Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Cooper, etika keperawatan dikaitkan dengan hubungan antar
masyarakat dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang lain.
Pengetahuan keperawatan diperoleh melalui keterlibatan pribadi dan emosional
dengan orang lain serta ikut terlibat dalam masalah moral mereka
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan
langsung pada pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata,
hukum administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992).
Tujuan adanya hukum dalam bidang pelayanan kesehatan adalah untuk
melindungi kepentingan klien dan tenaga kesehatan dalam pelayanan
kesehatan, juga menjamin pengembangan dan peningkatan kualitas profesi
tenaga kesehatan dan kualitas pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan etika keperawatan dan hukum
kesehatan?
2. Bagaimana isi UU Keperawatan No.38 tahun 2014?
3. Bagaimana isi UU Kesehatan No.36 tahun 2009?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud etika keperawatan dan hukum kesehatan.
2. Mengetahui isi UU Keperawatan No.38 tahun 2014 dan UU Kesehatan
No.36 tahun 2009.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Etika keperawatan merupakan alur untuk mengukur perilaku moral dalam
keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan
kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral
perawat.
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturan-
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan
kewajiban individu, kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan
kesehatan pada satu pihak, hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana
kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan di pihak lain yang
mengikat masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian terapeutik dan
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional dan
internasional.

2.2 UU KEPERAWATAN No.38 Tahun 2014

UU KEPERAWATAN Nomor : 38 th 2014 dalam Lembaran Negara no:


307 Tambahan Lembaran Negara no: 5612.Tanda Tangan Presiden RI SBY
tanggal 17 Oktober 2014 yang Undang-Undang tersebut memuat 13 BAB 66
Pasal.

 Pada BAB I : Ketentuan Umum pasal 1 memuat tentang pengertian


Keperawatan, Perawat, Pelayanan Keperawatan, Praktik Keperawatan,
Asuhan Keperawatan, Uji Kompetensi, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat
Profesi, Registrasi, Surat Tanda Registrasi, Surat Ijin Praktek Perawat,
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Perawat Warga Negara Asing, Klien,
Organisasi Profesi Perawat, Kolegium Keperawatan, Konsil Keperawatan,
Institusi Pendidikan, Wahana Pendidikan Keperawatan, Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah dan Menteri. Pasal 2 memuat asas praktik
keperawatan yaitu perikemanusiaan, nilai ilmiah, etika dan

2
profesionalitas, manfaat, keadilan, pelindungan dan kesehatan dan
keselamatan klien. Pasal 3 memuat pengaturan keperawatan yang
bertujuan meningkatkan mutu perawat, meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan, memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
perawat dan klien dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
 BAB II : Jenis Perawat memuat pasal 4 bahwa jenis perawat terdiri atas
perawat profesi dan perawat vokasi. Perawat profesi adalah ners, ners
spesialis dan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai jenis perawat,
Undang-Undang ini mengamanatkan untuk diatur dengan Peraturan
Menteri.
 BAB III : Pendidikan Tinggi Keperawatan pada pasal 5 membagi
pendidikan tinggi keperawatan terdiri atas pendidikan vokasi, pendidikan
akademik, dan pendidikan profesi. Pendidikan vokasi dalam pasal 6
disebutkan merupakan program diploma keperawatan dan paling rendah
diploma tiga keperawatan. Pasal 7 mengenai pendidikan akademik yang
terdiri dari pendidikan sarjana keperawatan, program magister
keperawatan dan program doktor keperawatan. Sedangkan program
profesi dimuat pada pasal 8 yang terdiri program profesi keperawatan dan
program spesialis keperawatan. Pasal 9 sampai pasal 16 mengatur
tentang pendidikan tinggi keperawatan.
 BAB IV : Registrasi, Izin Praktik, dan Registrasi Ulang memuat pada
bagian pertama pasal 17 umum, bagian kedua registrasi pasal 18 tentang
kewajiaban memiliki STR, persyaratan, masa berlaku dan ketentuan
tentang hal tersebut diamanatkan untuk diatur dalam peraturan konsil
keperawatan. Bagian ketiga izin praktik dimuat pada pasal 19 tentang
kewajiban perawat yang menkjalankan praktik keperawatan wajib
memiliki izin dalam bentuk SIPP, tata cara mendapatkan dan masa
berlaku. pasal 20 memuat tempat berlakunya SIPP hanya 1 tempat dan
diberikan paling untuk 2 tempat. Pasal 21 memuat kewajiban memasang
papan nama praktik keperawatan dan ketentuan tentang hal tersebut
akan diatur dalam peraturan menteri ( pasal 23 ). pasal 24 – 27 memuat
tentang ketentuan perawat warga negara asing yang akan menjalankan
praktik keperawatan di Indonesia.

