Anda di halaman 1dari 3

Renaissance: The Enlightment of Europe

Hisbulloh Als M
Disaat dimana para filsuf bertanya tentang ketimpangan social, yang diakibatkan oleh
otoritas keagamaan, lalu bertanya lagi siapa yang memberi otoritas itu? Jawabannya adalah
Tuhan. The Dark Ages orang eropa menyebutnya demikian, Masa dimana tanah Eropa mengalami
masa kelam dalam peradabannya, yang terkenal adalah penghukuman Galileo Galilei karena
teori Heliosentrisnya tidak sejalan dengan otoritas keagamaan. Lalu terlepas dari The Dark Ages,
Eropa terlahir kembali memanggil ruh peradaban Yunani dan Romawi yang pernah jaya sebuah
masa titik balik bangsa Eropa menuju Renaissance.

Rentetan Pertanyaan
Saya membuka tulisan kali ini dengan sebuah rentetan pertanyaan karena bagi saya
pertanyaan itu adalah sebuah hal yang penting dan harus dimiliki setiap orang, bahkan Rene
Deskartes pernah mengatakan Cogito ergo sum yang artinya saya berpikir maka saya ada. Ketika
seseorang berfikir maka ia pasti bertanya. Hal yang sama juga tentu saja akan dilakukan oleh para
fisuf, pikiran mereka merespon terhadap kondisi dari peradaban Eropa saat itu. Para filsuf
merespon keadaan dengan seuah rentetan pertanyaan yang mereka ajukan dan bermuara pada titik
yang hampir mirip-mirip. Kondisi Eropa kala itu dikuasai oleh gereja dan kaum bangsawan,
keduanya bersikap otoriter terhadap penduduk eropa, kondisi tersebut membuat gereja berada pada
posisi absiolut dimana apabila anda mengatakan rubah berekor Sembilan itu ada seperti pada
anime Naruto maka karena itu tidak sepaham dengan gereja maka gereja akan memberikan
hukuman pada anda, walaupu ga gitu juga si, salah satu penghukuman masa itu yang paling
terkenal adalah yang terjadi pada Galileo Galilei dengan teori Heliosentrisnya yang berlawanan
dengan doktrin gereja yang mempercayai teori Geosentris. Lalu tentu saja kejadian demi kejadian,
fenomena demi fenomena para filsuf merespon keadaan tersebut dialam kognisi dengan sebuah
rentetan pertanyaan, pertama apa yang terjadi? Jawabannya gereja menindas rakyat, lalu mengapa
gereja menindas rakyat? Jawabannya karena gereja memiliki sebuah legitimasi, lalu Siapa yang
memberi legitimasi itu? Lalu jawabannya gereja mendapatkan legitimasi dari Tuhan, lalu Kenapa
Tuhan menindas rakyat bukankah tuhan itu pengasih atau penyayang? Jawbannya adalah jangan-
jangan nama tuhan hanya digunakan gereja untuk menindas rakyat, dan terakhir Mengapa nama
tuhan digunakan untuk membenarkan hal itu dan tuhan diam saja melihat itu terjadi? Maka mereka
menyimpulkan, Oh jangan-jangan Tuhan itu tidak ada. Kesimpulan dari rentetan pertanyaan
tersebut yang menginisiasi terlahirlah The Renaissance atau Enlightment atau abad pencerahan
Eropa.
Gerakan Anti-Tuhan
Berdasarkan rentetan pertanyaan tadi tak disangka-sangka bahwa kesimpulan mereka
adalah tidak adanya tuhan. Maka setelah rentetan pertanyaan itu munculnya suatu gerakan yang
dijiwaai oleh suatu semangat anti Tuhan. Apabila kita melihat tampilan seni patung yang dibangun
diera renaissance contoh saja oleh Michael agelo kebanyakan adalah patung-patung yang ditujukan
untuk melawan Gereja. Gerakan ini menjadi dasar pencerahan eropa, yang berkembang menuju
revormasi pemikiran saat itu. Revormasi itu melahirkan perubahan-perubahan dalam tatanan
kehidupan masyarakat eropa mulai dari dampaknya pada social-politik bahkan sampai pada
dampak ekonomi. Pada bidang social-politik terjadi reformasi gereja yang dilakukan oleh Martin
Luther yang mengatakan bahwa gereja telah terlalu sewenang-wenang dan menyimpang terlebih
lagi banyaknya kekecewaan pada pihak gereja serta munculnya Gerakan anti-Tuhan ini, yang
dimana puncaknya gereja sampai-sampai mengeluarkan surat pengampunan dosa atau indulgence
(indulgensi). Selain pandangan Martin luther tersebut didalam pemerintahan, Renaissance
membawa pemikiran yang disebut sebagai Sekularisme. Sekularisme ini merupakan pandangan
yang berupa desakralisasi(penghilangan kesakralan) pada komponen tertentu, pada kasus ini
adalah pemerintahan. Segala hal tentang pemerintahan harus mengalami desakralisasi, yang
artinya memisahkan kehidupan beragama dengan pemerintahan itu sendiri dimana iman manusia
tidak menentukan jalannya pemerintahan, dikotomi ini juga muncul karena ketidak percayaan
masyarakat Eropa pada Gereja. Munculnya sekularisme berawal dari para filsuf atau pemikir yang
masih percaya terhadap Tuhan menolak dalam diskursur dengan para filsuf yang telah kehilangan
kepercayaan kepada tuhan atau Atheis. Para filsuf yang beragama tersebut menolak dan
mengatakan bahwa tuhan itu masih ada, maka perlu adanya diskursus mengenai itu pada suatu
