Buku Skin Exam
Buku Skin Exam
PANDUAN
TEORI
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2019
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Edisi Kedua
Copyright ®2019
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Cetakan Pertama: Februari 2019
Penerbitan ini dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta dan harus ada izin oleh penerbit
sebelum memperbanyak, disimpan, atau disebar dalam bentuk elektronik, mekanik, foto
kopi, dan rekaman atau bentuk lainnya.
2
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
TIM PENYUSUN
BUKU PANDUAN KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FK UNSYIAH/ RSUDZA
3
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Buku Panduan
Pemeriksaan Fisik Kulit. Tujuan pembuatan buku ini adalah sebagai panduan bagi calon dokter
umum agar lebih terarah dalam melakukan pemeriksaan fisik kulit sehingga memudahkan dalam
mengikuti proses belajar mengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini, untuk itu kami
mengucapkan terima kasih. Kami menyadari bahwa buku panduan ini masih membutuhkan
penyempurnaan yang berkelanjutan sehingga masukan dan saran sangat kami harapkan demi
kemajuan pendidikan kedokteran khususnya dibidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Akhirnya
kami berharap semoga buku ini dapat memberikan banyak manfaat.
4
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
DAFTAR ISI
5
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
DAFTAR PENYAKIT
LEVEL OF EXPECTED ABILITY (SKDI 2012)
SISTEM INTEGUMEN
Tingkat
No. Daftar Penyakit
Kemampuan
KULIT
Infeksi Virus
1 Veruka vulgaris 4A
2 Kondiloma akuminatum 3A
3 Moluskum kontagiosum 4A
4 Herpes zoster tanpa komplikasi 4A
5 Morbili tanpa komplikasi 4A
6 Varisela tanpa komplikasi 4A
7 Herpes simpleks tanpa komplikasi 4A
Infeksi Bakteri
8 Impetigo 4A
9 Impetigo ulseratif (ektima) 4A
10 Folikulitis superfisialis 4A
11 Furunkel, karbunkel 4A
12 Eritrasma 4A
13 Erisipelas 4A
14 Skrofuloderma 4A
15 Lepra 4A
16 Reaksi lepra 3A
17 Sifilis stadium 1 dan 2 4A
Infeksi Jamur
18 Tinea kapitis 4A
19 Tinea barbe 4A
20 Tinea fasialis 4A
21 Tinea korporis 4A
22 Tinea manus 4A
6
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
23 Tinea unguium 4A
24 Tinea kruris 4A
25 Tinea pedis 4A
26 Pitiriasis vesikolor 4A
27 Kandidosis mukokutan ringan 4A
Gigitan Serangga dan Infestasi Parasit
28 Cutaneus larva migran 4A
29 Filariasis 4A
30 Pedikulosis kapitis 4A
31 Pedikulosis pubis 4A
32 Skabies 4A
33 Reaksi gigitan serangga 4A
Dermatitis Eksim
34 Dermatitis kontak iritan 4A
35 Dermatitis kontak alergika 3A
36 Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant) 4A
37 Dermatitis numularis 4A
38 Liken simpleks kronik/neurodermatitis 3A
39 Napkin eczema 4A
Lesi Eritro-Squamosa
40 Psoriasis vulgaris 3A
41 Dermatitis seboroik 4A
42 Pitiriasis rosea 4A
Kelainan Kelenjar Sebasea dan Ekrin
43 Akne vulgaris ringan 4A
44 Akne vulgaris sedang-berat 3A
45 Hidradenitis supuratif 4A
46 Dermatitis Perioral 4A
47 Miliaria 4A
Penyakit Vesikobulosa
48 Toxic epidermal necrolysis 3B
49 Sindrom Stevens-Johnson 3B
7
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
8
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
71 Alopesia androgenik 2
72 Telogen eflluvium 2
73 Psoriasis vulgaris 2
Trauma
74 Vulnus laseratum, punctum 4A
75 Vulnus perforatum, penetratum 3B
76 Luka bakar derajat 1 dan 2 4A
77 Luka bakar derajat 3 dan 4 3B
78 Luka akibat bahan kimia 3B
79 Luka akibat sengatan listrik 3B
9
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Tujuan Umum :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dermatologis, dan clinical test (uji kulit)
secara sistematis dan benar sesuai dengan daftar penyakit sistem integumen 4A SKDI
2012
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dermatologis
3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan status dermatologis dengan tepat dan
menghubungkannya dengan gejala klinis pasien
4. Mahasiswa mampu menentukan dan melakukan (uji kulit) yang relevan dengan gejala
klinis pasien
10
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
B. Adneksa kulit
- Rambut: terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang
berada di luar kulit/batang rambut (gambar 2).
