Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Co- Working Space

2.1.1. Pengertian

Co-Working Space berasal dari kata co-working yang artinya

bekerja sama dan kata space merujuk pada ruangan atau tempat. Co-

Working Space bukan hanya merujuk tempat fisik yang menunjang

kebutuhan akan ruang kerja tetapi mengarahkan kepada membangun

komunitas atau atmosfer dunia kerja dimana secara umum penggunanya di

dominasi oleh profesional, freelance, pekerja jarak jauh, umkm dimana

mereka membutuhkan wahana dan sarana kolaboratif dan inovatif. Dalam

prinsip dasar Co-Working Space nilai utama yang dibangun dalam suasana

kerja ialah relasi dan kolaborasi, Co-Working Space berbeda dengan media

bisnis akselelator, inkubator dan suite eksekutif yang cenderung anti sosial,

materialis, individual dan formal karena Co-Working Space menekankan

pada aspek sosial, non formal dan kolaboratif. Pengertian Co-working

space bedasarkan pengertian dari kamus Oxford merupakan lingkungan

kerja atau kantor yang digunakan oleh orang-orang yang bekerja sendiri

atau bekerja untuk perusahaan yang berbeda-beda. Secara khusus


13

coworking space menawarkan lingkungan kerja yang saling berbagi

peralatan, ide dan pengetahuan.

2.1.2. Karakteristik Co-Working Space

Menyesuaikan dengan fungsi dari Co-Working Space yang

merupakan sarana kerja multi fungsi dan beragam pengguna maka Co-

Working Space akan memiliki beragam karakter bergantung dengan tipe

dan jumlah pengguna, penentuan karakter akan diambil dari poin dominan

dari tipikal pengguna dan berdasarkan aktifitas yang akan difasilitasi

mengingat pendekatan yang digunakan adalah phsycology-environment

maka karakter ruang atau karakter Co-Working Space itu sendiri akan

menentukan dampak psikologis bagi penggunanya yang akan diwujudkan

dengan desain yang merujuk pada phsycology-environment yang perlahan

merubah kebiasan masyarakat urban atau pra-urban menjadi masyarakat

yang lebih tahan dalam permasalahan sosial sehingga hasil desain yang

mampu membuat masyarakat memiliki karakter masyarakat sosial

resilience. Karakter utama yang melekat pada Co-working space ialah

sosial, non formal dan kolaborator dimana mengutamakan porsi ruang yang

bersifat ruang komunal.

2.1.3. Fungsi Co-Working Space

Fungsi dari co-working space adalah wahana atau sarana untuk

menunjang aktifitas pekerjaan yang dapat digunakan oleh individu atau


14

kelompok dalam durasi waktu tertentu bergantung kesepakatan.

Berdasarkan pengertian tersebut, coworking space memiliki fungsi untuk

menyediakan ruang kerja untuk orang – orang dengan latar yang berbeda-

beda antara lain yaitu : konsultan, freelancer, enterpreneur, asosiasi, startup,

investor, artist, peneliti , pelajar dll yang fokus pada menciptakan ruang

kerja yang mendukung kolaborasi, partisipasi, keterbukaan, inovasi,

fleksibilitas, berbagi peralatan, pengetahuan dan pengalaman.

2.1.4. Klasifikasi Co-Working Space

Co-Working space merupakan sarana atau ruang kerja yang

menjangkau beragam latar profesi sehingga melahirkan beberapa

perbedaan dalam kelas co-working space, coworking space dibagi menjadi

lima klasifikasi utama yaitu, midsize and big community coworking space,

small community coworking space, corporate powered coworking space,

university related coworking space, dan popup coworking space. Kelima

klasifikasi tersebut, tidak hanya memiliki perbedaan dalam ukuran saja

tetapi juga dalam industri dan jenis operatornya. Berikut ini lima

klasifikasi utama pada coworking space (Schuermann, 2014, hal. 28)1.

A. Midsize and Big Community Coworking Space

Kategori ini, umumnya memberikan layanan dan ruang untuk 40 (empat

puluh) coworker. Pada kategori ini, didefinisikan berdasarkan jumlah

atau kapasitas ruang kerjanya, bukan dari sebuah perusahaan atau

industri khusus, sehingga memungkinkan untuk memperluas tempat,

1
Mathias Schuermann, Co-Working Space, Springer Gabler, German, 2014, P 28
15

memperbanyak kapasitas, dan merubah konsep desainnya. Coworking

spaces yang besar dari sebuah industri termasuk dalam jenis kategori

ini. Contoh coworking space kategori ini dapat dilihat pada Betahaus di

Berlin (Schuermann, 2014, hal. 28).2

B. Small Community Coworking Space

Sebuah komunitas kantor dapat dinyatakan mempunyai sebuah Small

Community Coworking Space dengan memberikan layanan dan ruang

untuk 10 (sepuluh) coworkers. Pada tipe Coworking Space seperti ini

suasana yang ditawarkan sangat hangat, tidak formal, penuh cinta dan

kasih sayang. Contoh coworking space kategori ini dapat dilihat pada

pada dilihat pada Soleilles Cowork di Paris (Schuermann, 2014, hal.

