Anda di halaman 1dari 15

B.

Pengertian Aqidah
Secara bahasa aqidah berasal dari kata al-‘aqdu, yang berarti ketetapan kemauan yang teguh,
kuat, tekad, dan (keras). Proses pernikahan dan jual beli ada istilah aqad, yang berfungsi untuk
mengikat kesepakatan antara kedua belah pihak. Segala perkara yang wajib diketahui dan
diimani oleh seseorang hamba Allah disebut aqidah.
Aqidah Islam adalah keyakinan yang pasti terhadap rukun-rukun iman, pokok-pokok dan
ketetapan agama, segala hal yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya yang meliputi urusan
yang berkaitan dengan hati, perbuatan dan ucapan, juga meliputi manhaj kehidupan termasuk
interaksi dengan yang lain. Dalam pengertian lain, aqidah adalah keimanan yang pasti kepada
Allah, malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, qadar dan segala hal yang berkaitan dengan
perkara yang ghaib, berita, pokok-pokok ajaran Islam baik yang bersifat ilmu ataupun
pengamalan.
Dari pengertian tersebut dapat kita fahami bahwa aqidah Islam itu adalah keyakinan yang pasti
yang tidak tercampuri dengan keraguan. Hal-hal yang diyakininya itu meliputi iman kepada
Allah, malaikat, kitab, Rasul, hari akhir, qadar, perkara yang ghaib, berita agama, pokok-pokok
agama Islam baik yang bersifat ilmu ataupun pengamalan.

C. Nama Lain Aqidah


Untuk ilmu aqidah, ada beberapa nama yang tersebar di kalangan para ulama, yaitu sebagai
berikut:
1. Aqidah: (i’tiqad dan aqaid). Ada ungkapa yang tersebar di kalangan ulama, misalnya aqidah
salaf, aqidah ahli atsar dan yang sejenisnya. Istilah ini tercermin dari nama kitab diantaranya
kitab Aqidah al-Salaf Ashhab al-Hadits karya al-Shabuni, Syarh Ushul I’tiqad Ahli al-Sunnah wa
al-Jama’ah, karya Lalikai, Al-‘Itiqad karya al-Baihaqi.
2. Tauhid, dinamai demikian karena membahas tauhid Allah, yang terdiri dari uluhiyyah,
rububiyyah, asma wa shifat. Tauhid merupakan pembahasan yang paling mulia dari ilmu aqidah
ini, bahkan menjadi tujuan dari ilmu aqidah. Istilah tauhid ini tergambar dari nama kitab,
diantaranya, Kitab al-Tauhid dalam al-Jami’ al-Shahih karya Bukhari, Kitab al-Tauhid wa Itsbat
al-Shifat al-Rab, karya Ibnu Khuzaimah, Kitab I’tiqad al-Tauhid karya Abu Abdullah
Muhammad bin Khafif. Kitab al-Tauhid karya Ibnu Mandah, dan Kitab al-Tauhid karya Imam
Muhammad bin Abd al-Wahhab.
3. Sunnah, sunnah berarti cara. Untuk aqidah salaf diungkapan sunnah karena mereka mengikuti
cara Rasul dan sahabatnya dalam aqidah. Istilah ini ditunjukan oleh beberapa kitab, diantaranya
Kitab al-Sunnah karya Imam Ahmad, Kitab al-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal,
Al-Sunnah karya al-Khilal, Al-Sunnah karya al-‘Assal, Al-Sunnah karya al-Asyram, dan Al-
Sunnah karya Abu Daud.
4. Ushul al-Din dan Ushul al-Diyanah, al-Ushul itu mencakup rukun iman, rukun Islam dan
masalah-masalah pasti yang disepakati oleh para imam
5. Al-fiqh al-akbar, yaitu muradif dengan ushul al-din, kebalikannya adalah al-fiqh al-ashghar,
yaitu huku-hukum ijtihadiyyah.
6. Al-Syari’ah, maksudnya sesuatu yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya berupa sunnah-
sunnah petunjuk, dan yang paling besarnya adalah pokok-pokok agama.
7. Al-Iman: mencakup seluruh perkara-perkara yang berkaitan dengan keyakinan.
Selain istilah diatas, untuk istilah aqidah, ada juga istilah lain yang disebutkan oleh sebagian
orang yang bukan ahli sunnah, yang paling popular diantaranya yaitu:
1. Ilmu kalam, penyebutan ini dikenal di seluruh kelompok ahli kalam, seperti Mu’tazilah,
Asy’ari, dan orang yang mengikuti jejak mereka. Penyebutan ini tidak boleh, karena ilmu kalam
itu hal yang baru, bid’ah, dan didasarkan kepada pendapat tentang Allah tanpa didasari kepada
ilmu, serta berbeda dengan manhaj salaf dalam menetapkan aqidah.
2. Falsafah, menurut ahli filsafat dan orang yang mengikuti jejak mereka. Penyebutan ini pun
tidak boleh dalam aqidah, karena falsafat didasarkan kepada keraguan-keraguan dan akal-akal
khayalan serta gambaran-gambaran yang khurafat tentang perkara-perkara ghaib.
3. Tashawwuf, menurut sebagian tashawwuf dan filsafat, orang Barat dan orang yang seperti
mereka. Ini pun penyebutan yang bid’ah karena didasarkan kepada ungkapan
4. Al-Alahiyyat, menurut ahli kalam, filsafat dan Barat dan pengikut mereka
5. Metafisika

