Anda di halaman 1dari 32

50

BAB VI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian

Bab ini menjelaskan hasil penelitian, uraian dimulai dengan analisis univariat

dan analisis bivariat. Analisis univariat untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

variabel-variabel yang diteliti baik variabel dependen maupun independen.

Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 20-25 Juli 2019 terhadap 52 sampel ibu

yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Meurah Dua Kabupaten Pidie

Jaya.

Tabel 6.1
Pencapaian Responden
Tanggal Desa Responden Keterangan
Leung Bimba 4 Peneliti Sendiri
20/07/2019 Mns. Raya 3 Peneliti Sendiri
Geunteng 3 Peneliti Sendiri
Mns. Kulam 4 Peneliti Sendiri & Enu
Dayah Husen 1 Peneliti Sendiri
21/07/2019
Pante Beureune 2 Peneliti Sendiri
Mns. Mancang 2 Peneliti Sendiri
Mns. Teungoh 2 Peneliti Sendiri
22/07/2019
Blang Cut 7 Peneliti Sendiri & Enu
Seunong 3 Peneliti Sendiri
23/07/2019
Beuringen 5 Peneliti Sendiri & Enu
Lancok 3 Peneliti Sendiri
24/07/2019
Mns. Jurong 6 Peneliti Sendiri & Enu
25/07/2019 Mns. Bie 7 Peneliti Sendiri & Enu
Jumlah 52

Sedangkan pada tanggal 26-27 Juli 2019 peneliti dalam proses pengambilan

data tambahan untuk profil Puskesmas. Peneliti menyampaikan kepada Pimpinan

Puskesmas Meurah Dua bahwa peneliti telah selesai dilapangan. Bahwa peneliti

telah selesai melakukan penelitian terhadap 52 orang responden yaitu ibu yang
memiliki bayi di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua, serta peneliti memperoleh

surat selesai melakukan penelitian dari Pimpinan Puskesmas Meurah Dua. Maka

hasil penelitian tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

6.1.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian yang diperoleh dan dilaksanakan di Wilayah Kerja

Puskesmas Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya tahun 2019, maka karakteristik

responden sebagai berikut:

6.1.1.1 Umur Ibu


TABEL 6.2
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN UMUR
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Umur_Ibu Frekuensi %
1 20-30 Tahun 34 66
2 31-40 Tahun 16 31
3 41-50 Tahun 2 4
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)
Dari tabel 6.2 diketahui bahwa umur responden 20-30 tahun sebanyak 34

responden (66%), yang berumur 31-40 tahun sebanyak 16 responden (31%) dan

yang berumur 41-50 tahun hanya 2 responden (4%).

6.1.1.2 Pendidikan
TABEL 6.3
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PENDIDIKAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Pendidikan Frekuensi %
1 SD 1 2
2 SMP 2 4
3 SMA 24 46
4 PT 25 48
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

51
Dari tabel 6.3 diketahui bahwa responden dengan pendidikan SD hanya 1

responden (2%), yang berpendidikan SMP hanya 2 responden (4%), yang

berpendidikan SMP sebanyak 24 responden (46%) dan yang berpendidikan PT

sebanyak 25 responden (48%).

6.1.1.3 Pekerjaan
TABEL 6.4
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PEKERJAAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Pekerjaan Frekuensi %
1 IRT 31 60
2 Bakti 7 14
3 Perawat 5 10
4 PNS 9 17
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Dari tabel 6.4 diketahui bahwa responden yang bekerja sebagai IRT

sebanyak 31 responden (60%), yang bekerja sebagai bakti sebanyak 7 responden

(14%), yang bekerja sebagai perawat hanya 5 responden (10%) dan yang bekerja

sebagai PNS sebanyak 9 responden (17%).

6.1.1.4 Umur Bayi


TABEL 6.5
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN UMUR BAYI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Umur Bayi Frekuensi %
1 9 Bulan 11 21
2 10 Bulan 11 21
3 11 Bulan 25 48
4 12 Bulan 5 10
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

52
Dari tabel 6.5 diketahui bahwa responden yang mempunyai bayi umur 9

bulan sebanyak 11 responden (21%), yang mempunyai bayi umur 10 bulan

sebanyak 11 responden (21%), yang mempunyai bayi umur 11 bulan sebanyak 25

responden (48%) dan responden yang mempunyai bayi umur 12 bulan hanya 5

responden (10%).

6.1.1.5 Jenis Kelamin Bayi


TABEL 6.6
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN BAYI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Jenis Kelamin Bayi Frekuensi %
1 Laki-laki 22 42
2 Perempuan 30 58
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Dari tabel 6.6 diketahui bahwa responden yang mempunyai bayi dengan

jenis kelamin laki-laki sebanyak 22 responden (42%) dan responden yang

mempunyai bayi dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 30 responden (58%).

6.1.1.6 Jumlah Anak


TABEL 6.7
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JUMLAH ANAK
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Jumlah Anak Frekuensi %
1 1 orang 26 50
2 2 orang 15 29
3 3 orang 4 8
4 4 orang 6 12
5 5 orang 1 10
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Dari tabel 6.7 diketahui bahwa responden dengan jumlah anak 1 0rang

sebanyak 26 responden (50%), yang mempunyai jumlah anak 2 orang sebanyak 15

53
responden (29%), yang mempunyai jumlah anak 3 orang sebanyak 4 responden

(8%), yang mempunyai jumlah anak 4 orang sebanyak 6 responden (12%) dan yang

mempunyai jumlah anak 5 orang hanya 1 responden (10%).