3
 BAB V : Praktik keperawatan memuat bagian kesatu umum pada pasal
28 ayat 1 menyebutkan praktik keperawatan dilaksanakan di fasilitas
pelayanan kesehatan dan tempat lainnya yang terdiri atas praktik
keperawatan mandiri dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan ( ayat 2 ) yang harus didasarkan pada kode etik, standar
pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional ( ayat 3)
serta prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dann atau keperawatan
masyarakat dalam suatu wilayah ( ayat 4 ) yang ketentuan lebih lanjutnya
akan diatur dengan peraturan menteri (ayat 5). Bagian kedua memuat
tugas dan wewenang pada pasal 29 bahwa perawat bertugas sebagai
pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien,
pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas
berdasarkan pelimpahan wewenang dan atau pelaksana tugas dalam
keterbatasan tertentu.
 BAB VI : Hak dan Kewajiban. Bagian Kesatu memuat Hak dan Kewajiban
perawat yang dimuat pada pasal 36 tentang hak perawat dan pasal 37
tentang kewajiban perawat. Bagian kedua memuat hak dan kewajiban
klien pada pasal 38 tentang hak klien, pasal 39 tentang dasar
pengungkapan rahasia klien dan pasal 40 tentang kewajiban klien.
 BAB VII : Organisasi Profesi Perawat. Pasal 41 memuat tentang tujuan
organisasi profesi perawat sedangkan fungsinya dimuat pada pasal 42.
Lokasi organisasi perawat di Ibukota RI dan perwakilannya di daerah
disajikan pada pasal 43.
 BAB VIII: Kolegium Keperawatan. Kolegium keperawatan merupakan
badan otonom di dalam organisasi profesi perawat dan bertanggung
jawab kepada organisasi profesi perawat tercantum pada pasal 44,
sedangkan fungsi kolegium yaitu mengembangkan cabang disiplin ilmu
keperawatan dan standar pendidikan tinggi bagi perawat profesi disajikan
pada pasal 45 dan ketentuan lebih lanjut tentang kolegium keperawatan
menurut pasal 46 diatur oleh oragnisasi profesi perawat.
 BAB IX : Konsil Keperawatan. Pasal 47 merupakan dasar pembentukan
konsil keperawatan yang berkedudukan di ibukota RI (pasal 48) dan
mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan perawat serta
memiliki berbagai macam tugas ( pasal 49 ). Untuk wewenang konsil

4
keperawatan tercantum pada pasal 50 dan pendanaan konsil
keperawatan yang dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak
mengikat tercantum pada pasal 51. Pasal 52 mencantumkan tentang
keanggotaan konsil keperawatan yang terdiri atas unsur pemerintah,
organisasi profesi keperawatan, kolegium keperawatan, asosiasi institusi
pendidikan keperawatan, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan dan
tokoh masyarakat. Jumlah anggotanya 9 (sembilan) orang dan ketentuan
lebih lanjut tentang susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian
dan keanggotaan diatur Peraturan Presiden.
 BAB X : Pengembangan, Pembinaan, dan Pengawasan. Pasal 53
mengatur tentang pengembangan praktik keperawatan yang dilakukan
melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal atau pendidikan
berkelanjutan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
keprofesionalan perawat. Pasal 54 mencantumkan tentang pembinaan
pendidikan keperawatan oleh kementerian urusan pemerintahan di
bidang pendidikan dan koordinasi dengan menteri kesehatan. Pasal 55
menyebutkan Pemerintah, Pemda, Konsil keperawatan dan organisasi
profesi membina dan mengawasi praktik keperawatan sesuai fungsi dan
tugas masing-masing. Pasal 56 memuat maksud pembinaan dan
pengawasan serta pasal 57 mengatur tentang ketentuan lebih lanjut
mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Menteri.
 BAB XI: Sanksi Adminitrasi. Pasal 58 mengatur tentang ketentuan bagi
pelanggar pasal 18 ayat(1), pasal 21 ayat(1), dan pasal 27 ayat (1)
dikenai sanksi administratif yang dapat berupa teguran lisan, peringatan
tertulis, denda adminitrasi dan/atau pencabutan izin dan ketentuan lebih
lanjytnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 BAB XII : Ketentuan Peralihan. Pasal 59 menyebutkan STR dan SIPP
yang telah dimiliki oleh perawat sebelum UU Keperawatan diundangkan
dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPP berakhir,
dan untuk permohonan memperoleh STR yang masih dalam proses
diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum UU Keperawatan
diundangkan ( pasal 60). Pasal 61 mengatur untuk lulusan SPK yang
telah melakukan praktik keperawatan sebelum UU Keperawatan