11
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
- Kuku: terdiri atas matriks kuku, dinding kuku (nail wall), dasar kuku (nail bed), alur kuku
(nail groove), akar kuku (nail root), lempeng kuku (nail plate), lunula, eponikium,
hiponikium (gambar 3).
- Kelenjar : kelenjar ekrin dan apokrin, kelenjar sebasea.
13
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
7. Sarung tangan, harus digunakan saat pemeriksaan skabies, sifilis sekunder, memeriksa
membrana mukosa, dan daerah genetalia.
8. Pisau skalpel nomor 15 untuk mengikis lesi atau nomor 11 untuk insisi lesi.
9. Lampu Wood (365 nm) untuk menilai fluoresensi.
10. Kamera untuk dokumentasi.
2. Palpasi kulit
Pergunakan jari-jari tangan untuk memeriksa lesi. Sarung tangan dispossible dapat
digunakan untuk melindungi pemeriksa ketika malakukan pemeriksaan luka
Pada palpasi, periksa kelembaban kulit, temperatur, tekstur, turgor, dan lesi (kerusakan
kulit)
14
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
2. Tipe lesi
Tipe lesi ditentukan berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit dan berdasarkan perjalanan
penyakitnya. Pembagian kelompok lesi berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kelompok lesi berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit
Lebih Lebih Sama Perubahan Berisi Pembuluh
tinggi rendah rata permukaan cairan darah
Papula Erosi Makula Skuama Vesikel Purpura
Plak Ulkus Patch Krusta Bula Telangiektasis
Skar
Nodul Ekskoriasi Pustula Infark
atrofi
Kista Fisura Abses
Wheal/Urti
Likenifikasi
ka
Skar
Hipertrofi
Berdasarkan perjalanan penyakit dan proses terbentuknya lesi, maka dibagi menjadi lesi primer
dan lesi sekunder (Tabel 2).
A. Lesi primer, adalah kelainan kulit yang terjadi pada permulaan penyakit. Lesi primer
dibagi menjadi:
Lesi primer yang sama rata dengan permukaan kulit, yaitu:
1. Makula
Lesi datar pada kulit atau membran mukosa berupa perubahan warna tanpa
perubahan konsistensi, tidak dapat dipalpasi, bentuknya bervariasi, ukuran kurang
dari 0,5 cm, dan batasnya bisa berbeda dengan kulit normal (sirkumskripta/berbatas
tegas) atau samar dengan kulit sekitarnya (difus/tidak tegas).
2. Patch
Makula dengan ukuran yang lebih dari 0,5 cm.
Lesi primer yang lebih tinggi dari permukaan kulit, yaitu:
1. Papula
Bentuk peninggian kulit yang padat, ukuran kurang dari 0,5 cm. Lesi padat tersebut
disebabkan oleh infiltrat sel radang atau massa padat lainnya di epidermis atau dermis.
15
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
2. Plak
Merupakan peninggian kulit yang berbentuk padat dengan diameter lebih dari 0,5 cm,
mempunyai luas permukaan yang relatif lebih besar dibanding tingginya. Plak juga
bisa terbentuk akibat perluasan dan gabungan dari papul-papul.
3. Nodula
Lesi yang menonjol, berbentuk padat, dan dapat teraba dengan diameter lebih dari 0,5
cm. Nodul bisa terletak di epidermis, dermis, dan subkutan.
4. Urtika atau Wheal
Peninggian kulit yang datar karena edema dermis bagian atas. Bersifat gatal,
timbulnya cepat, hilang setelah beberapa jam, pori-pori melebar, warna pucat.