6.1.2 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan dengan menghitung distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel. Data yang dilakukan analisis univariat pada penelitian ini

adalah kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, peran tokoh agama, peran tokoh

masyarakat, peran petugas kesehatan, keaktifan kader posyandu, sumber informasi,

isu imunisasi haram, efek samping vaksin. Tampilan data berupa frekuensi dan

persentase masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel.

6.1.2.1 Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi

TABEL 6.8
DISTRIBUSI FREKUENSI KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI BERDASARKAN
PENGAKUAN IBU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Kelengkapan Imunisasi Frekuensi %
1 Lengkap 23 44
2 Tidak Lengkap 29 56
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.8 menunjukkan bahwa responden yang tidak lengkap imunisasi 29

responden (56%), sedangkan 23 responden (44%) yang lengkap dalam pemberian

imunisasi.

54
6.1.2.2 Peran Tokoh Agama

TABEL 6.9
DISTRIBUSI FREKUENSI PERSEPSI IBU TERHADAP PERAN TOKOH AGAMA DALAM
EDUKASI IMUNISASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Peran Tokoh Agama Frekuensi %
1 Aktif 10 19
2 Kurang Aktif 42 81
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.9 menunjukkan bahwa dari 52 responden, terdapat 10 responden

(19%) yang menyatakan peran tokoh agama aktif dan 42 responden (81%) yang

menyatakan peran tokoh agama kurang aktif.

6.1.2.3 Peran Tokoh Masyarakat

TABEL 6.10
DISTRIBUSI FREKUENSI PERSEPSI IBU TERHADAP PERAN TOKOH MASYARAKAT
DALAM EDUKASI IMUNISASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Peran Tokoh Masyarakat Frekuensi %
1 Aktif 21 40
2 Kurang Aktif 31 60
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.10 menunjukkan bahwa dari 52 responden, terdapat 21 responden

(40%) yang menyatakan peran tokoh masyarakat aktif dan 31 responden (60%) yang

menyatakan peran masyarakat kurang aktif.

55
6.1.2.4 Peran Petugas Kesehatan

TABEL 6.11
DISTRIBUSI FREKUENSI PERSEPSI IBU TERHADAP PERAN PETUGAS KESEHATAN
DALAM EDUKASI IMUNISASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Peran Petugas Kesehatan Frekuensi %
1 Aktif 29 56
2 Kurang Aktif 23 44
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.11 menunjukkan bahwa dari 52 responden, terdapat 29 responden

(56%) yang menyatakan peran petugas kesehatan aktif dan 23 responden (44%)

yang menyatakan peran petugas kesehatan kurang aktif.

6.1.2.5 Keaktifan Kader Posyandu

TABEL 6.12
DISTRIBUSI FREKUENSI PERSEPSI IBU TERHADAP KEAKTIFAN KADER POSYANDU
DALAM EDUKASI IMUNISASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Keaktifan Kader Posyandu Frekuensi %
1 Aktif 32 62
2 Kurang Aktif 20 38
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)
: Data Primer (diolah Juli, 2019)
Tabel 6.12 menunjukkan bahwa dari 52 responden, terdapat 32 responden

(62%) yang menyatakan keaktifan kader posyandu aktif dan 20 responden (38%)

yang menyatakan keaktifan kader posyandu kurang aktif.

56
6.1.2.6 Sumber Informasi

TABEL 6.13
DISTRIBUSI FREKUENSI KESADARAN IBU TERHADAP SUMBER INFORMASI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Sumber Informasi Frekuensi %
1 Ada 44 85
2 Tidak Ada 8 15
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)
: Data Primer (diolah Juli, 2019)
Tabel 6.13 menunjukkan bahwa dari 52 responden, terdapat 44 responden

(85%) yang menyatakan ada mendapatkan sumber informasi dan 8 responden

(15%) yang menyatakan tidak ada mendapatkan sumber informasi.

6.1.2.7 Isu Imunisasi Haram

TABEL 6.14
DISTRIBUSI FREKUENSI KESADARAN IBU TERHADAP ISU IMUNISASI HARAM
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Isu Imunisasi Haram Frekuensi %
1 Ada 42 81
2 Tidak Ada 10 19
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.14 menunjukkan bahwa dari 52 responden, terdapat 42 responden

(81%) yang menyatakan ada mendapatkan isu imunisasi haram dan 10 responden

(19%) yang menyatakan tidak ada mendapatkan isu imunisasi haram.

57
6.1.2.8 Efek Samping Vaksin

TABEL 6.15
DISTRIBUSI FREKUENSI EFEK SAMPING VAKSIN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2019
No Efek Samping Vaksin Frekuensi %
1 Ada 18 35
2 Tidak Ada 34 65
Total 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.15 menunjukkan bahwa dari 52 responden, terdapat 18 responden

(35%) yang menyatakan ada mendapatkan efek samping vaksin dan 34 responden

(65%) yang menyatakan tidak ada mendapatkan efek samping vaksin.

6.1.3 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah

ada hubungan antara peran tokoh agama, peran tokoh masyarakat, peran petugas

kesehatan, keaktifan kader posyandu, sumber informasi, isu imunisasi haram, dan

efek samping vaksin dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam

pencapaian universal Child Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah

Dua. Analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-

square dan dinyatakan bermakna apabila p value <0,05.

58
6.1.3.1 Peran Tokoh Agama

TABEL 6.16
HUBUNGAN ANTARA PERAN TOKOH AGAMA DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI
DASAR PADA BAYI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
TAHUN 2019
Kelengkapan Imunisasi
Peran Tokoh Total p-
No Tidak Lengkap Lengkap
Agama value
n % n % N %
1 Kurang Aktif 24 57 18 43 42 100
0,683
2 Aktif 5 50 5 50 10 100
Total 29 23 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.16 dapat kita ketahui bahwa responden yang menyatakan imunisasi

lengkap, banyak terdapat pada responden dengan peran tokoh agama aktif yaitu

sebesar 50% dibandingkan dengan peran tokoh agama kurang aktif yaitu sebesar

42%. Sedangkan responden yang menyatakan imunisasi tidak lengkap banyak

terdapat pada responden dengan peran tokoh agama kurang aktif yaitu sebesar

57%, dibandingkan dengan peran tokoh agama aktif yaitu sebesar 50%.

