Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna
memenuhi tugas mata kuliah Al – Islam 4 ini dapat selesai sesuai dengan yang
diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amiin.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi


namun atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen pembimbing Idris
Mahmudi, Amd. Kep dan teman-teman yang ikut terlibat dalam penyusunan
makalah ini akhirnya semua hambatan dapat teratasi.

Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai hokum transplantasi organ pada Islam.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbang asih
pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Jember, 4 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan .......................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Pengertian Transplantasi Organ .................................................................. 5
B. Jenis-jenis Transplantasi Organ ................................................................... 7
C. Tujuan Transplantasi Organ ......................................................................... 7
D. Pandangan Hukum Islam terhadap Transplantasi Organ ............................. 9
E. Dalil Yang Menjadi Dasar di Bolehkannya Transplantasi Organ Tubuh .. 14
BAB III ................................................................................................................. 18
PENUTUP ............................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ................................................................................................ 18
B. Saran ........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................... Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai ayatnya, Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah
SWT dadalah tuhan yang menganugerahkan hidup dan menentukan mati.
Yaitu sesuai dengan Q.S Al-nahl 16:70 :

“Allah menciptakan kamu kemudian mewafatkan kamu dan diantara kamu


ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun) supaya dia
tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah di ketahuinya.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha kuasa (Q.S Al-Nahl,
16:70)

Dari ayat ini kita mengetahui bahwa kematian suatu saat pasti
datang, entah itu di masa kanak-kanak, muda atau lanjut usia. Ayat ini
menyinggung tentang ketidakberdayaan di masa tua yang dialami oleh
sebagian manusia ketika mereka dianugerahi umur panjang. Demikian
halnya bila sebelum ajal tiba, seseorang dalam rentang waktu yang
panjang, tertimpa berbagai penyakit yang menyebabkan dia harus
mendapatkan perawatan dan perhatian medis. Sering kali orang itu
berhasil mengatasi sakit ringan dengan beristirahat, melakukan proses
pengobatan yang sesuai, menjalani diet secara benar dan lain-lain. Namun
kita tidak dapat menampik kemungkinan bahwa suatu saat salah satu organ
tubuhnya tidak berfungsi lagi dengan baik. Pada saat inilah tergantung
pada sifat kerusakan organ, orang itu harus menjalani pembedahan atau
mengganti sama sekali tubuhnya yang rusak itu. Kemungkinan besar
kebanyakan manusia melakukan transplantasi organ tanpa mengetahui
hukumnya secara islam, bagaimana? Maka dari itu makalah ini akan
membahas bagaimana hokum dari transplantasi organ menurut perspektif
islam.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transplantasi organ?
2. Bagaimana hokum dari transplantasi organ?
3. Bagaimana kondisi pendonor dari transplantasi organ yang di
perbolehkan?
4. Bagaimana kondisi pendonor transplantasi organ yang di haramkan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan transplantasi organ.
2. Untuk mengetahui hukum transplantasi organ dalam Islam.
3. Unttuk mengetahui kondisi pendonor transplantasi yang di perbolehkan.
4. Untuk mengetahui kondisi pendonor transplantasi yang di haramkan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Transplantasi Organ


Secara etimologis transplantasi organ berasal dari bahasa inggris
transplantation (kata benda) dari kata kerja to transplant, yang menurut
Taylor berarti “to take up and plant to another” artinya mengambil dan
menempelkan pada tempat lain. Sedangkan menurut Hornby, dkk, to
transplant diartikan dengan “to move from one place to another” artinya
memindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 1 ayat 5
bahwa transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk
pemindahan alat dan atau jaringan organ tubuh manusia yang berasal dari
tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan alat atau
jaringan organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Pencangkokan
(transplantasi) adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya
hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan
tidak berfungsi dengan baik.
Transplantasi organ tubuh merupakan salah satu masalah hukum
islam kotemporer yang belum dijelaskan secara tekstual dalam Al-Qur’an
dan hadist Nabi saw, di samping itu transplantasi dalam pelaksanaannya
melibatkan berbagai disiplin keilmuan sehingga harus dianalisis secara
multidisipliner baik kedokteran, biologi, hukum, etika dan agama. Dalam
pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait
dengannya :
Pertama, Donor, yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang
masih sehat untuk dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya
menderita sakit atau terjadi kelainan.
Kedua, Resipien, yaitu orang yang menerima organ tubuh dari donor yang
karena satu dan lain hal, organ tubuhnya harus diganti.