Lesi primer yang berisi cairan, yaitu:
1. Vesikel
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran kurang dari 0,5 cm, dapat pecah
menjadi erosi, dapat bergabung menjadi bula.
2. Bula
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran lebih dari 0,5 cm.
3. Pustula
Peninggian kulit berisi nanah dengan ukuran kurang dari 0,5cm.
B. Lesi sekunder : kelainan kulit yang dapat timbul selama perjalanan penyakit, dihasilkan
akibat proses eksternal (garukan, infeksi, manipulasi infeksi, ataupun proses penyembuhan
lesi primer).
Lesi sekunder akibat perubahan permukaan kulit, yaitu:
1. Skuama
Pengelupasan dari stratum korneum. Partikel epidermal dapat kering atau
berminyak, tipis ataupun tebal dan dilapisi massa keratin. Warnanya bervariasi:
putih keabu-abuan kuning atau coklat.
2. Krusta
Cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit. Cairan tersebut bisa berasal dari
serum, darah dan eksudat purulen. Warna krusta berbeda-beda, tergantung dari cairan
yang keluar, warna kekuningan bila berasal dari serum, akan berwarna merah
kehitaman bila berasal dari darah, dan kuning kehijauan berasal dari pus.
16
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
3. Eskoriasi
Hilangnya jaringan sampai stratum papilare di dermis. Secara klinis tampak adanya
bintik perdarahan di kulit. Garukan dapat menghasilkan lesi yang panjang, paralel
dan menyilang serta dapat menimbulkan krusta kehitaman.
4. Fisura
Hilangnya kontinuitas (kesinambungan) kulit sehingga kulit pecah (diskontinuitas)
tanpa kehilangan jaringan.
5. Likenifikasi
Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas, disebabkan penebalan
epidermis disertai perubahan kolagen pada dermis bagian superfisial.
Lesi sekunder yang lebih tinggi dari permukaan kulit, yaitu:
1. Sikatrik atau skar hipertrofi
Pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih banyak mengandung jaringan ikat
untuk mengganti jaringan yang rusak akibat penyakit atau trauma pada dermis yang
lebih dalam, bila membesar disebut skar hipertrofi. Skar hipertrofi biasanya
berbentuk papula keras, plak, atau nodul. Bila tumbuh sangat berlebihan, disebut
keloid. Berbeda dengan skar hipertrofi, keloid dapat meluas melampaui daerah luka
awal.
Lesi sekunder yang lebih rendah dari permukaan kulit, yaitu:
1. Erosi
Hilangnya sebagian atau seluruh jaringan epidermis atau epitel mukosa. Erosi dapat
terjadi akibat trauma, misalnya garukan, laserasi, vesikel atau bula superfisial yang
pecah dan nekrosis epidermis. Meskipun erosi dapat menimbulkan infeksi sekunder,
erosi tidak meninggalkan skar.
2. Ulkus
Hilangnya jaringan yang melebihi stratum papilare. Ulkus mempunyai tepi, dinding,
dasar dan isi. Bentuk ulkus dapat bulat, lonjong, atau tidak beraturan. Sekitar ulkus
dapat tenang atau terdapat tanda inflamasi akut/kronis (biasanya hiperpigmentasi).
Tepi ulkus bisa datar atau tinggi. Pengerasan karena sebukan sel radang di sekitar
ulkus, akan teraba keras (indurasi), misalnya pada ulkus durum (sifilis stadium I).
Rasa nyeri pada perabaan (dolent) dapat dirasakan pada ulkus mole (chancroid).
17
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
3. Jenis Morfologi
Berdasarkan pengelompokan penyakit (klinis), maka jenis morfologi dapat dibedakan
berdasarkan lesi yang terlihat, yaitu monomorf atau polimorf.
1. Monomorf: Kelainan kulit terdiri atas satu jenis morfologi. Penyakit terdiri atas satu jenis
lesi saja, misalnya bula pada impetigo bulosa, moluskum kontagiosum, miliaria, dan
psioriasis gutata.