kolosium selama berbulan-bulan, hasil diskusi itu mengatakan bahwa “God is the watch maker”
dengan analogi ketika seseorang membuat jam tangan dan jam tangan itu diberikan kepada orang
maka jarum jam tangan itu berputar diluar kendali seseorang tersebut. Mereka menyimpulkan
Tuhan sebagai pembuat jam tangan yang dimana disitulah posisi Tuhan dimana Tuhan memang
menciptakan manusia dan apa yang dilakukan oleh manusia itu tidak berada pada kendali Tuhan.
“God is The Watch Maker” kemudian menjadi sebuah awal kerangka berpikir sekularisme yang
nantinya mendesakralisasikan pemerintahan di Eropa bahkan bukan hanya pemerintahan, Science,
Filsafat, dan Ilmu pengetahuan juga mengalami desakralisasi.
Kelahiran Filsafat Rasionalisme dan Empirisme
Renaissance tidak hanya berefek pada kehidupan social politik namun memasuki ranah
pemikiran para filsuf dan akhirnya melahirkan 2 aliran filsafat yaitu filsafat Rasionalisme dan
Filsafat Empirisme. Kedua aliran ini memiliki pandangan yang berbeda secara mendasar. Filsafat
rasionalisme sendiri muncul dari tokoh-tokoh seperti Rene Descartes dan pada aliran empirisme
muncul tokoh-tokoh seperti John Locke. Filsafat Rasionalisme berpandangan bahwa pengetahuan
itu bersifat aposteriori atau melampaui pengalaman yang dimana pengetahuan sudah ada secara
natural sejak manusia itu hidup dan telah lebih dulu memang berada pada diri manusia. Pandangan
ini mengatakan bahwa segala pengetahuan di alam semesta ini dapat diproses melalui proses
pengkosntruksian pemikiran contohnya adalah apabila seseorang melihat meja maka otaknya akan
bekerja untuk menginterpretasikan benda itu melalui proses visualisasi lalu dengan otomatis otak
akan mengkonstruksikan pengetahuan bahwa bend itu dapat digunakan untuk meletakan sebuah
apel. Berbeda dengan anggapan aliran filsafat resionalisme, aliran empirisme mengatakan bahwa
pengetahuan itu bersifat Post-teriori atau didahului oleh pengalaman. Pandangan ini menyatakan
bahwa misal ada seseorang yang melihat meja, orang itu akan tau kalau dia pernah mencoba, atau
pernah melihat orang lain menaruh benda diatasnya. Percabangan Filsafat rasionalisme dan
empirisme ini mencoba didamaikan selah mengalami banyak diskursus oleh Immanuel kant namun
walaupun penggabungan kedua aliran tersebut pernah berhasil di gabungkan pemikiran Immanuel
Kant pun terpecah lagi menjadi yang Bias-Rasionalisme dan yang Bias-Empirisme.
Friedrich Nietzche “God is Dead”
Dalam buku Thus Spoke of Zarathustra seorang filsuf Friedrich Nietzche mengatakan
bahwa “God is Dead” atau “tuhan telah mati”. Nietzhe menggambarkan keadaan setelah
Renaissance dalam bukunya dengan menarik yaitu sebagai “kematian Tuhan”. Kematian seperti
apa yang dimaksud oleh Nietzche?. Dahulu sebelum abad pencerahan Eropa, masyarakat
cenderung untuk berpikiran teosentris atau segala sesuatunya berpusat kepada Tuhan namun
setelah pencerahan masyarakat Eropa yang semula Teosentris menjadi memiliki pola pikir
antroposentris atau semuanya berpusat pada manusia. Sehingga keadaan ini melahirkan “homo
mensura” dimana manusia merupakan tolak ukur dan pusat dari segalanya. Renaissance atau
pecerahan Eropa ini yang pada akhirnya membawa masyarakat Eropa meninggalkan doktrin
agama-agama, Kepercayaan-kepercayaan, hal-hal mitos, kepercayaan, serta hal-hal gaib.
Masyarakan eropa berbondong-bondong berpindah ke pola pikir akal rasio dengan ciri rasional.
Mereka beranggapan bahwa hanya rasio (akal budi) yang mempu membawa mereka kepada
kebaikan. Pola pikir ini membuat peradaban Eropa pasca renaissance berkembang pesat dalam hal
science dan ilmu pengetahuan. Hingga pada abad ke 19 di Eropa terjadi pristiwa yang mengubah
segala lini kehidupan yaitu Revolusi Industri yang pertama yang bahkan telah berjalan empat kali.
Nietzhe mengatakan Tuhan telah mati atas dasar manusia yang telah membunuh Tuhan dalam
dirinya, dengan kembali kepada akal budi dimana akal budi itu membunuh Tuhan. Zarathustra
sendiri digambarkan seperti orang yang berteriak pada sekumpulan orang-orang dengan lantang
“Tuhan telah mati” Zarathustra mengatakan manusia adalah jembatan antara hewan dan
Ubermensch (manusia unggul). Cukup sulit memahami pikiran Nietzche saya hanya bisa
membahasa sedikit saja. Nietzche memberi pandangan bahwa renaissance adalah salah satu proses
menuju Ubermensch. Dari masyarakat yang awalnya dikontrol oleh gereja dan doktrin terjebak
pada zaman kegelapan “the dark ages” menuji pencerahan dimana manusia yang telah membunuh
tuhan dalam dirinya pasca renaissance.

Peradaban yang kita rasakan dan nikmati saat ini adalah buah dari berkas cahaya hasil dari
pencerahan yang terjadi di Eropa kala itu.

Anda mungkin juga menyukai