Anda di halaman 1dari 4

Cerita Rakyat Kalsel Dongeng Gunung Batu Bini dan Laki

"Siapa namamu?" tanya sang saudagar. "Angui, Tuan," jawab pemuda itu.

"Aku melihat kau sangat rapi dan cekatan. Batang-batang rotan yang kau jual pun cukup tua
dan kering. Aku butuh orang-orang sepertimu. Apakah kau mau ikut berlayar denganku?" ajak
sang saudagar.

Angui merasa terkejut sekaligus gembira.

"Terima kasih, Tuan! Tentu saja saya mau, tetapi izinkan saya meminta izin kepada ibu saya"

"Pergilah, besok ku tunggu kau di sini," kata saudagar itu.

Advertisements

Angui pulang ke rumah dengan perasan gembira. Ia menceritakan apa yang dialaminya kepada
ibunya.

"Bu, apakah aku boleh pergi berlayar supaya kehidupan kita lebih baik lagi?" tanya Angui.

Meskipun berat, Diang Ingsung tidak ingin menahan keinginan anaknya untuk mencari
kehidupannya yang lebih baik.

"Ibu mengizinkanmu pergi, Nak. Namun, setelah berhasil pulanglah, Ibu pasti sangat
merindukanmu," jawab ibunya dengan perasaan sedih.

Angui memeluk ibunya dengan bahagia sekaligus sedih, karena harus meninggalkannya
sendiri.

Keesokan paginya, Angui pamit kepada Ibunya untuk pergi berlayar.

"Jaga diri Ibu baik-baik. Aku titip ayam jagoku ini Bu, ia sahabatku semenjak aku kecil. Biarlah
ayam ini jadi pengingat Ibu terhadapku. Doakan aku berhasil, Bu," kata Angui.

Advertisements

Diang Ingsung menahan air matanya, "Tentu, Nak. Ibu akan menjaganya:'

Angui pun pergi berlayar bersama saudagar pemilik kapal.

Bertahun-tahun lamanya Angui bekerja dengan baik don rajin. Saudagar itu sangat menyayangi
Angui. Ia pun menikahkan putri satu- satunya dengan Angui. Tidak berapa lama kemudian,
saudagar itu meninggal dunia. Semua hartanya diwariskan kepada putrinya dan Angui. Dengan
demikian, nasib Angui pun berubah menjadi saudagar yang kaya raya dengan istri yang cantik.

Kemudian, Angui teringat dengan ibunya. Ia berniat mengunjungi ibunya. Istrinya menyambut
gembira ajakan suaminya.

"Mari kita berangkat, Bang. Aku belum pernah bertemu dengan mertuaku," kata sang istri.

Angui pun meminta anak buahnya menyiapkan perjalanan mereka ke kampung Angui dengan
menggunakan kapal yang besar dan megah. Setelah berlayar beberapa lama, sampailah kapal
besar tersebut di pelabuhan.

Orang-orang kampung terkejut melihat sebuah kapal besar dan megah mendarat di kampung
mereka. Lebih terkejut lagi ketika mereka melihat seorang laki-laki muda dan perempuan muda
di geladak kapal.

"Bukankah itu Angui, anak Diang Ingsung?" kata salah seorang penduduk, "Wah ia sudah
menjadi saudagar kaya!"

"Iya betul, itu Angui, anak Nenek Ingsung. Lebih balk aku ke rumah Nenek Ingsung dan
memberitahukannya bahwa anaknya datang!"

Beberapa orang berlarian ke gubuk Diang Ingsung.

"Nek, Nenek Ingsung! Cepatlah ke pantai! Angui anakmu datang! Ia sudah jadi saudagar kaya!"

Diang Ingsung yang sudah tua renta dan sakit-sakitan bersusah payah keluar rumah.

"Apa kalian bilang? Angui pulang?"

"Iya Nek, cepatlah ke sana!"

Diang Ingsung merasa sangat bahagia. Angui anak yang dirindukannya telah pulang. Ia akan
menggunakan jukung, ia yakin Angui akan segera mengenali jukung tua mereka.

"Ah, akan kubawa juga ayam jago si Angui, ia pasti senang, karena ayam jagonya berumur
panjang!"

