Anda di halaman 1dari 10

0.

Inspektur Bangunan dan Etika Profesi

Penanggungjawab: Ir. Sindur P. Mangkoesoebroto, MSEM, Ph.D.

Tujuan: Penekanan etika profesi Inspektur Bangunan (Building Inspector) sehubungan


dengan kedudukan dan peranannya yang strategis dalam pembangunan dan pengoperasian
bangunan rumah dan gedung di dalam daerah kewenangan Pemerintah Provinsi DKI.

Silabus: Kedudukan Inspektur Bangunan (BI), etika profesi, tanggung-jawab dan wewenang
BI, konflik kepentingan, imparsial, konsistensi, dan kompetensi, kerahasiaan informasi,
Hak atas Kekayaan Intelektual, Keselamtan dan Kesehatan Kerja.

Satuan Acara Pengajaran:


0.1 Kedudukan Seorang BI (Building Inspector – Inspektur Bangunan)
0.2 Etika Profesi
0.2.1 Definisi
0.2.2 Tujuan
0.2.3 Jenis Kode Etik
0.2.3.1 Kode Etik Insinyur Indonesia
0.2.3.2 Kode Etik Arsitek
0.2.3.3 Kode Etik Tim Ahli Bangunan Gedung
0.2.4 Kewajiban
0.2.5 Larangan
0.3 Tanggungjawab dan Wewenang BI
0.4 Konflik Kepentingan
0.5 Imparsial, Konsistensi, dan Kompetensi
0.6 Kerahasiaan Informasi
0.7 HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual)
0.8 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
0.9 Referensi

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-i


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
0. INSPEKTUR BANGUNAN DAN ETIKA PROFESI

Konsep Building Inspector (BI) atau Inspektur Bangunan adalah hal yang baru dalam industri
konstruksi di Indonesia; padahal BI sangat diperlukan sebagai salah satu mata rantai kendali mutu
dalam menjaga keselamatan publik. BI sendiri memiliki peran yang penting dan strategis dalam
rangkaian pembangunan-pengujian-pengoperasian atas segala jenis bangunan, yang dalam kasus ini
dikhususkan kepada bangunan gedung dan rumah tinggal. BI berkedudukan pada titik singgung antara
kegiatan lapangan yang umumnya diselenggarakan oleh pelaksana/ pengawas/ pemilik dengan pihak
regulator sebagai kepanjangan tangan pemerintah daerah (kabupaten/ kota). Untuk itu BI perlu
menyadari benar peran pentingnya tersebut dan senantiasa bersikap obyektif, jujur, menjunjung tinggi
martabat profesi, mandiri dalam mengambil keputusan profesi yang didasarkan atas ilmu pengetahuan
terkini dan perangkat hukum, serta mampu bekerja sama dengan semua pihak terkait. Bahasan berikut
diharapkan dapat lebih menjelaskan peranan BI.