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,683 > 0,05, hal ini

menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan antara peran tokoh

agama dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam pencapaian Universal

Child Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua Kabupaten Pidie

Jaya tahun 2019.

59
6.1.3.2 Peran Tokoh Masyarakat

TABEL 6.17
HUBUNGAN ANTARA PERAN TOKOH MASYARAKAT DENGAN KELENGKAPAN
IMUNISASI DASAR PADA BAYI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD
IMMUNIZATION (UCI) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
TAHUN 2019
Kelengkapan Imunisasi
Peran Tokoh Total p-
No Tidak Lengkap Lengkap
Masyarakat value
n % n % N %
1 Kurang Aktif 19 61 12 39 31 100
0,330
2 Aktif 10 48 11 52 21 100
Total 29 23 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.17 dapat kita ketahui bahwa responden yang menyatakan imunisasi

lengkap, banyak terdapat pada responden dengan peran tokoh masyarakat aktif

yaitu sebesar 52% dibandingkan dengan peran tokoh masyarakat kurang aktif yaitu

sebesar 39%. Sedangkan responden yang menyatakan imunisasi tidak lengkap

banyak terdapat pada responden dengan peran tokoh masyarakat kurang aktif yaitu

sebesar 61%, dibandingkan dengan peran tokoh masyarakat aktif yaitu sebesar

48%.

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,330 > 0,05, hal ini

menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan antara peran

masyarakat dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam pencapaian

Universal Child Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua

Kabupaten Pidie Jaya tahun 2019.

60
6.1.3.3 Peran Petugas Kesehatan

TABEL 6.18
HUBUNGAN ANTARA PERAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN KELENGKAPAN
IMUNISASI DASAR PADA BAYI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD
IMMUNIZATION (UCI) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
TAHUN 2019
Kelengkapan Imunisasi
Peran Petugas Total p-
No Tidak Lengkap Lengkap
Kesehatan value
n % N % N %
1 Kurang Aktif 18 78 5 22 23 100
0,004
2 Aktif 11 38 18 62 29 100
Total 29 23 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.18 dapat kita ketahui bahwa responden yang menyatakan imunisasi

lengkap, banyak terdapat pada responden dengan peran petugas kesehatan aktif

yaitu sebesar 62% dibandingkan dengan peran petugas kesehatan kurang aktif yaitu

sebesar 22%. Sedangakan responden yang menyatakan imunisasi tidak lengkap

banyak terdapat pada responden dengan peran petugas kesehatan kurang aktif

yaitu sebesar 78%, dibandingkan responden dengan peran petugas kesehatan aktif

yaitu sebesar 38%.

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,004 < 0,05, hal ini

menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara peran petugas

kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam pencapaian

Universal Child Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua

Kabupaten Pidie Jaya tahun 2019.

61
6.1.3.4 Keaktifan Kader Posyandu

TABEL 6.19
HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN KADER POSYANDU DENGAN KELENGKAPAN
IMUNISASI DASAR PADA BAYI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD
IMMUNIZATION (UCI) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
TAHUN 2019
Kelengkapan Imunisasi
Keaktifan Kader Total p-
No Tidak Lengkap Lengkap
Posyandu value
n % n % N %
1 Kurang Aktif 13 65 7 35 20 100
0,289
2 Aktif 16 50 16 50 32 100
Total 29 23 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.19 dapat kita ketahui bahwa responden yang menyatakan imunisasi

lengkap, banyak terdapat pada responden dengan keaktifan kader posyandu aktif

yaitu sebesar 50% dibandingkan dengan keaktifan kader posyandu kurang aktif

yaitu sebesar 35%. Sedangkan responden yang menyatakan imunisasi tidak lengkap

banyak terdapat pada responden dengan keaktifan kader posyandu kurang aktif

yaitu sebesar 65%, dibandingkan dengan keaktifan kader posyandi aktif yaitu

sebesar 50%.

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,289 > 0,05, hal ini

menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan antara keaktifan

kader posyandu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam pencapaian

Universal Child Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua

Kabupaten Pidie Jaya tahun 2019.

62
6.1.3.5 Sumber Informasi

TABEL 6.20
HUBUNGAN ANTARA SUMBER INFORMASI DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI
DASAR PADA BAYI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
TAHUN 2019
Kelengkapan Imunisasi
Total p-
No Sumber Informasi Tidak Lengkap Lengkap
value
n % n % N %
1 Tidak Ada 8 100 0 0 8 100
0,006
2 Ada 21 48 23 52 44 100
Total 29 23 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.20 dapat kita ketahui bahwa responden yang menyatakan imunisasi

lengkap, banyak terdapat pada responden yang ada mendapatkan sumber informasi

yaitu sebesar 52% dibandingkan dengan responden tidak ada mendapatkan sumber

informasi yaitu sebesar 0%. Sedangkan responden yang menyatakan imunisasi tidak

lengkap banyak terdapat pada responden yang tidak ada mendapatkan sumber

informasi yaitu sebesar 100%, dibandingkan dengan responden yang ada

mendapatkan sumber informasi yaitu sebesar 48%.

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,006< 0,05, hal ini

menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara sumber informasi

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam pencapaian Universal Child

Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya

tahun 2019.

