Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN

PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN


Ditulis sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Perancangan Struktur Jembatan TS 3245
Dosen Pengampu : Prima Sukma Yuana, ST., MT

Disusun Oleh :

Farah Al Fatma Anwar 2411151020


Risya Yasyfi Indah Sari 2411151021
Melia Makhda 2411151047

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2019
Jalan Terusan Jenderal Sudirman PO BOX 148 Cimahi 40533 Telp./Fax. (022) 6610223
web. www.unjani.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya, Laporan Perancangan Bangunan Air ini dapat
diselesaikan.
Laporan Perancangan Struktur Jembatan ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah Perancangan Struktur Jembatan. Laporan ini juga
sekaligus merupakan pembuktian dari teori-teori yang selama ini kami terima dari
pembelajaran kuliah.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan do’a dari berbagai pihak,
laporan ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pengerjaan laporan ini, yaitu kepada :
1. Bapak Prima Sukma Yuana, ST., MT. selaku dosen Mata Kuliah
Perancangan Struktur Jembatan.
2. Serta rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa mungkin masih terdapat banyak kekurangan
dalam penyusunan Laporan Perancangan Struktur Jembatan ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga tugas
Perancangan Struktur Jembatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jembatan adalah suatu struktur yang memungkinkan rute transportasi melalui
sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan befungsi
untuk menghubungkan dua bagiab jalan yang terputus oleh adanya rintangan-
rintangan seperti lebah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi, dan pembuang.

Di Indonesia banyak sekali bangunan prasarana jembatan, meliputi jembatan


gantung (suspension bridge), jembatan kabel (cable stayed bridge), jembatan
gelagar (girder bridge), dan lain-lain. Jenis, model dan bahan jembatan dibuat
bervariasi sesuai dengan bentang dan fungsinya. Secara panjang jembatan
dikelompokan dalam 2 bagian yaitu jembatan bentang pendek dan jembatan
bentang panjang. Jembatan bentang pendek dibuat dari bambu, kayu, beton
bertulang atau baja, sedangkan jembatan bentang panjang menggukan sruktur baja,
beton prategang, baja atau komposit, dan kabel.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi adlah ketahanan jembatan tersebut menerima
beban-beban, baik beban struktur itu sendiri maupun beban yang melintas di
atasnya.

Dengan perkembangan zaman maka jembatan tidak hanya dipandang sebagai alat
penghubung antara tempat satu dengan tempat yang lain, melainkan sebagai sarana
untuk memperlancar kegiatan manusia, serta membantu berkembangnya suatu
daerah yang selama ini sulit di akses, apalagi Indonesia ini sebagai negara yang
berkembang, akses ke daerah-daerah ataupun ke kota sangat dibutuhkan, dengan
adanya jembatan ini sangat membantu hal tersebut.
Ada banyak jenis dan bentuk jembatan yang kita kenal, namun pada laporan ini
saya akan memfokuskan pembahasan pada jembatan dengan tipe beton bertulang.
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang
tidak kurang dari nilai minimum yang di syaratkan dengan atau tanpa prategang,
dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama
dalam memikul gaya-gaya. (SNI 03- 2847 – 2002, Pasal 3.13 ).
Secara umum, jembatan beton bertulang dibagi menjadi 2 (dua) macam (Supriyadi,
2000), yaitu:
1. Jembatan Beton Bertulang Tipe Portal
Struktur utama jembatan ini berupa plat datar dengan gelagar memanjang
(tanpa didukung gelagar ataupun balok melintang) yang terbuat dari beton
bertulang. Jembatan beton bertulang dengan tipe portal umumnya
digunakan pada bentang pendek (kurang dari 6 sampai 8 m).
2. Jembatan Beton Bertulang Tipe Gelagar
Jembatan ini terdiri atas gelagar utama arah memanjang dengan plat beton
membentangi diantara gelagar. Penggunaannya akan lebih ekonomis pada
jarak bentang antara 15 m sampai 25 m. Umumnya antara gelagar dan plat
lantai jembatan dicor secara monolit.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan perencanaan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mendesain jembatan menggunakan software SAP 2000.
2. Mahasiswa dapat mengetahui nilai beban-beban yang bekerja pada
jembatan yang didesain.
3. Mahasiswa dapat mendesain girder, abutment dan pilar pada jembatan.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah
pada penulisan laporan ini, diantaranya :
1. Bagaimana cara untuk merencanakan struktur jembatan beton bertulang.
2. Bagaimana cara mendesai dan memasukkan beban-beban yang terjadi di
jembatan menggunakan software SAP 2000.
3. Bagaimana cara mendesain girder, abutment dan pilar pada jembatan.