0.1 Kedudukan Seorang BI (Building Inspector – Inspektur Bangunan)


Secara umum, siklus perwujudan bangunan gedung dan rumah tinggal dibagi menjadi empat
masa, yaitu masa perencanaan, masa konstruksi, masa commissioning, dan masa layan. Building
Inspector (BI) atau Inspektur Bangunan memiliki kedudukan dan peranan yang penting dan strategis
menyangkut pembangunan dan beroperasinya suatu bangunan gedung dan rumah tinggal. Peranan
seorang BI dimulai dari masa konstruksi, kemudian masa commissioning, dan berlanjut hingga masa
layan.
Dalam masa konstruksi, seorang BI mempunyai tanggung-jawab dan wewenang untuk
menginspeksi, menguji, dan memastikan bahwa pelaksanaan pembangunan fisik telah memenuhi
semua persyaratan dan peraturan bangunan yang ditetapkan, baik didalam peraturan-peraturan daerah
(termasuk Standar, Pedoman, dan Manual) maupun Spesifikasi Teknik dan Syarat-syarat serta
Gambar-gambar Kerja (Construction Drawings). Bila diperlukan, seorang BI dapat (memerintahkan)
melakukan serangkaian pengujian untuk meyakinkan dan memastikan bahwa pelaksanaan
pembangunan sudah dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan analisis,
observasi lapangan, dan hasil-hasil pengujian maka BI akan memberikan rekomendasi kepada Bidang
Pengawasan Pembangunan (Bid-PP) mengenai hasil pelaksanaan pembangunan fisik. Bila tidak sesuai
dengan Gambar-gambar Kerja (Construction Drawings), Standar, Pedoman, dan Manual yang berlaku
maka BI dapat merekomendasikan agar pembangunan tersebut dihentikan sementara waktu dan
diperbaiki hingga memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan rekomendasi dari BI, Bid-PP
akan merekomendasikan Bidang Penertiban Bangunan (Bid-TIB) untuk menerbitkan Instruksi
Lapangan yang berisi ketentuan kepada Konsultan Supervisi atau Manajemen Konstruksi untuk
meluruskan hal-hal yang dipandang menyimpang. Dalam hal semua ketentuan telah dipenuhi dengan

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-1


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
sempurna maka BI dapat merekomendasikan bahwa pembangunan fisik berlanjut kepada tahapan-
tahapan berikutnya.
Pada tahapan masa commissioning akan dilakukan berbagai observasi untuk mengetahui atau
menilai kinerja/ performansi dari setiap unsur bangunan, antara lain unsur-unsur struktur, arsitektur,
dan instalasi. Pada masa ini akan diuji-cobakan beban-beban penuh kepada semua unsur-unsur baik
secara individual, parsial, maupun bersama-sama, dan dilakukan uji penerimaan (acceptance test) dan
mengkaji apakah seluruh kriteria penerimaan (acceptance criteria) telah dipenuhi. Di masa
commissioning, seorang BI mempunyai tanggung-jawab dan wewenang untuk menginspeksi, menguji,
dan memastikan bahwa prosedur pelaksanaan commissioning telah dilakukan sesuai dengan semua
persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan, baik didalam peraturan-peraturan daerah (termasuk
Standar, Pedoman, dan Manual) maupun Spesifikasi Teknik dan Syarat-syarat serta Gambar-gambar
Kerja (Construction Drawings). Bila diperlukan, seorang BI dapat (memerintahkan) melakukan
serangkaian pengujian tambahan untuk mengetahui dan memastikan bahwa pelaksanaan
commissioning telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan analisis, observasi
lapangan, dan hasil-hasil pengujian maka BI akan memberikan rekomendasi kepada Bidang
Pengawasan Kelaikan (Bid-PK) mengenai hasil commissioning. Bila tidak memenuhi kinerja/
performansi yang ditetapkan dalam Spesifikasi Teknik dan Syarat-syarat, Standar, Pedoman, dan
Manual yang berlaku maka BI akan merekomendasikan agar dilakukan perbaikan hingga sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan rekomendasi dari BI, Bid-PK akan menugaskan
Bidang Penertiban Bangunan (Bid-TIB) untuk menerbitkan Instruksi Lapangan yang berisi ketentuan
kepada Konsultan Supervisi atau Manajemen Konstruksi agar meluruskan hal-hal yang dipandang
menyimpang. Dalam hal semua ketentuan telah dipenuhi dengan sempurna maka BI dapat
merekomendasikan bahwa tahapan commissioning telah sesuai dengan semua ketentuan dan bangunan
memenuhi kelaikan fungsionalnya. Berdasarkan rekomendasi BI tersebut maka Bid-PK akan
merekomendasikan kepada Bid-PB (Bidang Perijinan Bangunan) untuk menerbitkan Sertifikat Laik
Fungsi Pertama (SLFL1). Sertifikat Laik Fungsi Pertama (SLFL1) tersebut berlaku untuk suatu jangka
waktu tertentu atas setiap unsur bangunan yang ditetapkan didalamnya, dan perlu mencantumkan
fungsi-fungsi apa yang harus dijaga kinerjanya/ performansinya atas setiap unsur selama masa layan
pertama agar semua fungsi bangunan dapat dipenuhi sesuai dengan semestinya.
Pada masa layan yang pertama, berdasarkan SLFL1, suatu Building Management atau seorang
Pemilik Bangunan (Land Lord) wajib melakukan pemeliharaan seperti yang telah ditetapkan dalam
SLFL1. Peranan seorang BI di akhir masa layan pertama adalah menginspeksi, menguji, dan
memastikan pelaksanaan pemeliharaan bangunan yang ditetapkan dalam SLFL1 bahwa setiap unsur
bangunan berfungsi seperti yang seharusnya. Bila diperlukan, seorang BI dapat melakukan
serangkaian pengujian (tambahan) untuk mengetahui dan memastikan bahwa seluruh ketentuan
didalam SLFL1 telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis, observasi lapangan, dan hasil-hasil
pengujian maka BI akan memberikan rekomendasi kepada Bidang Pengawasan Kelaikan (Bid-PK)