28)3.

C. Corporate Powered Coworking Space

Peningkatan jumlah perusahaan besar yang menemukan model bisnis

dari coworking space menjadikan coworking space sebagai tambahan

ruang untuk bekerja, riset dan inovasi. Hal tersebut, dimanfaatkan

oleh perusahaan besar sebagai langkah untuk meningkatkan kinerja dan

profit dari perusahaan. Pada tipe ini, coworking space tersebut memiliki

akses terbatas, seperti hanya bisa digunakan oleh para pekerja yang

bekerja dibawah perusahaan tersebut. Akan tetapi, agar konsep

coworking space ini lebih bisa tercapai, tidak tertutup kemungkinan

coworking space tipe ini akan membuka layanannya untuk para pekerja

2
Ibid
3
Ibid
16

dan para freelancer yang bekerja sama dengan perusahaan tersebut.

Contoh coworking space kategori ini dapat dilihat pada Network Orange

di Toronto, dimana tempat tersebut disponsori oleh ING Direct Bank

(Schuermann, 2014, hal. 28-29)4.

D. University Related Coworking Space

Coworking space merupakan tempat yang ideal untuk mengaplikasikan

atau mencoba ilmu dan pengetahuan yang baru diperoleh. Coworking

space jenis ini berfungsi sebagai penghubung antara teori dan praktek

yang akan membantu para pelajar untuk mengerti dan mendalami

sebuah proyek. Dalam kategori ini universitas dapat bertindak sebagai

operator atau mitra perusahaan dalam coworking space. Contoh yang

paling menonjol dapat dilihat pada Startup Sauna di Helsinki, yaitu

sebuah proyek yang dimulai oleh mahasiswa dari Aalto University

(Schuermann, 2014, hal. 29-30)5.

E. Popup Coworking Space

Popup Coworking Space merupakan tempat yang berisikan oleh

komunitas aktif yang berkegiatan sementara. Tempat ini biasanya dibuat

untuk uji coba untuk sebuah coworking space permanen di masa yang

akan datang atau dibangun oleh sebuah perusahaan atau industri

tertentu untuk menyelesaikan sebuah proyek tertentu, seperti sebuah

proyek yang melibatkan banyak kelompok internal perusahaan dan

4
Ibid .Hal 28-29
5
Ibid .Hal 29-30
17

partner kerja sama dari luar perusahaan. Contohnya yaitu Coworking

Space of the Swiss Federal Railways (Schuermann, 2014, hal. 30-31).

2.1.5. Nilai-nilai pada Co-Working Space

Coworking space merupakan sebuah lingkungan kerja

yang menawarkan gaya kerja yang kolaboratif, fleksibel, dan

mandiri yang didasarkan pada saling percaya dan berbagi

pengetahuan dan nilai-nilai antar anggotanya. Coworking space

dapat digambar kedalam lima kata sifat yaitu fleksibel,

menyenangkan, kreatif, ramah, dan inspiratif. Oleh karena itu,

jenis perilaku yang mengarah ke suasana itu harus dianggap

sebagai nilai – nilai. Berikut ini nilai-nilai yang terdapat pada

coworking space. (Alex Hilman, 2011). 6

A. Komunitas

Memiliki komunitas yang kuat dan yang memberi rasa

memiliki adalah nilai yang paling penting dalam coworking

space. Hal ini dilihat sebagai faktor keberhasilan dari

coworking space tergantung pada komunitasnya. Coworking

space tidak dilihat sebagai layanan yang satu arah melainkan

hubungan dua arah. Orang yang memanfaatkan juga memberi

kontribusi kepada yang lainnya. Orang yang bekerja pada

6
Alex Hilman, Co-Working core value. https://dangerouslyawesome.com/2011/08/coworking-core-
values-1-of-5, 2011. diakses pada 28 februari 2019.
18

coworking space disebut sebagai Community Manager yang

memiliki peran mendorong dan mendukung komunitas. Dalam

sebuah perusahaan konvensional karyawan juga membangun

komunitas. Karyawan bekerja sama sebagai rekan dan

kemudian dapat menjadi teman. Sedangkan untuk freelancer

keterikatan sosial semacam ini sering hilang. Para freelancer

datang ke coworking space untuk menjadi bagian dari sebuah

kelompok sosial.

B. Aksesibilitas

Nilai ini memiliki 4 (empat) aspek yang berbeda.

Pertama coworking space dapat diakses untuk orang atau

kelompok yang sangat beragam. Orang harus merasa disambut

dan suasana harus hangat. Kedua, aksesibilitas secara

keuangan. Coworking space merupakan sebuah layanan dalam

kelompok sosial dan harga sewa meja kerja harus serendah

mungkin. Ketiga, bersikap terbuka dan menyambut tamu

misalnya saat acara-acara komunitas. Keempat, yaitu

aksesibilitas secara fisik bagi penyandang cacat .

C. Kolaborasi

Freelancer atau enterpreneur umumnya dapat bekerja

sendiri dibanding dengan pegawai pada perusahaan

konvensional. Tapi para freelancer dan enterpreneur ini tetap

masih bisa bekerja sama dan hal ini yang sangat diapresiasi
19

pada coworking space. Dalam komunitas di coworking space,

coworkers dapat menemukan layanan spesialis yang dibutuhan

(misalnya desainer web), atau coworkers dapat berbagi ide satu

sama lain untuk mendapakan umpan balik. Selain itu, melalui

kerjasama bahkan layanan baru atau bisnis baru dapat lahir dan

menyebabkan kemitraan profesional antar coworkers. Nilai

inti disini adalah kesediaan individu untuk bekerja dengan

orang lain. Kolaborasi termasuk juga dalam arti saling berbagi

pengetahuan dan pengalaman.

D. Komunikasi

Manfaat dari coworking space hanya dapat dirasakan

melalui komunikasi. kesediaan untuk secara aktif berbagi

pengetahuan dan belajar dari orang lain merupakan hal yang

penting dalam coworking space. Tanpa komunikasi orang-

orang hanya akan menjadi semacam orang luar yang hanya

memanfaatkan namun tidak berkontribusi.

E. Keterbukaan

Keterbukaan memiliki arti pola pikir yang terbuka

terhadap ide-ide baru dan sudut pandang yang berbeda, terbuka

untuk mengubah pola pikir sendiri dan terbuka untuk belajar

dan mengajar setiap waktu. Prasyarat keterbukaan adalah

kepercayaan, tanpa kepercayaan misalnya bahwa ide mereka

tidak ada yang akan mencuri, berbagi ide mejadi hal yang
20

mustahil. Sehingga tanpa adanya keterbukaan, beberapa

manfaat dari kerja bersama seperti umpan balik yang

berkualitas tidak dapat direalisasikan .

F. Kreativitas

Sebagian besar coworkers bekerja di industri kreatif,

meraka dituntut harus selalu kreatif dan sikap itu dapat dibagi

pada orang lain. Bekerja pada coworking space tidaklah rutin.

Dalam coworking space ruang dan komunitas selalu berubah

dari waktu ke waktu. Perubahan secara terus menerus tersebut

merupakan hasil dari keberlanjutan kreativitas dan inovasi.

Untuk menganggapi perkembangan tersebut, penting untuk

selalu menyesuaikan dengan komunitas pada coworking space.

Ide- ide baru dipahami sebagai dasar dan prasyarat untuk

memecahkan setiap masalah .

2.2. Tinjauan Sosial Resiliensi

Konsep ketahanan, yang awalnya diciptakan untuk menjelaskan proses

ekologis, dikembangkan lebih lanjut dan diterapkan pada permasalahan sosial.

Proses itu menghasilkan korelasi dengan ilmu sosial, yang menjadikannya sebuah

dasar teori (Röhring, Gailing, 2010: 79)7. Secara etimologis, istilah rezilijentnost

dalam bahasa Serbia adalah terjemahan dari kata Inggris resilience, yang berasal

dari kata Latin resilīre yang berarti rebound atau mundur, dan pada awalnya

7
21

digunakan dalam ilmu fisika dan material untuk menggambarkan kemampuan sifat-

sifat material untuk bertahan dari kekuatan besar, guncangan atau tekanan

(USAID,2006: 10; The Young Foundation, 2012: 11) 8 . Terjemahan literal ke

bahasa Serbia akan menjadi elastičnost atau fleksibilnost, tetapi dalam sebagian

besar literatur lokal istilah rezilijentnost digunakan sebagai gantinya.

Pada 1940-an, aplikasi dan makna istilah diperluas ketika ketahanan menjadi

relevan untuk psikologi sosial dan psikiatri (The Young Foundation,2012: 11)9 dan

itu semakin populer pada tahun 1973 ketika seorang ahli ekologi Kanada, Crawford

Stanley (Buzz) Holling, memperkenalkan konsep ketahanan dalam ekologi


10
(Holling, 1973:15) . Sejak saat itu makna istilah mulai tumbuh, dan

penggunaannya telah diperluas ke berbagai bidang akademik dan politik: ekologi,

ilmu sosial, ekonomi dan teknik (The Young Foundation, 2012: 11)11.

Meskipun berbagai disiplin ilmu di mana istilah ini digunakan, interpretasi

ketahanan yang paling populer ditemukan dalam psikologi dan ekologi, yang

menurutnya itu adalah kemampuan suatu entitas (orang, sistem ekologi,

perusahaan, dll.) Untuk mengatasi Peristiwa dan kemudian bangkit kembali dan

kembali ke keadaan fungsionalnya (The Young Foundation, 2012: 11-12)12.

Sosiolog menggunakan istilah 'ketahanan' untuk menjelaskan kemampuan

manusia untuk kembali ke keadaan normal setelah menyerap beberapa tekanan

atau setelah bertahan dari beberapa perubahan negatif (Sur-jan, Sharma, Shaw,
13
2011: 17-18). Ada banyak cara untuk mendeteksi ketahanan dalam

8
9
10
11
12
13
22

kehidupan orang-orang dan komunitas mereka. Istilah ketahanan mengacu

pada kemampuan untuk pulih.

Kate Murray dan Alex Zautra telah menggunakan konseptualisasi

ketahanan yang lebih luas untuk mendefinisikan istilah ini sebagai respons

adaptif terhadap kesulitan yang diekspresikan melalui proses berikut: 1.

pemulihan, 2. keberlanjutan, dan 3. pertumbuhan. Semua proses ini

menangkap aspek-aspek ketahanan tertentu yang tercermin dalam pengalaman

orang-orang dan dalam studi literatur yang terkait dengan ketahanan.

2.2.1. Pengertian Sosial Resiliensi

Semua definisi ketahanan sosial berkaitan dengan entitas sosial - baik itu

individu, organisasi atau masyarakat - dan kemampuan atau kapasitas

mereka untuk mentolerir, menyerap, mengatasi, dan menyesuaikan diri

dengan berbagai ancaman lingkungan dan sosial dari berbagai jenis.

Sebagai (oBrist dkk. 2010, 289) 14 Konsep ketahanan telah berkembang

bertahap dari penekanan awal pada kegigihan dan upaya bertahan berubah

menjadi kemampuan adaptif dan berkembang. Fungsi sistem ekologi di

dunia yang awalnya tunduk untuk perubahan yang sedang berlangsung,

perlahan berubah menjadi mengarahkan perubahan ke arah yang

dikehendaki. Transformasi sosial dalam menghadapi perubahan global amat

penting dalam faktor ketahanan seperti dijelaskan di atas.

14
23

2.2.2. Faktor penguat kemampuan masyarakat resiliensi

Masyarakat sosial resiliensi memiliki kemampuan untuk kembali,

berubah, mengikuti dan bergerak untuk mencapai kondisi ideal dengan

demikian kondisi sosial yang ada menopang aspek emosional. Berikut

adalah faktor yang memperkuat kempuan masyarakat resiliensi menurut

(Saul Levine,2003:2)15

A. Hubungan erat

B. Emosional

C. Batas, aturan, hukum dan konsekuensi

D. Stimulasi

E. Rekan sebaya

F. Model dan mentor

G. Ruang

H. Hormat

I. Tanggung jawab

J. Konsistensi

K. Rasa aman

L. Peluang

M. Tradisi

N. Jiwa sosial

O. Nilai

15
24

2.3. Tinjauan Phsycological Environment

Phsycological-environment adalah salah satu cabang dalam disiplin ilmu

eco-phsycology. Awalnya eco-phsycology berkembang sebagai pemahaman

bahwa desain alam memiliki karakter dan dampak psikologis tertentu, sehingga

mulai dipetakannya dampak apa saja serta pengaruhnya terhadap psikologis

manusia hingga pada akhirnya menjadi disiplin ilmu sendiri. Lantas bagaimana

dengan phsycology-environment ? Phsycology-environment merupakan wujud

nyata penerapan desainnya, sederhananya sebagai berikut jika eco-phsycology

merupakan proses untuk mengenal alam dan dampaknya bagi psikologi

sedangkan phsycology-environment adalah proses rekayasa alam agar manusia

memiliki keinginan psikologis tertentu. Target utama dari phsycology-

environment adalah phsycological experience of space yaitu pengalaman tak

terukur berkaitan dengan kesan yang dirasakan hasil dari elemen ruang yang

terbentuk.

2.3.1. Pengertian Phsycological Environment

Phsycology-environment terdiri dari 2 kata yaitu phsycology dan

environment. Dalam kamus oxford phsycology adalah Studi ilmiah tentang

pikiran manusia dan fungsinya, terutama yang mempengaruhi perilaku

dalam konteks tertentu dan jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia

phsycology diserap menjadi psikologi yang dalam KBBI artinya adalah

ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal

dan pengaruhnya pada perilaku; ilmu pengetahuan tentang gejala dan

kegiatan jiwa;. Sementara itu environment menurut kamus oxford adalah


25

dunia alami, secara keseluruhan atau dalam wilayah geografis tertentu,

terutama yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. dan jika diterjemahkan

dalam bahasa indonesia artinya adalah lingkungan yang dalam KBBI

artinya adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi

perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Menurut pendapat para ahli phsycology-environment sendiri

memiliki artinya yang kompleks sebagai sub-disiplin dari eco-phsycology.

Pengertian phsycology-environment menurut para ahli adalah sebagai

berikut adalah studi tentang bagaimana lingkungan fisik mempengaruhi

perilaku individu dengan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari

bagaimana orang berinteraksi dengan lingkungan alami dan buatan

manusia. Salah satu aspek utama psikologi lingkungan adalah studi dan

pemahaman tentang bagaimana perilaku manusia mempengaruhi

lingkungan alami kita. (Stern, 1992)16. Dua aspek yang berjalan beriringan

dimana alam berdampak pada psikologis baik alam atau buatan dan

aktifitas manusia yang berdampak juga terhadap alam.

2.3.2. Bentuk Perilaku

Pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui bentuk perilaku. Secara

sederhana perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan, namun

pengamatan perilaku tidak hanya berdasarkan presepsi sederhana, ada

16
26

pula potensi perilaku yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan

presepsi.

Menurut (Bloom,1956)17, membedakan 3 jenis bentuk perilaku, yaitu

cognitif, affektif dan psikomotor dan Ki Hajar Dewantara memuat bentuk

perilaku seseorang melalui konsep “trisakti jiwa” yaitu cipta, rasa dan

karsa.

Bentuk perilaku berdasarkan respon stimulus menurut

(Bloom,1956)18, lebih mudah dipetakan karena respon perilaku dibedakan

menjadi 2, yaitu :

1. Perilaku tertutup.

Respon ini masih berupa hasil pemikiran seseorang pada

tahap awal yang tidak secara aktif berpengaruh pada respon atau

tindakan nyata, yang terjadi hanya stimulus pada presepsi dan

kesadaran, sikap yang timbul tidak dapat di amati.

2. Perilaku terbuka.

Respon terhadap stimulus berupa respon nyata karena

sifatnya yang responsif dan nyata karena melahirkan tindakan dan

emosi.

2.3.3. Teori Perilaku Lingkungan

Dalam hal ini ada 2 ruang lingkup besar yang berkaitan dengan teori

perilaku lingkungan (environmental phsycology). Pada bagian awal

17
18
27

dibahas bagaimana hubungan dasar antara manusia . Tiap- tiap teori

memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat hubungan alam dan

manusia. Pada bagian kedua teori yang dibahas berupa faktor yang

mempengaruhi indeks presepsi yang menjadi indikator respon sebagai

dampak psikologi terhadap lingkungan. Berikut penjabaran teori-teori

berikut

A. Teori dasar Psikologi.

Melalui teori-teori dasar tersebut dapat dipahami bagaimana

manusia bereaksi terhadap lingkungan. Apakah manusia

dipengaruhi lingkungan ataukah lingkungan berubah karena

perilaku manusia, ataukah manusia dan lingkungan dapat saling

mempengaruhi.

1. Teori Stimulus Respon

Stimulus adalah rangsangan yang berasal dari luar

individu makhluk hidup yang mempengaruhi makhluk hidup

tersebut. Environmental phsycology membahas lingkungan

yang berpengaruh pada makhluk hidup melalui proses

interaksi. Jika kajiannya manusia maka lingkungan menjadi

2 atribut yaitu lingkungan fisik dan sosial. Sedangkan respon

merupakan perilaku atau tingkah laku yang terjadi pada

manusia setelah ia mendapatkan stimulus atau objek yang

terdapat di lingkungan. Dengan demikian, dalam teori

stimulus-respon merupakan sebab-akibat.


28

Stimulus/
Lingkungan Manusia Tingkah Laku

Asosiatif

Bagan 1: Hubungan asosiatif antara stimulus dan lingkungan

2. Teori kognitif

Kognitif merupakan proses utama dalam siklus

mental yang mengantarai peristiwa diluar diri seseorang dan

didalam diri seseorang. Menurut Festinger pada tahun 1957

mengidentifikasikan elemen kognitof sebagai kognisi, dan

didefinisikan sebagai sesuatu yang diketahui oleh seseorang

mengenai dirinya sendiri, tingkah lakunya, dan lingkungan

diskitar. Struktur kognitif sangat berperan dalam proses

belajar, persepsi dan proses psikologis lainnya. Dalam

berinteraksi antara manusia dengan lingkungan dipersepsi

oleh manusia dengan menggunakan dimensi psikologis yang

ada dalam kognitifnya.

3. Teori lapangan (field theory)

Prinsip teori lapangan mengedepankan aspek

pengalaman personal sebagai pembentuk perilaku terhadap

lingkungan. Sebagaimana dalam teori kognitif yang

menekankan pada pemberian makna yang bersifat subjektif,


29

demikian pula dalam teori lapangan psikologis yang

dihadapi seseorang. Hal ini berarti dalam interaksi manusia

dan lingkungan, manusia hanya akan melakukan interaksi

terhadap lingkungan yang merupakan lapangan

psikologisnya. Lingkungan yang tidak menjadi lapangan

psikologisnya tidak akan mendapat respon yang memadai.

Teori lapangan menjelaskan pula mengenai tingkah laku

yang terjadi dengan daya-daya (forces) yang bekerja ketika

interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Dalam

menjelaskan mengenai daya yang ada, teori lapangan

mengemukakan mengenai daya yang mengarahkan (driving

forces), daya yang menghambat (restraining forces), daya

yang dapat mempengaruhi seseorang (induced forces) dan

daya yang dapat berpengaruh namun bersifat bukan

manusia (impersonal forces).

B. Teori perilaku lingkungan/ environmental phsycology

Perilaku lingkungan /environmental phsycology merupakan

ilmu inter disiplin dan merupakan ilmu pengetahuan yang dalam

penelitiannya memadukan antara aspek teoritis dan praktisi.

Teori ini menghubungkan keterkaitan antara hubungan manusia

dan lingkungan. Variabel-variabel lingkungan akan berdampak

menjadi pengaruh atau sekedar menjadi pengubung dengan

fungsi psikologi manusia secara individu atau iklim psikologi

secara kelompok.
30

Teori perilaku lingkungan akan menjebatani disiplin ilmu

lain yang berkaitan dengan lingkungan karena disiplin ilmu

psikologi sendiri tidak mampu menjelaskan secara empiris

keterkaitan psikologi dan lingkungan dalam faktor tunggal.

Dari uraian diatas berikut teori psikologi lingkungan/

environmental phsycology :

1. Teori Ekologi Psikologi

Perspektif teori yang dikemukakan oleh Barker dan

Bell, adalah efek yang spesifik dari lingkungan pada

perilaku. Dalam teori psikologi ekologi mengkaji hubungan

antara lingkungan dengan tingkah laku adalah secara

ekologis saling tergantung. Fokus kajuan Barker dalam hal

ini adalah pengaruh seting perilaku pada tingkah laku

banyak orang, yang disebut sebagai Extra-individual

Behavior Pattern.

Perilaku manusia berinteraksi dengan lingkungan

fisik yang berada dalam tiga dimensi ruang. Stimulus

lingkungan merupakan objek yang terdapat di lingkungan.

Manusia dalam berinteraksi antara lingkungan dengan

objek yang terdapat di lingkungan akan melakukan

adjustment secara timbal balik antara individu, lingkungan

sosial dan lingkungan fisik.


31

Pemaknaan terhadap lingkungan dipengaruhi oleh dua

faktor determinan dalam persepsi, yaitu:

a. Faktor struktural yang terdiri dari objek distal yang

membentuk objek proximal dan kemudian

mendistribusikan sinyal syaraf pengindraan ke

sistem jaringan saraf pusat.

b. Faktor fungsional yang merupakan daktor-faktor

psikologis yang akan memberikan arti, di mana

dalam hal ini antara lain berfungsi pula seperti

misalnya emosi, suasana hati, kecerdasan,

pengalaman masa lalu, dsb.

Ketika kita mempersepsi objek yang berada di

lingkungan, objek tersebut tidak mengalami perubahan.

Tetapi dalam proses pemaknaan tersebut, benda tersebut

memiliki makna tertentu.

2. Teori Beban Lingkungan

Masukan dari lingkungan yang akan masuk pada

manusia dalam psikologi disebut stimulus. Manusia

memiliki keunikan dalam menghadapi stimulus, yaitu

menyeleksinya. Stimulus yang masuk sangat banyak, maka

dari itu manusia akan menyeleksi stimulus lingkungan

mana yang relevan, dan akan diproses oleh manusia.

Namun, manusia sering menghadapi situasi yang

tak terhindarkan di mana stimulus lingkungan yang masuk


32

cukup banyak yang relevan. Dalam situasi demikian,

manusia akan sulit untuk menyeleksi stimulus tersebut

sehingga menimbulkan rasa jenuh.

Dalam situasi stimulus lingkungan yang banyak

akan memberikan informasi. Manusia akan memberikan

perhatian yang menyempit untuk lebih fokus pada informasi

yang paling relevan. Namun, ketika informasi yang masuk

terlalu banyak, maka itu akan menekan dirinya. Stimulus

demikian dapat menyebabkan stress, dan stimulus

lingkungan tersebut menjadi “stressor”. Artinya, stimulus

lingkungan dirasakan sebagai beban bagi ditinya.

Cohen dan Milgram (1970) 19 menyatakan bahwa

manusia mempunyai kapasitas yang terbatas dalam

mengolah informasi. Ketika manusia menerima indormasi

dalam jumlah banyak, dan informasi tersebut melebihi

kapasitas untuk memproses informasi, maka ia akan

merasakan sebagai beban yang berlebih. Strategi yang

dilakukan oleh manusia dalam menghadapi situasi beban

lingkungan adalah dengan mengabaikan informasi yang

masuk.

Cohen mengajukan empat asumsi dasar, yaitu:

a. Manusia mempunyai kapasitas yang terbatas untuk

memproses informasi/stimulus yang masuk, dan hanya

19
33

dapat menyimpannya dalam jumlah yang terbatas dalam

satu waktu.

b. Ketika stimulus lingkungan telah melebihi kapasitas

untuk mengolah dan memberikan perhatian pada

lingkungannya, maka strategi yang normal adalah

mengabaikan stimulus yang kurang relevan, dan

mmemberikan atensi kepada informasi yang berlebih.

c. Ketika stimulus lingkungan muncul pada manusia,

maka ia akan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal

ini berarti bahwa dalam dirinya akan melakukan

evaluasi tentang stimulus lingkungannya dengan cara

proses memantau, dan memberikan putusan cara

menghadapi hal-hal yang dihadapi.

d. Jumlah perhatian yang ada pada diri seseorang adalah

tidak konstan, dan mungkin dalam waktu temporer

akan menyedot kapasitas dalam memberikan

perhatian.

Kondisi yang dirasakan oleh seseorang ketika ia

mengalami beban berlebih karena informasi yang diberikan

lingkungan adalah tidak menyenangkan, dan memunculkan

ketegangan. Apabila ini terus berlanjut, maka akan

mengganggu konsentrasi dan pada akhirnya kinerja yang

ditampilkan akan menurun.


34

3. Teori Adaptasi

Wohlwill (1974) menyatakan stimulasi yang

disukai manusia adalah stimulasi yang moderat

diungkapkan pada teori tingkatan adaptasi. Seseorang

menilai lebih atau kurangnya stimulus adalah dengan

adanya pengindraan dan persepsi. Hal ini berarti bahwa

teori adaptasi mengacu pada teori kognitif. Pada kognisi

yang dimiliki seseorang akan menilai stimulus lingkungan,

sehingga ia akan melakukan adaptasi.

Dalam teori adaptasi, terdapat tiga dimensi yang

membuat stimulus yang muncul pada seseorang menjadi

optimal, yaitu:

Intensitas stimulus yang mengenai manusia, ketika

berinteraksi dengan lingkungan.

a. Keragaman stimulus yang menerpa manusia dalam

berinteraksi dengan lingkungan.

b. Pola stimulus yang dipersepsi adalah meliputi struktur

dan kejelasan polanya.

Interaksi manusia dengan lingkungannya, ia akan

mencari stimulus lingkungan yang optimal, yaitu stimulus

yang moderat dalam ketiga dimensi diatas. Namun

demikian, apabila stimulus lingkungan yang muncul adalah


35

tidak optimal, maka manusia akan menoleransi stimulus

lingkungannya.

Wohlwill menyatakan bahwa manusia yang

bergeser dari stimulus yang optimal adalah tingkatan

adaptasi. Adaptasi adalah suatu pergeseran kuantitatif

dalam memberikan penilaian atau respon afeksi sepanjang

kuantitatif dalam memberika penilaian atau respon afeksi

sepanjang stimulus yang menerpa dirinya secara terus

menerus. Tingkatan adaptasi tidak hanya berbeda antara

satu manusia dengan manusia yang lain sebagai fungsi dari

pengalaman, tetapi dapat terjadi karena perbedaan tingkatan

stimulasi dari satu waktu ke waktu. Dengan demikian dalam

tingkatan adaptasi akan terjadi pergeseran ambang toleransi

seseorang terhadap stimulus lingkungan yang muncul.

Ada pula pemahaman yang lain dalam membahas

interaksi antara manusia dengan lingkungan, yaitu

adjustment. Sonnenfeld (1966) dalam Bell, meyatakan

bahwa adjustment adalah manusia dalam berinteraksi

dengan lingkungan, ia mengubah lingkungan agar sesuai

dengan keinginannya. Dalam hal ini manusia berusaha

mempertahankan standar yang dimiliki.


36

Perbedaan mekanisme adaptasi dan adjustment

antara lain:

a. Adaptasi:

i. Manusia mengikuti kehendak lingkungan, dan ia

menoleransi lingkungannya. Atau ia memperbesar

ambang toleransinya terhadap lingkungan.

ii. Manusia tidak perlu melakukan upaya untuk mengatasi

lingkungan.

b. Adjustment:

i. Manusia mengubah lingkungan agar seuai dengan

standar yang dimilikinya.

ii. Manusia harus memiliki kemampuan untuk dapat

mengubah lingkungan, baik kemampuan intelektual,

skill, maupun uang.

4. Teori Stres Lingkungan

Lingkungan yang berada di sekitar manusia

memberikan stimulasi yang dapat dimaknakan sebagai

stressor atau stimulus yang dapat menimbulkan tekanan

pada seseorang. Karakteristik stressor atau stimulus

lingkungan yang menimbulkan tekanan pada diri seseorang

adalah stimulus yang mengancam pada diri seseorang.

Namun, suatu peristiwa dapat dipersepsi sebagai ancaman

atau bahkan sebagai tantangan.


37

Fakto-faktor yang memungkinkan seseorang merasa

terancam adalah dikarenakan adanya penilaian terhadap

objek lingkungan, dan dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Peristiwa yang dikategorika sebagai kejadian yang

mendadak, dan tidak ada atau sedikit sekali

memberikan peringatan bahwa akan terjadi suatu

peristiwa. Peristiwa ini disebut sebagai cataclysmic

events. Peristiwa ini dapat memberikan dampak yang

besar, dan biasanya membutuhkan upaya yang besar

untuk mengatasinya.

b. Kategori stress personal yang merupakan stress yang

dialami oleh seseorang, dan tidak melanda banyak

orang seperti cataclysmic events. Dampak yang

ditimbulkan pada seseorang berakibat berat, tetapi

pada umumnya cepat teratasi.

c. Stress yang berulangkali terjadi. Sehingga seseorang

dapat mengalami peristiwanya setiap hari. Stress ini

bersifat relatif, dirasakan ringan bila dibandingkan

dengan dua kategori stes diatas.

Menurut Selye, seseorang berinteraksi dengan

stimulus-stimulus lingkungan yang dapat menimbulkan

stress bagi seseorang, maka di dalam dirinya akan muncul

gejala-gejala aktivitas saraf otonom meningkat. Aktivitas


38

saraf otonom secara otomatis bekerja karena dirinya

merasakan stress.

Kemudian Lazarus memperbaiki pendapat itu.

Seseorang akan mengalami stress apabila ia telah

melakukan penilaian kognitif yang terdapat dalam dirinya.

Apabila hasil penelitian kognitif menyatakan bahwa

stimulus lingkungan yang dihadapinya tidak mengancam

dirinya, maka proses fisiologis tersebut tidak berlangsung

dan kondisi psikologis ini seimbang kembali.

Namun demikian, manusia akan melakukan upaya

mengatasi situasi stes. Upaya itu disebut strategi. Strategi

itu bisa berupa kemarahan, menghindar, melawan stimulus,

dll. Apabila berhasil, maka ia bertingkah laku “adaptasi”

atau “adjustment”. Apabila gagal menghadapi stress, maka


39

ia akan mengalami kejenuhan dan makin menderita yang

bisa mengakibatkan gangguan psikologis.

5. Teori Jaringan sosial

Jaringan sosial merupakan bentuk perilaku manusia

yang menghubungkan manusia dengan objek jaringan

sosialnya dalam suatu mobilisasi (pergerakan) manusia dari

suatu tempat ke tempat yang lain untuk keperluan khusus

dan dalam situasi yang khusus pula. Jaringan sosial

merupakan lingkungan yang bermakna bagi seseorang,

sehingga ia harus melakukan pergerakan menuju objek

jaringan sosial. Jaringan sosial dapat berupa sekolah,

saudara, kantor, dll.

Jaringan sosial mempunyai beberapa dimensi, yaitu:

a. Keragaman relasi,yaitu jumlah variasi relasi yang

ada, seperti kehidupan bertetangga, teman sekerja,

saudara, dll.

b. Menunjukkan kedekatan dari persahabatan dengan

jaringan sosialnya.

c. Hubungan simetris, yaitu adanya hubungan yang

seimbang dan memiliki keuntungan secara sama.

d. Tingkat komitmen dalam melakukan relasi, karena

adanya intesitas dalam melakukan interaksi.


40

e. Frekuensi para aktor yang terlibat dalam berinteraksi

dengan jaringan sosialnya di luar aktivitas sehari-

harinya.

f. Jumlah aktor yang dapat dihubungi dalam melakukan

perilaku jaringan sosial.

g. Kesamaan usia, jenis kelamin, status sosial,

pendidikan dalam melakukan interaksi dengan

jaringan sosialnya.

h. Keluasan hubungan antar aktor dinyatakan sebagai

perbandingan dari jumlah hubungan yang ada dengan

jumlah kemungkinan hubungan.

i. Rata-rata jumlah hubungan antar dua aktor dengan

jalur singkat.

j. Keluasan total jaringan sosial yang dipisahkan ke

dalam klik atau kelompok berbeda.

Altman dan Taylor menyatakan bahwa proses

pertemanan atau persahabatan dalam membentuk jaringan

sosial diungkapkan sebagai proses penetrasi sosial.

Hipotesis yang diungkapkannya adalah sebagai berikut:

a. Proses penetrasi sosial bermula dari tingkatan yang

bersifat dangkal kearah mendalam (intim).

b. Proses penetrasi sosial bergerak secara bertahap dari

tingkat kedekatannya.
41

c. Tingkatan penetrasi sosial adalah bervariasi, sebagai

fungsi dari hubungan interpersonal yang ditandai

oleh biaya dan keuntungan dalam melakukan

interaksi.

Salah satu aktivitas jaringan sosial dapat dilihat dari

pola interaksi antar tetangga di pemukimannya maupun di

luar lokasi pemukimannya. Jaringan sosial dapat dilihat dari

hubungan dengan orang lain yang sedikit dikenalnya

(looseknit), dan jaringan sosial yang menunjukkan bahwa ia

banyak saling kenal (closeknit). Dengan demikian akan

terlihat pola interaksi seseorang dengan jaringan sosialnya.

Semakin luas jaringan sosial, maka aktivitasnya

akan makin banyak. Apabila seseorang dalam aktivitas

jaringan sosial yang luas melakukan mobilitas, maka hal ini

akan terkait dengan permasalahan transportasi di dalam

kota sehingga perlunya mendapatkan perhatian yang lebih.

Perilaku jaringan sosial pada dasarnya merupakan

fungsi dari proses psikologis, objek jaingan, penggunaan

fasilitas lain, daya tarik lingkungan pemukiman, dan

kemampuan jangkau. Proses psikologis dalam hal ini

merupakan proses persepsi, motivasi, dan sikap serta aspek

psikologis lainnya.Apabila dinotasikan dalam suatu

rumusan, maka:
42

P.J.S = f (P.P, K.B, F.L, K.J, O.J)

Keterangan:

P.J.S = Perilaku Jaringan Sosial

f = fungsi

P.P = Proses Psikologis

K.B = Kehidupan Bertetangga atau Daya Tarik

Lingkungan Pemukiman

K.J = Kemampuan Jangkau

O.J = Objek Jaringan Sosial

Rumusan di atas mendasarkan pada teori lapangan

(field theory) yang menggunakan rumus: B = f (P,E); di

mana B adalah perilaku (behavior), f adalah fungsi, P

adalah person yang merupakan proses psikologis, dan E

adalah lingkungan (environment). Hubungan antarvariable

tersebut terlihat pada bagan ini.

Anda mungkin juga menyukai