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Penulisan laporan ini akan dapat terarah dan terencana, bilamana dibuat
batasan masalah sebagai berikut :
1. Rangka jembatan dirancang dengan bahan konstruksi yang terbuat dari
beton bertulang.
2. Analisis struktur menggunakan SAP 2000.
3. Perhitungan pada struktur bangunan atas dan bawah jembatan.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan pada laporan perancangan struktur jembatan ini yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, rumusan masalah, ruang
lingkup dan batasan masalah serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang pengertian SAP 2000, pembebanan,
BAB III PEMBAHASAN
Berisi tentang perencanaan struktur atas dan perencanaan struktur bawah
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori SAP 2000
SAP 2000 adalah salah satu software analisis struktur yang banyak digunakan
dalam dunia pendidikan kejuruan serta jasa konstruksi di Indonesia. SAP 2000
sangat cocok digunakan untuk menganalisis dan mendesain berbagai jenis sistem
struktur. Dari tingkat dasar hingga tingkat lanjut, 2D maupun 3D, geometri
sederhana ke kompleks, semuanya dapat dimodelkan, dianalisis, dirancang, dan
dioptimalkan menggunakan pemodelan berbasis obyek yang praktis dan
intuiti.Program SAP 2000 merupakan pengembangan SAP (structure Analysis
Program) yang dibuat oleh Prof. Edward L. Wilson dari University of California at
Berkeley, US sekitar tahun 1970. pada tahun 1975 dibentuklah perusahaan
Computer & Structure, Inc. dipimpin oleh Ashraf Habibullah yang bertujuan untuk
melayani keperluan komersial.
Program SAP 2000 dapat melakukan perhitungan analisis struktur statik / dinamik,
saat melakukan desain penampang beton bertulang maupun struktur baja, SAP 2000
juga menyediakan metode interface (antarmuka) yang secara grafis mudah
digunakan dalam proses penyelesaian analisis struktur. Urutan proses analisis dan
desain struktur dalam SAP 2000 adalah sebagai berikut :
1. Penentuan Model Strutur
2. Penetapan Penampang Struktur
3. Penetapan Penampang Elemen Struktur
4. Penetapan Kondisi Pembebanan
5. Penentuan Beban pada Struktur
6. Analisis Model
7. Penampilan Deformasi Struktur
8. Penampilan gaya-gaya dalam
9. Pemeriksaan Tegangan Elemen
Pada umumnya SAP 2000 digunakan untuk menganalisis struktur bangunan atas,
sehingga jarang orang menggunakan untuk analisis pondasi bangunan.
Jembatan merupakan kesatuan dari struktur atas (super struktur) dan struktur
bawah (sub struktur), yang termasuk bagian suatu sistem transportasi untuk tiga
hal:
1. Merupakan pengontrol kapasitas dari system.
2. Mempunyai biaya tertinggi dari system.
3. Jika jembatan runtuh, system akan lumpuh.

Jika jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang diperlukan oleh
lalu lintas, maka jembatan akan menghambat lalu lintas. Dalam hal ini, jembatan
akan menjadi pengontrol volume dan berat lalu lintas yang dapat dilayani oleh
system transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat mempunyai fungsi
keseimbangan (balancing) dari sistem transportasi darat.

Jembatan terdiri dari beberapa jenis diantaranya: jembatan plat beton (slab),
jembatan gelagar/ rangka baja, jembatan pratekan/prategang, jembatan cable,
jembatan kayu dan jembatan bambu.