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-2


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
mengenai hasil pemeliharaan setiap unsur bangunan selama masa fungsional bangunan sesuai SLFL1.
Dalam kurun waktu berlakunya SLFL1 tidak tertutup kemungkinan terjadinya penyempurnaan Standar,
Pedoman, dan Manual yang relevan dengan fungsi unsur-unsur bangunan. Dalam hal ini maka BI
wajib memastikan dan meyakinkan bahwa seluruh unsur-unsur bangunan memenuhi segala
persyaratan terkini. Bila tidak sesuai dengan Standar, Pedoman, dan Manual terkini maka BI akan
merekomendasikan dilakukan langkah-langkah agar fungsi unsur-unsur bangunan memenuhi
ketentuan yang berlaku. Berdasarkan rekomendasi dari BI, Bid-PK akan menugaskan Bid-TIB
(Bidang Penertiban Bangunan) untuk menerbitkan Instruksi Lapangan kepada Building Management
atau Pemilik Bangunan (Land Lord) guna mengambil langkah-langkah sesuai yang direkomendasikan
oleh BI. Selanjutnya, apabila telah memenuhi semua ketentuan, BI akan merekomendasikan bahwa
fungsi unsur-unsur bangunan telah sesuai dengan ketentuan yang ada dan laik untuk digunakan pada
masa layan berikutnya. Dalam hal ini, BI akan merekomendasikan kepada Bid-PK yang akan
melanjutkan kepada Bid-PB untuk menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi Kedua (SLFL2). Prosedur
tersebut berlaku untuk masa-masa layan berikutnya secara berkesinambungan.
Untuk memudahkan dalam memahami penjelasan tentang kedudukan dan peranan seorang BI
maka telah dibuat skema sebagaimana disajikan dalam Gambar 0.1. Pada skema tersebut BI terdiri
atas BI Profisiensi dan BI Teknisi. Peran BI Teknisi adalah melakukan pengujian lapangan dan
mendapatkan data primer lainnya sesuai dengan permintaan dan petunjuk BI Profisiensi; sedang peran
BI Profisiensi adalah menganalisis dan memastikan bahwa semua data yang diperoleh oleh BI Teknisi
adalah sahih dan dapat dipertanggung-jawabkan baik secara ilmiah maupun secara hukum.
Selanjutnya, berdasarkan analisis tersebut dan observasi lapangan, BI Profisiensi akan menyusun
rekomendasi kepada instansi yang lebih tinggi (Bidang Pengawasan Pembangunan atau Bidang
Pengawasan Kelaikan) dalam menentukan langkah lebih jauh. Baik BI Teknisi maupun BI Profisiensi
merupakan penghubung antara aktifitas di lapangan dengan Bidang Pengawasan Pembangunan atau
Bidang Pengawasan Kelaikan.

