No comments
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
a. AMDAL
merupakan Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan kegiatan yang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang
Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-
Lingkungan Hidup".
b. UKL-UPL
tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi PROSES
Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah
salah satu instrument pengelolaan lingkungan yang merupakan salah satu persyaratan
perijinan bagi pemrakarsa yang akan melaksanakan suatu usaha/kegiatan di berbagai
sektor.
c. SPPL
development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa
menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan
ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas
UKL/UPL merupakan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang harus dan
wajib di miliki oleh semua perusahaan yang mempunyai aktifitas bisnis / produksi yang
berdampak terhadap lingkungan. Apabila UKL/UPL diterapkan secara Konsisten pasti
dapat mengurangi dan mengantisipasi kemungkinan dampak negatif yang muncul bagi
Sistematika UKL-UPL :
BAB I. PENDAHULUAN
2.4 Tahap pelaksanaan usaha dan / atau kegiatan tahap pra-konstruksi, konstruksi, dan
pasca operasi.
(2) Fisiografi
(3) Hidrologi
(4) Hidrooseanografi
Inventarisasi tata guna lahan dan sumber daya lainnya dan kemungkinan potensi
3.2 Biologi
(1) Flora
(2) Fauna
3.3 Sosial
(1) Demografi
(2) Ekonomi
(3) Budaya
(2) Potensi besarnya dampak timbulnya penyakit (angka kesakitan dan kematian);
4. Hal-hal lain yang perlu disampaikan untuk menjelaskan dampak lingkungan yang akan
3. Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur efektifitas pengelolaan lingkungan hidup
Pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan UKL dan UPL yang ditandatangani diatas kertas
bermaterai.
LAMPIRAN
Pada bagian ini dilampirkan berbagai keputusan perijinan yang berkaitan usaha dan / atau
kegiatan.
Masyarakat merupakan focus dalam studi AMDAL sehingga AMDAL bersifat terbuka untuk
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang membutuhkan studi AMDAL agar
masyarakat luas dapat memberikan tanggapan yang disalurkan lewat Komisi, terutama
1. Dengan melibatkan diri dalam proses AMDAL, Anda ikut menentukan masa depan
wilayah Anda sendiri. Dengan memberi tanggapan, masukan, saran, dan informasi,
Proses AMDAL terdiri dari beberapa tahapan. Anda tidak harus menguasai seluruh proses
AMDAL, tapi pelajari tahapan apa saja yang memberi peluang bagi masyarakat untuk
melibatkan diri.
Dari keterlibatan Anda, hasil yang dapat Anda harapkan adalah bahwa tanggapan, saran dan
Tindak lanjut dari tanggapan, saran, dan masukan Anda mungkin baru terlaksana setelah
proses AMDAL selesai. Namun, pertahankanlah jalur komunikasi yang baik dengan
pemrakarsa
2. KA-ANDAL
Tujuan:
Fungsi:
• Pemrakarsa
• Penyusun
• Pakar
• Masyarakat
Proses pelingkupan
Merupakan proses awal untuk menentukan lingkup masalah dan mengidentifikasi dampak
penting hipotetik
• Kedalaman studi
• Studi pustaka, analisis isi, interaksi kelompok dan dg menggunakan berbagai metoda
identifikasi dampak.
• Dikelompokan menurut keterkaitan satu sama lain, spt lingkungan air, lingkungan
udara dll.
• Batas proyek
• Batas ekologis
• Batas sosial
• Batas administratif
BAB I PENDAHULUAN
1.3.Peraturan
2.1 Status dan Lingkup Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Akan Ditelaah dan Alternatif
a. Status dan Lingkup Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Akan Ditelaah
2.3 Pelingkupan
a. Proses pelingkupan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Pada bagian ini dilampirkan berbagai keputusan perijinan yang berkaitan usaha dan / atau
kegiatan.