Fungsi jembatan adalah untuk meneruskan jalan (lalu lintas kendaraan) yang
mengalami jalan terputus akibat permukaan yang lebih rendah dan curam tanpa
menutupnya, atau dengan kata lain sebagai alat penyeberangan antara dua tempat
yang terpisah.

2.2 Bagian-Bagian Dari Kontruksi Jembatan


Bagain-bagian dari suatu jembatan terbagi dalam tiga bagian, yaitu:

2.2.1 Bangunan Atas (super struktur), yang terdiri atas:


Gelagar-gelagar utama (rangka utama), yang terbentang dari titik tumpu ke titik
tumpu lain. Gelagar-gelagar ini terdiri dari batang diagonal, horizontal dan vertical
yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi jembatan.

Gelagar melintang, berupa baja profil yang terletak di bawah lantai kendaraan,
gunanya sebagai pemikul lantai kendaraan.

Lantai kendaraan, terletak di atas gelagar melintang, biasanya terbuat dari kayu atau
pasangan beton bertulang dan seluruh lebar bagiannya digunakan untuk lalulintas
kendaraan.

Lantai trotoar, terletak di pinggir sepanjang lantai kendaraan dan digunakan sebagai
tempat pejalan kaki.
Pipa sandaran, terbuat dari baja yang dipasang diantara tiang-tiang sandaran di
pinggir sepanjang jembatan atau tepi lantai trotoar dan merupakan pembatas dari
kedua sisi samping jembatan.

Tinang sandaran, terbuat dari beton bertulang atau baja profil dan ada juga yang
langsung dipasang pada rangka utama, gunanya untuk menahan pipa sandaran.

2.2.2 Bangunan bawah (sub structure), yang terdiri dari:


Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertical dan horizontal dari
bangunan atas pada pondasi.

Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertical dan horizontal dari


bangunan atas pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan
tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Ada beberapa
tipe dan jenis abutment, yaitu:

Tipe gravitasi,kontruksi terbuat dari pasangan batu kali.Digunakan bila tanah keras
dekat dengan permukaan.

Tipe T terbalik (kantilever),kontruksi terbuat dari beton bertulang, bentuknya


langsing sehingga dalam proses pembuatannya sangat mudah dari pada tipe-tipe
yang lain.

Tipe dengan penopang,bentuknya kontruksinya sama dengan tipekantilever tetapi


ditambahkan penopang dibelakangnya, yang berguna untuk melawan pengaruh
tekanan tanah dan gaya angkat (bouyvancy).

Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang
meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu lintas
kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll. Struktur atas jembatan umumnya
meliputi :

1. Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih
tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki
yang bersangkutan. Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga
No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar
adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang
terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang
lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan
jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar terbagi atas dua bagian, yaitu : Sandaran dan
tiang sandaran Peninggian trotoar (Kerb)
2. Slab lantai kendaraan
Slab (pelat) adalah sebuah elemen struktur horizontal yang berfungsi menyalurkan
beban mati maupun beban hidup menuju rangka pendukung vertical dari suatu
sistem struktur. Elemen-elemen horizontal tersebut dapat dibuat bekerja dalam satu
arah ataupun bekerja dua arah yang saling tegak lurus (biaksial).
Menurut sistem strukturnya, pelat dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu :
a. Pelat tipis lendutan kecil
Pelat lendutan kecil merupakan pelat dengan perbandingan tebal terhadap
panjang sisi terpendek <= 1/20 (lebih kecil atau sama dengan) dan ukuran
lendutan yang terjadi <= 0,20 tebal pelatnya.
b. Pelat tipis lendutan besar
Pelat tipis lendutan besar merupakan sebutan untuk pelat dengan rasio tebal
terhadap panjang sisi terpendek <= 1/20 disertai dengan ukuran lendutan >
0,20 tebal pelatnya.
c. Pelat tebal
Sedang kriteria pelat tebal digunakan untuk pelat yang memilikiketebalan >
1/20 kali panjang sisi terpendek.