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-3


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
Gambar 0.1 Siklus perwujudan bangunan gedung dan rumah tinggal di wilayah Pemprov DKI Jakarta

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-4


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
0.2 Etika Profesi
0.2.1 Definisi
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu
salah atau benar, buruk atau baik. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan
maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat
dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Selanjutnya,
kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh
melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam
menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikendalikan dan dinilai
dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat
built-in mechanism berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk
penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri insan profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk
mengindahkan etika profesi pada saat mereka hendak memberikan jasa keahlian profesi kepada
masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah
profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah
yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan
tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para insan profesional
ini.
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang
profesional supaya turut menjaga etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode
etik profesi, yaitu:
a) Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalisme yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi
mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b) Kode etik profesi merupakan sarana kendali sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada
masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan
pengendalian terhadap para pelaksana di lapangan kerja.
c) Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi. Artinya bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau
perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi/ perusahaan.

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-5


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
0.2.2 Tujuan
Dalam upaya untuk mengatur perilaku insan profesional agar selalu ingat, sadar, dan mau
mengindahkan etika profesinya; maka setiap organisasi profesi wajib merumuskan aturan main yang
tersusun secara sistematik dalam sebuah kode etik profesi yang sesuai dengan ruang lingkup
penerapan profesinya masing-masing. Kode etik profesi ini akan dipakai sebagai rujukan normatif dari
pelaksanaan pemberian jasa profesi kepada mereka yang memerlukannya. Menurut Harris (1995)
ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui etika profesi yang distandarkan dalam bentuk
kode etik profesi. Pelanggaran terhadap kode etik profesi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, namun
secara umum mencakup dua kasus utama, yaitu:
a) Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang
seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Misalnya, memperdagangkan jasa atau membeda-
bedakan pelayanan jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan materi yang tidak
wajar ataupun kekuasaan, merupakan perbuatan yang sering dianggap melanggar kode etik
profesi.
b) Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas
keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggungjawabkan menurut standar maupun kriteria
profesional.
Dengan demikian kode etik profesi akan bisa dijadikan sebagai acuan dasar dan sekaligus alat kendali
internal bagi anggota profesi; disamping juga sebagai alat untuk melindungi kepentingan masyarakat
dari perbuatan-perbuatan yang tidak profesional.
Dengan adanya kode etik profesi, maka akan ada semacam aturan yang bisa dijadikan guidelines
untuk melindungi kepentingan masyarakat umum. Disamping itu kode etik profesi ini juga bisa
dipakai untuk membangun image dan menjaga integritas maupun reputasi profesi, serta memberikan
gambaran tentang keterkaitan hubungan antara pemberi dengan pengguna jasa keprofesian.

0.2.3 Jenis Kode Etik


Untuk memberikan semacam rambu-rambu yang dapat dipakai sebagai rujukan tentang etika
profesi yang wajib ditaati, maka disusun kode etik profesi yang pada intinya menekankan pada arahan
untuk menuju kebaikan, kejujuran, respek (penghormatan) kepada hak orang lain, dan sebagainya; dan
di sisi lainnya menghindari segala perbuatan yang tidak baik, tercela, menyimpang dari aturan yang
berlaku, dan sebagainya. Pada dasarnya kode etik profesi dirancang dengan mengakomodasikan
beberapa prinsip etika seperti berikut:
a) Etika kemanfaatan umum (utilitarianism ethics), yaitu setiap langkah/ tindakan yang
menghasilkan kemanfaatan terbesar bagi kepentingan umum haruslah dipilih dan dijadikan
motivasi utama.
b) Etika kewajiban (duty ethics), yaitu setiap sistem harus mengakomodasikan hal-hal yang wajib
untuk diindahkan tanpa harus mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin bisa timbul,