5
Ketiga, Tim ahli, yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi
dari pihak donor kepada resipien.
Untuk mengetahui hukum transplantasi organ tubuh manusia itu harus
dikaitkan dengan kondisi donor, apakah donornya dalam kondisi sehat
atau sudah meninggal dunia.
Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai
permasalahan sendiri—sendiri, yaitu;
a. Donor dalam keadaan hidup sehat.
Dalam tipe ini perlu adanya seleksi yang cermat dan harus
dilakukan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap
menyeluruh), baik terhadap donor maupun terhadap resipien
(penerima), demi menghindari kegagalan transplantasi yang
disebabkan penolakan tubuh resipien dan sekaligus menghindari dan
mencegah resiko bagi donor. Sebab menurut data statistik, 1 dari 1000
donor meninggal, dan si donor juga merasa was-was dan merasa tidak
aman, karena dia menyadari, misalnya bila dia donor ginjal, dia tak
akan memperoleh kembali ginjalnya seperti sedia kala.
b. Donor dalam keadaan koma.
Apabila donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan
meninggal segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor
memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya dengan
bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat penunjang
kehidupan tersebut dicabut setelah selesai proses pengambilan organ
tubuhnya. Hanya, kriteria meninggal secara medis/klinis dan yuridis
perlu ditentukan dengan tegas dan tuntas, apakah kriteria itu ditandai
dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan, atau ditandai
dengan berhentinya fungsi otak.
c. Donor dalam keadaan meninggal.
Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil
ketika donor telah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan
yuridis, juga harus diperhatikan daya tahan organ yang akan diambil

6
untuk transplantasi, apakah masih ada kemungkinan untuk bisa
berfungsi bagi resipien atau apakah sel-sel jaringannya telah mati,
sehingga tidak berguna lagi bagi resipien.

B. Jenis-jenis Transplantasi Organ


Berdasarkan jenis transplantasi yang digunakan dalam dunia
kedokteran, transplantasi terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Transplantasi jaringan, seperti pencangkokan kornea mata
2. Transplangtasi organ, seperti pencangkokan ginjal, jantung dan
sebagainya.
Ditinjau dari segi hubungan genetic antara donor dan resipien,
transplantasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Autotransplantasi yaitu transplantasi yang dilakukan terhadap resipien


dan donor pada satu individu atau pencangkokan internal dalam tubuh
seseorang. Misalnya orang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan
bentuk diambilkan dari bagian badannya.
2. Homotranplantasi (allottransplantasi) yaitu tranplantasi yang dilakukan
terhadap resipien dan donor pada individu yang sama jenisnya. Donor
dan resipien sama-sama manusia tetapi berlainan individu. Misalnya
penderita gagal ginjal ditransplantasi dengan ginjal orang lain, baik
donor dari orang hidup maupun dari orang mati.
3. Heterotransplantasi (Xenotransplantasi) yaitu transplantasi yang
dilakukan terhadap resipien dan donor pada dua individu yang berbeda
jenis. Misalnya mentransplantasi jaringan atau organ dari babi
(khususnya jantung babi) ke manusia. Menurut Tim Klinik RS Dr.
Sardjito Yogyakarta membuktikan, bahwa katup jantung babi paling
sesuai sebagai katub jantung manusia.

C. Tujuan Transplantasi Organ


Transplantasi sebagai suatu upaya untuk menghindarkan manusia
dari penderitaan yang secara jasmaniah menglami cacat atau menderita

7
suatu penyakit yang mengakibatkan rusaknya fungsi suatu organ, jaringan
atau sel pada umumnya bertujuan :
1. Menyembuhkan penyakit yang diderita resipien misalnya kebutaan,
rusaknya jantung, ginjal dan sebagainya.
2. Memulihkan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau selyang telah
rusak atau mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi
kesakitan biologis misalnya bibir sumbing.
Sedangkan tujuan utama dari transplantasi kornea mata bertuuan
untuk memulihkan penglihatan. Tujuan itu dibagi dua yaitu terapeutik
(pwngobatan) dan tektonik (memperbaiki bentuk) serta optic (untuk
memperoleh penglihatan maksimal).