2. Polimorf: Kelainan kulit pada satu saat terdiri atas bermacam-macam morfologi, dapat
terlihat makula eritematous, papul, vesikel, erosi kusta. Lesi polimorfi dapat ditemukan
misalnya pada dermatitis atopik, dermatitis kontak alergika, dan akne vulgaris.
Tabel 2. Lesi primer dan lesi sekunder
TERMINOLOG
PENYAKIT
I
MAKULA PITYRIASIS VERSIKOLOR
DAN
PATCH
18
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
VITILIGO
19
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
20
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
WHEAL / URTIKARIA
URTIKA
MILIARIA KRISTALINA
22
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
POMPHOLIX
VARICELLA
23
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
IMPETIGO BULOSA
24
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
PUSTULA FOLIKULITIS
25
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
TINEA KORPORIS
DERMATITIS SEBOROIK
26
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
PITYRIASIS ROSEA
27
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
EKSKORIASI EKSKORIASI
28
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
(a) (b)
(a) Regio volar lengan bawah dekstra tampak skar
hipertrofi dengan ukuran plakat jumlah soliter distribusi
regional.
(b) Regio malar sinistra tampak skar atrofi dengan tepi
ireguler ukuran numular jumlah soliter distribusi
regional.
29
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
4. Jumlah lesi
1. Soliter (tunggal) : Hanya ada satu lesi
2. Multipel (lebih dari satu) : Banyak lesi berjumlah lebih dari 1 atau berjumlah banyak.
5. Susunan lesi
Lesi-lesi ganda dapat tersusun berkelompok/clustered (herpetiformis, zosteriformis) dan
tersebar/scattered (diskret, diseminata).
a) Lesi berkelompok (cluster) :
1. Herpetiformis : Beberapa vesikel bergerombol disatu tempat menyerupai lesi herpes
Contohnya dermatitis herpetiformis (Duhring disease), herpes simpleks.
2. Zosteriformis : Lesi kulit yang berjalan mengikuti dermatom dan unilateral.
b) Lesi tersebar (scattered)
1. Diskret : Bila lesi tersebar satu persatu, contohnya pada varisela.
2. Diseminata : Penjalaran dari satu lesi ke bagian tubuh yang lain. Penyebaran diseminata
dapat ditemukan, misalnya pada dermatitis kontak alergika karena adanya autosensitisasi,
ataupun pada id reaction dimana awalnya terdapat satu lesi kemudian menyebar ke bagian
tubuh lain
30
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
SUSUNAN PENYAKIT
BERKELOMPOK (CLUSTER) HERPES SIMPLEKS
HERPETIFORMIS
DERMATITIS HERPETIFORMIS
ZOSTERIFORMIS
31
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
HERPES ZOSTER
DISKRET
32
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
DERMATITIS KONTAK
AUTOSENSITISASI
33
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
6. Konfigurasi lesi
1. Anular /Sirsinar: berbentuk cincin, yang menunjukkan bahwa pinggir lesi berbeda dengan
bagian tengah, lebih tinggi, bersisik, atau berbeda warnanya (misalnya granuloma annulare,
tinea corporis, eritema annulare sentrifugum).
2. Bulat/Numular/Diskoid: berbentuk koin, biasanya lesi bulat sampai lonjong dengan
morfologi yang sama dari bagian tepi hingga ke sentral lesi (misalnya eksema numular,
psoriasis tipe plak, lupus discoid.
3. Arkuata/ Arsinar: bentuk lengkung, sering sebagai akibat dari pembentukan tidak lengkap
dari sebuah lesi annular (seperti urtikaria, lupus eritematosus kutaneous subakut).
4. Polisiklik: terbentuk dari lingkaran-lingkaran, cincin atau cincin inkomplit yang bergabung
(seperti pada tinea korporis, tinea kruris).
5. Linear: menyerupai sebuah garis lurus, sering menunjukkan kontaktan eksternal (pada
dermatitis kontak iritan toksik) atau fenomena Koebner yang terjadi sebagai respon terhadap
penggarukan (pada psoriasis vulgaris); bisa ada pada lesi tunggal (seperti scabies burrow,
poison ivy dermatitis, atau pigmentasi bleomycin) atau pada tatanan lesi ganda (liken nitidus
atau liken planus).