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-6


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
berupa nilai moral umum yang harus ditaati seperti jangan berbohong, jangan mencuri, harus
jujur, dan sebagainya. Semua nilai moral ini jelas akan selalu benar dan wajib dilaksanakan,
sekalipun akhirnya tidak akan menghasilkan keuntungan bagi dirinya sendiri.
c) Etika kebenaran (right ethics), yaitu suatu pandangan yang tetap menganggap salah terhadap
segala macam tindakan yang melanggar nilai-nilai dasar moralitas. Sebagai contoh tindakan
plagiat ataupun pembajakan hak cipta/ karya orang lain, apapun alasannya akan tetap dianggap
salah karena melanggar nilai dan etika akademis.
d) Etika keunggulan/ kebaikan (virtue ethics), yaitu suatu cara pandang untuk membedakan
tindakan yang baik dan salah dengan melihat dari karakteristik (perilaku) dasar orang yang
melakukannya. Suatu tindakan yang baik/ benar umumnya akan muncul dari orang yang
memiliki karakter yang baik pula. Penekanan diletakkan pada moral perilaku individu, bukannya
pada kebenaran tindakan yang dilakukannya.
e) Etika sadar lingkungan (environmental ethics), yaitu suatu etika yang berkembang di
pertengahan abad 20 yang mengajak masyarakat untuk berpikir dan bertindak dengan konsep
masyarakat modern yang sensitif dengan kondisi lingkungannya. Pengertian etika lingkungan
disini tidak lagi dibatasi ruang lingkup penerapannya merujuk pada nilai-nilai moral untuk
kemanusiaan saja, tetapi diperluas dengan melibatkan natural resources lain yang juga perlu
dilindungi, dijaga dan dirawat seperti flora, fauna maupun obyek tidak bernyawa sekalipun.

Seperti halnya dengan profesi-profesi yang lainnya, hasil kepakaran profesi ‘tukang’ insinyur ini
akan erat berkaitan dengan masalah kehidupan manusia. Banyak hal-hal yang akan memicu
kontroversi pada saat sebuah karya keinsinyuran sedang dicoba maupun pada saat hendak
diaplikasikan.
Ada berbagai macam kode etik yang dibuat oleh berbagai-macam asosiasi profesi keinsinyuran
yang ada, meskipun secara prinsipiil tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan dari kode etik yang
satu dibandingkan dengan yang lainnya. Struktur dari kode etik profesi tersebut umumnya diawali
dengan hal-hal yang bersifat umum seperti yang tercantum di bagian pendahuluan, mukadimah atau
general introductory; dan selanjutnya diikuti dengan serangkaian pernyataan dasar atau canon (dari
bahasa latin yang berarti aturan). Canon ini kemudian dijabarkan secara lebih luas lagi dengan
memberikan uraian penjelasan untuk hal-hal yang bersifat khusus dan/ atau spesifik. Kode etik
insinyur yang dipublikasikan oleh Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET,
1985) memulainya dengan dengan introduksi umum yang berisikan pernyataan tentang empat prinsip
etika dasar profesi keinsinyuran sebagai berikut:

Engineers uphold and advance the integrity, honor and dignity of the engineering profession by:
a) using their knowledge and skill for the enhancement of human welfare;
b) being honest and impartial, and serving with fidelity the public, their employers and clients;

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-7


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
c) striving to increase the competence and prestige of the engineering profession; and
d) supporting the professional and technical societies of their disciplines.

Selanjutnya kode etik versi ABET tersebut diakhiri dengan tujuh fundamental canon yang
kemudian dilengkapi lagi dengan uraian penjelasan yang termuat dalam Suggested Guidelines for Use
with the Fundamental Cannons of Ethics.

0.2.3.1 Kode Etik Insinyur Indonesia


Persatuan Insinyur Indonesia (PII) telah berhasil merumuskan dan menyusun Kode Etik Insinyur
Indonesia yang diberi nama Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia yang terdiri dari dua
bagian, yaitu:
a) Prinsip-prinsip Dasar yang terdiri atas empat kaidah dasar, yaitu:
1. Mengutamakan keluhuran budi.
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.
3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya.
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasar keahlian profesional keinsinyuran.
b) Tujuh Tuntunan Sikap (Canon), yaitu:
1. Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan
masyarakat.
2. Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensinya.
3. Insinyur Indonesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam
tanggungjawab tugasnya.
5. Insinyur Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-
masing.
6. Insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas, dan martabat profesi.
7. Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesinya.