Diang Ingsung pun mulai mendayung jukung dengan susah payah. Ayam jago Angui diletakkan
di ujung jukung. Tubuhnya yang telah letih karena penyakit terasa lebih bersemangat, karena
sebentar lagi akan bertemu dengan anaknya.

Jukung tua itu didayung mendekati kapal besar milik Angui. Diang Ingsung melihat sosok
anaknya di anjungan kapal. Ah, betapa tampon anaknya sekarang. Diang Inngsung merasa
sangat bahagia.

" Angui! Angui, Anakku! Kamu datang, Nak!" teriak Diang Ingsung dengan susah payah.
Sauaranya yang serak hampir kalah oleh angin laut.

Angui terkejut melihat seorang nenek kumal dengan jukung tua mendekati kapalnya. Ia tahu itu
ibunya, tetapi melihat keadaan ibunya yang kumal dan dengan pakaian yang kusam, ia menjadi
malu mengakuinya.

"Siapakah ibu yang memanggilmu itu, Bang?" tanya istri Angui, Betulkah itu ibumu? Kalau iya,
suruhlah awak kapal menjemputnya naik."

Angui masih memandang nenek tua yang sedang berusaha merapat ke kapalnya dengan
masam.

"Hei, Nenek! Siapakah kau? Mengapa kau memanggil aku anakmu? Ibuku bukan nenek-nenek
miskin sepertimu!" hardik Angui .

Diang Ingsung terkejut, "Nak, ini betul Ibumu. Lihatlah Nak, ini jukung yang selalu kita gunakan
untuk mencari ikan dan ini ayam jago yang kau titipkan kepada ibu!""

"Dasar penipu! Tidak mungkin seekor ayam bisa hidup selama itu! Cepat pergi dari sini!!"

"Abang, jika memang itu ibumu, akuilah. Aku menerimanya apa adanya," kata istrinya lagi.

"Sudah kubilang ia bukan ibuku!" Angui memerintahkan anak buah kapal mengusir ibunya.

Angui juga memerintahkan untuk meninggalkan tempat itu. Kapal besar itu pun perlahan
menjauh dari pantai.

Betapa hancur hati Diang Ingsung. Anak yang dirindukannya kembali justru tidak mengakuinya
sebagai ibu. Air matanya berlinang.

Dengan menangis ia berdoa, "Tuhan, anakku tidak mengakui aku lagi sebagai ibunya.
Celakakanlah ia. Biarkanlah ia menjadi batu beserta segala milik dan kekayaannya!"

Tiba-tiba, langit mendung. Hujan turun dengan derasnya disertai badai dan petir menyambar.
Kapal Angui diterjang badai dan petir berkali-kali. Kapal besar tersebut terbelah menjadi dua,
satu bagian berisi istri dan dayang-dayangnya, satu bagian lagi Angui dan para awak kapal.
Kedua bagian yang terbelah itu pun pelan-pelan karam.

"Ibu, ampun Ibu. Aku memang anakmu! Tolonglah aku Ibu," terdengar teriakan Angui meminta
tolong.
Diang Ingsung tidak bergeming mendengar teriakan anaknya, ia tetap mendayung jukungnya
menuju ke daratan.

Daratan kampung yang tergenang air, lama-kelamaan surut. Ketika air surut, munculah dua
belahan kapal yang sudah membatu. Satu bagian kapal yang berisi istri Angui dan dayang-
dayangnya kemudian dinamakan Gunung Batu Bini. Sementara itu, bagian lainnya yang berisi
Angui dan anak buah kapalnya dinamakan Gunung Batu Laki.

Gunung Batu Laki ada sebuah pohon besar yang tinggi. Konon, pohon itu berasal dari tiang
layar kapal yang mencuat setelah tenggelam. Lokasi Gunung Batu Bini dan Gunung Batu Laki
ada di sebelah barat Pegunungan Meratus.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Kalsel : Gunung Batu dari Perahu yang Terbelah adalah kita
harus menghormati dan menyayangi orangtua. Mereka lah sumber kesuksesan dan
kebahagiaan yang akan kita raih.

Anda mungkin juga menyukai