Gambar 2. 1 Pelat tebal


Selain berdasarkan sistem strukturnya, pelat dapat dibagi berdasarkan
perbandingan antara panjang dan lebar, pembagian ini adalah :
1. Pelat satu arah
Disebut pelat satu arah jika pelat memiliki perbandingan antara panjang dan
lebar >= 2 (lebar besar atau sama dengan). Pelat satu arah biasa digunakan
dan dirancang sebagai balok dengan ukuran lebar tertentu dan disertai
tulangan susutpada arah tegak lurus tulangan lentur.
2. Pelat dua arah
Jika perbandingan antara panjang dan lebar <2 maka disebut pelat dua arah.
Metode perancangan pada pelat dua arah dapat berbagai macam, seperti
pendekatan semi elastic, metode garis lelah dan metode jalur

Pelat merupakan sebuah elemen struktur yang sering digunakan pada berbagai
jembatan atau overpass. Pelat pada sebuah jembatan atau overpass memiliki fungsi
antara lain pemisah antara ruang bawah dan ruang atas jembatan, tempat
diletakannya kabel listrik dan penerangan pada ruang bawah, meredam bising
(suara) dari ruang atas atau ruang bawah, menambah kekakuan horizontal pada
bangunan, dan sebagai landasan kendaraan yang melintas. Namun dalam
menggunakan pelat dalam sebuah jembatan ada banyak hal yang perlu
diperhitungkan agar jembatan tersebut dapat berfungsi dengan aman antara lain :
1. Berat sendiri (self weight)
Yang dimaksud berat sendiri adalah berat pelat itu sendiri dan bagian
jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-
struktural yang bersifat tetap.
2. Berat mati tambahan
Berat mati tambahan adalah berat seluruh bahan digunakan untuk
membangun jembatan tersebut dan menghasilkan beban pada jembatan
yang merupakan elemen non-struktural dan mungkin beratnya masih dapat
berubah.
3. Berat lalu lintas
Beban lalu lintas yang perlu diperhitungkan adalah beban truk “T” yang
didefinisikan sebagai berat satu kendaraan berat 3 as. Hal ini dilakukan
karena menurut Dinas Bina Marga, berat kendaraan yang kurang dari 5 ton
kurang begitu mempengaruhi elemen penahan jembatan/overpass.

3. Balok diafragma
Diafragma adalah elemen struktur yang berfungsi untuk memberikan ikatan antara
PCI Girder sehingga akan memberikan kestabilan pada masing PCI Girder dalam
arah horisontal. Sistem difragma yang digunakan pada causeway Jembatan
Suramadu adalah sistem pracetak. Pengikatan tersebut dilakukan dalam bentuk
pemberian stressing pada diafragma dan PCI Girder sehingga dapat bekerja sebagai
satu kesatuan. Deck slab merupakan elemen non-struktural yang berfungsi sebagai
lantai kerja dan bekisting bagi plat lantai jembatan.

4. Tumpuan
Tumpuan merupakanperletakan konstruksi untuk dukungan bagi konstruksi dalam
meneruskan gaya-gaya yang bekerja menuju pondasi. Dalam ilmu mekanika
rekayasa dikenal 3 jenis tumpuan yaitu tumpuan sendi, rol dan jepit

5. Pilar jembatan

Gambar 2. 2 Pilar jembatan


Pilar atau pier merupakan struktur pendukung bangunan atas.pilar biasa digunakan
pada jembatan bentang panjang, posisi pilar berada diantara kedua abutment.
2.3 Pembebanan
Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri (self weight) adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang
dipikulnya dan bersifat tetap. Untuk kasus ini adalah berasal dari girder, balok
diafragma, dan pelat lantai.
Faktor beban untuk berat sendiri (beban mati) diambil berdasarkan yang
tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 2. 1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri

Faktor beban (𝛾MS)


Tipe
Keadaan Batas Layan (𝛾MSS) Keadaan Batas Ultimit (𝛾MSU)
beban
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Tetap Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton dicor di tempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber : SNI 1725-2016

Beban Mati Tambahan (MA)


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang menimbulkan beban
pada jembatan secara terus-menerus selama umur rencana jembatan, antara lain:
1. Lapisan aspal
2. Penambahan lapisan aspal (overlay) dikemudian hari
3. Genangan air hujan
Faktor beban mati tambahan diambil berdasarkan yang tercantum dalam tabel
berikut:

Tabel 2. 2 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan.