Feasibility Study Pendirian Rumah Sakit
25 03 2009
Pertengahan tahun 2008 kemarin, tim kami diminta untuk membuat sebuah studi kelayakan
pendirian sebuah rumah sakit ibu anak (RSIA) yang menurut rencana akan dibangun di kawasan
Proses untuk membuat sebuah studi kelayakan secara umum hampir sama seperti melakukan
penelitian yang bersifat action researh. Perbedaan yang terjadi hanya pada peruntukan dan tujuan
akhirnya saja.
Diawali dengan membuat sebuah proposal dan dilanjutkan dengan kunjungan pra survai untuk
melihat langsung situasi & lokasi yang akan didirikan bangunan RSIA tersebut.
Setelah mengumpulkan berbagai informasi awal. kemudian tim merevisi berbagai asumsi dasar
yang ada dan menuangkannya dalam sebuah proposal final. Melalui persetujuan dengan owner
dan calon investor maka disepakati juga agenda riil & mekanisme pendukung untuk penyelesaian
kegiatan studi kelayakan ini termasuk memperkenalkan anggota tim yang terlibat beserta
tugasnya masing-masing.
Proses selanjutnya dimulai dengan pengumpulan data sekunder dan primer sesuai kebutuhan,
dilanjutkan analisisnya sehingga akhirnya didapatkan hasil sementara yang siap dipresentasikan
sebagai bentuk progress report ke owner dan investor. Diskusi yang terjadi menghasilkan
berbagai perubahan dan tambahan agenda untuk perbaikan laporan final.
Penelusuran ulang dari berbagai informasi yang dianggap belum lengkap atau menjadi tuntutan
baru dari investor & owner menjadi agenda berikutnya sehingga akhirnya benar-benar laporan
finalnya siap untuk dipresentasikan kembali.
Alhamdulillah semua agenda tersebut berhasil kami selesaikan sepenuhnya dalam waktu sekitar
2 bulan efektif.
(Keterangan: Lembaga yang saat itu kami gunakan masih bernama Puskabangkes)
TUJUAN:
Tujuan triase pada musibah massal adalah bahwa dengan sumber daya yang minimal dapat
menyelamatkan korban sebanyak mungkin.
KEBIJAKAN:
1. Memilah korban berdasar:
a. Beratnya cidera
b. Besarnya kemungkinan untuk hidup
c. Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan tindakan
2. Triase tidak disertai tindakan
3. Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus dilakukan sesegera
mungkin.
PROSEDUR:
1. Penderita datang diterima petugas / paramedis UGD.
2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan
derajat kegawatannya. Oleh paramedis yang terlatih / dokter.
3. Namun bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar
ruang triase (di depan gedung IGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode warna :
o Segera- Immediate (I)- MERAH. Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan
besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax, distress pernafasan
(RR< 30x/mnt), perdarahan internal vasa besar dsb.
o Tunda-Delayed (II)-KUNING. Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa
segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas="" permukaan="" tubuh="" dsb="" br="">
o Minimal (III)-HIJAU. Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
o Expextant (0)-HITAM. Pasien menglami cedera mematikan dan akan meninggal meski mendapat
pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
5. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau,
hitam.
6. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan IGD.
Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7. Penderita/korban dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat
dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah
selesai ditangani.
8. Penderita/korban dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9. Penderita/korban kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
TUJUAN:
Untuk memperlancar jalur komunikasi dalam menyampaikan atau menerima berita, dalam keadaan
sehari-hari atau dalam keadaan darurat (bencana/musibah massal).
KEBIJAKAN:
1. Radio Komunikasi selalu pada frekuensi 718.
2. Radio Medik hanya digunakan untuk menyampaikan / menerima berita yang penting.
PROSEDUR:
1. Mengecek kondisi radio medik setiap operan dan melakukan timbang terima mengenai berita yang
masuk dan yang keluar.
2. Cara menggunakannya :
4. Setiap kali mengirim / menerima pesan harus ditulis pada buku laporan serta ditandatangani dan
nama jelas operator.
5. Segera tindak lanjut isi pesan.
6. Bila selesai jangan dimatikan tetapi radio harus selalu dalam posisi standby.
PETUGAS:
Perawat IGD
AMBULANCE
PENGERTIAN:
Sarana transportasi untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang
memadai..