6. Irisformis: lesi kulit tersusun menyerupai iris mata. Lesi dapat oval atau bulat dengan
perbedaan warna, yaitu di bagian tengah lebih gelap dari pada bagian tepinya. Bagian tengah
dapat pula berbentuk vesikel/bula disekitarnya terbentuk halo. Contohnya adalah lesi target
(irisformis) pada eritema multiforme.
7. Korimbiformis: suatu lesi induk (ukuran besar) yang dikelilingi lesi kecil-kecil berupa
(satelit) yang berukuran lebih kecil. Lesi tersusun mirip seekor induk ayam dikelilingi anak-
anaknya (pada kandidiasis kutis).
8. Retikular: Penampilannya mirip jaring, dengan cincin yang agak beraturan atau cincin
parsial kulit dengan jarak tertentu (misalnya livedo retikularis, cutis marmorata).
9. Serpiginosa: seperti ular (pada cutaneous larva migrans dimana larva bermigrasi dibawah
kulit atau lesi pada urtikaria).
10. Konfluens: Dua atau beberapa lesi menyatu. Ditemukan beberapa versikel menyatu,
misalnya pada herpes simpleks.
34
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
35
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
TINEA KORPORIS
PITYRIASIS ROSEA
36
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
POLISIKLIK
TINEA KORPORIS
37
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
38
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
39
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
40
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
7. Distribusi
1. Regional: Bila lesi terbatas hanya ditemukan di satu tempat saja.
2. Unilateral: Lesi hanya ditemukan di satu sisi badan. Misalnya pada herpes zoster ditemukan
lesi pada satu dermatomal saja, misalnya di torakal 4-5 sinistra.
3. Bilateral: Bila lesi tersebar dikedua sisi tubuh, kanan dan kiri, tidak persis baik letak
maupun ukurannya. Misalnya pada dermatitis herpetiformis (Duhring disease), Morbus
Hansen tipe lepromatosa, tinea kruris.
4. Simetris: Bila lesi tersebar dikedua sisi tubuh (kanan dan kiri), letaknya satu sisi lesi dan
sisi lainnya di tempat yang persis sama; termasuk bentuk dan ukurannya, misalnya pada
dermatitis atopik fase infantil dapat ditemukan makula eritematosa di kedua pipi kiri dan
kanan sama, dermatitis kontak alergik akibat kontak sandal jepit.
5. Generalisata: Bila lesi tersebar ditemukan di setiap bagian tubuh, yaitu di skalp, wajah,
ekstremitas, abdomen, punggung. Umumnya meliputi 50-90% luas permukaan tubuh.
Penyebaran generalisata dapat ditemukan pada sindrom Stevens Johnson, varisela, dan
eritroderma.
6. Universal: Bila lesi ditemukan tersebar hampir diseluruh tubuh (>90 -100%), hampir tidak
ada kulit yang sehat. Misalnya ditemukan pada vitiligo universal, penyakit leiner, bayi
kolodion, dan lamellar ichtyosis.
TINEA KORPORIS
41
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
42
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
PSORIASIS VULGARIS
43
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
GENERALISATA ERITRODERMA
UNIVERSAL VITILIGO
44
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
APLIKASI KLINIS
Pada prakteknya, dalam membuat status dermatologis harus disusun secara sistematis.
1. Catat lokasi lesi (ada di regio mana)
2. Deskripsi lesi yang ditemukan sebutkan tipe lesi tersebut, misalnya makula, papul, plak, vesikel,
bula, nodul, ulkus dan seterusnya. Dalam mendeskripsikan tipe lesi primer dan sekunder harus
disebutkan berurutan, dan lebih dahulu tentukan lesi dominan yang terlihat. Tipe lesi dapat
ditentukan dengan cara inspeksi dan palpasi lesi terlebih dahulu
3. Khusus untuk makula dan patch harus mendeskripsikan:
Warna (misalnya sama dengan warna kulit, makula eritematosa, makula hiperpigmentasi,
makula kecoklatan)
Batas (tegas /sirkumskripta, atau tidak tegas /difus).