63
6.1.3.6 Isu Imunisasi Haram

TABEL 6.21
HUBUNGAN ANTARA ISU IMUNISASI HARAM DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI
DASAR PADA BAYI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
TAHUN 2019
Isu Kelengkapan Imunisasi
Total p-
No Imunisasi Tidak Lengkap Lengkap
value
Haram n % n % N %
1 Tidak Ada 9 90 1 10 10 100
0,015
2 Ada 20 48 22 52 42 100
Total 29 23 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.21 dapat kita ketahui bahwa responden yang menyatakan imunisasi

lengkap, banyak terdapat pada responden yang ada mendapatkan isu imunisasi

haram yaitu sebesar 44% dibandingkan dengan responden yang tidak ada

mendapatkan isu imunisasi haram yaitu sebesar 1%. Sedangkan responden yang

menyatakan imunisasi tidak lengkap banyak terdapat pada responden yang tidak

ada mendapatkan isu imunisasi haram yaitu sebesar 90%, dibandingkan dengan

responden yang ada mendapatkan isu imunisasi haram yaitu sebesar 48%.

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,015 < 0,05, hal ini

menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara isu imunisasi haram

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam pencapaian Universal Child

Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya

tahun 2019.

64
6.1.3.7 Efek Samping Vaksin

TABEL 6.22
HUBUNGAN ANTARA EFEK SAMPING VAKSIN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI
DASAR PADA BAYI DALAM PENCAPAIAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAH DUA
TAHUN 2019
Efek Kelengkapan Imunisasi
Total p-
No Samping Tidak Lengkap Lengkap
value
Vaksin n % n % N %
1 Tidak Ada 26 76 8 23 34 100
0,001
2 Ada 3 17 15 83 18 100
Total 29 23 52 100
Sumber: Data Primer (diolah Juli, 2019)

Tabel 6.22 dapat kita ketahui bahwa responden yang menyatakan imunisasi

lengkap, banyak terdapat pada responden yang ada mendapatkan efek samping

vaksin yaitu sebesar 83% dibandingkan dengan responden yang tidak ada

mendapatkan efek samping vaksin yaitu sebesar 23%. Sedangkan responden yang

menyatakan imunisasi tidak lengkap banyak terdapat pada responden yang tidak

ada mendapatkan efek samping vaksin yaitu sebesar 76%, dibandingkan dengan

responden yang ada mendapatkan efek samping vaksin yaitu sebesar 17%.

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,001 < 0,05, hal ini

menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara efek samping vaksin

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dalam pencapaian Universal Child

Immunization (UCI) di wilayah kerja Puskesmas Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya

tahun 2019.

65
6.2 Pembahasan

6.2.1 Hubungan Peran Tokoh Agama dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada

Bayi

Menurut Juliana et al, 2016 di dalam Yasir dkk (2019) tokoh agama

merupakan orang yang mempunyai pengaruh dan dihormati di lingkungan

masyarakat hal ini bisa disebabkan kurang aktifnya tokoh agama dalam memberikan

dukungan pada ibu-ibu, seperti tidak ikut dalam pemberian imunisasi yang

dilakukan secara rutin di posyandu 1 bulan sekali.

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui nilai p-value sebesar 0,683

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara peran tokoh

agama dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Yasin dkk (2019) yang dilakukan di Kabupaten Sumenep tentang faktor

yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap, Sebagian besar ibu

yang mendapatkan dukungan tokoh agama memberikan Imunisasi Dasar Lengkap

pada bayinya, dan hampir setengah dari ibu yang tidak mendapatkan dukungan

tokoh agama tidak lengkap memberikan Imunisasi Dasar pada bayinya dengan p-

value = 0,459.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Daman dan Hargono (2017),

menyatakan bahwa Persepsi ibu terhadap dukungan tokoh agama berdasarkan hasil

penelitian tidak mempengaruhi status kelengkapan imunisasi dasar bayi.

Perbedaan hasil ini disebabkan oleh persepsi buruk. Persepsi buruk diperoleh dari

66
penilaian ibu terhadap kurangnya peran tokoh agama dalam hal memberi infromasi

dan mengajak ibu untuk mengikuti imunisasi, sedangkan seluruh ibu menyatakan

bahwa tokoh agama tidak pernah melarang ibu untuk mengimunisasikan bayi.

Hasil penelitian yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa 1,9% ibu yang

mengatakan bahwa tokoh agama pernah melarang ibu untuk melakukan imunisasi

dasar, sedangkan 98,1% ibu yang mengatakan bahwa tokoh agama tidak pernah

melarang ibu untuk melakukan imunisasi dasar. Hal ini disebabkan karena tokoh

agama tidak ingin dipersalahkan apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan

terjadi pada bayi, serta kurang aktifnya tokoh agama dalam bidang selain agama,

kurangnya interaksi antara tokoh agama dengan masyarakat dan ketidakaktifan

masyarakat itu sendiri dalam kegiatan keagamaan.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Lubis (2011) dalam Rahmi

(2012) yang dilakukan di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota

Medan menunjukkan adanya pengaruh tokoh agama dalam aspek informasional

tetapi tidak dalam aspek emosional terhadap kelengkapan imunisasi campak.

pandangan pemimpin kelompok agama yang dianut oleh ibu pada

menyatakan bahwa vaksin dibuat dari bahan yang tidak sesuai dengan syariat

agama itu haram. Sehingga banyak ibu yang tidak patuh dalam pemberian imunisasi

lengkap pada balitanya. Keyakinan serupa ada di Pakistan dimana beberapa

pemimpin agama dan suku mengungkapkan keprihatinan mereka tentang

kampanye polio menjadi konspirasi barat untuk mengontrol populasi muslim

(Lorenz dan Khalid, 2014).