TUJUAN:
Untuk memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat keadaan
penderita/korban ke sarana kesehatan yang memadai.
KEBIJAKAN:
1. Ambulance digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu
ke RS lain.
2. Pada setiap ambulans minimal terdiri dari 2 orang para medik dan satu pengemudi (bila
memungkinkan ada 1 orang dokter).
PROSEDUR:
Saat di Rumah Sakit
A. Kru ambulans harus mulai menyiapkan ambulans untuk pengiriman berikutnya.
1. Bersihkan dengan cepat ruang pasien dengan menggunakan sarung tangan industri.
2. Bersihkan darah, muntahan, dan cairan tubuh lainnya yang mengering di lantai.
3. Seka perlengkapan apapun yang terkena percikan. Masukkan handuk yang digunakan untuk
membersihkan darah dan cairan tubuh langsung ke dalam kantung merah.
4. Buang sampah-sampah seperti bungkus perban, balut yang sudah dibuka walaupun belum dipakai,
dan barang-barang sejenis.
5. Kain linen dan selimut besar yang kotor dapat dicuci dan digunakan kembali.
6. Gunakan pengharum ruangan untuk menetralisir bau muntah, urin, atau tinja.
TUJUAN:
Sebagai acuan dalam melakukan dekontaminasi saat terjadi bencana.
KEBIJAKAN:
1. Dilakukan pada korban masal terutama pd korban yg terkontaminasi bahan kimia.
2. Prinsip dekontaminasi di rumah sakit adalah bahwa setiap pasien yang datang dan terpapar bahan
kimia harus didekontaminasi sebelum masuk keruangan yang ada di rumah sakit.
3. Dekontaminasi dilakukan di tempat yang telah dipersiapkan, terpisah dan tertutup, tersedia air
mengalir dan sebaiknya dekat dengan UGD/IRD .
PROSEDUR:
1. Setelah memakai alat proteksi diri petugas medik melakukan dekontaminasi, pastikan korban dalam
keadaan stabil atau telah dilakukan stabilisasi fungsi vitalnya.
2. Buka seluruh pakaian korban (mengurangi 70-80% kontaminant)
3. Cuci dari ujung kepala sampai ujung kaki dalam 1 menit dgn 6 galon air ( 25 ltr air/ 4-5 ember air) dan
diperlukan area 22 inches² (66 cm²) per-orang.
4. Lakukan dgn cepat pencucian / penyiraman seluruh tubuh korban.
5. Gunakan cairan pembersih untuk seluruh tubuh. Cairan baru 0,5 % Sodium hypochlorite (HTH
chlorine) efektif utk kontaminant biologi atau kimia.
6. Utk kontaminant biologi perlu waktu 10 menit (hal ini sulit utk korban masal).
7. Bersihkan kembali dengan air dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe).
8. Yakinkan korban sudah dicuci dengan bersih, bila perlu periksa dan bersihkan kembali dengan air dari
ujung kepala sampai ujung kaki.
9. Keringkan tubuh pasien dan ganti/ berikan pakaian kering dan bersih.
10. Korban di masukkan ke ruang UGD/ IRD sesuai kriteria triage (dapat dilakukan triage ulang walaupun
sudah dilakukan triage di lapangan.
11. Penanganan dilakukan berdasarkan skala prioritas kegawat daruratan korban bencana.
12. Pelayanan medik yang diberikan sesuai standar kemampuan rumah sakit.
Catatan:
1. Pasien bisa yang bisa berjalan sendiri dan gejala jelas segera lakukan dekontaminasi.
2. Pasien masih bisa berjalan, tetapi tanpa gejala jelas pindahkan dari area tindakan, pakaian dibuka dan
observasi (medical evaluation).
3. Pasien tidak bisa bergerak, lakukan evaluasi klinis , berikan prioritas dekontaminasi.
TUJUAN:
Sebagai acuan dalam penambahan jumlah tenaga medis ataupun non medis saat terjadi suatu bencana.