Berdasarkan tingakatan tujuannya, tujuan transplantasi yaitu :

1. Semata-mata pengobatan dari sakit atau cacat yang tidak dilakukan


dengan transplantasi tidak akan menimbulkan kematian. Seperti
transplantasi korena mata dan menambal bibir sumbing. Transplantasi
jenis ini bukan untuk menghindari kematian tetapi sekadar pengobatan
untuk menghindari cacat seumur hidup. Karena itu dia berada pada
tingkatan tajiyat (dihajatkan) belum sampai pada tingkat darurat.
2. Sebagai alternative terakhir yang jika tidak dilakukan dengan
transplantasi akan menimbulkan kematian seperti transplantasi ginjal,
hatri, dan jantung. Transplantasi disini telah berada pada tingkat
darurat.
Kaidah-kaidah hukum wajib dijunjung dalam melakukan
trasnplantasi ini antaranya :
1. Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan bahaya
lainnya artinya:
2. Organ tidak boleh diambil dari orang yang masih memerlukannnya
3. Sumber organ harus memiliki kepemilikan yang penuh atas organ
yang diberikannnya, berakal, baligh, ridho dan ikhlas dan tidak
mudharat bagi dirinya.

8
4. Tindakan transplantasi mengandung kemungkinan sukses yang lebih
besar dari kemungkinan gagal.
5. Organ manusia tidak boleh diperjualbelikan sebab manusia hanya
memperoleh hak memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara
mutlak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari
transplantasi organ adalah bersifat kemanusiaan, menghinrkan suatu
kematian yang di duga akan terjadi tanpa dilakukan transplantasi dan
melepaskan derita kesakitan atau cacat biologis. Dengan demikian tujuan
utama transplantasi adalah mewujudkan kemaslahatan bagi manusia
khususnya memelihara keselamatan jiwa resipien.

D. Pandangan Hukum Islam terhadap Transplantasi Organ


1. Hukum Transplantasi Organ Tubuh dari Donor yang Masih Hidup
‫ا‬Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih
dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya ‘Haram’, dengan alasan :
a. Firman Allah dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 195 :
َ َ‫َوالَ ت ُ ْلقُ ْوا بِأ َ ْي ِد ْي ُك ْم إ‬
‫لى الت َّ ْهلُ َك ِة‬
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam
kebinasaan”.
Ayat tersebut mengingatkan manusia, agar jangan gegabah dan
ceroboh dalam melakukan sesuatu, namun tetap menimbang
akibatnya yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor,
walaupun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik
dan luhur. Umpamanya seseorang menyumbangkan sebuah
ginjalnya atau matanya pada orang lain yang memerlukannya
karena hubungan keluarga, teman atau karena berharap adanya
imbalan dari orang yang memerlukan dengan alasan krisis
ekonomi. Dalam masalah yang terakhir ini, yaitu donor organ
tubuh yang mengharap imbalan atau menjualnya, haram
hukumnya, disebabkan karena organ tubuh manusia itu adalah
milik Allah (milk ikhtishash), maka tidak boleh

9
memperjualbelikannya. Manusia hanya berhak
mempergunakannya, walaupun organ tubuh itu dari orang lain.
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu masih
hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko
ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau
ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya
bagi seorang manusia. Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi
lagi, maka ia sulit untuk ditolong kembali. Maka sama halnya,
menghilangkan penyakit dari resipien dengan cara membuat
penyakit baru bagi si donor. Hal ini tidak diperbolehkan karena
dalam qaidah fiqh disebutkan:
‫الض ََّر ُر الَ يُزَ ا ُل بِالض ََّر ِر‬
“Bahaya (kemudharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya
(kemudharatan) lainnya”.