67
Menurut penelitian yang dilakukan Ahmed, et al., (2014) bahwa setelah

beberapa agama islam dari berbagai kelompok saling berdiskusi untuk membahas

hokum islam dalam imunisasi polio dan akhirnya pandangan dari pada intelektual

agama memutuskan untuk mendukung imunisasi dengan “legalitas keputusan” di

islam. Tetapi masih ada yang tidak mendukung imunisasi dikarenakan masih ragu-

ragu dan takut mengenai dampak imunisasi terhadap kesehatan anak-anaknya. Hasi

studi tentang pengaruh agama di pedesaan Afrika bahwa perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan menganggap penyakit sebagai hukuman dari Allah

dan kadang-kadang percaya bahwa orang yang beriman kuat dapat mengatasi

penyakit (Holt et al., 2009).

Menurut Notoadmodjo (2005) tentang hal yang mempengaruhi tindakan

kesehatan masyarakat, maka tokoh agama termasuk di dalam faktor penguat dan

sebagai personal reference bagi masyarakat.

6.2.2 Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar

Pada Bayi

Menurut Kusnadi dan Iskandar (2017) Keberadaan peran tokoh masyarakat

dalam masyarakat desa sangat dibutuhkan, hal ini sebagai wujud dari partisipasi

kewargaan para tokoh masyarakat tersebut. Tokoh masyarakat sebagai titik sentral

dalam perwujudan desa yang baik, tentu keberadaannya sangat dibutuhkan dalam

upaya pengembangan desa yang baik. Sebab keberadaan tokoh serta perannya

sangat berpengaruh dalam perkembangan sebuah wilayah desa, oleh sebab itu

keberadaannya menjadi salah satu faktor penunjang dalam pengembangan sebuah

desa.

68
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui nilai p-value sebesar 0,330

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara peran

masyarakat dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa ibu bayi yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan

posyandu lebih banyak pada ibu bayi yang lengkap dalam memberikan imunisasi

dengan melihat peran tokoh masyarakat aktif dibandingkan dengan ibu bayi yang

melihat peran tokoh masyarakat yang kurang aktif. Hal ini disebabkan tokoh

masyarakat tidak melarang ibu untuk melakukan imunisasi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yasin dkk (2019) yang dilakukan di

Kabupaten Sumenep tentang faktor yang berhubungan dengan pemberian

imunisasi dasar lengkap, bahwa tidak ada hubungan bermakna antara dukungan

masyarakat setempat dengan pemberian imunisasi dasar lengkap. Hal ini dapat

dipengaruhi karena kurangnya masyarakat yang berperan aktif dalam meningkatkan

perubahan perilaku ibu dalam memberikan imunisasi pada bayinya. Dukungan

masyarakat ini bertujuan membangun keyakinan, sikap, dan respon masyarakat,

termasuk para pengambil keputusan, untuk terlibat dalam upaya pemberian

imunisasi dasar lengkap.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Juliana (2016), menyatakan bahwa

dukungan tokoh masyarakat tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi

dasar lengkap pada bayi dengan nilai p value sebesar 0,574 > 0,05. Hal ini

disebabkan karena tokoh masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Raya

seperti geuchik setiap desa jarang mengajak masyarakat untuk melakukan

imunisasi, tokoh masyarakat tidak memberikan dukungan ataupun tidak

69
mengingatkan ibu untuk mengimunisasi bayinya yang selalu mengajak ibu untuk

melakukan imunisasi di posyandu adalah kader.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh sembiring

et al (2018) bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan tokoh

masyarakat dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi hepatitis B dan

diperoleh hasil uji Chi Square yaitu p-value=0,001. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan di Puskesmas Wonerojo Samarinda, menyatakan bahwa hasil uji statistik

didapatkan nilai ρ = 0,016, berarti pada α = 0,05, Ho ditolak atau dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan tokoh masyarakat dengan

perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar (Mariana dkk, 2018).

menurut pendapat Hasan (2013) tokoh masyarakat sebagai penyuluh,

penggerak, fasilitator, katalisator, dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat.

Contohnya menyampaikan informasi imunisasi jika belum melibatkan tokoh

masyarakat setempat belum ada faktor penguat untuk mendorong ibu-ibu dalam

melakukan suatu tindakan, mengaktifkan posyandu, menyediakan sarana dan

prasarana serta pemberian makanan tambahan pada anak balita untuk memantau

status gizi dan imunisasi.

6.2.3 Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar

Pada Bayi

Menurut Senewe dkk 2017 dalam Denengsih & Hendriyani (2018) seorang

petugas kesehatan mempunyai peran sebagai seorang pendidik, peran ini dilakukan

dengan membantu klien dan keluarga dalam meningkatkan tingkat pengetahuan

kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi

70
perubahan perilaku klien dan keluarga setelah dilakukan pendidikan kesehatan

selain itu juga petugas kesehatan merupakan tempat konsultasi terhadap masalah

atau perilaku kesehatan yang di dapat.

Peran petugas kesehatan yang baik terhadap pasien dipengaruhi oleh

kesadaran petugas kesehatan akan profesionalisme kerja sangat mempengaruhi

kepuasan pasien. Pelayanan petugas kesehatan dapat mempengaruhi imunisasi

dasar lengkap pada balita, karena ibu balita merasa puas dengan pelayanan yang

diberikan oleh petugas kesehatan (Ismet, 2013).

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui nilai p-value sebesar 0,004

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara peran petugas

kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih et al (2016) di wilayah kerja

Puskesmas Pahandut Palangka Raya bahwa, sebagian besar petugas kesehatan

masih berperan kurang baik, ini dapat dilihat bahwa petugas kesehatan masih

kurang aktif dalam memberikan penyuluhan kesehatan tentang imunisasi dasar

lengkap, dan petugas kesehatan juga tidak pernah melakukan kunjungan ke rumah-

rumah untuk mencari balita yang belum mendapat imunisasi. Peran petugas

kesehatan (Bidan, Perawat, Dokter) berperan dalam peningkatan derajat kesehatan

bayi, juga untuk merubah perilaku masyarakat yang tidak sehat ke arah perilaku

sehat.

Sedangkan penelitian Astriani (2016) dalam Itsa (2019), hasil uji chi square

menunjukkan bahwa tingkat kelengkapan imunisasi lanjutan pada anak usia

71
dibawah tiga tahun di Puskesmas Denpasar Selatan memiliki hubungan bermakna

dengan peran tenaga kesehatan.

Ketidak patuh ibu yang memberikan pernyataan tenaga kesehatan kurang

baik karena tidak adanya keyakinan dari mereka dan kepercayaan kepada tenaga

kesehatan sehingga mereka tidak patuh dan melakukan apa yang disarankan oleh

tenaga kesehatan, peran tenaga kesehatan yang baik berpengaruh juga terhadap

keluarganya, jika ada kepercayaan dari keluarganya maka keluarga akan

mendukung ibu untuk melakukan imunisasi dasar. Peran petugas kesehatan yang

baik sangat penting untuk menunjang kesehatan yang lebih baik khusus nya untuk

pencapaian imunisasi dasar, dan membantu ibu untuk yakin bahwa imunisasi dasar

memang penting untuk dilakukan kepada anak (Denengsih & Hendriyani 2018).

Orang tua memerlukan komunikasi tentang vaksinasi terutama tentang

keuntungan dan risiko imunisasi jika tidak diberikan. Hal tersebut dapat

meningkatkan imunisasi, analisis yang dapat dikembangkan peneliti adalah fungsi

dan peran profesi kesehatan untuk menjaga kepatuhan imunisasi sangatlah besar

sehingga jika peran edukasi profesi kesehatan tidak dilaksanakan dengan optimal

akan tampak nilai kepatuhan yang rendah dan penurunan motivasi ibu pada

regimen preventif yang Panjang hari ini. Kemudian peran konselor yang juga dapat

dijalankan dengan komunikasi teraupetik yang optimal akan menghasilkan tingkat

motivasi yang tinggi bagi ibu untuk mengimunisasi bayinya (Maina et al, 2013).

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Makamban (2014) yang

dilakukan di Puskesmas Antara Kota Makassar, bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi dasar lengkap

72
pada bayi, artinya peran petugas yang baik dan kurang tidak memberikan pengaruh

kepada responden untuk mengimunisasi anaknya secara lengkap Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa, dari 95 responden sebagian besar mengungkapkan bahwa

pada saat pelaksanaan imunisasi petugas kesehatan tidak memberitahukan apa

manfaat imunisasi, tujuan imunisasi dan tidak memberikan kesempatan kepada

responden untuk menyampaikan keluhan atau bertanya.

6.2.4 Hubungan Keaktifan Kader Posyandu dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar

Pada Bayi

Peran sebagai seorang kader sangatlah penting dibandingkan dengan

masyarakat biasa pada umumnya. Seorang kader adalah relawan dari masyarakat

setempat yang dipandang memiliki cukup pengaruh terhadap lingkungan

masyarakat setempat dan dianggap mampu memberikan pelayanan kesehatan.

Namun keberadaan kader kesehatan relatif labil karena tidak adanya jaminan kader

akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Jika ada kepentingan keluarga,

maka kader biasanya akan lebih mendahulukan kepentingan pribadinya atau akan

lebih memilih untuk meninggalkan tugas (Wulandari,2011).

Keaktifan kader posyandu adalah salah satu faktor penting dalam kegiatan

imunisasi. Dalam pelaksanaan kegiatan Imunisasi, sangat dibutuhkan peran seorang

kader agar kegiatan berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan (Kemenkes RI,

2010).

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui nilai p-value sebesar 0,289

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara keaktifan kader

posyandu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian ini sejalan

73
dengan penelitian Fitriani (2014) yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Pangkah, bahwa tidak ada hubungan antara pelaksanaan peran kader kesehatan

dengan kelengkapan imunisasi dasar. Hal ini terjadi karena ibu yang menyatakan

bahwa tidak ada dukungan dari kader terkait imunisasi mayoritas tidak memenuhi

imunisasi dasar lengkap untuk anaknya, sedangkan ibu yang menyatakan bahwa

mendukung kader termasuk kategori kurang mendukung dan dukungan mayoritas

dapat memenuhi imunisasi dasar lengkap untuk anaknya. Diketahui bahwa

dukungan dari kader dapat mendorong perilaku ibu untuk memenuhi imunisasi

dasar lengkap untuk anaknya.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wahyu dan Nugroho

(2013) bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran kader posyandu dengan

kelengkapan imunisasi anak. Penelitian Budiman (2016) menemukan bahwa ada

hubungan antara kehadiran kader, berbagi informasi, dan keramahan kader dengan

pemenuhan imunisasi dasar lengkap.

Posyandu merupakan wujud nyata dari kepedulian masyarakat dalam upaya

meningkatkan kesehatan. Indikator posyandu merupakan wahana kesehatan

bersumber daya masyarakat yang melaksanakan 5 kegiatan utama, yaitu: Keluarga

Berencana (KB), Kesehata Ibu dan Anak (KIA), gizi, imunisasi dan diare. Kegiatan ini

mempunyai pengaruh besar terhadap penurunan angka kematian bayi dan ibu

(Isaura, 2012).

