Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna
memenuhi tugas mata kuliah Al – Islam 4 ini dapat selesai sesuai dengan yang
diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amiin.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai hokum transplantasi organ pada Islam.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbang asih
pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan .......................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Pengertian Transplantasi Organ .................................................................. 5
B. Jenis-jenis Transplantasi Organ ................................................................... 7
C. Tujuan Transplantasi Organ ......................................................................... 7
D. Pandangan Hukum Islam terhadap Transplantasi Organ ............................. 9
E. Dalil Yang Menjadi Dasar di Bolehkannya Transplantasi Organ Tubuh .. 14
BAB III ................................................................................................................. 18
PENUTUP ............................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ................................................................................................ 18
B. Saran ........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................... Error! Bookmark not defined.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai ayatnya, Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah
SWT dadalah tuhan yang menganugerahkan hidup dan menentukan mati.
Yaitu sesuai dengan Q.S Al-nahl 16:70 :
Dari ayat ini kita mengetahui bahwa kematian suatu saat pasti
datang, entah itu di masa kanak-kanak, muda atau lanjut usia. Ayat ini
menyinggung tentang ketidakberdayaan di masa tua yang dialami oleh
sebagian manusia ketika mereka dianugerahi umur panjang. Demikian
halnya bila sebelum ajal tiba, seseorang dalam rentang waktu yang
panjang, tertimpa berbagai penyakit yang menyebabkan dia harus
mendapatkan perawatan dan perhatian medis. Sering kali orang itu
berhasil mengatasi sakit ringan dengan beristirahat, melakukan proses
pengobatan yang sesuai, menjalani diet secara benar dan lain-lain. Namun
kita tidak dapat menampik kemungkinan bahwa suatu saat salah satu organ
tubuhnya tidak berfungsi lagi dengan baik. Pada saat inilah tergantung
pada sifat kerusakan organ, orang itu harus menjalani pembedahan atau
mengganti sama sekali tubuhnya yang rusak itu. Kemungkinan besar
kebanyakan manusia melakukan transplantasi organ tanpa mengetahui
hukumnya secara islam, bagaimana? Maka dari itu makalah ini akan
membahas bagaimana hokum dari transplantasi organ menurut perspektif
islam.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transplantasi organ?
2. Bagaimana hokum dari transplantasi organ?
3. Bagaimana kondisi pendonor dari transplantasi organ yang di
perbolehkan?
4. Bagaimana kondisi pendonor transplantasi organ yang di haramkan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan transplantasi organ.
2. Untuk mengetahui hukum transplantasi organ dalam Islam.
3. Unttuk mengetahui kondisi pendonor transplantasi yang di perbolehkan.
4. Untuk mengetahui kondisi pendonor transplantasi yang di haramkan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Ketiga, Tim ahli, yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi
dari pihak donor kepada resipien.
Untuk mengetahui hukum transplantasi organ tubuh manusia itu harus
dikaitkan dengan kondisi donor, apakah donornya dalam kondisi sehat
atau sudah meninggal dunia.
Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai
permasalahan sendiri—sendiri, yaitu;
a. Donor dalam keadaan hidup sehat.
Dalam tipe ini perlu adanya seleksi yang cermat dan harus
dilakukan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap
menyeluruh), baik terhadap donor maupun terhadap resipien
(penerima), demi menghindari kegagalan transplantasi yang
disebabkan penolakan tubuh resipien dan sekaligus menghindari dan
mencegah resiko bagi donor. Sebab menurut data statistik, 1 dari 1000
donor meninggal, dan si donor juga merasa was-was dan merasa tidak
aman, karena dia menyadari, misalnya bila dia donor ginjal, dia tak
akan memperoleh kembali ginjalnya seperti sedia kala.
b. Donor dalam keadaan koma.
Apabila donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan
meninggal segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor
memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya dengan
bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat penunjang
kehidupan tersebut dicabut setelah selesai proses pengambilan organ
tubuhnya. Hanya, kriteria meninggal secara medis/klinis dan yuridis
perlu ditentukan dengan tegas dan tuntas, apakah kriteria itu ditandai
dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan, atau ditandai
dengan berhentinya fungsi otak.
c. Donor dalam keadaan meninggal.
Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil
ketika donor telah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan
yuridis, juga harus diperhatikan daya tahan organ yang akan diambil
6
untuk transplantasi, apakah masih ada kemungkinan untuk bisa
berfungsi bagi resipien atau apakah sel-sel jaringannya telah mati,
sehingga tidak berguna lagi bagi resipien.
7
suatu penyakit yang mengakibatkan rusaknya fungsi suatu organ, jaringan
atau sel pada umumnya bertujuan :
1. Menyembuhkan penyakit yang diderita resipien misalnya kebutaan,
rusaknya jantung, ginjal dan sebagainya.
2. Memulihkan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau selyang telah
rusak atau mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi
kesakitan biologis misalnya bibir sumbing.
Sedangkan tujuan utama dari transplantasi kornea mata bertuuan
untuk memulihkan penglihatan. Tujuan itu dibagi dua yaitu terapeutik
(pwngobatan) dan tektonik (memperbaiki bentuk) serta optic (untuk
memperoleh penglihatan maksimal).
8
4. Tindakan transplantasi mengandung kemungkinan sukses yang lebih
besar dari kemungkinan gagal.
5. Organ manusia tidak boleh diperjualbelikan sebab manusia hanya
memperoleh hak memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara
mutlak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari
transplantasi organ adalah bersifat kemanusiaan, menghinrkan suatu
kematian yang di duga akan terjadi tanpa dilakukan transplantasi dan
melepaskan derita kesakitan atau cacat biologis. Dengan demikian tujuan
utama transplantasi adalah mewujudkan kemaslahatan bagi manusia
khususnya memelihara keselamatan jiwa resipien.
9
memperjualbelikannya. Manusia hanya berhak
mempergunakannya, walaupun organ tubuh itu dari orang lain.
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu masih
hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko
ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau
ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya
bagi seorang manusia. Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi
lagi, maka ia sulit untuk ditolong kembali. Maka sama halnya,
menghilangkan penyakit dari resipien dengan cara membuat
penyakit baru bagi si donor. Hal ini tidak diperbolehkan karena
dalam qaidah fiqh disebutkan:
الض ََّر ُر الَ يُزَ ا ُل بِالض ََّر ِر
“Bahaya (kemudharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya
(kemudharatan) lainnya”.
b. Qaidah Fiqhiyyah
c. Qaidah fiqh
ِبالض ََّر ِر يزَ ال َل الض ََّرر
“kemudharatan (bahaya) tidak boleh dihilangkan dengan
kemudharatan (bahaya) lagi”
10
Dengan demikian mendonorkan organ tubuh orang hidup
sehat, haram hukumnya jika menyebabkan kematian donor
walaupun tindakannya itu memberikankemaslahatan hidup bagi
resipien. Sebab kemaslahatan yang diperoleh dari transplantasi
organ tubuhdonor tersebut, tidak lebih besar daripada bahaya yang
ditimbulkannya. Adapun transplantasi organ tubuh seperti kornea
mata kulit dari donor yang masih hidup menurutr sebagian ulama
adalah boleh. Alasannya adalah karena membolehkan memberikan
pengampunan qisas dan diat sesuai dengan Q.S Al-Baqarah : 178
yaitu
ب آ َمنوا َّالذِينَ أَيُّ َها َيا َ ِصاص َع َليْكم كت َ َواأل ْنثَى ِِ ِب ْال َعبْد َو ْال َعبْد ِب ْالح ِر ْالح ُّر ْالقَتْلَى فِي ْال ِق
ي فَ َم ْن بِاأل ْنثَى ِ سان إِلَ ْي ِه َوأَدَاء بِ ْال َم ْعر
َ وف فَاتِبَاع َش ْيء أ َ ِخي ِه ِم ْن لَه ع ِف َ ِْم ْن ت َ ْخ ِفيف ذَلِكَ بِإِح
َ أَ ِليم
عذَاب فَلَه ذَلِكَ بَ ْعدَ ا ْعتَدَى فَ َم ِن َو َرحْ َمة َربِك ْم
“maka barang siapa yang mendapat pema’afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya
siksa yang sangat pedih”
Disamping itu kornea sebuah mata donor yang di
transplantasikan kepada resipien hanya mengakibatkan
terganggunya penglihatan donor, namun tidak akan menyebabkan
kematian bagi donor. Demikian pula mendonorkan sebagian
kulitnya kepada resipien. Karena itu menurut Majlis Fatwa
Kebangsaan Malaysia yang bersidang pada 23-24 juni 1970 yang
membahas pemindahan organ secara khusus pemindahan jantung
dan mata menetapkan syarat transplantasi dari donor orang hidup
antara lain :
1) Tidak menyebabkan penderma (yang masih hidup)
menanggung kemudaratan pada dirinya seperti mati atau cacat
11
(hilang pendengaran, penglihatan dan kemampuan untuk
bergerak)
2) Pemindahan berlaku dengan izin penderma berkenaan
3) Keizinan berlaku dengan dalam keadaan penderma memiliki
kelayakan penuh untuk melakukannya. Atas sebab ini keizinan
tidak boleh diberi oleh kanak-kanak, orang gila atau orang yang
dipengaruhi oleh tekanan, paksaan atau kekeliruan.
4) Para doctor yang melakukan urusan pemindahan berkenaan
mempunyai ases keilmuan yang cukup untuk membuat
pertimbangan baik buruk terhadap penderma dan penerima
berdasarkan prinsip maslahah (kebaikan) dan mafsadah
(keburukan) seperti yang terdapat dalam syariat islam.
12
ار ِ َض َر َر َوال
َ ض َر َ َال
“Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh
pula membuat madharat pada orang lain”.
Berdasarkan hadits tersebut, mengambil organ tubuh orang
dalam keadaan koma/sekarat haram hukumnya, karena dapat
membuat madharat kepada donor tersebut yang berakibat
mempercepat kematiannya, yang disebut euthanasia.
b. Islam mewajibkan manusia untuk berobat menyembuhkan penyakit
yang di deritanya. Meskipun dokter telah berkesimpulan bahwa
penyakit pasien tidak dapat di sembuhkan lagi. Hal ini relevan
dengan kaidah fiqh “al dararu yauzalu” (kemudaratan harus
dihilangkan). Dalam kaitan ini dokter pun tidak berhak mengakhiri
hidup pasiennya dengan menggunakan organ tubuh pasien untuk di
transplantasikan kepada orang lain. Sebaliknya penyakit pasien
yang sudah kritis tetap di upayakan untuk diobati. Sebab masih ada
keajaiban Tuhan yang bisa menyembuhkan penyakit pasien.
13
b. Transplantasi tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang
lebih parah bagi resipien dibandingkan dengan kondisinya sebelum
transplantasi. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh : al-dararu al
yuzalu bi al-darari artinya kemudaratan tidak boleh dihilangkan
dengan kemudaratan lagi.
c. Harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk
mendonorkan organ tubuhnya bila meninggal atau ada izin ahli
warisnya.
d. Pengambilan organ tubuh donor (si mayit) dilakukan dokter ahli
sehingga tidak merusak jasad (melecehkan kehormatan mayit) dan
atas motivasi untuk menolong resipien bukan untuk tujuan
komersialisasi organ tubuh donor.
Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia
tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain
yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah
meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat
dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang
bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin
keluarga/ahli waris.
Adapun fatwa MUI tersebut dikeluarkan setelah mendengar
penjelasan langsung Dr. Tarmizi Hakim kepada UPF bedah jantung RS
Jantung “Harapan Kita” tentang teknis pengambilan katup jantung
serta hal-hal yang berhubungan dengannya di ruang sidang MUI pada
tanggal 16 Mei 1987. Komisi Fatwa sendiri mengadakan diskusi dan
pembahasan tentang masalah tersebut beberapa kali dan terakhir pada
tanggal 27 Juni 1987.
14
1. Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 195 yang telah kami sebut dalam
pembahasan didepan, yaitu bahwa Islam tidak membenarkan seseorang
membiarkan dirinya dalam bahaya, tanpa berusaha mencari
penyembuhan secara medis dan non medis, termasuk upaya
transplantasi, yang memberi harapan untuk bisa bertahan hidup dan
menjadi sehat kembali.
َ ََوالَ ت ُ ْلقُ ْوا بِأ َ ْي ِد ْي ُك ْم إ
لى الت َّ ْهلُ َك ِة
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam
kebinasaan”
2. Al-Quran surah Al-Maidah ayat 32:
َ ََّو َم ْن أَحْ ياَهَا فَكَأَن َّما َ أَحْ َيا الن
اس َج ِميْعا
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa tindakan kemanusiaan (seperti
transplantasi) sangat dihargai oleh agama Islam, tentunya sesuai
dengan syarat-syarat yang telah disebutkan diatas.
3. Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu
dalam kebaikan dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa”.
Selain itu juga ayat 195, menganjurkan agar kita berbuat baik.
Artinya: “Dan berbuat baiklah karena Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik”.
4. Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan
tolong-menolong dalam kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang
lain yang sangat memerlukannya.
5. Pada dasarnya, pekerjaan transplantasi dilarang oleh agama Islam,
karena agama Islam memuliakan manusia berdasarkan surah al-Isra
ayat 70, juga menghormati jasad manusia walaupun sudah menjadi
mayat, berdasarkan hadits Rasulullah saw. : “Sesungguhnya
memecahkan tulang mayat muslim, sama seperti memecahkan
tulangnya sewaktu masih hidup”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu
Majah, Said Ibn Mansur dan Abd. Razzaq dari ‘Aisyah).
15
6. Tetapi menurut Abdul Wahab al-Muhaimin; meskipun pekerjaan
transplantasi itu diharamkan walau pada orang yang sudah meninggal,
demi kemaslahatan karena membantu orang lain yang sangat
membutuhkannya, maka hukumnya mubah/dibolehkan selama dalam
pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat
sebagai penghinaan kepadanya. Hal ini didasarkan pada qaidah
fiqhiyyah :
ب أ َ َخ ِف ِه َما
ِ ارتِكَا
ْ ِض َررا ب َ ي أ َ ْع
َ ظ ُم ُه َما َ ت َم ْف
َ سدَتا َ ِن ُر ْو ِع ْ ض َ َِِإذَا تَع
َ ار
“Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah
(kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat
yang paling besar, dengan melakukan perbuatan yang paling ringan
madharatnya dari dua madharat”.
7. Hadits Nabi saw.
اح ٍد اْل َه َر ُم َ ض ْع دَاء إِالَّ َو
ِ ض َع لَهُ دَ َواء َغي َْر دَاءٍ َو َ َتَدَ ُاو ْوا ِعبَادَ هللاِ فَإِ َّن هللا َلَ ْم ي
“Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya
Allah tidak meletakkan suatu penyakit kecuali dia juga telah
meletakkan obat penyembuhnya, selain penyakit yang satu, yaitu
penyakit tua”.
(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Usamah ibnu Syuraih)
Oleh sebab itu, transplantasi sebagai upaya menghilangkan
penyakit, hukumnya mubah, asalkan tidak melanggar norma ajaran
Islam.
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda pula : “Setiap penyakit ada
obatnya, apabila obat itu tepat, maka penyakit itu akan sembuh atas
izin Allah”. (HR. Ahmad dan Muslim dari Jabir).
16
a. “Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain. Dan bahwa manusia itu tidak memperoleh selain apa yang ia
usahakan. Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan.
Kemudian akan diberi balasannya dengan balasan yang paling
sempurna”.
b. Al-Quran surah al-Baqarah ayat 286 : “Ia mendapat pahala dari
kebajikan yang diusahakannya itu dan ia mendapat siksa dari
kejahatan yang dikerjakannya”.
Berdasar ayat-ayat diatas, berkenaan dengan hubungan
antara donor dengan resipien yang menyangkut pahala atau dosa
maka dalam hal ini mereka masing-masing akan
mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan mereka sendiri-
sendiri. Mereka tidak akan dibebani dengan pahala atau dosa,
kecuali yang dilakukan oleh masing-masing mereka. Yang perlu
diingat, bahwa yang salah bukan organ tubuh, tetapi pusat
pengendali, yaitu pusat urat syaraf.
Oleh sebab itu, tidak perlu khawatir dengan organ tubuh
yang disumbangkan, karena tujuannya adalah untuk kemanusiaan
dan dilakukan dalam keadaan darurat. Hal ini sama dengan hukum
tranfusi darah. Namun alangkah baiknya dan sangat diharapkan
demi kemaslahatan, jika organ tubuh itu kita dapatkan dari seorang
muslim juga, demi ketenangan kita dalam menjalankan kehidupan
untuk ibadah, dengan dasar :
لى التَّحْ ِري ِْم َّ ص ُل في ِ اْأل َ ْشيا َ ِء اْ ِإلبا َ َحةُ َحت
َ ى يَد ُ َّل الد َّ ِل ْي ُل َع ْ َ اْأل
Selanjutnya, bertalian dengan transplantasi dengan organ
tubuh hewan diharamkan yang dicangkokkan kepada manusia,
seperti katup jantung babi atau ginjalnya, dalam hal ini haram
hukumnya, dengan dasar qaidah fiqh :
ص ُل في ِ اْأل َ ْشيا َ ِء التَّحْ ِر ْي ُم
ْ َ اْأل
“Pada dasarnya segala sesuatu itu adalah haram”.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa:
Dalam pandangan islam bahwa hokum Pencangkokan
(transplantasi) organ dapat dilakukan dengan tujuan menghindari
kematian, untuk menyelamatkan nyawa seseorang, dan hal ini harus sesuai
dengan kaidah syari’i. Kecuali islam membenarkan bahwa transplantasi
organ yang dilakukan oleh donor yang masih hidup haram baginya untuk
melakukan itu dan haram baginya memperjualbelikan organnya pada
orang lain. Karena sudah tertera dalam Firman Allah dalam Al-Quran
surah Al Baqarah ayat 195 :
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/29954450/Transplantasi_Organ_Tubuh_Perspektif_Hu
kum_Islam-pdf.pdf
19