Faktor beban (𝛾MA)


Tipe
Keadaan Batas Layan (𝛾MAS) Keadaan Batas Ultimit (𝛾MAU)
beban
Keadaan Biasa Terkurangi
Umum 1,00 (1) 2,00 0,70
Tetap
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas
Sumber : SNI 1725:2016
Beban Akibat Tekanan Tanah (TA)
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat tanah. Sifat-
sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya)
harus diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah baik di lapangan
ataupun laboratorium. Bila tidak diperoleh data yang cukup maka karakteristik tanah
dapat ditentukan sesuai dengan ketentuan pada pasal ini. Tekanan tanah lateral pada
keadaan batas daya layan dihitung berdasarkan nilai nominal dari s, c dan f .
Tekanan tanah lateral pada keadaan batas kekuatan dihitung dengan menggunakan
nilai nominal dari s dan nilai rencana dari c dan f. Nilai-nilai rencana dari c serta f

diperoleh dari nilai nominal dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan. Kemudian
tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa nilai nominal dan selanjutnya harus
dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti yang tercantum pada Tabel 2.3

Tabel 2. 3 Faktor Beban Akibat Tekanan Tanah


Tipe Faktor beban ( TA )
beban Kondisi Batas Layan ( TAS ) Kondisi Batas Ultimit ( TAU )
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
Tekanan tanah vertikal 1,00 1,25 0,80
Tekanan tanah lateral
Tetap
- Aktif 1,00 1,25 0,80
- Pasif
- Diam
1,00
1,00
1,40 0,70
- Diam 1,00 (1)
Catatan (1): Tekanan tanah lateral dalamkeadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit.
Tanah di belakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang
bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis.
Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,7 m yang bekerja
secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban
tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja,
dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang telah ditentukan dalam
menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari beban
tambahan ini tidak perlu diperhitungkan.
Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam umumnya tidak diperhitungkan pada
keadaan batas kekuatan. Apabila keadaan demikian timbul, maka faktor beban untuk
keadaan batas kekuatan yang digunakan untuk menghitung nilai rencana dari tekanan
tanah dalam keadaan diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif.
Faktor beban pada keadaan batas daya layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam
adalah 1,0, tetapi harus hati-hati dalam pemilihan nilai nominal yang memadai pada
waktu menghitung tekanan tanah.
Jenis-jenis tekanan tanah
a. Tekanan Tanah Lateral
Tekanan tanah lateral harus diasumsikan linier sebanding dengan
kedalaman tanah sebagai berikut :
p = 𝑘 𝛾𝑆 𝑍
Dengan :
p = Tekanan tanah lateral (kPa)
k = Koefisien tekanan tanah lateral bisa berupa
ko (koefisien tekanan tanah kondisi diam) atau ;
ka (koefisien tekanan tanah kondisi aktif) atau ;
kp (koefisien tekanan tanah kondisi pasif)
s = Berat jenis tanah (kN/m3)
z = Kedalaman diukur dari permukaan tanah (m)
Resultan beban tanah lateral akibat timbunan diasumsikan bekerja pada
ketinggian H/3 dari dasar dinding, di mana H adalah ketinggian dinding diukur dari
permukaan tanah di belakang dinding bagian bawah fondasi atau puncak pada
telapak.
b. Koefisien Tekanan Tanah Dalam Kondisi Diam ko
Untuk tanah terkonsolidasi normal, dinding vertikal, dan permukaan
tanah, koefisien tekanan tanah lateral dalam kondisi diam dapat diambil
sebagai :
ko = 1 - sin r
Dengan :
r = Sudut geser efektif tanah
ko = Koefisien tekanan tanah lateral kondisi diam
Untuk tanah overkonsolidasi, koefisien tekanan tanah lateral kondisi diam
dapat diasumsikan bervariasi sebagai fungsi rasio overkonsolidasi atau riwayat
tegangan, dan dapat diambil sebagai :
Dengan :
OCR = Rasio overkonsolidasi
Tanah lanau dan lempung tidak boleh digunakan untuk urukan kecuali
mengikuti prosedur desain yang sesuai dan langkah-langkah pengendalian
konstruksi dimasukkan dalam dokumen konstruksi memperhitungkan penggunaan
tanah tersebut. Perlu diperhitungkan juga peningkatan tekanan air pori dalam
massa tanah. Ketentuan drainase yang sesuai harus disediakan untuk mencegah
gaya hidrostatik dan rembesan dari belakang dinding fondasi. Dalam keadaan
apapun, tanah lempung plastis tidak boleh digunakan untuk urukan.
c. Koefisien Tekanan Tanah Aktif (ka)