0.2.3.2 Kode Etik Arsitek


Selain PII, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) telah berhasil pula menetapkan Kode Etik dan Kaidah
Tata Laku Keprofesian Arsitek yang diterbitkan pertama kali di Kaliurang pada tahun 1992.
Kemudian, mengikuti perkembangan zaman, dikaji ulang dan dilengkapi pada tahun 2005. Rumusan
kode etik 1992 terdiri dari 7 (tujuh) pasal prinsip dasar dan 31 (tiga puluh satu) ayat tingkah laku yang
memberi penjabaran terhadap 7 pasal prinsip dasar tersebut. Perubahan tahun 2005 menjadi
Mukadimah, 5 pasal kaidah dasar, 21 standar etika, dan 45 pasal kaidah tata laku. Substansi dari kode
etik profesi yang diformulasikan tersebut umumnya mencakup permasalahan penerapan keahlian

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-8


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)
profesi yang semata ditujukan untuk kesejahteraan dan kepentingan umat manusia; menjaga martabat,
integritas, kehormatan, kompetensi, kualitas, maupun reputasi keprofesian; dan sebagainya. Penjelasan
rinci tentang kode etik IAI dapat dilihat pada website http://www.iai.org.id.

0.2.3.3 Kode Etik Tim Ahli Bangunan Gedung


Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli
Bangunan Gedung dijelaskan mengenai definisi Tim Ahli Bangunan Gedung, yaitu tim yang terdiri
dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan
pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan
terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan
bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus-per-kasus disesuaikan
dengan kompleksitas bangunan gedung tersebut.
Dalam Peraturan Menteri PU tersebut juga telah ditentukan kode etik Tim Ahli Bangunan
Gedung. Naskah kode etik Tim Ahli Bangunan Gedung sekurang-kurangnya memuat butir-butir yang
meliputi:
a) Tujuan, yaitu melaksanakan tugas untuk terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, andal,
dan efisien serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
b) Janji, sekurang-kurangnya:
1. Melaksanakan tugas secara profesional dengan keilmuan yang didasari ilmu pengetahuan
dan teknologi, sosial, budaya, dan ekonomi serta menghargai kearifan lokal;
2. Melaksanakan tugas secara independen, objektif, dan tanpa konflik kepentingan; dan
3. Melayani masyarakat, senantiasa terbuka dan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya.

0.2.4 Kewajiban
Kode etik harus dilaksanakan tanpa toleransi sedikitpun atas penyimpangannya (zero tolerance).
Sehubungan Building Inspector (BI) atau Inspektur Bangunan belum memiliki kode etiknya sendiri
dan mengingat bahwa konsep BI ini merupakan kali pertama maka nilai-nilai kode etik akan diambil
dan diabstraksikan dari kode etik Persatuan Insinyur Indonesia, IAI, dan Tim Ahli Bangunan Gedung
di atas. Berdasarkan nilai-nilai kode etik ketiga asosiasi profesi tersebut maka diusulkan beberapa
ketentuan yang wajib dilaksanakan oleh BI sebagai berikut:
a) Melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab, jujur, dan profesional.
b) Menjaga data dan/ atau informasi yang tertuang didalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat serta
Gambar-gambar Kerja (Construction Drawings) dan segala turunan dan/ atau addendum-nya
dalam bentuk softcopy maupun hardcopy bagi dirinya sendiri, tidak berbagi dengan pihak lain
manapun, sehingga tidak ada pihak manapun yang dapat mengakses atau memperolehnya atau
menggunakannya, baik sebagian maupun seluruhnya.

Pelatihan Inspektur Bangunan Profisiensi Pratama – Pemprov DKI Jakarta. 0-9


LAPI ITB ©2009 (SPM-FID)

Anda mungkin juga menyukai