D. Pokok Bahasan Aqidah Islam


Yang termasuk kategori pembahasan dalam aqidah Islam adalah sebagai berikut:
1. Hal-hal yang berkaitan dengan Allah dan setiap sesuatu yang memberitakan tentang Allah swt.
baik zat, sifat atau pekerjaan-Nya.
2. Para Rasul yang mulia yang Allah utus dengan membawa risalah-Nya kepada manusia dan
hal-hal yang berkiatan dengan para Rasul itu yang mencakup sifat-sifatnya, hak-hak yang wajib
pada mereka, hal yang mustahil dan boleh bagi mereka
3. Perkara-perkara yang ghaib, yaitu yang tidak mungkuin sampai untuk mengetahuinya
melainkan melalui wahyu Allah dengan perantara salah satu Rasul-Nya atau salah satu kitab-
Nya.
Yang termasuk kategori ghaib ini meliputi:
a. Para malaikat
b. Kitab-kitab
c. Hari akhir
d. Berita permulaan penciptaan dan yang berkaitan dengannya.
Aqidah dilihat dari segi ilmu meliputi beberapa pokok bahasan, yaitu: iman, Islam, hal-hal yang
ghaib, kenabian, qadar, berita-berita, pokok-pokok hukum yang qath’i, seluruh pokok-pokok
agama dan i’tikad, penolakan terhadap ahli hawa dan bid’ah, seluruh agama dan kepercayaan
yang sesat dan kedudukan mereka.

