Anda di halaman 1dari 40

1

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU DENGAN


KADAR UREUM PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
Di RSUD KOTA KENDARI

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Melakukan Penelitian

Oleh :

FAIZAL MUSTARI
P003410160014

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2019
2

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Amir, 2015).
World health organization menjelaskan bahwa penyakit diabetes melitus
dapat diperkirakan akan terus bertambah dari tahun ke tahun hingga 415 juta
orang diseluruh dunia yang mengidap penyakit diabetes mellitus (WHO, 2016).
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015,
Indonesia menduduki peringkat ke-7 dunia dari 10 besar negara dengan
diabetes melitus tertinggi. Populasi penderita Diabetes melitus di Indonesia
pada tahun 2015 mencapai 5,8% atau sekitar 8,5 juta orang (Lestari, 2018).
Sedangkan Di Sulawesi tenggara khususnya di Kota Kendari pada tahun 2018
Penyakit Diabetes Melitus sebanyak 3796 kasus (Dinkes Kota Kendari, 2018).
Data yang yang diambil di RSUD kota kendari menunjukkan jumlah
kasus pada tahun 2017 sebanyak 155 kasus, dan pada tahun 2018 sebanyak 165
kasus. Hal ini menujukkan terjadi kenaikan angka diabetes melitus pada pasien
rawat jalan di RSUD Kota Kendari.
Kadar Gula Darah yang tinggi (Hiperglikemia) pada pasien Diabetes
Melitus akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik salah
satunya adalah Nefropati diabetika. Komplikasi tersebut merupakan kerusakan
ginjal yang dijumpai pada 35-45% pasien diabetes melitus tipe 2. Salah satu
indikator untuk mengetahui kerusakan ginjal adalah dengan menggunakan
pemeriksaan Ureum Kreatinin(Pratama, A.A.Y 2013).
Komplikasi mikrovaskuler yang paling sering terjadi pada penderita
Diabetes Melitus adalah Neftropati diabetika, penyakit ini terjadi akibat
3

kerusakan pada filter ginjal atau yang dikenal dengan glomerulus yang
mengakibatkansejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urine secara
abnormal, protein utama yang diekskresikan adalah albumin, jika protein
utama meningkat di urine menandakan adanya kerusakan ginjal yang
disebabkan karena diabete(Koga dkk 2010).
Tingginya kadar gula dalam darah menunjukkan bahwa perubahan pada
ginjal diabetik telah dimulai sejak mula awal penyakit DM dan bahkan pada
saat di kenalinya DM seacara klinis telah dijumpai adanya penderita yang telah
menunjukkan perubahan ginjal baik secara strukrual maupun fungsional.
Penyakit ini menjadi penyebab utama gagal ginjal tahap akhir, kenaikan kadar
ureum dapat diakibatkan oleh masukkan protein yang banyak, itulah yang
menyebabkan adanya hubungan antara glukosa darah sewaktu dengan kadar
ureum pada penderita diabetes melitus (Putro, 2010).
Adanya Glukosa dalam urine disebut juga Glukosuria, terjadi karena nilai
ambang glukosa pada ginjal terlampaui atau daya reaborsi tubulus menurun
dan kerusakan gromelurus menyebabkan sejumlah protein darah diekskresikan
kedalam urine secara tidak normal, DM yang lama menyebabkan perubahan
pada pembuluh darah kecil yang dapa tmenyebabkan kerusakan ginjal,
Seseorang yang mengidap penyakit diabetes mellitus memiliki kandungan
glukosa yang tinggi pada urine (Djojodibroto,2003)
Adanya kerusakan Ginjal di tandai dengan meningkatnya kadar Ureum
Kreatinin, kadar nilai normal Ureum dalam darah yaitu 10-50 mg/dl dan kadar
nilai normal Kreatinin <1,5 mg/dl. Kerusakan Ginjal dapat di deteksi dengan
pemeriksaan Urinalisis (Kreatinin Urime), Pemeriksaan Hematologi (Ureum
Kreatinin), Pemeriksaan BUN (Martini 2010).
Penelitian Purdil K, dkk (2012) menemukan bahwa diabetes yang tidak
terkontrol berhubungan kuat dengan terjadinya pravelensi/meningkatnya
Albuminuria. Pada penelitian yang lain tentang gambaran kadar ureum pada
pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Dilaporkan bahwa pada
penyakit ginjal kronik terjadi peningkatan kadar ureum kreatinin serum
(Loho2016).
4