5
diundangkan masih diberi kewenangan selama jangka waktu 6(enam)
tahun setelah diundangkannya UU Keperawatan.
 BAB XIII : Ketentuan Penutup. Pasal 62 mencantumkan Institusi
Pendidikan Keperawatan yang telah ada sebelum UU Keperawatan
diundangkan harus menyesuaikan persyaratan dalam pasal 9 paling lama
3 (tiga) sejak diundangkan. Konsil keperawatan dibentuk paling lama 2
(dua) tahun (pasal 63). Pasal 64 mengatur tentang semua Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur mengenai Keperawatan dinyatakan
masih berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
berdasarkan UU ini. Pasal 65 menyebutkan peraturan pelaksanaan dari
UU ini harus ditetapkan paling lama 2(dua) tahun terhitung sejak
diundangkannya dan pasal 66 menyatakan bahwa Undang-Undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2.3 UU KESEHATAN No.36 Tahun 2009


 PASAL 4-8 N0 36/2009
Hak setiap orang:
1. Kesehatan
2. Akses atas sumber daya
3. Pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau
4. Menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan
5. Lingkungan yang sehat
6. Informasi dan edukasi kesehatan yang seimbang dan
bertanggung jawab
7. Informasi tentang kesehatan dirinya

 PASAL 9-13 NO 36/2009


Kewajiban setiap orang:
1. Ikut mewujudkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
2. Menghormati hak orang lain
3. Berperilaku hidup sehat
4. Menjaga kesehatan orang lain yang menjadi tanggungjawabnya
5. Ikut jaminan kesehatan

6
 PASAL 21-29 NO 36/2009
TENAGA KESEHATAN :
1. Harus memiliki kualifikasi umum.
2. Harus memiliki kewenangan yang sesuai dengan keahlian,
memiliki izin
3. Harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, SOP
4. Pemerintah mengatur penempatan untuk pemerataan
5. Untuk kepentingan hukum ; wajib periksa kesehatan dengan biaya
ditanggung negara
6. Dalam hal diduga kelalaian, selesaikan dengan mediasi terlebih
dahulu
 PASAL 30-35 NO 36/2009
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
1. Harus memenuhi persyaratan dan perizinan
2. Dalam menghadapi pasien darurat, wajib selamatkan nyawa dan
cegah cacat, dilarang menolak pasien atau meminta uang muka
lebih dahulu
3. Pimpinan harus memiliki kompetensi
4. Pemda menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan
kesehatan dan berikan izin
5. Diatur dengan PP
 PASAL 58 UU NO 36/2009
GANTI RUGI AKIBAT KESALAHAN :
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan yang diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang
dalam keadaan darurat.

7
 PASAL 64 UU NO 36/2009
UPAYA PEMULIHAN TERTENTU :
1. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
melalui tranplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta sel
punca
2. Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan
kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan
3. Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan
dalih apapun.
 PASAL 66 UU NO 36/2009
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari
hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan
kemanfaatannya.
 PASAL 69 UU NO 36/2009
Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk
mengubah identitas.
 PASAL 70 UU N0 36/2009
1. Pengguna sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang
digunakan untuk tujuan reproduksi.
2. Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal
dari sel punca embrionik.
 PASAL 72 UU NO 36/2009
REPRODUKSI :
Setiap orang berhak :
1. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat,
aman serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan
pasangan yang sah
2. Menetukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi,
paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur
yang tidak merendahkan martabat manusia dengan norma agama

8
3. Menetukan sendiri kapan dan berapa sering ingin reproduksi sehat
secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama
4. Memperoleh informasi, edukasi, ….dst
 PASAL 72 UU NO 36/2009
ABORSI :
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2. Larangan yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan :
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin,
yang menderita penyakit genetik serta dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan, atau…
b. Kehamilan akibat perkosaan yg dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan
3. Tindakan sebagimana yang dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan oleh konselor yang kompeten dan berwenang
 PASAL 82 UU NO 36/2009
BENCANA :
1. Pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas
ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada
bencana.
2. Pelayanan kesehatan yang dimaksud pada ayat (1) meliputi
pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan pasca bencana.
3. Pelayanan kesehatan sebagaiman dimaksud pada ayat (2)
mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
4. Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan
sebagaiman dimaksud pada ayat (1).

9
 PASAL 83 UU N0 36/2009
1. Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa, pencegahan
kecacatan lebih lanjut dan kepentingan terbaik bagi pasien.
2. Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang
sebagaikan dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
 PASAL 85 UU NO 36/2009
DARURAT PADA BENCANA:
1. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan , baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan
kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada bencana sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih
dahulu.
 PASAL 90 UU NO 36/2009
PELAYANAN DARAH:
1. Pemerintah bertanggun jawab atas pelaksanaan pelayanan darah
yang aman, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
2. Pemerintah menjamin pembiayaan dalam penyelanggaraan
pelayanan darah.
3. Darah dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun
 PASAL 115 UU N0 36/2009
KAWASAN TANPA ROKOK (KTR):
1. Fasilitas pelayanan kesehatan
2. Tempat proses belajar mengajar
3. Tempat anak bermain
4. Tempat ibadah
5. Angkutan umum
6. Tempat kerja, dan
7. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan

10
Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok diwilayahnya.
 PASAL 117 UU N0 36/2009
DEFINISI MATI :
Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung-sirulasi dan
sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila
kematian batang otak telah dapat dibuktikan.
 PASAL 118 UU NO 36/2009
IDENTIFIKASI:
1. Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi.
2. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung-
jawab atas upaya identifikasi sebagaiman dimasud pd ayat (1)
 PASAL 122 UU NO 36/2009
BEDAH MAYAT FORENSIK
1. Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat
forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Bedah mayat forensik sebagaiman diamksud pada ayat (1)
dilakukan oleh dokter ahli forensik, atau dokter lain apabila tidak
ada dokter ahli forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter
ahli forensiknya tidak dimungkingkan
 PASAL 125 UU NO 36/2009
Biaya pemeriksaan kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau
pemeriksaan mayat untuk kepentingan hukum ditanggung oleh
pemerintah melalui APBN dan APBD.
 PASAL 127 UU NO 36/2009
KEHAMILAN CARA NON ALAMI
Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovun dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovun berasal
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu

11
 PASAL 128 UU NO 36/2009
ASI EKSKLUSIF :
1. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
2. Selama pemberian Air Susu Ibu, pihak keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi
secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
3. Penyediaan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di-
adakan ditempat kerja dan tempat sarana umum.
 PASAL 148 UU N0 36/2009
KESEHATAN JIWA
1. Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai
warga negara.
2. Hak sebagaiman dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan
perlakuan dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan
perundang-undangan menyatakan lain.
 PASAL 149 UU N0 36/2009
1. Penderita gangguan jiwa yg terlantar, menggelandang, mengancam
keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu
ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan
pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Pemerintah, pemerintah daerah, & masyarakat wajib melakukan
pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi
penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau
mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum.
3. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan
melibatkan peran serta aktif masyarakat.
4. Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sebagaiman
dimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan dan
perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.

12
 PASAL 150 UU NO 36/2009
1. Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakkan hukum
(visum et refertum psiciatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter
spesialis jiwa pada fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Penetapan status kecakapan hukum seseorang yang diduga
mengalami gangguan jiwa dilakukan oleh tim dokter yang
mempunyai keahlian dan kompetensi sesuai dengan standar
profesi.
 PASAL 171 UU NO 36/2009
ANGGARAN :
1. Besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal
sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan belanja
negara (APBN) diluar gaji.
2. Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten/kotadalokasikan minimal 10% dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) diluar gaji.
3. Bersaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik
yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) dari
anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD.

 PERATURAN PELAKSANAAN
1. 2 UU
2. 20 PERATURAN PEMERINTAH
3. 2 PERATURAN PRESIDEN
4. 18 PERATURAN MENKES

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Undang-Undang Keperawatan No.36 Tahun 2014, tantangan bagi
perawat untuk membuktikan bahwa perawat adalah profesi tenaga
kesehatan yang mampu menyelenggarakan pelayanan keperawatan
secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau
oleh perawat yang memiliki etik dan moral tinggi, sertifikat, registrasi dan
lisensi.

3.2 Saran
Agar seluruh perawat di Indonesia memahami isi dari UU ini
sebaiknya seluruh Perawat memiliki Buku UU Keperawatan dan UU
Kesehatan yang sudah banyak beredar di toko-toko buku.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. https://books.google.com/books?isbn=1285965906
2. http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt5450bae463c75/pa
rent/lt5450baaec2c93

15

Anda mungkin juga menyukai