KEBIJAKAN:
Penambahan jumlah tenaga medis ataupun nonmedis saat terjadi bencana dapat diperoleh dari internal
rumah sakit dan eksetrnal rumah sakit.
PROSEDUR:
1. Dokter jaga IGD sebagai leader saat terjadi bencana menghubungi tim siaga bencana yang saat itu
sedang tidak jaga / tidak berada di tempat.
2. Dokter jaga IGD beserta tim siaga bencana memprediksi tingkat kegawatan dan jumlah korban.
3. Meminta bantuan tenaga yang sedang tidak jaga di rumah sakit dengan menghubungi tiap
perorangan lewat telephon.
4. Apabila tenaga internal rumah sakit tidak mencukupi/tidak sebanding dengan jumlah korban yang
terlalu banyak, maka pihak rumah sakit segera meminta bantuan tenaga dari luar rumah sakit. Segera
koordinasikan kebutuhan tersebut kepada Komandan Siaga Bencana serta pihak luar yang dimintai
perbantuan.
5. Setelah tenaga bantuan telah datang di RS, maka dokter jaga sebagai leader menginformasikan
seluruh informasi baik tingkat kegawatan dan jumlah korban kepada tim tersebut dan memberikan
instruksi langkah-langkah yang harus dilakukan.
PENGERTIAN:
Terapi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh petugas medis kepada korban/penderita sesuai
dengan kondisi/keadaan penderita tersebut.
TUJUAN:
Meminimalisir luka dan kecacatan serta menyembuhkan penyakit penderita/korban bencana.
KEBIJAKAN:
Pemberian terapi bagi korban tanpa membeda-bedakan status sosial,suku/ras, agama dan golongan.
PROSEDUR:
Penanganan medis.
1. Penanganan korban di RS neliputi tindakan resusitasi sampai dengan tindakan definitif.
2. Sistim pelimpahan wewenang berlaku dengan pengawasan dan tanggung jawab Tim Penanggulangan
Bencana.
3. Perkiraan jumlah korban yang akan dirawat adalah berdasar pada jumlah korban yang pernah dirawat
pada bencana terdahulu, atau berdasar pada skenario terburuk, dan dengan mempertimbangkan jumlah
korban berdasarkan intensitas perawatan yang diperlukan.
4. Tehnis penanganan korban dilakukan sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang dibuat oleh Staf
Medik Fungsional ( SMF ).
TUJUAN:
Memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita/korban
ke sarana kesehatan yang memadai.
KEBIJAKAN:
Sarana transportasi terdiri dari:
1. Kendaraan pengangkut (ambulance)
2. Peralatan medis dan non medis.
3. Petugas (medis/paramedis)
4. Obat-obatan life saving dan life support.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi penderita/korban bencana adalah:
a. Sebelum Diangkat
1.Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi.
2.Perdarahan telah dihentikan
3.Luka-luka telah ditutup
4.Patah tulang telah difiksasi
b. Selama perjalanan harus dimonitor
1.Kesadaran
2.Pernafasan
3.Tekanan Darah
4.Denyut nadi
5.Keadaan luka
PROSEDUR:
Memindahkan pasien ke ambulans
1. Pada saat ambulans datang anda harus mampu menjangkau pasien sakit atau cedera tanpa kesulitan,
memeriksa kondisinya, melakukan prosedur penanganan emergensi di tempat dia terbaring, dan
kemudian memindahannya ke ambulans.
2. Pada beberapa kasus tertentu, misalnya pada keadaan lokasi yang berbahaya atau pasien yang
memerlukan prioritas tinggi maka proses pemindahan pasien harus didahulukan sebelum
menyelesaikan proses pemeriksaan dan penanganan emergensi diselesaikan.
3. Jika dicurigai adanya cedera spinal, kepala harus distabilkan secara manual dan penyangga leher
(cervical collar) harus dipasang dan pasien harus diimobilisasi di atas spinal board.