Berdasarkan teori diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


tentang hubungan glukosa darah sewaktu dengan kadar ureum pada penderita
diabetes melitus.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : ”Apakah terdapat
hubungan kadar glukosa darah sewaktu dan kadar ureum pada penderita
diabetes melitus”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan kadar glukosa darah sewaktu dan kadar ureum pada penderita
diabetes melitus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kadar glukosa darah sewaktu pada penderita diabetes
melitus
b. Untuk mengetahui kadar ureum pada penderita diabetes melitus
c. Untuk menganalisis hubungan antara kadar glukosa darahsewaktu dan
kadar ureum pada penderitadiabetes melitus.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah untuk menambah
pengetahuan tentang hubungan antara kadar glukosa darahsewaktu dan
kadar ureum pada penderita diabetes melitus, khususnya dalam bidang
analis kesehatan yang dapat dimanfaatkan sebagai tambahan wawasan
pengetahuan dibidang kimia klinik.
2. Manfaat Praktisi
a. Untuk peneliti
Dapat menambah wawasan pengetahuan pada peneliti mengenai
hubungan antara kadar glukosa darahsewaktu dan kadar ureum pada
penderita diabetes melitus.
5

b. Untuk institusi
Dapat digunakan sebagai tambahan bahan ajar bagi institusi
khususnya dibidang kimia klinik mengenai hubungan antara kadar
glukosa darahsewaktu dan kadar ureum pada penderita diabetes melitus.
c. Untuk masyarakat
Memberikan informasi ilmiah terkait tentang hubungan kadar
glukosa darah sewaktu dengan kadar uruem pada penderita diabetes
melitus.
d. Untuk ilmu pengetahuan
Dapat digunakan sebagai acuan peneliti sebelumnya.
6

BABII
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus


1. Pengertian
Diabetes mellitus (DM) berasal dari bahasa Yunani yaitu diabainein
“tembus” atau “pancuran air”, dan kata Latin mellitus, “rasa manis” yang
umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan
hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan
bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
berbagai
menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh
darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Ramadhan, 2017).
Sumber lain mengatakan bahwa diabetes melitus adalah gangguan
metabolisme secara genetis dan klinis termasuk haterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang
penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemi
puasa dan postprandial, arterosklerotik, penyakit vaskular mikroangiopati
dan neuropati.Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglekimia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat ganguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskopik elektron (Dhya Purnamasari, 2008)
2. Epidemiologi
Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu penyakit
tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa dating. Diabetes
merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21
perserikatan bangsa-bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun
2000 jumlah pengidap Diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta

5
7

orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah
itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Slamet Suyono, 2007).
Masalah Diabetes melitu di Negara-negara berkembang tidak pernah
mendapat perhatian parah ahli diabetes di Negara-negara barat sampai
dengan kongres Internasional Diabetes Federation (IDF) ke IX tahun 1973
di brusel. Baru pada tahun 1976 ketika kongres IDF di New Delhi India,
diadakan acara khusus yang membahasa Diabetes mellitus di daerah tropis.
Setelah itu banyak sekali penelitian yang di lakukan di Negara berkembang
dan data terakhir dari WHO menunjukan justru peningkatan tertinggi
jumlah pasien Diabetes di Negara Asia Tenggara termaksud Indonesia
(Slamet Suyono, 2007).
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan
prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun,
bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan
prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya,
Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan
prevalensi dari tahun ketahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk ,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk
berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4 % akan
didapatkan 7 juta pasien DM , suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat
ditangani oleh dokter spesialis / subspesialis / endokrinologis (Konsensus
Diabetes Melitus, 2006).
3. Klasifikasi Diabetes Melitus
Dalam International Diabetes Federation (IDF) Diabetes Atlas yang
diterbitkan tahun 2015 terdapat tiga jenis diabetes, yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun, di mana sistem
pertahanan tubuh menyerang sel-sel beta penghasil insulin di pankreas.
Akibatnya, tubuh tidak bisa lagi memproduksi insulin yang dibutuhkan.
Mengapa ini terjadi tidak sepenuhnya dipahami. Penyakit ini dapat
memengaruhi orang-orang dari segala usia, tetapi biasanya terjadi pada
8

