Anda di halaman 1dari 7

I.

KONSEP DASAR TEORI


A. Pengertian Luka Tusuk Abdomen
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam
jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka
tusuk pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :
1.Lokasi anatomi injury
2.Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk
menusuk dan arah tusukan.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga
abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-
organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga
bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya
ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
B. Etiologi dan Klasifikasi
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium).Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).Disebabkan
oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)
(FKUI, 1995).
C. Patofisiologi
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :
a. Trauma tumpul abdomen
• Kehilangandarah.
• Memar/jejas pada dinding perut.
• Kerusakan organ-organ.
• Nyeri
• Iritasi cairan usus
b. Trauma tembus abdomen
• Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
• Respon stres simpatis
• Perdarahan dan pembekuan darah
• Kontaminasi bakteri
• Kematian sel
c. 1 & 2 menyebabkan :
• Kerusakan integritas kulit
• Syok dan perdarahan
• Kerusakan pertukaran gas
• Risiko tinggi terhadap infeksi
• Nyeri akut (FKUI, 1995).
D. Tanda dan Gejala
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
• Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
• Respon stres simpatis
• Perdarahan dan pembekuan darah
• Kontaminasi bakteri
• Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
• Kehilangan darah.
• Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ
• Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
• Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
E. Komplikasi
Segera :hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat :infeksi (Smeltzer, 2001).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah
menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20
yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan
garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI,
1995).
G. Penatalaksanaan
a. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
b. menilai urin yang keluar (perdarahan).
c. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka
tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase
peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) (FKUI, 1995).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Data
DasarPemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh
dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll),
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenangatau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya
lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih
8. PernafasanData Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangg kognitif.Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

C. Implementasi dan Intervensi


1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan
secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.R/ mengetahui sejauh mana
perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.R/ mengidentifikasi
tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh. R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan
sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan
steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e. jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/
agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya
luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R / antibiotik berguna untuk
mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila
suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/ mengendalikan penyebaran
mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen.
3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat
dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari
enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
• Nyeri berkurang atau hilang
• Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/ hubungan yang baik membuat klien
dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi
menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri \R/ memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic R/ merupakan
tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup
mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan
atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
• perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
• pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
• Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup. R/ mengurangi aktivitas yang tidak
diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar
optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan
fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang..
• melakukan pergerakkan dan perpindahan.
• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.R/
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/ menilai batasan
kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.R/ mempertahankan
/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal

III. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Muntah darah
b. Breathing
Nafas tersengal-sengal
c. Circulation
Pendarahan,syok,
B. Diagnosa dan Intervensi keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit b/d perdarahan
Tujuan : terjadi keseimbangan cairan
Kriteria hasil : volume cairan terpenuhi,TTV dalam batas normal
Intervensi
a. Kaji TTV
b. Pantau cairan parenteral dan elektrolit,antibiotic dan vitamin
c. Kaji tetesan infuse
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral
e. Transfusi darah
2. Nyeri b/d Luka penitrasi abdomen
Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria Hasil : Nyeri berkuran / terkontrol,TTV dalam batas normal, ekspresi wajah
rileks.
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
b. Memberikan posisi yang nyaman
c. Ajarkan teknik relaksasi
d. Kolaborasi pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.


Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah, EC, Jakarta.
Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi
6, EGC ; Jakarta.
Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media

Anda mungkin juga menyukai