Menurut Subagyo et al., (2010) agar dalam pelaksanaan posyandu terarah

dan berhasil maka posyandu di setiap kegiatannya dibantu oleh kader-kader yang

dibimbing dan diarahkan oleh Puskesmas. Kader-kader tersebut memiliki

74
pendidikan formal yang bervariasi dan sebagian diantaranya sugad mengikuti

pelatihan khusus. Selain itu dibutuhkan pula partisipasi aktif masyarakat sehingga

kegiatan posyandu dapat berjalan lancar dan mampu mencapai efektivitas yang

tinggi.

6.2.5 Hubungan Sumber Informasi dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada

Bayi

Informasi merupakan suatu wadah dalam membentuk pemahaman

seseorang. Orang yang terpapar informasi pemahamannya akan berbeda dengan

orang yang tidak mendapatkan informasi. Informasi mengenai kesehatan sangat

penting bagi masyarakat untuk menjaga dan meningkat kesehatan keluarga. Hal ini

dikaitkan dengan pemberian imunisasi pada balita (Hidayah dkk, 2018).

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui nilai p-value sebesar 0,006

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sumber informasi

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Hidayah dkk (2018) bahwa, dari hasil uji statistik diperoleh P value yaitu

0,001 < 0,01 artinya bahwa terdapat hubungan antara sumber informasi dengan

pemberian imunisasi dasar lengkap di Puskesmas Umban Sari pekan baru tahun

2017.

Menurut Marlina (2017), berdasarkan hasil wawancara ibu responden

sebagian mereka mengetahui akan pentingnya imunisasi melalui berbagai informasi

yang di dapat, namun ada sebagian ibu dan ayah dari si anak terpengaruh dengan

informasi yang lain dari lingkungan seperti isu vaksin palsu, efek samping, adanya

ranmor yang buruk, jadwal imunisasi yang tidak tepat, anak jadi sakit sehingga

75
paparan informasi yang dia peroleh belum mempengaruhi perubahan pengetahuan

tentang pentingnya imunisasi pada anaknya.

Hasil review 202 artikel yang berkaitan dengan alasan rendahnya cakupan

imunisasi, dari 838 alasan, 58 (7%) diantaranya adalah karena keterbatasan

informasi tentang imunisasi (Rainey, 2010 dalam Hidayah dkk, 2018). Informasi

kesehatan tentang imunisasi berkaitan dengan tempat pelayanan imunisasi. Rasa

nyaman pada ibu pada saat mengalami sakit ketika mendapatkan imunisasi dan

anggapan ibu bahwa imunisasi tidak dapat mencegah bahkan membuat anak sakit.

Informasi kesehatan ini erat kaitannya dengan pengetahuan dan sikap orang tua.

Orang tua yang memiliki banyak informasi positif tentang imunisasi maka mereka

akan memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayinya (Triana, 2016 dalam

Hidayah dkk, 2018).

Hasil penelitian Jande et al (2015) dalam Marlina dkk (2017) efektivitas

sumber informasi melalui heandpone lebih efektif di terima oleh masyarakat kota

daripada masyarakat desa mempengaruhi imunisasi anak. Hal ini di dukung oleh

teori (Schoeps et al., 2013) yang menyatakan bahwa informasi adalah salah satu

organ pembentuk pengetahuan. Semakin banyak seseorang memperoleh informasi,

maka semakin baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi

yang di peroleh semakin kurang pengetahuannya dan semakin kurang tingkat

partisipasinya untuk melengkapi status imunisasi.

Menurut peneliti dari hasil wawancara ibu responden sebagian mereka

memperoleh informasi akan pentingnya imunisasi melalui media elektronik, namun

ada beberapa yang memperoleh informasi tentang imunisasi dari media cetak.

76
Sehingga paparan informasi yang mereka peroleh tidak mempengaruhi mereka

dalam memberikan imunisasi kepada bayi.

6.2.6 Hubungan Isu Imunisasi Haram dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada

Bayi

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui nilai p-value sebesar 0,015

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara isu imunisasi haram

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilawati

(2016) di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru bahwa, Berdasarkan hasil analisis uji

regresi logistik diperoleh p value = 0,000. Perhitungan risk estimate, diperoleh nilai

odd ratio (OR) = 22,0, sehingga dapat disimpulkan ibu dengan tidak ada isu

imunisasi haram cenderung lengkap pemberian imunisasi dasar, sebaliknya ibu

dengan ada isu imunisasi haram memiliki resiko 22,0 kali tidak lengkap pemberian

imunisasi dasar sehingga mempengaruhi dalam pencapaian UCI.

Hasil penelitian yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa semakin ada isu

imunisasi haram tentang kelengkapan imunisasi dasar pada bayi maka ibu semakin

lengkap dalam pemberian imunisasi dasar. Namun 90% ibu yang tidak ada isu

imunisasi haram tetapi ibu tidak lengkap pemberian imunisasi dasar, hal ini terjadi

karena tidak adanya dukungan suami, kurangnya pengetahuan, serta tidak terpapar

dengan informasi yang berhubungan dengan imunisasi.

77
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadinegoro

(2008) menunjukkan hanya 82,9% anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap.

Alasan ketidaklengkapan imunisasi dasar adalah kemungkinan anak sedang sakit

atau demam (>38 C) merupakan salah satu kontra indikasi pemberian vaksin

Seharusnya anak yang sedang sakit tidak menjadi alasan atas ketidaklengkapan

karena imunisasi dapat ditunda, dan dilakukan setelah anak sehat kembali. Namun,

dalam penelitian didapatkan alasan anak sedang sakit sebagai penyebab

ketidaklengkapan imunisasi. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan orang tua bahwa

imunisasi dapat ditunda dan masih tetap boleh diberikan meskipun jadwal imunisasi

telah lewat. Kemungkinan alasan ketidaklengkapan imunisasi adalah rumor bahwa

vaksin-vaksin untuk Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) plus

hepatitis B tidak aman dan tidak halal karena buatan negara maju, dan juga untuk

melemahkan rakyat Indonesia (Julianto, 2010).