4. Pemindahan pasien ke ambulans dilakukan dalam 4 tahap berikut
5. Pasien sakit atau cedera harus distabilkan agar kondisinya tidak memburuk.
6. Perawatan luka dan cedera lain yang diperlukan harus segera diselesaikan, benda yang menusuk
harus difiksasi, dan seluruh balut serta bidai harus diperiksa sebelum pasien diletakkan di alat
pengangkut pasien.
7. Jangan menghabiskan banyak waktu untuk merawat pasien dengan cedera yang sangat buruk atau
korban yang telah meninggal. Pada prinsipnya, kapanpun seorang pasien dikategorikan dalam prioritas
tinggi, segera transpor dengan cepat.
8. Penyelimutan pasien membantu menjaga suhu tubuh, mencegah paparan cuaca, dan menjaga privasi.
9. Alat angkut (carrying device) pasien harus memiliki tiga tali pengikat untuk menjaga posisi pasien
tetap aman. Yang pertama diletakkan setinggi dada, yang kedua setinggi pinggang atau panggul, dan
yang ketiga setinggi tungkai. Kadang-kadang digunakan empat tali pengikat di mana dua tali disilangkan
di dada.
10. Jika penderita/korban tidak mungkin diangkut dengan tandu misalnya pada penggunaan spinalboard
dan hanya bisa diletakkan di atas tandu/usungan ambulans (ambulance stretcher),maka disyaratkan
untuk menggunakan tali kekang yang dapat mencegah pasien tergelincir ke depan jika ambulans
berhenti mendadak.
TUJUAN
Menyelamatkan nyawa penderita/korban yang masih hidup dan memindahkan penderita/korban yang
sudah tidak bernyawa.
KEBIJAKAN
1. Mendahulukan korban yang masih bernyawa dan kemungkinan besar dapat diselamatkan.
2. Korban yang tingkat kegawatannya tinggi dan beresiko mati, lebih baik ditinggalkan terlebih dahulu.
PROSEDUR:
1. Petugas evakuasi harus membekali diri dengan segala keperluan pribadi serta membekali diri dengan
membawa alat dan obat untuk pertolongan pertama.
2. Menentukan skalasi bencana;luas wilayah,jumlah korban,jenis penyakit,sarana dan prasarana yang
tersisa, sisa SDM dan akses jalan menuju lokasi bencana.
3. Menyampaikan hasil survey awal ke rumah sakit, sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan diri.
4. Petugas lapangan menilai tingkat kegawatan korban untuk korban luka ringan dan sedang di beri
pertolongan pertama di tempat kejadian atau pos kesehatan lapangan.
5. Korban luka ringan dan sedang diperlakukan sama seperti masyarakat umum.
6. Korban luka berat segera dievakuasi ke RS rujukan wilayah/RS Polri / RS TNI terdekat.
7. Korban yang memerlukan perawatan lebih lanjut dapat dievakuasi ke pusat rujukan melalui jalan
darat/sungai/laut/udara sesuai sarana yang dimiliki.
o Posisikan kaki dengan baik. Kaki harus kokoh, menapak pada permukaan dan diposisikan
sepanjang lebar bahu.
o Ketika mengangkat, gunakan kaki anda, bukan punggung anda untuk mengangkat.
o Ketika mengangkat, jangan berputar atau membuat gerakan lain selain mengangkat. Usaha
untuk berbelok atau berputar ketika mengangkat merupakan penyebab utama cedera.
o Ketika mengangkat dengan satu tangan, jangan mengkompensasi.
o Hindari bersandar ke sisi manapun. Jaga punggung anda tetap lurus dan terkunci.
o Jaga beban sedekat mungkin dengan tubuh anda. Semakin jauh beban dari tubuh anda, semakin
besar kemungkinan anda cedera.
o Ketika membawa penderita pada tangga, jika memungkinkan gunakan kursi tangga daripada
tandu.
4. Pada saat menjangkau penderita, ada peraturan yang harus dipatuhi untuk mencegah cedera.
Diantaranya:
5. Pada saat mendorong atau menarik penderita, ada peraturan yang harus dipatuhi untuk mencegah
cedera. Diantaranya: