Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ABORTUS

Erlimia Eka Nocr Yuliana G99151066


Almira Muthia Deaneva G99142023

Pembimbing:
H. Eka Budi Wahyana, dr., M.Kes., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
2016

Diketik ulang oleh: Fivi Kurniawati (G99171017)

Indah Ariesta (G99172090)

Maitsa’ Fatharani (G99181042)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini dalam menempuh stase Ilmu
Obsteri dan Ginekologi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso, Wonogiri.
Malcalah ini telah kami susun secara maksimal melalui bantuan dari
berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar. Terlepas dari
hal itu, kami sepenuhnya menyadari bahwa tentu saja banyak kekurangan dalam
makalah ini baik dari segi isi, tata bahasa, maupun susunan kalimat. Oleh sebab
itu, kami sangat terbuka atas kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini d apat
diperbaiki kedepannya.
Akhir kata kami berharap makalah yang berjudul "Abortus" ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis, 23 Januari 2016

2
BAB I
PENDAHULUAN

Abortus pada umumnya terjadi pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.
Insiden abortus spontan secara umum pernah disebutkan sebesar 15 -20% dari
sel u r uh k e h a mila n. Kas us a b ort u s s e be n ar n ya l e bi h b es ar d ari p a da ya n g
disebutkan di atas karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, tidak tercatat dan
tidak diketahui. (POGI, 2011)
Pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan bahwa sekitar dua juta aborsi
terjadi. Angka ini dihasi1kan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan sampel
yang diambil dari fasilitas kesehatan di 6 wilayah Estimasi aborsi berdasarkan
penelitian adalah sebesar 37 aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi
(15-49 tahun) per tahun. Perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan
negara-negara lain di Asia: dalam skala regionai sekitar 29 aborsi terjadi untuk
setiap 1.000 perempuan usia reproduksi (Sedgh, 2007).
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetrinya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan
anak yang memiliki kelainan genetik. Abnormalitas dari kromosom adalah
etiologi yang paling sering menyebabkan abortus. Penyebab yang lain dari aborsi
dengan persentasi yang kecil adalah infeksi, kelainan anatomi, faktor endokrin,
faktor imunologi, dan penyakit sistemik pada ibu.
Abortus dapat menyebabkan pendarahan yang hebat dan dap at menyebabkan
syok, perforasi, dan infeksi sehingga mngancarn keselamatan ibu. Kematian dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan secara cepat dan tepat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup pada usia kehamilan < 20 minggu dan atau berat janin
500 gram (Obstetri Williams, 20013).

B . EPIDEMIOLOGI
Insiden aborsi dipengaruhi oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan
anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10 -
15% dari semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian sebenamya
dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali
apabila terjadil komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai gejala
ringan, sehingga tidak memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya
dianggap sebagai haid yang terlambat. Delapan puluh persen kejadian abortus
terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan
karena kelainan pada kromosom (Wiknjosastro, 2006).
Estimasi aborsi berdasarkan penelitian tahun 2000 adalah sebesar 37
aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) per tahun.
Perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara -negara lain di
Asia: dalam skala regional sekitar 29 aborsi terjadi untuk setiap 1.000
perempuan usia reproduksi (Sedgh, 2007).

C. ETIOLOGI
Abortus memiliki banyak etiologi yang satu dan lainnya saling terkait.
Abnormalitas dari kromosom adalah etiologi yang paling sering menyebabkan
abortus, 50% angka kejadian abortus pada trimester pertama, lalu insiden
menurun pada trimester kedua sekitar 20 -30 %, dan 5-10 %pada trimester
ketiga. Penyebab yang lain dari abortus dengan persentasiyang kecil adalah

4
infeksi, kelainan anatomi, faktor endokrin, faktor immunologi, dan penyakit
sistemik pada ibu. Dan ada banyak pula penyebab yang belum diketahui
hingga sampai saat ini (Cunningham, 2007).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus dibagi menjadi 3
faktor yaitu (Winknjosastro et al, 2009):
1. Faktor janin
Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin
yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari
kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering
dijumpai daripada kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom
secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya
yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2007).
2. Faktor ibu
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, diabetes
mellitus
b. Faktor imunologi, misalnya pada penyakit lupus, Anthiphospolipid
syndrome (APS)
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma, herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk Rahim
f Pengaruh obat-obatan : tembakau,alkohol, kafein
g. Faktor lingkungan : radiasi
h. T r a u m a f i s i k
i. Faktor psikologis
3. Faktor ayah
Tr a n s l o k a s i k r o m o s o m d a l a m s p e r m a d a p a t m e n y e b a b k a n z y g o t e
mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga
mengakibatkan abortus (Cunningham et al., 2007).

5
D• PATOFISIOLOGI
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2008), kebanyakan abortus
spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan
perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan -perubahan
nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan
akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau
sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal
ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi
pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi).
Pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua
minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk
mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan
banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum
minggu ke-1 0 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam
desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10
hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis
dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion
(plasenta) tertinggal jika terjadi abortus.
Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:
1. Keluamya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan
sisa desidua.
2. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua.
3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin
yang dikeluarkan).
4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretase diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah
perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

6
E• KLASIFIKASI
1• Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor -
faktor mekanis ataupun medialis dari luar, hanya disebabkan oleh faktor -
faktor alamiah. Biasanya disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel
telur dan sel sperma. Berdasarkan aspek klinis, abortus spontan dibagi
menjadi:
a. Abortus imminens (threaned abortion)
Abortus imminens adalah perdarahan yang berasal dari intra
uterine sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan atau
tanpa kontraksi, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil
konsepsi. Abortus imminens merupakan tingkat permulaan abortus
yang sifatnya adalah mengancam, tetapi masih ada kemungkinan untuk
mempertahankan hasil konsepsi. Abortus imminens ditegakan pada
wanita yang hamil dengan gejala perdarahan pervaginam yang timbul
dalam waktu kehamilan trimester pertama, ostium uteri masih iertutup
dan hasil konsepsi masih baik. Perdarahan pada abortus imminens
lebih ringan , namun dapat menetap dalam beberapa hari sampai
dengan beberapa minggu.
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang
daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina.
Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat
pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah
seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma
serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan
dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada
vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi
vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan
pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et al., 2008).

7
b• Abortus insipiens (inivitable)
Suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan
perdarahan pervaginam <20 minggu dengan serviks yang telah
mendatar dan adanya pembukaan serviks akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Pada keadaan
ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus
yang hebat.
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
p e rd a r a h a n b a n y a k , k a d a n g - k a d a n g k e l u a r g u m p a l a n d a ra h y a n g
disertai ny eri karena k on traks i rah im kuat dan d itemuk an ada nya
dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat
teraba. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin
m a s ih b e rd e n y u t, k a n to n g g e s ta s i k o s o n g (5 - 6 , 5 m in g g u ), u t e ru s
kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian
bawah.
Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu
dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga
evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan
mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2008).
c. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi scbelum usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang dari 500
g ra m d a n m a s ih te rd a p a t h a s il k o n s e p s i y a n g te rtin g g a l d i d a la m
uterus. Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil
konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung,
banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena
masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing
(corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha
meng elu ar k anny a de ng an m en gad a kan kont ra ksi se hing g a ibu

8
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens
(Sastrawinata et al., 2008).
d. Abortus komplet
Abortus komplet adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Padapenderita tidak ada lagi gejala kehamilan
dan uji kehamilan menjadi negatif Pada pemeriksaan USG didapatkan
uterus yang kosong
Pada abortus komplet, kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus
kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan
dan selambat -lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama
sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi
telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10
hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus
atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata, 2008).
e. Abortus tertunda (missed abortion)
Missed abortion (Abortus tertunda) yaitu keadaan dimana janin
telah mati sebelum minggu ke -20, tetapi tertanam di dalam rahim
selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah janin mati.
(Manuaba, 2007). Etiologi dari abortus tertunda disebabkan karena
pemakaian hormon progesteron pada abortus iminens mungkin juga
dapat menyebabkan missed abortion. Selain itu, penurunanan kadar
fibrinogen dalam darah sudah mulai turun
Saat terjadi kematian janin kadang — kadang ada perdarahan per
vaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus iminens.
Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi
air ketuban dan maserasi janin. Perdarahan dengan kehamilan muda
d i s e r t a i d e n g a n h a s i l k o n s e p s i t e l a h m a t i h i n g g a 8 mi n g g u l e b i h ,
dengan gejala dijumpai amenore, perdarahan sedikit yang berulang
pada permulaanya serta selama observasi fundus tidak bertambah
tinggi malahan tambah rendah, kalau tadinya ada gejala kehamilan

9
belakang rnenghilang diiringi dengan reaksi yang menjadi negative

pada 2 3 minggu sesudah fetus mati, servik masih tertutup dan ada
darah sedikit, sekali-kali pasien merasa perutnya kosong.
Pertumbuhan uterus berhenti kemudian tegresi. Apabila janin yang
mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi
oleh lapisan bekuan darah.Isi uterus dinamakan mola krueta. Bentuk
ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti
d ag in g. Be n tu k l ai n a d a la h mol a t u b er os e, d al a m h al i ni a mn i o n
tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan
korion.
Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion
me nj a di be r k ur a ng a ki b at d is er a p, ia me nja d i a g ak g ep e n g (fe t us
kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
perkamen (fetus papiaesus). Kemungkinan lain janin mati yang ti dak
segera dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, yaitu kulit terkelupas,
tengkorang menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan
seluruh janin berwama kemerah-merahan.
f. Abortus habitualis
Saat kehamilan, system pertahanan tubuh ibu berhadapan dengan
hasil konsepsi berupa host defense reaction berdasar pada pengenalan
dari antigen fetal dan placental. Untuk menghindari rejeksi dari semi —
allogenic konseptus, sistem pertahanan tubuh ibu terdepresi dalam
kehamilan yang normal.(Baksos, 2006)
Abortus habitualis terjadi karena Human Leucocyte Sharing (HLA)
sharing, terjadi gangguan pengenalan antigen fetus karena adanya gen
polimorfik. Fetus tidak dapat memicu maternal blocking antibodies
u n t u k m e nc e g a h t e rj ad i n y a a b o rt u s . A d a n ya m e k a n i sm e y a n g
melibatkan mediator imun dan sel suppressor yang menghasilkan
sitokin shingga mengaktivasi embriotoksik dan perusakan pada

10
trofoblas plasenta. Adanya antiphospolipid antibodies yang
mengaktivasi kaskade komplemen pada sei trofoblas plasenta sehingga
tejadi kerusakan sel dan kematian dari fetus (Cunningham, 2010)
g. Abortus infeksius
Abortus infeksius ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia.
h. Abortus septik
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau
abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-
syarat asepsis dan antisepsis. Bakteri yang dapat menyebabkan abortus
septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,
Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci.
2. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu
akibat tindakan baik menggunakan alat maupun obat -obatan yang
dilakukan dengan sengaja. Jenis abortus provokatus dibagi berdasarkan
alasan melakukan abortus adalah :
a. Abortus Provokatus Medisinalis
Abortus yang dilakukaan atas dasar indikasi vital. Tindakan itu harus
disetujui oleh 3 orang dokter yang merawat ibu hami, yaitu:
1) Dokter yang sesuai dengan indikasi penyakitnya
2) Dokter anestesi
3) Dokter obstetric dan ginekologi
Indikasi vital yang dimaksudkan adalah:
1) penyakit jantung
2) penyakit ginjal
3) penyakit paru berat
4) DM berat
5) karsinoma

11
Kontraindikasi untuk melakukan abortus terapeutik adalah seperti
kehamilan ektopik, insufiensi adrenal, anemia, gangguan pembekuan
darah dan penyakit kardiovaskular.
b. Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus yang dilakukan bukan karena indikasi medis tetapi
perbuatan yang tidak legal atau melanggar hokum (Cunningham,
2007). Dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga sering
menimbulkan trias komplikasi yaitu pendarahan, trauma alat genitalia,
infeksi hingga syok sepsis.
Selain pembagian tersebut, The American Society of Reproductive
Medicine and the Society for Assisted Reproductive Technology membedakan
kehamilan menurut waktu terjadinya menjadi kehamilan kimiawi dan
kehamilan klinis yang mana termasuk abortus spontan.
Kehamilan kimiawi (chemical pregnancy) merupakan keadaan klinis yang
dipakai untuk keguguran dini. Kehamiian kimiawi terjadi sebelurn usia
kehamilan mencapai 5 minggu. Hal ini terjadi saat ovum sudah terjadi
fertilisasi tetapi tidak menempel pada dinding uterus. Kehamilan kimiawi
sebenarnya sering terjadi, sekitar 50-60% dari kehamilan pertama. Kehamilan
kimiawi sering tidak diketahui dan hanya muncul sebagai menstruasi yang
terlambat.
Kehamilan kimiawi memiliki karakteristik yaitu HCG positif yang tidak
berhubungan dengan perkembangan dari embrio maupun gestasional sac.
Ovum yang sudah terfertilisasi menghasilkan hormone HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar HCG dalam darah menentukan keadaan
ovum. Setelah hormone yang beredar dalam darah ini mengenai tingkat
partikel, hormone ini dapat dideteksi melalui urin. Hal ini saat dimana hasil tes
urin positif. Hal ini biasanya terjadi saat terlambat menstruasi satu sampai dua
hari.Tetapi, kadar HCG pada kehamilan kimiawi akan turun karena proses dari
kehamilan berhenti.Kadar HCG yang meningkat yang merupakan karakteristik
dari kehamilan kimiawi juga dikenal sebagai tanda dari kehamilan klinis, yaitu

12
termasuk abortus spontan dan abortus provokatus, kehamilan ektopik, dan
kehamilan normal.
Penyebab yang tepat untuk kehamilan kimiawi sangat sulit untuk
ditentukan, tetapi sebagian besar kehamilan kimiawi atau keguguran terjadi
karen abnormalitas pada embrio yang dapat disebabkan baik rendahnya
kualitas sperma atau ovum, atau abnormalitas gen pada wanita maupun pria.
Alasan yang diketahui pada keguguran awal ini termasuk kegagalan embrio
untuk menempel normal pada lapisan uterus. Hal ini mungkin terjadi karena
banyak hal, termasuk:
Hormonn progesterone yang tidak meningkat setelah ovulasi untuk
mempersiapkan dinding uterus saat implantasi
Dinding uterus tidak menebal walaupun kadar progesterone normal
Terdapat abnormalitas pada dinding uterus seperti tumor fibroid dan
jaringan sikatrik

F. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosa abortus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mencari etiologi dari abortus. Anamnesa yang
teliti dan menjurus maka akan dikembangkan. Pemikiran mengenai
pemeriksaan selanjutnya yang dapat memperkuat dugaan kita pada suatu
etiologi yang mendasari terjadinya abortus. Hal ini akan berpengaruh juga
pada rencana terapi yang akan dilakukan sesuai dengan etologinya.
Beberapa aspek yang perlu didapatkan dai anamnesis yaitu:
a. Riwayat menstruasi
b. Riwayat penggunaan obat-obatan
c. Riwayat obstetrik dan ginekologis dahulu
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat operasi terutama pada uterus dan adneksa (Sastrawinata, 2008)

13
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi status interna umum dan status
obstetri. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi klinis yang

mengarah pada suatu gejala abortus.


a. Keadaan umum dan tanda vital: tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah nonnal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, suhu badan nonnal atau meningkat.
b. Pemeriksaan abdomen: menentukan lokasi nyeri, bisa didapatkan diatas
simfisis pubis.
c. Pemeriksaan Ginekologi
1) Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginaan ada atau tidaknya jaringan
hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau
tidaknya cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3) Vagina Toucher: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kaum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri
(Sastrawinata, 2008).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah.
b. Tes kehamilan: positif jika janin masih hidup, bahican 2 -3 minggu
setelah abortus.
c. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
d. Skrining antibodi

14
Tabel 1. Diagnosis Pasien dengan Keluhan Pendarahan
Perdarahan Serviks Uterus Gejala/Tanda Diagnosis Tindakan
Sesuai Kram perut Abortus Observasi
dengan usia bawah, uterus Imminens perdarahan,
lunak istirahat
gestasi
Sedikit Limbung/ Kehamilan Laparotomi dan
membesar pingsan Ektopik parsial
dari normal Nyeri perut Terganggu salpingektomi
Tertutup atau salpingestomi
bawah
Bercak Nyeri goyang
porsio
hingga
Masa adneksa
Sedang
Cairan bebas
intra abdomen
Tertutup/ Lebih kecil Sedikititanpa Abortus Tidak perlu terapi
terbuka dari usia nyeri perut Komplit spesifik kecuali
gestasi bawah perdarahan
Riwayat berlanjut atau
ekspulsi hasil terjadi infeksi
konsepsi
Terbuka Sesuai usia Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
kehamilan perut bawah Insipiens
belum terj adi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
perut bawah Inkomplit
Sedang ekspulsi
hingga sebagian hasil
massif/ konsepsi
Banyak Terbuka Lunak dan Mual/muntah Abortus Evakuasi
lebih besar Kram perut Mola tatalaksana mola
dari usia bawah
gestasi Sindroma mirip
preeklamsia
Tak ada janin
Keluar jaringan
seperti anggur
(Saifudin, 2006)

IS
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Blighted Ovum
Blighted ovum (kehamilan kosong) atau anembryonic pregnancy
adalah salah satu kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk sejak
atau ovum telur yang dibuahi berhasil melekat pada dinding rahim, tetapi
tidak berisi embrio, hanya terbentuk plasenta dan kulit ketuban yang
ditandai dengan adanya kantong gestasi (gestation sac).
Terdapat tiga hal utama yang berhubungan dengan terjadina Blighted
ovum yaitu kelainan kromosom, kelainan pembelahan sel, dan kelainan
pada sperma ovum.Kelainan tersebut diperngaruhi oleh berbagai faktor
risiko, diantaranya usia suami atau istri yang semakin tua sehingga
kualitas sperma atau ovum menurun. Penurunan kualitas sperma biasanya
berhubungan dengan pengaruh lingkungan dan aktifitas seperti merokok,
radiasi, panas yang berlebihan, dan konsumsi makanan. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi kualitas ovum adala faktor hormonal diantaranya
insufisiensi fase luteal dengan atau tanna kelainan hipersekresi LH,
diabetes mellitus dan penyakit hipertiroid. Faktor risiko lain yang
mempengaruhi terjadinya blighted ovum yaitu infeksi virus TORCH,
penyakit lupus dan antiphospolipid syndrome.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET )
Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya
sedikit sedangkan pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri
bagian bawah perut dan pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyeri pada
KET biasanya lebih hebat. Pemeriksaan seperti kuldosintesis dan USG
dapat dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini. Sebelum
timbul KET, suatu kehamilan ektopik hanya berupa kehamilan ektopik
yang belum terganggu. Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala —
gejala hamil muda atau abortus imminens (Mansjoer, 2006)
3. Mola Hidatidosa
Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat
dibandingkan dengan masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan

16
adanya hiperemis gravidarum. Ini disebabkan oleh adanya kadar r3 HCG
yang tinggi di dalam darah. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan
gambaran seperti badai salju ( snowform like appearance ) (Mansjoer,
2006)
4. Kelainan Serviks
Karsinoma serviks uteri, polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan
yang disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens.
Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat
membantu dalam menegakan diagnosis (Mansjoer, 2006).

H. PROGNOSIS
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan
kehamilan. Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung
lama, mules — mules disertai dengan perdarahan dan pembukaan serviks. Jika
kehamilan terus berlafijut, maka sering diikuti dengan persalinan preterm,
plasenta previa, dan IUGR. Prognosis buruk bila pada pemeriksaan USG
dijumpai adanya :
1. Kantong kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak
adanya kutub janin (fetal pole)
2. Perdarahan retrochorionic yang luas ( >25 % ukuran kantung kehamilan )
3. DJJ yang perlahan < 85 dpm ) (Mochtar, 2007).

I. PENATALAKSANAAN
1. Abortus imminens
Penanganan abortus iminens terdiri atas :
a. Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar
dan berkurangnya rangsangan mekanik sehimgga perdarahan berhenti,
dilarang untuk koitus selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa
diberikan, dan tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan

17
b. Pemberian progesteronpada abortuis imminens masih bersifat
controversial. Hormon progesterone dapat diberikan jika pada
pemeriksaan didapatkan adanya kekurangan hormon progesterone
c. Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin
d. Bila perdarahan :
a. ->berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
b. -->Berlangsung lama : nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan
kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola)
2. Abortus imminens
Penanganan pada abortus insipiens dan abortus inkompletus terdiri atas:
a. bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan
dan transfusi darah.
b. Jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan
kuretase.
c. Pemberian obat uterotonika dan antibiotika.
3. Abortus komplet
Pada keadaan abo rtu s kom p let d imana selu ruh hasil kon sep si
dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi
yang diberikan hanya uterotonika.
4. Abortus tertunda (missed abortion)
Pada abortus tertunda (missed abortion) dilakukan terminasi hasil
konsepsi karena menjadi benda asing di intra uterus yang dapat
menimbulkan bahaa karena dapat menjadi sumber infeksi dan pendarahan.
Penanganan terdiri atas:
a. Pemeriksaan Hb, AE, AL, CT, BT, Fibrinogen
b. Jika hasil normal dilakukan dilatasi dan kuretase
Dilatasi dengan laminaria 12 jam jika uk < 12 minggu, atau dengan
drip oksitosin jika uk > 12 minggu)
c. Jika hasil tidak normal :
1) Transfusi dg darah segar s/d fibrinogen >200mg%

18
2) infus fibrinogen 4 gr i.v
3) Diberikan heparin 15.000 — 20.000 unit
4) Dilatasi dan kuretase setelah usaha-usaha di atas dilakukan
5. Abortus habitualis
Penanganan pada abortus habitualis memiliki hasil yang lebih besar
jika dilakukan sebelum ada konsepsi dari pada setelah adanya konsepsi.
Penanganan yang dilakukan diantaranya:
a. Pengobatan sesuai dengan etiologi
b. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
c. Serviks inkompeten, terapinya adalah operatif operasi dengan cara
cervical cerclage.
6. Abortus sepsis
Penanganan pada abortus sepsis
a. Mengontrol keseimbangan cairan tubuh
b. Pemberian antibiotik yang adekuat sesuai dengan hasil kultur kuman
yang diambil dari darah dan cairan fluksus/ fluor yang keluar
pervaginam.
Tahap pertama
Penisilin 4x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4x 1 gram Gentamisin 2 x
80mg dan Metronidazol 2 x 1 gram.
Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur.
c. Tindakan kuretase dilaksanakan apabila suhu tubuh normal minimal 6
jam setelah pemberian antibiotik yang adekuat
d. Jika dalam 7 hari suhu tubuh tidak turun, kuretase tetap dilakukan
untuk menghiiangkan sumber infeksi(Cunningham, 2007).
7. Abortus infeksiosa
Penanganan abortus infeksiosa adalah sebagai berikut:
a. Terapi suportif : Infus, transfusi
b. An tib io tik :
Ampisillin 3x500 mg +metronidazole 3x500 mg.
Tetrasiklin 4 x 500mg + Klindamisin 3x500mg

19
c. Kuretase setelah suhu tubuh normal
d. Jika dalam 7 hari suhu tubuh tidak turun, kuretase tetap dilakukan
untuk rnenghilangkan sumber infeksi
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2008), abortus terapeutik dapat
dilakukan dengan eara:
1. Kimiawi — pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus,
seperti: prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
2. M e k a n i s :
a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks
secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan
evakuasi dengan kuret tajam atau vakum.
b. Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar
dilanjutkan dengan kuretasi.
c. Histerotomi histerektomi.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :
1. Perdarahan masif
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa — sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.
2. Perforasi uterus
Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika
ditemukan tanda tanda abdomen akut perlu segera dilakukan
laparotomi, dan tergantung luas dan bentuk perforasi.
3. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya
Dapat terjadi pada abortus dan dapat menyebar ke miometrium, tuba,
parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau
sepsis dapat disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan
antibiotik pilihan dan dilakukan laparotomy

20
4. Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok
hemoragik ) dan karena infeksi berat ( syok septik ) (Saifuddin, 2006)
5 . Gangguan pernbekuan darah dan hipofibrinogenemia
Pada retensi janin mati yang sudah lama terutama pada kehamilan yang
telah mencapai trimester kedua plasenta dapat melekat erat pada
dinding uterus sehingga sangat sulit untuk dilakukan kuretase, dan juga
terjadi gangguan pembekuan darah. Akan terjadi perdarahan gusi,
hidung atau dari tempat terjadinya trauma. Gangguan pembekuan
tersebut disebabkan oleh koagulopati konsumtif dan terjadi
hipofibrionogenemia sehingga pemerksaan studi koagulasi periu

dilakukan pada missed abortion.

21
DAFTAR PUSTAKA

Back o s M, Reg an L. 2 0 0 6 . R e c urr e n t Mi s c ar r i ag e . Hi gh R i s k P r e gn a n c y


Management Option. r i Edition. Ed: James,et.al. Philadelphia: Elsevier
Saunders.

Cunningham et al. 2010. Recurrent Miscarriage. Abortion Williams Obstetrics


23rd Edition. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Cunningham, Macdonald. 2013. WilliamObstetrics. 23th edition. Appleton and
Lange. Stanford Connecticut. 2013
Mansjoer A, dkk. 2006. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Manuaba, IBG. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : EGC
Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis
Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta.
Perhimpunan Obsteri dan Ginekologi Indonesia, 2011. Tatalaksana Keguguran
Berulang. Editor: Ali B, Kanadi S, Budi. HIFERI-POGI.
Safuddin Ab. 2006. Buku acuan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.


Saifuddin AB, dkk. 2006. Dalam : Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, S. 2008. Obstetri patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung
Sedgh G dkk., 2007. Aborsi induksi: estimasi rates dan kecendurungannya untuk
seluruh dunia (Indueed abortion: estimated rates and trends world wide),
LariCet. 370(9595):1338-1345.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawihardjo. Jakarta•
11/1 6/cni0601 df diakses pada tanggal 23
htt .fii- en mains rin er. coi
januari 2°16
22

Anda mungkin juga menyukai