Gambar 2. 3 Notasi Untuk Perhitungan Tekanan Tanah Aktif Coulomb


Nilai-nilai untuk koefisien tekanan tanah lateral aktif dapat diambil sebagai berikut:

Dengan :
𝛿 = Sudut geser antara urutan dan dinding (º), nilai 𝛿 diambil melalui
pengujian laboratorium atau bila tidak memiliki data yang akurat dapat
mengacu pada tabel 2.4
𝛽 = Sudut pada urukan terhadap garis horizontal (º)
𝜃 = Sudut pada dinding belakang terhadap garis horizontal (º)
𝜑𝑟 = Sudut geser efektif tanah (º)

Untuk kondisi yang tidak sesuai dengan yang dijelaskan dalam gambar
2.1, tekanan aktif dapat dihitung dengan menggunakan prosedur yang
berdasarkan pada teori irisan dengan menggunakan metode Culmann.
Tabel 2. 4 Sudut Geser Berbagai Material* (US Department Of The Navy,1982a)

*Sudut geser pada tabel 2.4 hanya dapat digunakan bila tidak diperoleh
data karakteristik tanah untuk mendukung analisis geoteknik

Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas berasal dari beban kendaraan yang diimplementasikan dalam
bentuk beban lajur "D" dan beban truk "T". Berikut ini parameter beban lalu lintas
:
a. Lajur Lalu lintas Rencana
Jumlah lajur lalu lintas rencana ditentukan dengan mengambil bagian
integer dari hasil pembagian lebar bersih jembatan (w) dalam mm dengan
lebar lajur renvana sebesar mm. Perencana harus memperhitungkan
berubahnya lebar bersih jembatan dimasa depan sehubungan dengan
perubahan fungsi dari bagian jembatan. Jumlah maksimum lajur yang
digunakan bisa dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2. 5 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

b. Beban Lajur “D” (TD)


Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung
dengan beban garis (BGT) seperti terlihat pada gambar. Adapun faktor beban
yang digunakan seperti pada tebel berikut :
Tabel 2. 6 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”

Sumber : SNI 1725-2016

1) Intensitas beban “D”


Beban lajur "D" terdiri dari beban terbagi merata (BTR) dan beban
garis terpusat (BGT) Beban terbagi rata mempunyai intensitas q kPa,
dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani "L".
L ≤ 30 m ; q = 9 kPa
L > 30 m ; q = 9 (0,5 + 15
𝐿
) kPa
Dengan :
q = Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang
jembatan (kPa)
L = Panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Gambar 2. 4 Beban Lajur “D”


Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p
asalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada
jembatan menenrus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi
dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
2) Distribusi Beban “D”
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan momen maksimum. penyusunan komponen-komponen BTR dan
BGT dari beban “D” secara umum dapat dilihat pada gambar 2.2, kemudian
untuk alternatif penempatan dalam arah memanjang dapat dilihat pada gambar
2.3.
Gambar 2. 5 Alternatif Penempatan Bebasn “D” dalam Arah Memanjang

c. Beban Truk “T” (TT)


Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk “T”.
Beban truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk
dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban untuk
beban “T” seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2. 7 Faktor Beban Akibat Beban Truk “T”.

Sumber : SNI 1725-2016


Pembebanan truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai
susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam gambar 2.4. Berat dari tiap-tiap gandar
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara
roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,9
m sampai dengan 9,0 untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang
jembatan.