b. Qaidah Fiqhiyyah

ِ‫صا ِلح‬ ِ ‫لى َج ْل‬


َ ‫ب اْل َم‬ َ ‫دَ ْر ُء اْل َمفا َ ِس ِد ُمقَدَّ ٌم َع‬
“menolak mafsadat (bahaya) di dahulukan daripada meraih
maslahat (manfaat)”
Maksudnya berkaitan dengan transplantasi organ, seseorang
harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari kebinasaan atau
bahaya, daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan
dirinya sendiri yang dapat berakibat fatal, yang pada akhirnya ia
tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama
tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.

c. Qaidah fiqh
‫ِبالض ََّر ِر يزَ ال َل الض ََّرر‬
“kemudharatan (bahaya) tidak boleh dihilangkan dengan
kemudharatan (bahaya) lagi”

10
Dengan demikian mendonorkan organ tubuh orang hidup
sehat, haram hukumnya jika menyebabkan kematian donor
walaupun tindakannya itu memberikankemaslahatan hidup bagi
resipien. Sebab kemaslahatan yang diperoleh dari transplantasi
organ tubuhdonor tersebut, tidak lebih besar daripada bahaya yang
ditimbulkannya. Adapun transplantasi organ tubuh seperti kornea
mata kulit dari donor yang masih hidup menurutr sebagian ulama
adalah boleh. Alasannya adalah karena membolehkan memberikan
pengampunan qisas dan diat sesuai dengan Q.S Al-Baqarah : 178
yaitu
‫ب آ َمنوا َّالذِينَ أَيُّ َها َيا‬ َ ِ‫صاص َع َليْكم كت‬ َ ‫َواأل ْنثَى ِِ ِب ْال َعبْد َو ْال َعبْد ِب ْالح ِر ْالح ُّر ْالقَتْلَى فِي ْال ِق‬
‫ي فَ َم ْن بِاأل ْنثَى‬ ِ ‫سان إِلَ ْي ِه َوأَدَاء بِ ْال َم ْعر‬
َ ‫وف فَاتِبَاع َش ْيء أ َ ِخي ِه ِم ْن لَه ع ِف‬ َ ْ‫ِم ْن ت َ ْخ ِفيف ذَلِكَ بِإِح‬
َ ‫أَ ِليم‬
‫عذَاب فَلَه ذَلِكَ بَ ْعدَ ا ْعتَدَى فَ َم ِن َو َرحْ َمة َربِك ْم‬
“maka barang siapa yang mendapat pema’afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya
siksa yang sangat pedih”
Disamping itu kornea sebuah mata donor yang di
transplantasikan kepada resipien hanya mengakibatkan
terganggunya penglihatan donor, namun tidak akan menyebabkan
kematian bagi donor. Demikian pula mendonorkan sebagian
kulitnya kepada resipien. Karena itu menurut Majlis Fatwa
Kebangsaan Malaysia yang bersidang pada 23-24 juni 1970 yang
membahas pemindahan organ secara khusus pemindahan jantung
dan mata menetapkan syarat transplantasi dari donor orang hidup
antara lain :
1) Tidak menyebabkan penderma (yang masih hidup)
menanggung kemudaratan pada dirinya seperti mati atau cacat

11
(hilang pendengaran, penglihatan dan kemampuan untuk
bergerak)
2) Pemindahan berlaku dengan izin penderma berkenaan
3) Keizinan berlaku dengan dalam keadaan penderma memiliki
kelayakan penuh untuk melakukannya. Atas sebab ini keizinan
tidak boleh diberi oleh kanak-kanak, orang gila atau orang yang
dipengaruhi oleh tekanan, paksaan atau kekeliruan.
4) Para doctor yang melakukan urusan pemindahan berkenaan
mempunyai ases keilmuan yang cukup untuk membuat
pertimbangan baik buruk terhadap penderma dan penerima
berdasarkan prinsip maslahah (kebaikan) dan mafsadah
(keburukan) seperti yang terdapat dalam syariat islam.