Contoh lesi berbatas tegas adalah :
Makula violaceous pada fixed drug eruption.
Makula eritematosa atau hiperpigmentasi pada tinea korporis
Makula eritematosa pada dermatitis kontak iritan
Patch eritematosa pada eritrasma
Contoh lesi berbatas tidak tegas adalah :
Makula eritematous pada dermatitis atopik
Makula eritematous pada dermatitis seboroik
4. Garis tepi ( regular/beraturan, ireguler/tidak beraturan).
5. Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi)
6. Ukuran:
o Milier : sebesar kepala jarum pentol (0,1-0,2cm)
o Lentikuler : Sebesar kepala jarum pentol (0,3-0,5) cm)
o Gutata : Sebesar tetesan air (>0,5-1 cm)
o Numular : Sebesar uang koin/logam (>1 cm-5cm)
o Plakat : Selebar telapak tangan dewasa (>5 cm)
7. Permukaan (maserasi, skuama, krusta, erosi, likenifikasi) tetapi deskripsi permukaan tidak
selalu harus ada.
8. Khusus untuk plak harus mendeskripsikan:
Warna (sama dengan warna kulit, plak eritematosa, plak hiperpigmentasi)
Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi/multiform, plak berbentuk poligonal)
Ukuran :
45
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
46
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
47
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
48
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
c) Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis bagian luar
penderita sambil pelan-pelan meraba ke atas sampai menemukan tonjolan tulang (caput
fibula), setelah menemukan tulang tersebut jari pemeriksa meraba saraf peroneus 1 cm
ke arah belakang.
d) Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian ke kanan dan kiri
sambil melihat mimik/reaksi penderita.
e) Kesimpulan: Apakah ada penebalan/pembesaran N. Peroneus communis D/S, apakah
ada nyeri atau tidak pada saraf.
49
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
b. Pemeriksaan sensibilitas
I. Pemeriksaan rasa raba
1. Pemeriksaan rasa raba di kulit tubuh
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan.
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa.
c) Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba.
d) Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan
kulit yang dicurigai (dari tengah ke tepi lesi).
e) Sebelumnya kita menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya
dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya,
ini dikerjakan dengan mata terbuka.
f) Bilamana hal ini telah jelas, maka pasien diminta menutup matanya, kalau perlu
matanya ditutup dengan sepotong kain/karton.
g) Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya hipoestesi/anestesi.
50
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Gambar 9. Tes raba dengan ujung kapas yang disentuhkan pada lesi
51
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Gambar 10. Tes rasa raba dengan ballpoint pada telapak tangan
52
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Gambar 11. Tes rasa nyeri dengan ballpoint pada telapak kaki
53
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Gambar 12. Tes rasa nyeri dengan ujung jarum suntik pada lesi
III. Pemeriksaan suhu
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan.
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa.
c) Tangan yang akan diperiksa diletakkan dia tas meja/paha pasien atau bertumpu pada
tangan kiri pemeriksa.
d) Berikan penjelasan apa yang akan dilakukan sambil memperagakan dengan
menyentuhkan ujung tabung reaksi yang berisi air panas (sebaiknya 40oC) dan air
dingin (20oC) pada daerah kulit yang normal, untuk memastikan bahwa orang yang
diperiksa dapat membedakan panas dan dingin.
e) Mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung
tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai.
f) Bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien salah menyebutkan rasa
tabung yang ditempelkan, maka disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah tersebut
terganggu.