Penelitian pernah dilakukan oleh Rahmawati (2014) menyatakan banyak

faktor yang dapat memberikan pengaruh salah satu pengaruhnya yaitu kepercayaan

yang dianut atau dipercaya oleh orang tua ataupun pengalaman buruk yang pernah

dilami oleh orang tua sehingga hal ini dapat mempengaruhi orang tua untuk

memberikan imunisasi pada anaknya.

6.2.7 Hubungan Efek Samping Vaksin dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada

Bayi

Efek samping setelah imunisasi tidak perlu dikhawatirkan yang perlu

dikhawatirkan adalah ketika anak tidak mendapatkan cara terbaik untuk melindungi

anak dari penyakit, seperti polio, hepatitis B, difteri, campak, tetanus, hingga

78
miningtis. Jika ada orang tua yang tidak memberikan imunisasi karena takut anak

menjadi demam merupakan satu hal yang sangat memprihatinkan karena jika anak

tidak di imunisasi, justru berisiko menderita penyakit sehingga menyebabkan

kecacatan hingga kematian (Kemenkes, 2011).

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui nilai p-value sebesar 0,001

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara efek samping vaksin

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Ainis (2016) yang dilakukan di Kemukiman Tungkop kecamatan

Darussalam diketahui bahwa dari 42 responden ada beberapa ibu yang takut akan

efek samping imunisasi namun cakupan imunisasi dasar lengkap sebesar (13,6%),

dan ibu yang tidak takut akan efek samping dari imunisasi namun cakupan imunisasi

lengkap yaitu sebanyak 10 responden (50,0%).

Menurut Thaib et al (2016) dalam Juliana (2018) menyatakan bahwa, alas an

orang tua tidak melakukan atau tidak melengkapi imunisasi karena ibu cemas efek

samping imunisasi. Demam dan bengkak pada bekas suntikan merupakan keluhan

tersering dijumpai sehingga kejadian ikutan pasca imunisasi merupakan reaksi

vaksin yang sudah dapat diprediksi, dan secara klinis biasanya ringan, tenaga

kesehatan diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai efek samping

imunisasi yang terjadi, serta perlakuan orang tua jika terjadi efek samping.

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, didapatkan

data bahwa alasan penyebab ketidaklengkapan imunisasi dasar pada bayi adalah

rasa takut mereka akan sakitnya anak setelah di imunisasi. Hal ini dipicu dari

pengalaman beberapa orang tua yang anaknya mengalami sakit pasca di imunisasi.

79
Alasan terbanyak kedua adalah anak yang sakit bertepatan dengan waktu

pemberian imunisasi. Hal ini menyebabkan imunisasi anak tidak bisa dilengkapi lagi

karena telah lewat dari waktu pemberian imunisasi yang telah ditetapkan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mulia (2017) yang dilakukan di

Wilayah Kerja Puskesmas Jeulingke menyatakan bahwa, sebagian besar ibu

menyakini bahwa efek samping yang ditimbulkan setelah imunisasi itu tidak wajar,

imunisasi akan membawa dampak buruk terhadap anak mereka, mereka lebih takut

dengan efek samping yang terjadi dibandingkan dengan penyakit yang ditimbulkan

akibat tidak diberikan imunisasi, sebagian lagi mereka takut anaknya menjadi rewel

sehingga kegiatan mereka dapat terganggu.

Dimana ibu yang takut akan efek samping dari pemberian imunisasi dengan

status imunisasinya tidak lengkap sebesar (65%). Sedangkan ibu yang tidak takut

akan efek samping dengan status imunisasi lengkap sebesar (40,5%), menunjukkan

bahwa semakin adanya kejadian ikutan paska imunisasi maka ibu semakin patuh

dalam pelaksanaan program BIAS, sedangkan semakin tidak adanya kejadian ikutan

paska imunisasi ibu semakin tidak patuh dalam pelaksanaan program BIAS

(Adzaniyah, 2013).

Ibu yang tidak berpengaruh terhadap efek samping imunisasi cenderung

untuk melakukan imunisasi campak pada bayinya dan sebaliknya ibu yang

berpengaruh terhadap efek samping imunisasi tidak melakukan imunisasi campak

pada bayinya. Namun dari hasil penelitian masih terlihat ibu yang tidak

berpengaruh terhadap imunisasi campak tetapi tidak melakukan imunisasi campak

pada bayinya (53,6%). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa fackor yaitu masih

80
adanya ibu yang berpersepsi negative terhadap imunisasi campak, tidak terdapat

dukungan keluarga sehingga ibu enggan melakukan imunisasi campak pada bayinya,

serta kepercayaan ibu terhadap isu negatif yang berkembang di media massa

tentang vaksin haram dan palsu.

6.3 Hambatan Penelitian

Hambatan penulis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Banyak responden yang tidak bersedia untuk di wawancarai sehingga

peneliti harus mencari responden lain. Dari 52 jumlah responden, 10

diantaranya tidak bersedia untuk menjadi responden dengan alasan mau

menjemput anak pulang sekolah dan merasa takut data yang peneliti

dapatkan di publikasi.

2. Banyak responden yang tidak mempunyai buku KIA atau buku KMS dengan

alasan hilang, dirobek sama anak dan tidak tahu lagi di mana karena pindah

rumah. Dari 52 jumlah responden, 8 diantaranya masih mempunyai buku

KMS dengan kondisi utuh.

3. Banyak hewan ternak dijalan, sehingga mengganggu proses perjalanan.

81

Anda mungkin juga menyukai