2. Hukum Transplantasi Organ Tubuh dari Donor dalam Kondisi Koma


Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma,
hukumnya tetap haram, walaupun menurut dokter, bahwa si donor itu
akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiannya
dan mendahului kehendak Allah, hal tersebut dapat dikatakan
‘euthanasia’ atau mempercepat kematian. Tidaklah
berperasaan/bermoral melakukan transplantasi atau mengambil organ
tubuh dalam keadaan sekarat. Orang yang sehat seharusnya berusaha
untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut, meskipun
menurut dokter, bahwa orang yang sudah koma tersebut sudah tidak
ada harapan lagi untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang dapat
sembuh kembali walau itu hanya sebagian kecil. Padahal menurut
medis, pasien tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup. Maka dari
itu, mengambil organ tubuh donor dalam keadaan koma, tidak boleh
menurut Islam dengan alasan sebagai berikut :
a. Hadits Nabi, riwayat Malik dari ‘Amar bin Yahya, riwayat al-
Hakim, al-Baihaqi dan al-Daruquthni dari Abu Sa’id al-Khudri dan
riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ubadah bin al-Shamit :

12
‫ار‬ ِ َ‫ض َر َر َوال‬
َ ‫ض َر‬ َ َ‫ال‬
“Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh
pula membuat madharat pada orang lain”.
Berdasarkan hadits tersebut, mengambil organ tubuh orang
dalam keadaan koma/sekarat haram hukumnya, karena dapat
membuat madharat kepada donor tersebut yang berakibat
mempercepat kematiannya, yang disebut euthanasia.
b. Islam mewajibkan manusia untuk berobat menyembuhkan penyakit
yang di deritanya. Meskipun dokter telah berkesimpulan bahwa
penyakit pasien tidak dapat di sembuhkan lagi. Hal ini relevan
dengan kaidah fiqh “al dararu yauzalu” (kemudaratan harus
dihilangkan). Dalam kaitan ini dokter pun tidak berhak mengakhiri
hidup pasiennya dengan menggunakan organ tubuh pasien untuk di
transplantasikan kepada orang lain. Sebaliknya penyakit pasien
yang sudah kritis tetap di upayakan untuk diobati. Sebab masih ada
keajaiban Tuhan yang bisa menyembuhkan penyakit pasien.

3. Hukum Transplantasi Organ Tubuh dari Donor yang Sudah Meninggal


Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata atau ginjal) yang
sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu
dibolehkan menurut pandangan Islam dengan syarat bahwa :
a. Resipien (penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan
darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi
itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal baik medis maupun
non medis, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah
fiqhiyyah :
‫ت‬ ُ ْ‫الض َُّر ْو َراتُ ت ُ ِب ْي ُح اْل َمح‬
ِ ‫ظ ْو َرا‬
“Darurat akan membolehkan yang diharamkan”.
Juga berdasarkan qaidah fiqhiyyah :
‫الض ََّر ُر يُزَ ا ُل‬
“Bahaya itu harus dihilangkan”.

13
b. Transplantasi tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang
lebih parah bagi resipien dibandingkan dengan kondisinya sebelum
transplantasi. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh : al-dararu al
yuzalu bi al-darari artinya kemudaratan tidak boleh dihilangkan
dengan kemudaratan lagi.
c. Harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk
mendonorkan organ tubuhnya bila meninggal atau ada izin ahli
warisnya.
d. Pengambilan organ tubuh donor (si mayit) dilakukan dokter ahli
sehingga tidak merusak jasad (melecehkan kehormatan mayit) dan
atas motivasi untuk menolong resipien bukan untuk tujuan
komersialisasi organ tubuh donor.
Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia
tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain
yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah
meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat
dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang
bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin
keluarga/ahli waris.
Adapun fatwa MUI tersebut dikeluarkan setelah mendengar
penjelasan langsung Dr. Tarmizi Hakim kepada UPF bedah jantung RS
Jantung “Harapan Kita” tentang teknis pengambilan katup jantung
serta hal-hal yang berhubungan dengannya di ruang sidang MUI pada
tanggal 16 Mei 1987. Komisi Fatwa sendiri mengadakan diskusi dan
pembahasan tentang masalah tersebut beberapa kali dan terakhir pada
tanggal 27 Juni 1987.