Gambar 13. Tes suhu dengan 2 tabung reaksi berisi air dingin dan air hangat. Bila ada
gangguan sensibilitas, pasien tidak dapat membedakan dingin dan panas
54
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
55
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
(a) (b)
Gambar 16. (a). Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda auspitz. (b). Fenomena
Koebner
56
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Gambar 18. Purpura pada henoch shcoenlein purpura dapat ditentukan dengan tes diaskopi
57
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Gambar 19. Nikolsky’s sign (Nikolsky’s sign type 1) pada pemfigus vulgaris, steven johnson’s
syndrome dan toxic epidermal necrolysis, staphylococcal scalded skin syndrome
58
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
Interpretasi :
Tinea kapitis (M. canis, M. audouinii, M. rivalieri, M. Ferrugineum dan M. gypseum) hijau
terang. Pityriasis versikolor: putih kekuningan, orange tembaga, kuning keermasan atau putih
kebiruan (metabolit koproporfirin). Tinea favosa (Trichophyton schoenleinii): biru suram/hijau
suram (akibat metabolit pteridin). Eritrasma (Corynebacterium minutissimum): merah koral
(metabolit porfirin). Infeksi pseudomonas: hijau (metabolit pioverdin atau fluoresein). Hasil positif
palsu: salep dan krim dikulit atau eksudat: biru, jingga; tetrasiklin, asam salisilat dan petrolatum:
kuning
59
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
60
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
PENUTUP
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit perlu dipahami dan dikuasai morfologi serta
terminologi baku, kemudian dilatihkan pada aplikasi klinis. Anamnesis sangat penting membantu
mencari etio-patogenesis penyakit. Melakukan inspeksi dan palpasi kulit hendaknya dilakukan
secara sistematik, dengan menggunakan terminologi yang telah umum dipakai secara nasional
maupun internasional.
Filosofi : “Untuk membaca kata, seseorang harus mengenal huruf; untuk membaca kulit,
seseorang harus mengenal lesi-lesi pokok. Untuk memahami sebuah paragraf, seseorang harus
mengetahui bagaimana kata-kata dirangkai; untuk mengetahui diagnosis banding, seseorang harus
mengetahui lesi-lesi pokok apa yang ada, bagaimana mereka berkembang, dan bagaimana mereka
tertata dan tersebar.”
61
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
DAFTAR PUSTAKA
1. Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structur of skin lesion and fundamentals od clinical
diagnosis. In: Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw-
Hill;2012.p.27-57.
2. Leung DMY, Eichenfield LF, Boguniewick M. Atopic dermatitis In: Goldsmith LA, Katz
IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw-Hill;2012.p.165-82.
3. Grattan CE. Urticaria dan Angioedema. In : Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V,
editors. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier ;2012.p. 291-305
4. Sterry W, Paus R, Burgdorf. Dermatologic diagnosis. In: Sterry W, Paus R, Burgdorf,
editors. Thieme Clinical Companions Dermatology. 5thed. German: George Thieme verlag
KG;20006.p.16-24
5. James WD, Berger TG, dan Elston DM.Seborrheic Dermatitis. Dalam: Andrews’ Diseases
of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 10: 188-189.
6. Shear NH, Knowles SR. Cutaneous reaction to drug. In: Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest
BA, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8thed.
New York: Mc Graw-Hill Book CO;2012.p.449-50
7. Jopling W.H. Hand Book of Leprosy . 5 th ed New Delhi:CBS. Published & Distributor.
2011. p.1-53,92-100.
8. DepKes RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan XIV, 201
62
Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
– FK UNSYIAH
3. N. Peroneus communis
dextra/sinistra
4. N. Tibialis posterior
dextra/sinistra
B. Pemeriksaan Sensorik (Sensibilitas)
1. Pemeriksaan sensibilitas raba
2. Pemeriksaan sensibilitas nyeri
3. Pemeriksaan sensibilitas suhu
V. Clinical Test / Uji Kulit
1. Nikolsky’s sign / Asboe Hansen
sign/bullous spread phenomen
2. Kaarsvlek phenomen/Austpitz
sign/Koebner phenomen
3. Dermografisme
4. White Dermografisme
5. Diaskopi
6. Lampu Wood
SKOR YANG DIDAPAT
SKOR TOTAL
Banda Aceh,…………………2014
Instruktur
Keterangan Skor
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan, dengan banyak perbaikan ( lebih dari 50 %)
2 = Dilakukan, dengansedikit perbaikan (kurang dari 50%)
3 = Dilakukan dengan sempurna
Cakupan penguasaan keterampilan :
(Skor/ yang didapat / Skor Total) x 100% = ......%
64