anak-anak atau dewasa muda. Orang dengan bentuk diabetes 21 perlu


insulin setiap hari untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah
mereka. Tanpa insulin, orang dengan diabetes tipe 1 akan mati.
Diabetes tipe 1 sering berkembang tiba-tiba dan dapat
menghasilkan gejala seperti haus abnormal dan mulut kering, sering
buang air kecil, kurangnya energi, kelelahan ekstrim, kelaparan konstan,
penurunan berat badan mendadak, dan penglihatan kabur. Diabetes tipe
1 didiagnosis oleh kadar glukosa darah dengan gejala yang tercantum di
atas. Di beberapa bagian dunia, diabetes tipe 1 masih kurang umum,
gejala mungkin keliru untuk penyakit lain, dan oleh karena itu
pentingnya dilakukan pengukuran glukosa darah ketika satu atau lebih
gejala di atas hadir. Kadang-kadang jenis diabetes tidak jelas dan perlu
tes tambahan untuk membedakan antara tipe 1 dan diabetes tipe 2.
Dengan pengobatan insulin setiap hari, pemantauan glukosa darah
rutin dan pemeliharaan diet sehat dan gaya hidup, orang dengan
diabetes tipe 1 dapat menjalani kehidupan yang sehat normal. Jumlah
orang yang menderita diabetes tipe 1 meningkat. Alasan untuk ini masih
belum jelas, tetapi mungkin karena perubahan faktor risiko lingkungan
dan / atau infeksi virus (IDF, 2015).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes.
Biasanya terjadi pada orang dewasa, tapi semakin terlihat pada anak-
anak dan remaja. Pada diabetes tipe 2, tubuh mampu memproduksi
insulin tetapi menjadi resisten sehingga insulin tidak efektif. Seiring
waktu, kadar insulin kemudian menjadi tidak cukup. Kedua resistensi
insulin dan defisiensi menyebabkan kadar glukosa darah tinggi.
Gejala diabetes tipe 2 meliputi sering buang air kecil, sering haus,
penurunan berat badan, dan penglihatan kabur. Banyak orang
dengandiabetes tipe 2 tidak menyadari kondisi mereka untuk waktu
yang lama karena gejala biasanya kurang ditandai. Sehingga tubuh
akan rusak oleh glukosa darah yang berlebih. Akibatnya, banyak orang
9

yang sudah mengalami komplikasi ketika mereka didiagnosis dengan


diabetes tipe 2. Meskipun penyebab pasti untuk pengembangan
diabetes tipe 2 masih belum diketahui, ada beberapa faktor risiko yang
penting. Yang paling penting adalah kelebihan berat badan, aktivitas
fisik dan gizi buruk. Faktor-faktor lain yang berperan adalah etnis,
riwayat keluarga diabetes, riwayat diabetes gestasional dan usia.
Berbeda dengan orang-orang dengan diabetes tipe 1, kebanyakan orang
dengan diabetes tipe 2 tidak memerlukan pengobatan insulin setiap hari
untuk bertahan hidup.
Dasar pengobatan diabetes tipe 2 adalah penerapan pola makan
yang sehat, meningkatkan aktivitas fisik dan pemeliharaan berat badan
yang normal. Jumlah orang dengan diabetes tipe 2 ini berkembang pesat
di seluruh dunia. Kenaikan ini terkait dengan penuaan populasi,
pembangunan ekonomi, peningkatan urbanisasi, diet kurang sehat dan
mengurangi aktivitas fisik (IDF, 2015).
c. Diabetes Gestasional Hiperglikemia
yang pertama kali terdeteksi pada setiap saat selama kehamilan
diklasifikasikan sebagai diabetes gestational. Diabetes mellitus pada
wanita hamil dengan kadar glukosa darah sedikit lebih tinggi
diklasifikasikan memiliki diabetes gestasional, sementara wanita dengan
kadar glukosa darah tinggi secara substansial diklasifikasikan sebagai
memiliki diabetes mellitus pada kehamilan. Diabetes gestational
cenderung terjadi dari minggu ke-24 kehamilan.
Gejala yang nampak jelas dari hiperglikemia selama kehamilan
yang langka dan sulit dibedakan dari gejala kehamilan normal, tetapi
mungkin termasuk peningkatan rasa haus dan sering buang 23 air kecil.
Skrining dengan cara tes toleransi glukosa oral sangat dianjurkan.
Skrining harus dilakukan di awal kehamilan untuk wanita berisiko
tinggi, dan antara minggu 24 dan 28 kehamilan. Wanita dengan
hiperglikemia terdeteksi selama kehamilan memiliki risiko besar
terhadap kehamilan, seperti tekanan darah yang sangat tinggi dan
10

makrosomia janin (secara signifikan lebih besar dari rata-rata bayi),


yang dapat membuat kelahiran vagina sulit dan berisiko. Wanita dengan
hiperglikemia selama kehamilan dapat mengontrol kadar glukosa darah
mereka melalui pemantauan diet sehat, olahraga ringan dan glukosa
darah. Dalam beberapa kasus, insulin atau obat oral mungkin juga akan
diresepkan.
Gestational diabetes biasanya menghilang setelah melahirkan.
Namun, wanita yang telah didiagnosis sebelumnya berada pada risiko
lebih tinggi terkena diabetes gestasional pada kehamilan berikutnya dan
diabetes tipe 2 di kemudian hari. Bayi yang lahir dari ibu dengan
diabetes gestasional juga memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes
tipe 2 di usia remaja atau dewasa awal (IDF, 2015)
d. Gambaran Klinis Diabetes Melitus
1. Poliuria ( Banyak Kencing )
Merupakan gejala umum pada penderita Diabetes Melitus,
banyaknya kencing disebabjan kadar glukosa dalam darah
berlebihan, sehingga merangsang tubuh untuk berusaha
mengeluarkannya melalui ginjal bersama air kencing
2. Polidipsia ( Banyak Minum )
Merupakan akibat dari banyaknya kencing. Tubuh secara
otomatis akan timbul haus sehingga keinginan untuk minum agar
tubuh tidak kekurangan cairan.
3. Polifagia ( banyak Makan )
Merupakan gejala yang tidak menonjol, kejadian ini
disebabkan karena kebiasaan habisnya cadangan glukosa tinggi
sehingga timbul keinginan makan yang berlabihan (Brickel dkk,
2011).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Price and Wilson (2006), manifestasi klinis DM dikaitkan
dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien dengan defisiensi
insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
11

normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika


hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka
akan akan menimbulkan glukosa. Glukosa ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia).
Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini
tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya relatif. Sejumlah
insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis.
Apabila terjadi hiperglikemia berat dan pasien berespon terhadap terapi
diet, atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi
insulin untuk menormalkan kadar darahnya. Pasien ini biasanya
memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar
insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi,
tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah
normal (Price and Wilson2006).
B. Tinjauan Umum Tentang Glukosa Darah
1. Pengertian
Glukosa darah adalah parameter untuk mengetahui penyakit Diabetes
Melitus yang dahulunya dilakukan terhadap darah lengkap. Karena eritrosit
memiliki kadar protein yaitu hemoglobin yang lebih tinggi sehingga bila
dibandingkan dengan darah lengkap serum lebih banyak glukosa.
Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat menggunakan darah lengkap seperti
serum atau plasma. Serum lebih banyak mengandung air dari pada darah
lengkap, sehingga serum berisi lebih banyak glukosa dari pada darah
lengkap. Kadar glukosa darah dapat ditentukan dengan berbagai metode
berdasarkan sifat glukosa yag dapat mereduksi ion-ion logam tertentu, atau
dengan pengaruh enzim khusus untuk menghasilkan glukosa, yaitu enzim
glukosa oksidase.
Enzim glukosa oksidase merupakan senyawa yang mengubah glukosa
menjadi asam glukonat. Glukosa darah di dalam tubuh berfungsi untuk
bahan bakar bagi proses metabolisme dan juga sumber energi utama bagi
12

otak. Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk
dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan
otot rangka.
Jumlah kadar glukosa dari pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang
menunjukkan jumlah nilai ≥140 mg/dl atau glukosa darah puasa
menunjukan nilai >120 mg/dl ditetapkan sebagai diagnosis diabetes melitus.
Glukosa dihasilkan dari makanan yang mengandung karbohidrat yang
terdiri dari monosakarida, disakarida dan juga polisakarida. Karbohidrat
akan konversikan menjadi glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna
untuk pembentukan energy dalam tubuh. Glukosa tersebut akan diserap oleh
usus halus kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan didistribusikan ke
seluruh sel tubuh. Glukosa yang disimpan dalam tubuh dapat berupa
glikogen yang disimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah
(blood glucose).
Fungsi glukosa dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses
metabolisme dan juga merupakan sember utama bagi otak (Joyce L K.
2006)
2. Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Macam-macam pemeriksaan glukosa darah
a. Glukosa darah sewaktu merupakan pemeriksaan darah yang dilakukan
setiap hari tanpa memperhatikan makanan yang dimakan dan control
tubuh orang tersebut.
b. Glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan jadar glukosa yang
dilakukan setelah bepuasa sealam 8 jam.
c. Glukosa 2 jam setalah makan merupakan pmeriksaan kadar glukosa
darah yang dilakukan 2 jam setelah pasien makan(M.Mufti dkk2015).
3. Sampel Pemeriksaan
Jenis sampel Dahulu pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap
darah lengkap, tetapi sekarang sebagian besar laboratorium melakukan
pengukuran kadar glukosa dalam serum. Hal ini disebabkan karena eritrosit
memiliki kadar protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada
13

serum, sedangkan serum memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga bila
dibandingkan dengan darah 11 lengkap serum melarutkan lebih banyak
glukosa. (Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2011).
Serum atau plasma harus segera dipisahkan dari sel-sel darah sebabsel
darah walaupun telah berada di luar tubuh tetap memetabolisme glukosa.
Darah yang berisi sangat banyak lekosit dapat menurunkan kadar glukosa.
Pada suhu lemari pendingin kadar glukosa dalam serum tetap stabil
kadarnya sampai 24 jam, tanpa kontaminasi bakterial kadar glukosa dapat
bertahan lebih lama dari 24 jam (Darwis, 2005).
4. Metode pemeriksaan Glukosa Darah
Metode pemeriksaan untuk mengukur kadar glukosa dipakai dua
macam teknik. Cara-cara kimia memanfaatkan sifat mereduksi molekul
glukosa yang tidak spesifik. Pada cara-cara enzimatik, glukosa oksidase
bereaksi dengan substrat spesifiknya, yakni glukosa, dengan membebaskan
hidrogen peroksida yang banyaknya diukur secara tak langsung. Nilai-nilai
yang ditemukan dalam cara reduksi adalah 5-15 mg/dl lebih tinggi dari yang
didapat dengan cara-cara enzimatik, karena disamping glukosa terdapat zat-
zat mereduksi lain dalam darah. Sistem indikator yang dipakai pada berbagai
metode enzimatik yang otomatik berpengaruh kepada hasil penetapan, jadi
juga kepada nilai rujukan (Darwis, 2005).
Metode-metode pemeriksaan glukosa darah :
a. Metode Folin Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat darah bebas
protein dipanaskan dengan larutan CuSO4 alkali. Endapan CuO yang
dibentuk glukosa akan larut dengan penambahan larutan fosfat molibdat.
Larutan ini dibandingkan secara kolorimetri dengan larutan standart
glukosa(Sacher, 2004).
b. Metode Samogyi-Nelson Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat
mereduksi Cu dalamlarutan alkali panas dan Cu direduksi kembali oleh
arseno molibdat membentuk warna ungu kompleks.
c. Ortho – tholuidin Prinsipnya adalah dimana glukosa akan bereaaksi
dengan ortho –tholuidin dalam asam acetat panas membentuk senyawa
14

berwarna hijau. Warna yang terbentuk diukur serapannya pada panjang


gelombang 625 nm (Sacher, 2004).
d. Glukosa oksidase/peroksidae Glukosa oksidase adalah suatu enzim bakteri
yang merangsang oksidasi dengan menghasilkan H2O2. Dengan adanya
enzim peroksidase oksigen dari peroksid ini dialihkan ke acceptor tertentu
menghasilkan suatu ikatan berwarna. Metode-metode pemeriksaan
glukosa oksidase/peroksidae :
1) Gluc – DH Prinsip : Glukosa dehydrogenase mengkatalisasi
oksidasedari glukosa sesuai persamaan sebagai berikut : 13 Gluitc -
DH Beta–D–Glukosa+NAD D – Gluconolactone+NADH+ H+
Jumlah NADH yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa.
Apabila glukosa di dalam urin atau liquor yang harus diukur, maka
dianjurkan menggunakan metode ini,karena lebih spesifik.
2) GOD – PAP GOD- PAP merupakan reaksi kolorimetri enzimatik
untuk pengukuran pada daerah cahaya yang terlihat oleh mata. Prinsip
: Glukosa oksidase (GOD) mengkatalisasi oksidasi dari glukosa
menurut persamaan berikut : Glukosa + O2 + H2O Gluconic acid +
H2O Hidrogen peroksida yang terbentuk dalam reaksi ini bereaksi
dengan 4 – aminoantipyrin (4 – Hydroxybenzoic acid ). Dengan
adanya peroksidase (POD) dan membentuk N- ( 4- antipyryl ) – P-
benzoquinoneimine.Jumlah zat warna yang terbentuk sebanding
dengan konsentrasi glukosa.
3) Gluco quant ( Heksokinase/ G6 – DH ) HK Prinsip : Glukosa + ATP
G – 6 –P + ADPG6P - DH G – 6 – P + NADP Glukonat – 6 – P +
NADP 14 4. GOD period (Test combination) GOD Prinsip : Glukosa
+ O2 + H2O Glukonat + H2O2POD H2O2 + ABTS* Coloured
complex + H2O Presipitasi ringan yang terlihat pada larutan
deproteinisasi tidak akan mempengaruhi hasil pemeriksaan (Sacher,
2004).
15

C. Tinjauan Umum Tentang Ureum


1. Pengertian
Ureum adalah salah satu produk dari pemecahan protein dalam tubuh
yang disintesis di hati dan 95% di buang oleh ginjal dan sisanya 5% dalam
feses. Secara normal kadar ureum darah adalah 7-25 mg dalam 100
mililiter darah. Kadar ureum dalam bahasa asing disebut sebagai Blood
Urea Nitrogen (BUN). Pada pengukuran konsentrasi urea darah, bila ginjal
tidak cukup mengeluarkan Ureum maka darah meningkat di atas kadar
normal 20-40 mg per 100 ccdarah karena filtrasi glomerulus harus turun
sampai 50 % sebelum kenaikkan kadar urea darah terjadi. Meningkatnya
kadar Ureum merupakan salah satu indikasi kerusakan pada ginjal
(Nursalam, 2006).
2. Faktor Penyebab Peningkatan Kadar Ureum
Peningkatan kadar Urem disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi 3
faktor, yaitu prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena
gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum fltrasi oleh glomerulus,
a. Penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah,
dan dehidrasi.
b. Peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan
gastrointenstinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya
sebagai protein dalam makan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau
rongga tubuh, hemoliisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera
fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan eksresi urea. Gagal gunjal akut dapat disebabkan
oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik,
nekrosis korteks ginjal.
16

Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian


bawah ureter, kandug kemih, atau urethra yang menghambat eksresi urin.
Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau pembedahan.
3. Mekanisme Kadar Ureum
Ureum bersifat racun dalam tubuh, pengeluarannya dari tubuh melalui
ginjal berupa air seni. Bila ginjal rusak atau kurang baik fungsinya maka
kadar Ureum akan meningkat dan meracuni sel-sel tubuh. Ureun sangat
bergantung pada laju filtrasi glomerulus di ginjal. Karena ureum
seluruhnya akan difiltrasi di ginjal dan sedikit di reabsorpsi dengan masuk
ke kapiler peritubulus, namun tidak mengalami sekresi ditubulus. Kadar
ureum akan meningkst jika terjadi kerusakan fungsi filtrasi, sehingga
ureum akan berakumulasi dalam darah. Pada gangguan gagal ginjal kronik
akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan
ginjal) sehingga ureum dan kreatinin yang seharusnya disaring oleh ginjal
utuk kemudian dibuang melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat
tersebut akan meningkat di dalam darah.
4. Manifestasi klinis
Peningkatan kadar ureum darah merupakan penyebab umum terjadinya
kumpulan gejala yang disebut sindroma uremia pada pasien gagal ginjal.
Sindroma uremia terjadi saat laju filtrasi glomerulus kurang dari 10
ml/menit/1,73 m2, Peningkatan kadar ureum darah akibat gangguan fungsi
ekskresi ginjal menyebabkan gangguan multi sistem sehingga
memunculkan gejala besifat sistemik (Lewis dkk., 2011)
D. Tinjauan Umum Spektrofotometri
1. Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy relatif jika energy
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
17

panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah


panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis.
Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007).
2. Prinsip Kerja Spektrofotometri
Spektrum elektro magnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya.
Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang
gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa
yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang
gelombang yang luas dari sinar gamma gelombang pendek berenergi
tinggi sampai pada panjang gelombang mikro (Marzuki Asnah 2012).
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak
umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua
molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena
itu mereka mengandung electron, baik yang dipakai bersama atau tidak,
yang dapat dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Panjang gelombang
pada waktu absorbsi terjadi tergantung pada bagaimana erat elektron
terikat didalam molekul. Elektron dalam satu ikatan kovalen tunggal erat
ikatannya dan radiasi dengan energy tinggi, atau panjang gelombang
pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas,2011).
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat
kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang
terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka
digital ataupun grafik yang sudah diregresikan (Wunas,2011). Secara
sederhana instrument spektrofotometeri yang disebut spektrofotometer
terdiri dari:
18

Gambar1.Pembacaan spektrofotometer (Sumber: Wunas, 2011).


Fungsi masing-masing bagian :
a. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar
polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang.
b. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis
menjadi cahaya monokromatis. Pada gambar di atas disebut sebagai
pendispersi atau penyebar cahaya. dengan adanya pendispersi hanya
satu jenis cahaya atau cahaya dengan panjang gelombang tunggal
yang mengenai sel sampel. Pada gambar di atas hanya cahaya hijau
yang melewati pintu keluar. Proses dispersi atau penyebaran cahaya
seperti yang tertera pada gambar.

Gambar 2. Proses dispersi cahaya


c. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel - UV, VIS dan
UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya
19

terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat
dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang
terbuat dari 6 kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga
penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS).
Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.
- IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya
dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam
bentuk larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida. Sel ini akan
dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang dianalisis, jika
sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya mahal.
d. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel
dan mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detector yaitu
Detektor foto (Photo detector),Photocell, misalnya CdS, Phototube,
Hantaran foto, Dioda foto, Detektor panas
e. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya
isyarat listrik yang berasal dari detector. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan dalam spektrofotometri adalah :
1) Pada saat pengenceran alat alat pengenceran harus betul-betul
bersih tanpa adanya zat pengotor.
2) Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril.
3) Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah
ditentukan.
4) Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan
tidak keruh.
5) Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus
berwarna.
20

