter humanis, menjadikan pribadi-
pribadi yang unggul dan matang. “Filosofi Gamelan Soepra lebih terarah pada kecintaan akan budaya setempat yang terbuka pada
budaya global sehingga memungkinkan siswa-siswi SMA Kolese Loyola menerima keunikan masing-masing dan berekspresi kreatif
yang membebaskan”, ujar Pater Leonardus E.B. Winandoko, SJ, M.Ed, selaku Kepala SMA Kolese Loyola.
Gamelan Soepra secara kasat mata menonjolkan aspek psikomotor peserta didik dalam hal bermain musik. Namun, di sisi lain aspek
afektif siswa terlihat dalam proses belajar pada saat bermain Gamelan Soepra. Pada saat belajar memainkan Gamelan ini, peserta didik
diajarkan untuk saling pengertian, saling menghargai, saling memberitahu jika teman-teman di sekitarnya kurang tepat dalam
memainkan alat musiknya. Kekompakan dan kebersamaan juga ditanamkan dalam proses belajar Gamelan Soepra. Selain hal itu,
dalam proses belajar Gamelan Soepra, peserta didik ditanamkan rasa memiliki terhadap kebudayaan bangsanya sendiri. Dalam aspek
kognitif pun sudah tersentuh ketika peserta didik menghafalkan tangga-tangga nada yang ada dalam sebuah lagu yang akan
dimainkan.
Permainan Gamelan Soepra menuntut kreativitas dalam mengaransemen lagu-lagu yang akan dimainkan. Hal ini senada dengan yang
diungkapkan Iwan Santoso pelatih Gamelan Soepra, “Untuk saat ini sudah ada string section, menunjukkan bahwa Gamelan Soepra
yang merupakan tangga nada diatonik bisa berpadu dengan alat musik lainnya sehingga genre lagu yang dibawakan bisa lebih
bervariasi”. Kreativitas ini juga tercermin dari kolaborasi alat-alat musik yang ada dalam soepra. Dalam memainkannya perlu
semangat yang mencerminkan kekuatan kebersamaan antar pemain sehingga menghasilkan suara yang indah. Loyalitas yang tinggi
pun diperlukan dalam memainkan Gamelan Soepra ini sebagai bentuk cintanya kepada budaya sendiri yang membedakan dengan yang
lain.
Pendidikan karakter peserta didik yang tertera dalam pendidikan humanis tidak hanya dilakukan dengan pendidikan formal di dalam
kelas saja. Pendidikan dapat di luar kelas dan dilakukan melalui cara yang berbeda. Dengan adanya contoh dari Gamelan Soepra ini
kita belajar bahwa pendidikan seni memiliki banyak nilai, baik dalam hal keterampilan, pengetahuan, maupun karakter pribadi bagi
para siswa yang memainkannya.
v

Anda mungkin juga menyukai