E. Dalil Yang Menjadi Dasar di Bolehkannya Transplantasi Organ


Tubuh
Adapun dalil-dalil yang dapat menjadi dasar dibolehkannya transplantasi
organ tubuh, antara lain:

14
1. Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 195 yang telah kami sebut dalam
pembahasan didepan, yaitu bahwa Islam tidak membenarkan seseorang
membiarkan dirinya dalam bahaya, tanpa berusaha mencari
penyembuhan secara medis dan non medis, termasuk upaya
transplantasi, yang memberi harapan untuk bisa bertahan hidup dan
menjadi sehat kembali.
َ َ‫َوالَ ت ُ ْلقُ ْوا بِأ َ ْي ِد ْي ُك ْم إ‬
‫لى الت َّ ْهلُ َك ِة‬
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam
kebinasaan”
2. Al-Quran surah Al-Maidah ayat 32:
َ َّ‫َو َم ْن أَحْ ياَهَا فَكَأَن َّما َ أَحْ َيا الن‬
‫اس َج ِميْعا‬
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa tindakan kemanusiaan (seperti
transplantasi) sangat dihargai oleh agama Islam, tentunya sesuai
dengan syarat-syarat yang telah disebutkan diatas.
3. Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu
dalam kebaikan dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa”.
Selain itu juga ayat 195, menganjurkan agar kita berbuat baik.
Artinya: “Dan berbuat baiklah karena Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik”.
4. Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan
tolong-menolong dalam kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang
lain yang sangat memerlukannya.
5. Pada dasarnya, pekerjaan transplantasi dilarang oleh agama Islam,
karena agama Islam memuliakan manusia berdasarkan surah al-Isra
ayat 70, juga menghormati jasad manusia walaupun sudah menjadi
mayat, berdasarkan hadits Rasulullah saw. : “Sesungguhnya
memecahkan tulang mayat muslim, sama seperti memecahkan
tulangnya sewaktu masih hidup”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu
Majah, Said Ibn Mansur dan Abd. Razzaq dari ‘Aisyah).

15
6. Tetapi menurut Abdul Wahab al-Muhaimin; meskipun pekerjaan
transplantasi itu diharamkan walau pada orang yang sudah meninggal,
demi kemaslahatan karena membantu orang lain yang sangat
membutuhkannya, maka hukumnya mubah/dibolehkan selama dalam
pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat
sebagai penghinaan kepadanya. Hal ini didasarkan pada qaidah
fiqhiyyah :
‫ب أ َ َخ ِف ِه َما‬
ِ ‫ارتِكَا‬
ْ ِ‫ض َررا ب‬ َ ‫ي أ َ ْع‬
َ ‫ظ ُم ُه َما‬ َ ‫ت َم ْف‬
َ ‫سدَتا َ ِن ُر ْو ِع‬ ْ ‫ض‬ َ َ‫ِِإذَا تَع‬
َ ‫ار‬
“Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah
(kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat
yang paling besar, dengan melakukan perbuatan yang paling ringan
madharatnya dari dua madharat”.
7. Hadits Nabi saw.
‫اح ٍد اْل َه َر ُم‬ َ ‫ض ْع دَاء إِالَّ َو‬
ِ ‫ض َع لَهُ دَ َواء َغي َْر دَاءٍ َو‬ َ َ‫تَدَ ُاو ْوا ِعبَادَ هللاِ فَإِ َّن هللا َلَ ْم ي‬
“Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya
Allah tidak meletakkan suatu penyakit kecuali dia juga telah
meletakkan obat penyembuhnya, selain penyakit yang satu, yaitu
penyakit tua”.
(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Usamah ibnu Syuraih)
Oleh sebab itu, transplantasi sebagai upaya menghilangkan
penyakit, hukumnya mubah, asalkan tidak melanggar norma ajaran
Islam.
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda pula : “Setiap penyakit ada
obatnya, apabila obat itu tepat, maka penyakit itu akan sembuh atas
izin Allah”. (HR. Ahmad dan Muslim dari Jabir).