Gambar 2. 6 Pembebanan Truk “T” (500 kN)

d. Beban Rem (TB)


Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :
 25% dari berat gandar truk desain atau,
 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang
dimuati sesuai dengan Pasal lajur lalu lintas rencana dan yang berisi lalu lintas
dengan arah yang sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara
horizontal pada jarak 1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-masing
arah longitudinal dan dipilih yang paling menentukan. untuk jembatan yang di
masa depan akan dirubah menjadi satu arah, maka semualajur rencana harus
dibebani secara simultan pada saat menghitung besaranya gaya rem.

e. Beban untuk Pejalan Kaki (TP)


Semua komponen trotoar yang lebih dari 600 mm harus direncanakan
untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap
bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing lajur
kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu
dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan, makan beban
hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet
untuk perencaan komponen jembatan lainnya.

Beban Angin
a. Tekanan Angin Horizontal
Tekanan angin yang ditentukan pada pasal ini diasumsikan disebabkan oleh
angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam.
Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan
yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari
semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus
terhadap arah angin. arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan pengaruh yang
paling berbahaya terhadap struktur jembatan atau komponen-komponennya.
luasan yang tidak memberikan kontribusi dapat diabaikan dalam perencanaan.
Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000
mm diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana, VDZ,
harus dihitung dengan persamaan berikut :

Dengan:
VDZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 = Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah
atau di atas permukaan air rencana (km/jam)
VB = Kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi
1000 mm, yang akan menghasilkan tekanan seperti yang disebutkan
dalam tabel
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan
air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)
V0 = Kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik
meteorologi, sebagaimana ditentukan dalam Tabel 28, untuk
berbagai macam tipe permukaan hulu jembatan (km/jam)
Z0 = Panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik ,
meteorologi ditentukan pada Tabel 28 (mm)
V10 dapat diperoleh dari :
 grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang,
 survei angin pada lookasi jembatan, dan
 jika tidak ada data yang lebih baik, perencana dapat
mengasumsikan bahwa V10 = VB = 90s/d 126 km/jam.

Tabel 2. 8 Nilai VO dan ZO untuk Berbagai Variasi Kondisi Permukaan Suhu

b. Beban Angin pada Struktur (EWS)


Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencana dapat
menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk
kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang
bekerja pada kendaraan. Dengan tidak adanya data yang lebih tepat, tekanan
angin rencana dalam Mpa dapat ditetapkan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

Dengan :
PB = Tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam tabel 2.9 (MPa)

Tabel 2. 9 Tekanan Angin Dasar


Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang 4,4 kN/mm pada
bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan
pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

1) Beban dari Struktur Atas


Jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka tekanan
angin dasar PB untuk berbagai sudut serang dapat diambil seperti yang
ditentukan dalam tabel 2.10 dan harus dikerjakan pada titik berat dari
area yang terkena beban angin. Arah sudut serang ditentukan tegak lurus
terhadap arah longitudinal. Arah angin untuk perencanaan harus yang
menghasilkan pengaruh yang terburuk pada komponen jembatan yang
ditinjau. Tekanan angin melintang dan memanjang harus diterapkan
secara bersamaan dalam perencanaan.
Tabel 2. 10 Tekanan Angin Dasar (PB) untuk Berbagai Sudut Serang

2) Beban Angin pada Kendaraan


Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur
jembatan maupun pada kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan
harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada kendaraan,
dimana tekanan harus diasumsikan sebagai tekanan angin pada
kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan
menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas
permukaan jalan. Kecuali jika ditentukan dalam pasal ini, jika angin
yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang bekerja
tegak lurus maupun paralel terhadap kendaraan untuk berbagai sudut
serang dapat diambil seperti yang ditentukan dalam Tabel 2.11 dimana
arah sudut serang ditentukan tegak lurus terhadap arah permukaan
kendaraan.
Tabel 2. 11 Komponen Beban Angin yang Bekerja pada Kendaraan

Beban Gempa
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan
perkalian antara koefisien respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang
kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi respon (Rd) dengan formulasi sebagai
berikut :

Dengan :
EQ = Gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm = Koefisien respons gempa elastis
Rd = Faktor modifikasi respons
Wt = Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup (kN)
Koefisien respon elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan
spektra percepatan dengandaerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien
percepatan yang diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor
amplifikasi sesuai dengan keadaan tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur
jembatan.
Ketentuan pada standar ini berlaku untuk jembatan konvensional. pemilik pekerjaan
harus menentukan dan menyetujui ketentuan yang sesuai untuk jembatan
nonkonvensional. ketentuan ini tidak perlu digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali
ditentukan lain oleh pemilik pekerjaan. pengaruh gempa terhadap gorong-gorong persegi
dan bangunan bawah tanah tidak perlu digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali
struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh ketidakstabilan keadaan tanah
(misalnya : likuifaksi, longsor, daan perpindahan patahan) terhadap fungsi jembatan harus
diperhitungkan. perhitungan pengaruh gempa terhadap jembatan termasuk beban
gempa, cara analisis, peta gempa dan detail struktur mengacu pada SNI 2833:2008 Standar
perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan.

Pembebanan Rencana Railling


Fungsi utama railing yaitu untuk memberikan keamanan kepada pengguna jalan.
Seluruh sistem pengaman lalu lintas, railing dan railing kombinasi secara struktur dan
geometrik harus tahan terhadap benturan kendaraan. Beberapa hal yang perlu
diperhitungankan antara lain:
 Perlindungan terhadap penumpang kendaraan saat berbenturan dengan
railling
 Perlindungan terhadap kendaraan lain yang berada dekat dengan lokasi
benturan
 Perlindungan terhadap manusia dan properti jalan dan area lain dibawah
struktur jembatan
 Kemungkinan peningkatan kinerja railling
 Efektivitas pengingkatan kinerja railling
 Tampak dan kebebasan pandang terhadap kendaraan yang lewat

a. Kriteria Pemilihan Kinerja


Salah sau daru kinerja berikut harus ditentukan untuk perancangan
pengaman lalu lintas yitu sebagai berikut :
- Kinerja 1 : Digunakan pada jalan dengan kecepatan rencana rendah
dan volume kendaraan yang sangat rendah, jalan lokal
dengan kecepatan rencana rendah;
- Kinerja 2 : Digunakan pada jalan lokal dan kolektor dengan kondisi
baik seperti jumlah kendaraan berat yang sedikit dan
rambu kecepatan sedikit;
- Kinerja 3 : Digunakan pada jalan arteri dengan kecepatan rencana
tinggi dengan campuran kendaraan berat yang sangat
rendah dan kondisi jalan yang baik;
- Kinerja 4 : Digunakan pada jalan arteri dengan kecepatan rencana
tinggi, jalan bebas hambatan, jalan ekspress, dan jalan
antar kota dengan campuran truk dan kendaraan berat;
- Kinerja 5 : Digunakan sesuai dengan kriteria kinerja 4 dan jika
kendaraan berat memiliki porsi besar terhadap lalu lintas
harian atau saat kondisi jalan mengharuskan kriteria
kinerja railling yang tinggi;
- Kinerja 6 : Digunakan pada jalan yang dapat dilalui truk tipe tanker
atau kendaraan dengan beban gravitasi yang cukup besar;

Pihak yang berwenang memiliki tanggung jawab untuk menentukan


kriteria kinerja yang pling tepat untuk jembatan. Kriteria kinerja yang dipilih
harus sesuai dengan berat kendaraan dan kecepatan serta sudut tumbuk sesuai
Tabel 2.12

b. Perancangan Railling
Railling kendaraan harus memiliki muka rel yang menerus di sisi-sisi
lalu lintas. Rambu dengan elemen rel harus berasa di sisi luar railling.
Kontinuitas pada elemen railing dan angkur ujung harus diperhiungkan.
Sistem railing dan sambungannya terhadap lantai dapat digunakan setelah
melalui pengujian tumbukan yang sesuai dengan kriteria kinerja yang
diharapkan.
Tabel 2. 12 Kriteria Railling dan Kinerja terhadap Tumbukan

Anda mungkin juga menyukai