E. Karakteristik Aqidah Islam


Al-Masyiqah (7 – 8) menjelaskan bahwa dalam memahami aqidah Islam, ada beberapa
karakteristik yang harus dipahami, yaitu sebagai berikut:
1. Aqidah Islam memiliki sumber yang selamat, dapat dipertanggungjawabkan, yaitu al-Quran,
al-Sunnah dan ijma’ ulama salaf.
2. Aqidah Islam didasarkan kepada penyerahan diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah dan
Rasulallah merupakan hal yang ghaib, sedangkan gaib harus dilaksanakan dengan pemasrahan
diri.
3. Jelas, mudah, dan selamat dari ganggung dan pencampuran.
4. Mentauhidkan Allah dengan ibadah dan ittiba’ (mengikuti) terhadap Rasul.
5. Sesuai dengan fitrah yang telah diciptakan oleh Allah sebelum diganggung oleh syetan.
6. Sesuai dengan akal yang jelas yang selamat dari syubhat dan syahwat.
7. Bersifat komprehensif, meliputi berbagai dimensi kehidupan.
8. Bersifat saling melengkapi, satu sama lain saling membenarkan.
9. Bersifat pertengahan, bersikap adil dan tidak berlebihan
F. Pentingnya Mempelajari Aqidah
Ahmad bin Abdurrahman al-Qadhi (5 – 6) menyebutkan bahwa mempelajari aqidah Islam
merupakan hal yang sangat penting. Hal ini tampak jelas dari beberapa alasan sebagai berikut:
1. Aqidah merupakan dasar agama, inti dakwah para rasul
Firman Allah:
(25 :‫ُون )األنبياء‬ ِ ‫وحي ِإلَ ْي ِه أَناهُ ََّل ِإلَهَ ِإ اَّل أَنَا فَا ْعبُد‬ ِ ُ‫سو ٍل ِإ اَّل ن‬ ُ ‫س ْلنَا ِم ْن قَ ْبلِكَ ِم ْن َر‬ َ ‫َو َما أ َ ْر‬
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku”. (QS. Al-Anbiya [25]: 25)
2. Aqidah yang benar merupakan syarat sah diterimanya amal
Firman Allah:
(112 :‫علَ ْي ِه ْم َو ََّل ُه ْم يَحْ زَ نُونَ )البقرة‬ َ ‫ف‬ ٌ ‫ِن فَلَهُ أَجْ ُرهُ ِع ْندَ َر ِب ِه َو ََّل خ َْو‬ ٌ ‫بَلَى َم ْن أ َ ْسلَ َم َوجْ َههُ ِ اّلِلِ َوه َُو ُمحْ س‬
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah [2]: 112)
(54 :‫سو ِل ِه )التوبة‬ ‫َو َما َم َنعَ ُه ْم أ َ ْن ت ُ ْقبَ َل ِم ْن ُه ْم َنفَقَات ُ ُه ْم إِ اَّل أَنا ُه ْم َكفَ ُروا بِ ا‬
ُ ‫اّلِلِ َوبِ َر‬
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya. (QS. Al-Taubah [9]: 54)
(23 :‫ورا )الفرقان‬ ً ُ ‫َوقَ ِد ْمنَا ِإلَى َما َع ِملُوا ِم ْن َع َم ٍل فَ َج َع ْلنَاهُ َه َبا ًء َم ْنث‬
Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu
yang berterbangan. (QS. Al-Furqan [25]: 23)
3. Aqidah yang benar sarana mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat firman Allah:
(97 :‫س ِن َما كَانُوا َي ْع َملُونَ )النحل‬ َ ْ‫ط ِيبَةً َو َلنَجْ ِزيَ ان ُه ْم أَجْ َر ُه ْم ِبأَح‬ َ ً ‫صا ِل ًحا ِم ْن ذَك ٍَر أ َ ْو أ ُ ْنثَى َوه َُو ُمؤْ ِم ٌن فَلَنُحْ ِييَناهُ َحيَاة‬
َ ‫َم ْن َع ِم َل‬
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl [16]: 97)
(124 :‫ش ُرهُ َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة أَ ْع َمى )طه‬ ُ ْ‫ض ْن ًكا َونَح‬َ ً ‫شة‬ َ ‫ع ْن ِذ ْك ِري فَإ ِ ان لَهُ َم ِعي‬ َ ‫ض‬ َ ‫َو َم ْن أَع َْر‬
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha
[20]: 124)
4. Aqidah yang benar dapat menjaga darah dan harta
Rasulallah Saw bersabda:
‫ فَإِذَا فَ َعلُ ْوا‬،َ‫الزكَاة‬
‫ َو يُؤْ ت ُ ْوا ا‬،َ ‫ص ََلة‬ ‫ َو يُ ِق ْي ُموا ال ا‬،ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ َو أ َ ان ُم َح امدًا َر‬،ُ‫اس َحتاى يَ ْش َهد ُْوا أ َ ْن ََّل ِإلهَ ِإ اَّل هللا‬ َ ‫أ ُ ِم ْرتُ أ َ ْن أُقَاتِ َل النا‬
‫ ُمتافَ ٌق َعلَ ْي ِه‬.ِ‫لى هللا‬
َ ‫سابُ ُه ْم َع‬ َ ‫ َو ِح‬،‫اْلس ََْل ِم‬ ِْ ‫ق‬ ِ ‫ إِ اَّل بِ َح‬،‫ص ُم ْوا ِمنِي ِد َمائ َ ُه ْم َو أ َ ْم َوالَ ُه ْم‬ َ ‫ذلِكَ َع‬.
Aku diperintahkan untuk memerangi orang – orang sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah. Mendirikan shalat dan
menunaikan zakat. Jika mereka melakukan itu maka mereka terpelihara darah dan hartanya
dariku, kecuali dengan hak Islam. Dan hisab mereka adalah tanggung jawab Allah. Muttafaq
‘Alaih

5. Aqidah yang benar syarat untuk menggapai kemenangan umat, dan mencapai keamanan sosial
‫ف الاذِينَ ِم ْن قَ ْب ِل ِه ْم َولَيُ َم ِكن اَن لَ ُه ْم دِينَ ُه ُم الاذِي‬
َ َ‫ض َك َما ا ْست َْخل‬ ِ ‫ت لَيَ ْست َْخ ِلفَنا ُه ْم فِي ْاأل َ ْر‬ ‫َّللاُ الاذِينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُوا ال ا‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ ‫َو َعدَ ا‬
ُ َ ْ ُ َ ُ َ َ
(55 :‫ش ْيئا َو َمن كف َر بَ ْعدَ ذ ِلكَ فأولئِكَ ه ُم الفا ِسقونَ ) النور‬ َ َ ْ ً ُ ْ َ ً َ
َ ‫ضى لَ ُه ْم َوليُبَ ِدلن ُه ْم ِمن بَ ْع ِد خ َْوفِ ِه ْم أ ْمنا يَ ْعبُد ُونَنِي َّل يُش ِركونَ بِي‬
ْ ‫ا‬ َ َ َ َ ‫ارت‬
ْ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-
benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.
Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik. (QS. Al-Nur [24]: 55)
6. Aqidah yang benar akan membebaskan akal dari syubhat yang merusakan dan penyimpangan
– penyimpangan
(174 :‫ورا ُمبِينًا )النساء‬ ً ُ‫َان ِم ْن َربِ ُك ْم َوأ َ ْنزَ ْلنَا إِلَ ْي ُك ْم ن‬ ٌ ‫اس قَدْ َجا َء ُك ْم ب ُْره‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها النا‬
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad
dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al
Quran). (QS. Al-Nisa [4]: 174)
G. Sumber Aqidah Islam
Aqidah Islam diambil dari tiga sumber, yaitu: 1) al-Quran, 2) Sunnah dan Ijma’.
1. Al-Quran
Di dalam al-Quran, Allah banyak menjelaskan tentang aqidah, terutama ayat – ayat makkiyyah.
Bahkan hampir setiap ayat – ayat al-Quran berbicara tentang aqidah. Metode yang digunakan al-
Quran dalam menetapkan aqidah diantaranya dijelaskan dengan cara:
a. Menegaskan aqidah secara langsung, seperti perintah untuk beribadah hanya kepada Allah
(21 :‫اس ا ْعبُد ُوا َربا ُك ُم الاذِي َخلَقَ ُك ْم َوالاذِينَ ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم لَعَلا ُك ْم تَتاقُونَ )البقرة‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها النا‬
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa,(QS. Al-Baqarah [2]: 21)
b. Membatalkan aqidah – aqidah yang rusak, seperti pada firman Allah:
‫ضا ِهئُونَ قَ ْو َل الاذِينَ َكفَ ُروا ِم ْن قَ ْب ُل قَاتَلَ ُه ُم‬ ‫ارى ْال َمسِي ُح ا ْبنُ ا‬
َ ُ‫َّللاِ ذَلِكَ قَ ْولُ ُه ْم بِأ َ ْف َوا ِه ِه ْم ي‬ َ ‫ت النا‬
َ ‫ص‬ ِ َ‫َّللاِ َوقَال‬
‫عزَ ي ٌْر ا ْبنُ ا‬ ُ ُ ‫ت ْاليَ ُهود‬ ِ َ‫َوقَال‬
(30 :‫َّللاُ أناى يُؤْ فَ ُكونَ )التوبة‬ َ ‫ا‬
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al
Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru
perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai
berpaling?. (QS. Al-Taubah [9]: 30)
c. Mengungkapkan kisah – kisah dalam al-Quran, seperti kisah para Nabi bersama para
kaumnya, serta perdebatan diantara mereka
d. Membuat perumapamaan dengan tujuan lebih mendekatkan pemahaman, seperti firman Allah:
‫س ُك ْم‬َ ُ‫س َوا ٌء تَخَافُونَ ُه ْم ك َِخيفَتِ ُك ْم أَ ْنف‬ َ ‫ش َركَا َء فِي َما َرزَ ْقنَا ُك ْم فَأ َ ْنت ُ ْم فِي ِه‬ ُ ‫َت أ َ ْي َمانُ ُك ْم ِم ْن‬
ْ ‫ب لَ ُك ْم َمث َ ًَل ِم ْن أ َ ْنفُ ِس ُك ْم ه َْل لَ ُك ْم ِم ْن َما َملَك‬َ ‫ض َر‬َ
ُ
(28 :‫ت ِلقَ ْو ٍم َي ْع ِقلونَ )الروم‬ ِ ‫ص ُل ْاْليَا‬ ِ َ‫َكذَلِكَ نُف‬
Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada diantara hamba-sahaya
yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami
berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu,
kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami
jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal. (QS. Al-Rum [30]: 28)

e. Mendorong akal untuk memikirkan ayat – ayat Allah


(101 :‫ض َو َما ت ُ ْغنِي ْاْليَاتُ َوالنُّذُ ُر َع ْن قَ ْو ٍم ََّل يُؤْ ِمنُونَ )يونس‬ ِ ‫ت َو ْاأل َ ْر‬ ‫ظ ُروا َماذَا فِي ال ا‬
ِ ‫س َم َاوا‬ ُ ‫قُ ِل ا ْن‬
Katakanlah: “Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda
kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak
beriman”. (QS. Yunus [10]: 101)
‫شدِي ٍد‬ ٍ ‫ي َعذَا‬
َ ‫ب‬ ٌ ‫احبِ ُك ْم ِم ْن ِجنا ٍة إِ ْن ه َُو إِ اَّل نَذ‬
ْ َ‫ِير لَ ُك ْم بَيْنَ يَد‬ ِ ‫ص‬َ ‫احدَةٍ أ َ ْن تَقُو ُموا ِ اّلِلِ َمثْنَى َوفُ َرادَى ث ُ ام تَتَفَ اك ُروا َما ِب‬ ُ ‫قُ ْل إِنا َما أ َ ِع‬
ِ ‫ظ ُك ْم بِ َو‬
(46 :‫)سبإ‬
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya
kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu
fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak
lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (QS. Saba
[34]: 46)
2. Sunnah
Kedudukan sunnah bagi al-Quran adalah sebagai penjelas, petunjuk, meungkapkan rahasia dalam
ayat – ayat al-Quran dan menambahkan keterangan yang tidak terdapat dalam al-Quran.
Berkaitan dengan kedudukan sunnah ini, Allah berfirman:
(44 :‫اس َما نُ ِز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَعَلا ُه ْم يَتَ َف اك ُرونَ )النحل‬ ِ َ‫َوأ َ ْنزَ ْلنَا إِلَيْك‬
ِ ‫الذ ْك َر ِلتُبَيِنَ ِللنا‬
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran,
agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan. (QS. Al-Nahl [16]: 44)
(170 :‫آمنُوا َخي ًْرا لَ ُك ْم )النساء‬ ِ َ‫ق ِم ْن َربِ ُك ْم ف‬ ِ ‫سو ُل بِ ْال َح‬ ‫اس قَدْ َجا َء ُك ُم ا‬
ُ ‫الر‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها النا‬
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan
(membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu.
(QS. Al-Nisa [4]: 170)
Sunnah nabi banyak yang berkaitan dengan aqidah, bahkan para ulama menyusun secara khusus
tentang aqidah dalam hadis.
3. Ijma’
Kedudukan ijma’ sebagai sumber aqidah bisa dipahami dalam surah al-Nisa ayat 115 sebagai
berikut:

:‫يرا )النساء‬
ً ‫ص‬ِ ‫ت َم‬ ْ ُ‫س ِبي ِل ْال ُمؤْ ِمنِينَ نُ َو ِل ِه َما ت ََولاى َون‬
َ ‫ص ِل ِه َج َهنا َم َو‬
ْ ‫سا َء‬ َ ‫سو َل ِم ْن بَ ْع ِد َما تَ َبيانَ لَهُ ْال ُهدَى َويَت ا ِب ْع َغي َْر‬
ُ ‫الر‬
‫ق ا‬ ِ ِ‫َو َم ْن يُشَاق‬
115)
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.


Prinsip – Prinsip Aqidah
A. Iman kepada Allah
Beriman kepada Allah adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah-lah dzat yang paling
berhak disembah, karena Dia menciptakan, membina, mendidik dan menyediakan segala
kebutuhan manusia
B. Iman kepada malaikat
Beriman kepada malaikat adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah menciptakan
makhluk dari cahaya. Sifat-sifat malaikat di antaranya :
1. Selalu patuh dan taat
2. Sebagai penyampai wahyu
3. Diciptakan dari cahaya
4. Mempunyai kemampuan yang luar biasa
C. Iman kepada kitab suci (Al-Qur’an)
Kitab-kitab yang berasal dari firman Allah seluruhnya ada empat :
1. Taurat diturunkan kepada Nabi Musa As
2. Zabur diturunkan kepada Nabi Daud As
3. Injil diturunkan kepada Nabi Isa As
4. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
D. Iman kepada Nabi dan Rasul
Allah mengutus para Nabi dan Rasul untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia,
memberi teladan akhlak mulia dan berpegang teguh terhadap ajaran Allah. Sifat-sifat yang ada
pada diri Nabi dan Rasul Allah adalah :
1. Shiddiq artinya benar. Apa yang disabdakan Nabi adalah benar karena Nabi tidak berkata-kata
kecuali apa yang diwahyukan Allah SWT.
2. Amanah artinya dapat dipercaya. Segala urusan akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
3. Fathanah artinya bijaksana dan cerdas. Nabi mampu memahami perintah-perintah Allah dan
menghadapi penentangnya dengan bijaksana.
4. Tabligh artinya menyampaikan. Nabi menyampaikan kepada umatnya apa yang diwahyukan
Allah kepadanya
E. Iman kepada hari akhir
Beriman kepada hari akhir adalah meyakinibahwa manusia akan mengalami kesudahan dan
meminta pertanggung jawaban di kemudian hari.Al-Qu’ran selalu menggugah hati dan pikiran
manusia dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa hari kiamat, dengan nama-nama yang unik,
misalnya al-zalzalah, al-qari’ah, an-naba’ dan al-qiyamah. Istilah-istilah tersebut mencerminkan
peristiwa dan keadaan yang bakal dihadapi manusia pada saat itu.
F. Iman kepada qada’ dan qadar
Menurut bahasa, qada memiliki beberapa pengertian yaitu : hukum, ketetapan, pemerintah,
kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah adalah ketetapan Allah sejak zaman azali
sesuai dengan iradah-Nya tantang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan
qadar adalah kejadian suatu ciptaanyang sesuai dengan penetapan. Iman
kepada qada dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah
menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya.
Para ulama kalam membagi takdir menjadi dua macam, yakni :
1. takdir muallaq adalah takdir yang berkaitan dengan ikhtiar (usaha) manusia misalnya : orang
miskin berubah menjadi kaya atas kerja kerasnya
2. takdir mubram adalah takdir yang terjadi pada pada diri manusia dan tidak dapat diubah-ubah
misalnya : kematian, kelahiran dan jenis kelamin
 Pengertian Muamalah

Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan
atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja
aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan
pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu terhadap yang
lainnya.

Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula dengan
arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;

Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan
urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan
mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai
kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan
manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara
umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat
di antara mereka.

Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu muamalah adalah semua
transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar maupun dalam hal
utang piutang.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 280 yang berbunyi

Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.

Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala peraturan
yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama,
antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Dan Allah
SWT juga memerintahkan manusia untuk berinterksi dan bermuamalah dengan cara bertebaran di
muka bumi untuk mencari rezki Allah. Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumah
ayat : 10 yang berbunyi :

Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

 Pengertian Akhlak

Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal
dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain
dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq” yang berarti
Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.

Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya
itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan
perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-
Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan
timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian.

Allah SWT berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8

Artinya“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlakutidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamukerjakan.”

Akhlak sifatnya universal dan abadi. Akhlak dalam islam merupakan refleksi internal dari dalam
jiwa manusia yang dieksternalisasikan secara kongrit dalam bentuk perilaku dan tindakan nyata.
Akhlak seseorang terkait erat dengan perspektif keimanannya, tentang eksistensi dirinya sebagai
khalifah Allah. Akhlak yang lahir dari kualitas internalisasi nilai-nilai iman sudah barang tentu
akan memancarkan kualitas yang lebih baik. Demikian pula sebaliknya, akhlak yang buruk
merefleksikan kadar keimanan seseorangyang masih labil.[4]

Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat
menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan
menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan
kecenderungan hati (sadar)2 .

Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak
yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan
melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat
dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.

1. B. Hubungan Antara Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan Ahklak

Hubungan aqidah dengan akhlak

Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup
inidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai
mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas
manusia.

“ Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah
aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan dari aqidah dan
pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun
akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan
salah.

ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada
yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa
memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang dijalankan
dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan dengan baik apabila
seseorang telah memiliki akhlak yang baik.

Contohnya :

Jika berjanji harus ditepati yaitu apabila seorang berjanji maka harus ditepati. Jika orang menepati
janji maka seseorang telah menjalankan aqidahnya dengan baik. Dengan menepati janji seseorang
juga telah melakukan ibadah. Pada dasarnya setiap perbuatan yang dilakukan manusia arus
didasari denga aqidah yang baik.

Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus
dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan
mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan
meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya. Pendidikan akhlak yang bersumber dari
kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus
mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang menghantarkan mereka
mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari allah

Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur dapat terwujud
apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan dengan aqidah. Dengan
dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan memiliki akhlak yang baik.
Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan dosa.

Jika perbedaan dalam fiqih dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan, maka kesalehan tentu
saja bukan dalam menjalankan fiqih, betapapun sulitnya. Yang paling saleh diantara kita bukanlah
orang yang bersedekap pada waktu berdiri shalat, bukan juga yang meluruskan tangannya, karena
kedua cara shalat itu merupakan ijtihat para ulama dengan merujuk pada hadis yang berbeda. Yang
durhaka juga bukan yang mandi janabah sebelum tidur, atau yang tidur dulu baru mandi janabah,
karena kedua-duanya dijalankan Rasullah Saw. Fikih tidak bisa dijadikan ukuran kemuliaan, tetapi
kemuliaan seseorang di lihat dari kemuliaan akhlaknya.[5]

Hubungan aqidah dengan ibadah


Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah bangunan, maka
perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan tersebut sehingga bangunan
tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi akidah dalam Islam, Akidah seseorang
merupakan pondasi utama yang menopang bangunan keislaman pada diri orang tersebut. Apabila
pondasinya tidak kuat maka bangunan yang berdiri diatasnya pun akan mudah dirobohkan.

Selanjutnya Ibadah yang merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan dinilai benar
apabila dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkat keimanan
seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnya akidah yang diyakini
orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah, keimanan serta amal ibadah
mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.

Muslim apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat, sehingga dalam
pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang salah. Sebaliknya
apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek ibadahnya pun akan salah kaprah,
yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya keimanan.

Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya
sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang
hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali dengan akal
pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya tersebut dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari bukti-bukti kekuasaan Allah, sehingga
dengannya dapat membawa diri mereka pada keyakinan akan keberadaan-Nya. Oleh karena itu,
tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengakui keberadaan Allah SWT. karena selain kedua
bekal yang dimiliki oleh mereka sejak lahir, Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran
agama yang didalamnya berisikan tuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.

Ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :

1. Ibadah adalah hasil daripada aqidah yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yang telah
membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.
2. Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang manusia
bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.
3. Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat serta
menghadapi segala cabaran dan rintangan.

Akidah adalah merupakan pondasi utama kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasi
utamanya kuat, maka bangunan keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah orang
tersebut pun akan kuat pula.

Amal ibadah tidak akan bisa benar tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah dinilai benar
apabila dilakukan hanya untuk Allah semata dengan ittiba’ Rasul SAW.
Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka dapat membedakan
mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah, menganalisa
hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan dirinya diciptakan di dunia. Akal pikiran
dan perasaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain. Oelh karena itu
manusia dipercaya untuk menjadi khalifah Allah di Bumi.

Hubungan aqidah dengan muamalah

Pola pikir, tindakan dan gagasan umat Islam hendaknya selalu bersendikan pada aqidah Islamiyah.
Ungkapan “buah dari aqidah yang benar (Iman) tidak lain adalah amal sholeh” harus menjadi spirit
dan etos ummat Islam. Pribadi yang mengaku muslim mestinya selalu menebar amal shalih sebagai
implementasi keimanannya di manapun mereka berada. Tidak kurang 60 ayat Al Qur’an
menerangkan korelasi antara keimanan yang benar dengan amal sholeh ini. Ayat-ayat tersebut
menegaskan bahwa perintah beriman kepada Allah dan hari akhir selalu diikuti dengan perintah
untuk melaksanakan amal shalih. Inilah makna operatif dari ungkapan “al-Islamu ‘aqidatun wa
jihaadun”, bahwa kebenaran Islam itu harus diyakini sekaligus juga diperjuangkan
pengamalannya secara sungguh-sungguh dalam konteks kemaslahatan dan bebas dari perilaku
teror.

Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut
harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu peraturan yang
mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang
mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah
memiliki dampak sosial yang baik. Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara
ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya

Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang lain: akhlaq,
ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang benar, akhlaq yang
terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai pondasi, hubungan antara aqidah
dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat resiprokal dan simbiosis. Artinya,
ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan bermuamalah yang baik akan memelihara
aqidah.

Dengan kata lain, ibadah adalah pelembagaan aqidah dalam konteks hubungan antara makhkluq
dengan Khaliq; akhlaq merupakan buah dari aqidah dalam kehidupan yang etis dan egaliter; dan
muamalah sebagai implementasi aqidah dalam masyarakat yang bermartabahat dan menebar
maslahat. Karena itu, agar aqidah tumbuh dan berkembang, aqidah harus operatif dan fungsional.
Di Indonesia kita menyaksikan beberapa ormas Islam yang telah berhasil mengembangkan amal
usaha atau unit pelayanan umat seperti Panti sosial dan anak yatim, lembaga pendidikan dan
pondok pesantren, balai pengobatan dan rumah sakit, lembaga pengumpul dan penyalur zakat serta
lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya. Lembaga atau unit pelayanan umat tersebut,
meminjam istilah M. Amin Abdullah, merupakan bentuk faith in action, buah keimanan yang aktif
dan salah satu bentuk pengejawantahan ‘tauhid sosial’ atau ‘theologi pembangunan’. Sayanya,
tidak sedikit buah faith in action tersebut yang terjebak pada bebagai kepentingan mulai dari
ekonomi hingga politik.
Agar tetap kokoh dan kuat serta menjadi penyangga seluruh sendi keber-Islaman, aqidah harus
dijaga, dipelihara dan dipupuk sehingga bisa hidup subur dalam pribadi setiap Muslim. Pentingnya
memelihara aqidah ini juga tersirat dalam Sirrah Nabawiyah. Saat membangun masyarakat Islam
di Makkah dan Madidah selama 23 tahun Rasulullah Muhammad SAW tidak kenal lelah membina
aqidah umatnya. Mengingat pentingnya aqidah ini bisa dimengerti bila setiap surat dalam Al Quran
mengandung pokok-pokok ajaran keimanan.

Di tengah pasar bebas nilai dan ideologi saat ini, upaya merevitalisasi aqidah serasa memperoleh
momentum. Mudah tergiurnya sebagian umat pada faham atau aliran-aliran yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip Islam merupakan efek dari lemahnya aqidah mereka. Ketidak peduliaan
sebagian umat Islam terhadap kerusakan lingkungan dan kebobrokan moral juga indikasi rapuhnya
bangunan aqidah. Mulai memudarnya etos dan jiwa voluntarisme di kalangan umat dan semakin
menguatnya syahwat duniawi adalah konsekuensi logis dari redupnya aqidah. Saatnya sekarang
membenahi dan merevitalisasi aqidah agar umat memiliki pondasi yang benar, kokoh dan
fungsional. Dengan bekal ini faith in action bisa dilipatgandakan untuk menghadirkan pesona
Islam yang lebih “ihsan pada kemanusiaan.”

Ajaran islam yang mengatur prilaku manusia baik dalam kaitanya sebagai makhluk dengan
tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama mahluk, dalam term fiqih atau ushul alfiqh
disebut dengan syariah. Sesuai dengan aspek yang diaturnya, syariah ini terbagi kepada dua yakni
ibadah dan muamalah. Ibadah adalah syariah yang mengatur hubungan antara manusia dengan
tuhannya, sedangkan muamalah adalah syariah yang mengatur hubungan antara sesama manusia.
Pada gilirannya kegiatan ekonomi sebagai salah satu bentuk dari hubungan antara manusia ia
bukan bagian dari aqidah, akhlaq dan ibadah melainkan bagian dari muamalah. Namun demikian
masalah ekonomi tidak lepas dari maspek aqidah, akhlak maupun ibadah sebab dalam prespektif
islam prilaku ekonomi harus selalu diwarnai oleh nilai-nilai aqidah, aklak dan ibadah.[6]

C. Aqidah, Ibadah, dan Muamalah Serta Implikasinya


dalam Kehidupan
Dr. Kaelany HD., MA mengatakan dalam bukunya, Islam Agama Universal, bahwa ajaran Islam
sangatlah luas. Ulama dengan berlandaskan hadist membagi ajaran Islam tersebut dalam tiga
pokok bahasan, yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak. Dalam hal ini, akan dibahas pengertian
Aqidah serta Syari’ah (sebagai Ibadah dan Muamalah), yang mana pengertian ini didapat dari
berbagai sumber, yaitu Al-qur’an , Hadist, dan berbagai resensi dari buku atau artikel.[7]

Aqidah merupakan suatu istilah untuk menyatakan “kepercayaan” atau Keimanan yang teguh serta
kuat dari seorang mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna dari
keimanan kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa suatu kepercayaan,
pernyataan, sikap mengesankan Allah, dan mengesampingkan penyembahan selain kepada Allah.

Ajaran mengenai aqidah ini merupakan tujuan utama Rasul diutus ke dunia, yang mana hal ini
dinyatakan dalam AL-qur’an, yang berbunyi:
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad) melainkan Kami
wahyukan kepadanya, bahwasanya tiada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlan
olehmu sekalian akan Aku” (QS. 21: 25)

Akidah adalah suatu ketetapan hati yang dimiliki seseorang, yang mana tidak ada factor apa pun
yang dapat mempengaruhi atau merubah ketetapan hati seseorang tersebut.

 Ibadah dan Muamalah

Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan atau
pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah SWT, dan
juga kepada sesama manusia.

Ada dua pendekatan dalam mendefinisikan Syari’ah, yaitu antara lain:

 Dari segi tujuan, Syari’ah memiliki pengertian ajaran yang menjaga kehormatan manusia
sebagai makhluk termulia dengan memelihara atau menjamin lima hal penting, yaitu:

1. Menjamin kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa)


2. Menjamin kehiupan yang layak (memelihara jiwa)
3. Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga keturunan)
4. Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)
5. Menjamin kehidupan dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara harta)

Lima hal pemeliharaan itu akan menjadi ukuran dari lima hukum Islam, seperti wajib, sunnat,
haram, makruh, dan mubah.

Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.

Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus ada contoh
(tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan kepada
mamnu’ (dilarang atau haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji.
Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan lingkungan),
masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan
dan teknologi, berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari
Allah dan Rasul-Nya.

Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:

“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia
Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”

Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh tatacara, atau aturan
yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan yang kita
lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap perbuatan bid’ah adalah dhalalah
(sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk diketahui adalah apakah ada
larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja
dilakukan.

Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita perhatikan, yaitu:

Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya,
karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi
menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah
bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.

Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan lingkungan,
yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau larangan
tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah dan
Rasul-Nya adalah bid’ah.[8]

Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas. Ibadah
tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh
Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT,
dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat.

Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan perkembangan
zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada larangan secara tegas di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh dilakukan. Hal ini telah
diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas. Sebagai contoh adalah dalam
kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan
dari satu tempat ke tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal
itu tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan
kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak
tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah).

Anda mungkin juga menyukai