Selanjutnya berkenaan dengan hukum antara donor dan resipien


yang seagama atau tidak seagama, serta hukum organ tubuh yang
diharamkan seperti babi, juga dapat menimbulkan masalah, tetapi hal
tersebut dapat dikaji berdasarkan ayat-ayat Al-Quran surah al-Najm
38- 41 :

16
a. “Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain. Dan bahwa manusia itu tidak memperoleh selain apa yang ia
usahakan. Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan.
Kemudian akan diberi balasannya dengan balasan yang paling
sempurna”.
b. Al-Quran surah al-Baqarah ayat 286 : “Ia mendapat pahala dari
kebajikan yang diusahakannya itu dan ia mendapat siksa dari
kejahatan yang dikerjakannya”.
Berdasar ayat-ayat diatas, berkenaan dengan hubungan
antara donor dengan resipien yang menyangkut pahala atau dosa
maka dalam hal ini mereka masing-masing akan
mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan mereka sendiri-
sendiri. Mereka tidak akan dibebani dengan pahala atau dosa,
kecuali yang dilakukan oleh masing-masing mereka. Yang perlu
diingat, bahwa yang salah bukan organ tubuh, tetapi pusat
pengendali, yaitu pusat urat syaraf.
Oleh sebab itu, tidak perlu khawatir dengan organ tubuh
yang disumbangkan, karena tujuannya adalah untuk kemanusiaan
dan dilakukan dalam keadaan darurat. Hal ini sama dengan hukum
tranfusi darah. Namun alangkah baiknya dan sangat diharapkan
demi kemaslahatan, jika organ tubuh itu kita dapatkan dari seorang
muslim juga, demi ketenangan kita dalam menjalankan kehidupan
untuk ibadah, dengan dasar :
‫لى التَّحْ ِري ِْم‬ َّ ‫ص ُل في ِ اْأل َ ْشيا َ ِء اْ ِإلبا َ َحةُ َحت‬
َ ‫ى يَد ُ َّل الد َّ ِل ْي ُل َع‬ ْ َ ‫اْأل‬
Selanjutnya, bertalian dengan transplantasi dengan organ
tubuh hewan diharamkan yang dicangkokkan kepada manusia,
seperti katup jantung babi atau ginjalnya, dalam hal ini haram
hukumnya, dengan dasar qaidah fiqh :
‫ص ُل في ِ اْأل َ ْشيا َ ِء التَّحْ ِر ْي ُم‬
ْ َ ‫اْأل‬
“Pada dasarnya segala sesuatu itu adalah haram”.

17
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa:
Dalam pandangan islam bahwa hokum Pencangkokan
(transplantasi) organ dapat dilakukan dengan tujuan menghindari
kematian, untuk menyelamatkan nyawa seseorang, dan hal ini harus sesuai
dengan kaidah syari’i. Kecuali islam membenarkan bahwa transplantasi
organ yang dilakukan oleh donor yang masih hidup haram baginya untuk
melakukan itu dan haram baginya memperjualbelikan organnya pada
orang lain. Karena sudah tertera dalam Firman Allah dalam Al-Quran
surah Al Baqarah ayat 195 :

َ َ‫َوالَ ت ُ ْلقُ ْوا ِبأ َ ْي ِد ْي ُك ْم إ‬


‫لى الت َّ ْهلُ َك ِة‬
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”.

B. Saran

Dari kesimpulan diatas dapat disarankan yaitu pada prinsipnya kita


sebagai umat muslim harus mengetahui dan paham dengan apa yang akan
kita lakukan misal mentransplantasi organ, apakah haram atau tidakkah
dalam pandangan islam dan dari segi baik buruknya suatu tindakan. Agar
kita tidak mengalami kerugian atau dosa besar dari perbuatan yang kita
lakukan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sudarto. 2018. Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta: Deepublish

Ebrahim. Abul Fadl Mohsin. 2007. Organ Transplantation, Euthanasia, Cloning


and Animal Experimentation: An Islamic View. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta

https://www.academia.edu/29954450/Transplantasi_Organ_Tubuh_Perspektif_Hu
kum_Islam-pdf.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai