Disusun Oleh :
Salah satu syarat yang harus dipenuhi adlah ketahanan jembatan tersebut menerima
beban-beban, baik beban struktur itu sendiri maupun beban yang melintas di
atasnya.
Dengan perkembangan zaman maka jembatan tidak hanya dipandang sebagai alat
penghubung antara tempat satu dengan tempat yang lain, melainkan sebagai sarana
untuk memperlancar kegiatan manusia, serta membantu berkembangnya suatu
daerah yang selama ini sulit di akses, apalagi Indonesia ini sebagai negara yang
berkembang, akses ke daerah-daerah ataupun ke kota sangat dibutuhkan, dengan
adanya jembatan ini sangat membantu hal tersebut.
Ada banyak jenis dan bentuk jembatan yang kita kenal, namun pada laporan ini
saya akan memfokuskan pembahasan pada jembatan dengan tipe beton bertulang.
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang
tidak kurang dari nilai minimum yang di syaratkan dengan atau tanpa prategang,
dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama
dalam memikul gaya-gaya. (SNI 03- 2847 – 2002, Pasal 3.13 ).
Secara umum, jembatan beton bertulang dibagi menjadi 2 (dua) macam (Supriyadi,
2000), yaitu:
1. Jembatan Beton Bertulang Tipe Portal
Struktur utama jembatan ini berupa plat datar dengan gelagar memanjang
(tanpa didukung gelagar ataupun balok melintang) yang terbuat dari beton
bertulang. Jembatan beton bertulang dengan tipe portal umumnya
digunakan pada bentang pendek (kurang dari 6 sampai 8 m).
2. Jembatan Beton Bertulang Tipe Gelagar
Jembatan ini terdiri atas gelagar utama arah memanjang dengan plat beton
membentangi diantara gelagar. Penggunaannya akan lebih ekonomis pada
jarak bentang antara 15 m sampai 25 m. Umumnya antara gelagar dan plat
lantai jembatan dicor secara monolit.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan perencanaan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mendesain jembatan menggunakan software SAP 2000.
2. Mahasiswa dapat mengetahui nilai beban-beban yang bekerja pada
jembatan yang didesain.
3. Mahasiswa dapat mendesain girder, abutment dan pilar pada jembatan.
Jika jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang diperlukan oleh
lalu lintas, maka jembatan akan menghambat lalu lintas. Dalam hal ini, jembatan
akan menjadi pengontrol volume dan berat lalu lintas yang dapat dilayani oleh
system transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat mempunyai fungsi
keseimbangan (balancing) dari sistem transportasi darat.
Jembatan terdiri dari beberapa jenis diantaranya: jembatan plat beton (slab),
jembatan gelagar/ rangka baja, jembatan pratekan/prategang, jembatan cable,
jembatan kayu dan jembatan bambu.
Fungsi jembatan adalah untuk meneruskan jalan (lalu lintas kendaraan) yang
mengalami jalan terputus akibat permukaan yang lebih rendah dan curam tanpa
menutupnya, atau dengan kata lain sebagai alat penyeberangan antara dua tempat
yang terpisah.
Gelagar melintang, berupa baja profil yang terletak di bawah lantai kendaraan,
gunanya sebagai pemikul lantai kendaraan.
Lantai kendaraan, terletak di atas gelagar melintang, biasanya terbuat dari kayu atau
pasangan beton bertulang dan seluruh lebar bagiannya digunakan untuk lalulintas
kendaraan.
Lantai trotoar, terletak di pinggir sepanjang lantai kendaraan dan digunakan sebagai
tempat pejalan kaki.
Pipa sandaran, terbuat dari baja yang dipasang diantara tiang-tiang sandaran di
pinggir sepanjang jembatan atau tepi lantai trotoar dan merupakan pembatas dari
kedua sisi samping jembatan.
Tinang sandaran, terbuat dari beton bertulang atau baja profil dan ada juga yang
langsung dipasang pada rangka utama, gunanya untuk menahan pipa sandaran.
Tipe gravitasi,kontruksi terbuat dari pasangan batu kali.Digunakan bila tanah keras
dekat dengan permukaan.
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang
meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu lintas
kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll. Struktur atas jembatan umumnya
meliputi :
1. Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih
tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki
yang bersangkutan. Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga
No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar
adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang
terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang
lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan
jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar terbagi atas dua bagian, yaitu : Sandaran dan
tiang sandaran Peninggian trotoar (Kerb)
2. Slab lantai kendaraan
Slab (pelat) adalah sebuah elemen struktur horizontal yang berfungsi menyalurkan
beban mati maupun beban hidup menuju rangka pendukung vertical dari suatu
sistem struktur. Elemen-elemen horizontal tersebut dapat dibuat bekerja dalam satu
arah ataupun bekerja dua arah yang saling tegak lurus (biaksial).
Menurut sistem strukturnya, pelat dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu :
a. Pelat tipis lendutan kecil
Pelat lendutan kecil merupakan pelat dengan perbandingan tebal terhadap
panjang sisi terpendek <= 1/20 (lebih kecil atau sama dengan) dan ukuran
lendutan yang terjadi <= 0,20 tebal pelatnya.
b. Pelat tipis lendutan besar
Pelat tipis lendutan besar merupakan sebutan untuk pelat dengan rasio tebal
terhadap panjang sisi terpendek <= 1/20 disertai dengan ukuran lendutan >
0,20 tebal pelatnya.
c. Pelat tebal
Sedang kriteria pelat tebal digunakan untuk pelat yang memilikiketebalan >
1/20 kali panjang sisi terpendek.
Pelat merupakan sebuah elemen struktur yang sering digunakan pada berbagai
jembatan atau overpass. Pelat pada sebuah jembatan atau overpass memiliki fungsi
antara lain pemisah antara ruang bawah dan ruang atas jembatan, tempat
diletakannya kabel listrik dan penerangan pada ruang bawah, meredam bising
(suara) dari ruang atas atau ruang bawah, menambah kekakuan horizontal pada
bangunan, dan sebagai landasan kendaraan yang melintas. Namun dalam
menggunakan pelat dalam sebuah jembatan ada banyak hal yang perlu
diperhitungkan agar jembatan tersebut dapat berfungsi dengan aman antara lain :
1. Berat sendiri (self weight)
Yang dimaksud berat sendiri adalah berat pelat itu sendiri dan bagian
jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-
struktural yang bersifat tetap.
2. Berat mati tambahan
Berat mati tambahan adalah berat seluruh bahan digunakan untuk
membangun jembatan tersebut dan menghasilkan beban pada jembatan
yang merupakan elemen non-struktural dan mungkin beratnya masih dapat
berubah.
3. Berat lalu lintas
Beban lalu lintas yang perlu diperhitungkan adalah beban truk “T” yang
didefinisikan sebagai berat satu kendaraan berat 3 as. Hal ini dilakukan
karena menurut Dinas Bina Marga, berat kendaraan yang kurang dari 5 ton
kurang begitu mempengaruhi elemen penahan jembatan/overpass.
3. Balok diafragma
Diafragma adalah elemen struktur yang berfungsi untuk memberikan ikatan antara
PCI Girder sehingga akan memberikan kestabilan pada masing PCI Girder dalam
arah horisontal. Sistem difragma yang digunakan pada causeway Jembatan
Suramadu adalah sistem pracetak. Pengikatan tersebut dilakukan dalam bentuk
pemberian stressing pada diafragma dan PCI Girder sehingga dapat bekerja sebagai
satu kesatuan. Deck slab merupakan elemen non-struktural yang berfungsi sebagai
lantai kerja dan bekisting bagi plat lantai jembatan.
4. Tumpuan
Tumpuan merupakanperletakan konstruksi untuk dukungan bagi konstruksi dalam
meneruskan gaya-gaya yang bekerja menuju pondasi. Dalam ilmu mekanika
rekayasa dikenal 3 jenis tumpuan yaitu tumpuan sendi, rol dan jepit
5. Pilar jembatan
diperoleh dari nilai nominal dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan. Kemudian
tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa nilai nominal dan selanjutnya harus
dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti yang tercantum pada Tabel 2.3
Dengan :
𝛿 = Sudut geser antara urutan dan dinding (º), nilai 𝛿 diambil melalui
pengujian laboratorium atau bila tidak memiliki data yang akurat dapat
mengacu pada tabel 2.4
𝛽 = Sudut pada urukan terhadap garis horizontal (º)
𝜃 = Sudut pada dinding belakang terhadap garis horizontal (º)
𝜑𝑟 = Sudut geser efektif tanah (º)
Untuk kondisi yang tidak sesuai dengan yang dijelaskan dalam gambar
2.1, tekanan aktif dapat dihitung dengan menggunakan prosedur yang
berdasarkan pada teori irisan dengan menggunakan metode Culmann.
Tabel 2. 4 Sudut Geser Berbagai Material* (US Department Of The Navy,1982a)
*Sudut geser pada tabel 2.4 hanya dapat digunakan bila tidak diperoleh
data karakteristik tanah untuk mendukung analisis geoteknik
Beban Angin
a. Tekanan Angin Horizontal
Tekanan angin yang ditentukan pada pasal ini diasumsikan disebabkan oleh
angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam.
Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan
yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari
semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus
terhadap arah angin. arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan pengaruh yang
paling berbahaya terhadap struktur jembatan atau komponen-komponennya.
luasan yang tidak memberikan kontribusi dapat diabaikan dalam perencanaan.
Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000
mm diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana, VDZ,
harus dihitung dengan persamaan berikut :
Dengan:
VDZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 = Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah
atau di atas permukaan air rencana (km/jam)
VB = Kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi
1000 mm, yang akan menghasilkan tekanan seperti yang disebutkan
dalam tabel
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan
air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)
V0 = Kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik
meteorologi, sebagaimana ditentukan dalam Tabel 28, untuk
berbagai macam tipe permukaan hulu jembatan (km/jam)
Z0 = Panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik ,
meteorologi ditentukan pada Tabel 28 (mm)
V10 dapat diperoleh dari :
grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang,
survei angin pada lookasi jembatan, dan
jika tidak ada data yang lebih baik, perencana dapat
mengasumsikan bahwa V10 = VB = 90s/d 126 km/jam.
Dengan :
PB = Tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam tabel 2.9 (MPa)
Beban Gempa
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan
perkalian antara koefisien respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang
kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi respon (Rd) dengan formulasi sebagai
berikut :
Dengan :
EQ = Gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm = Koefisien respons gempa elastis
Rd = Faktor modifikasi respons
Wt = Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup (kN)
Koefisien respon elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan
spektra percepatan dengandaerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien
percepatan yang diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor
amplifikasi sesuai dengan keadaan tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur
jembatan.
Ketentuan pada standar ini berlaku untuk jembatan konvensional. pemilik pekerjaan
harus menentukan dan menyetujui ketentuan yang sesuai untuk jembatan
nonkonvensional. ketentuan ini tidak perlu digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali
ditentukan lain oleh pemilik pekerjaan. pengaruh gempa terhadap gorong-gorong persegi
dan bangunan bawah tanah tidak perlu digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali
struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh ketidakstabilan keadaan tanah
(misalnya : likuifaksi, longsor, daan perpindahan patahan) terhadap fungsi jembatan harus
diperhitungkan. perhitungan pengaruh gempa terhadap jembatan termasuk beban
gempa, cara analisis, peta gempa dan detail struktur mengacu pada SNI 2833:2008 Standar
perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan.
b. Perancangan Railling
Railling kendaraan harus memiliki muka rel yang menerus di sisi-sisi
lalu lintas. Rambu dengan elemen rel harus berasa di sisi luar railling.
Kontinuitas pada elemen railing dan angkur ujung harus diperhiungkan.
Sistem railing dan sambungannya terhadap lantai dapat digunakan setelah
melalui pengujian tumbukan yang sesuai dengan kriteria kinerja yang
diharapkan.
Tabel 2. 12 Kriteria Railling dan Kinerja terhadap Tumbukan