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal dan kelainan insulin, kerja
insulin atau keduanya. Diabetes melitus adalah seseorang yang telah
diagnosis dimana kadar glukosa dalam darah > 140 mg/dl.
Glukosa darah sewaktu adalah pemeriksaan gula dalam darahuntuk
mengetahui kadar glukosa darah seseorang.
Ureum adalah salah satu produk dari dalam tubuh yang
disintetissebanyak 95% dihati dan 5% di buang oleh ginjal, Ureum juga
salah satu parameter pemeriksaan untuk mengetahui fungsi ginjal sesorang.
B. Kerangka Teori

Variabel Independent Variabel Dependent

Glukosa
Darah Sewaktu
Diabetes Melitus

Ureum
21

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas ( Independent )
Variabel independent yang dimaksud pada penelitian ini yaitu Glukosa
Darah dan Ureum.
2. Variabel Terikat ( Dependent )
Variabel dependentyang dimaksud pada penelitian ini yaitu diabetes
melitus
D. Definisi Oprasional Dan Kriteria Objektif
1. Definisi Oprasional
a. Diabetes melitus yang dimaksud pada penelitian ini adalah seseorang
yang telah diagnosis menderita diabetes melitus dimana kadar glukosa
dalam darah >140 mg/dl.
b. Glukosa darah sewaktu yang dimaksud pada penelitian ini adalah
sesorang yang datang memeriksakan glukosa darah pada saat itu juga.
c. Ureum yang dimaksud pada penelitian ini adalah parameter
pemeriksaan fungsi ginjal, dimana sesorang datang untuk
memeriksakan kadar ureum.
2. Kriteria Objektif
a. Dinyatakan normalapabila
1) Nilai normal kadar glukosa darah yaitu 80-140 mg/dl
2) Nilai normal kadar ureum di katakan normal jika kadar ureum
yaitu 10-50 mg/dl
b. Dinyatakan tidaknormal apabila
1) Nilai kadar glukosa darah jika tidak normal yaitu > 80-140 mg/dl
2) Nilai kadar ureum jika tidak normal yaitu < 10-50 mg/dl
E. Hipotesis Penelitian
Ho : Tidakada hubungan antara glukosa darah sewaktu dengan kadar
ureum pada penderita diabetes melitus
Ha : Ada hubungan antara glukosa darah sewaktu dengan kadar ueum
pada penderita diabetes melitus.
22

BAB IV
METEODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan deskriptif analitik. Dengan
melakukan pemeriksaan Laboratorium untuk menganalisis Hubungan kadar
glukosa darah sewaktu dengan kadar ureum pada penderita Diabetes Melitus.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium RSUD Kota Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksakan pada bulan Maret - Mei 2019.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah penderita yang
terdiagnosa Diabetes Melitus yang datang melakukan pemeriksaan
glukosa darah di RSUD Kota Kendari dengan jumlah kasus penderita
diabetes melitus sebanyak 165 pada bulan Januari-Desember tahun 2018.
2. Sampel
Sampel yang dimaksud pada penelitian ini adalah penderita Diabetes
Melitus yang melakukan pemeriksaan yang berulang-ulang di RSUD Kota
Kendari dengan tehnik pengambilan sampel yaitu dengan metode
Accidental sampling.
a. Kriteria Sampel
1) Kriteria inklusi
Penderita Diabetes Melitus yang berkunjung di RSUD Kota
Kendari yang melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
dan kadar ureum.
23

2) Kriteria eksklusi
Pasien yang tidak melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu dan kadar ureum.
b. Besar sampel.
Jika populasi > 100 maka di ambil sampel 15-30% dan jika
sampel < 100 maka diambil sampel 25-30% (Notoatmojo, 2005). Maka
sampel dalam hal ini di ambil 20% x populasi.
20%
x 165 = 33 sampel
100

Bedasarkan hal tersebut jumlah sampel yang di ambil adalah


sebanyak 33 pasien.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Data dari penelitian dikumpulkan dari awal penelitian yaitu pengumpulan
jurnal, buku atau literature yang mendukung penelitian.Selanjutnya dilakukan
pengambilan sampel pada pasien, baik pasien rawat inap maupun pasien rawat
jalan yang melakukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu dengan kadar
ureum pada penderita diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kemudian diolah
dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
E. Instrument Penelitian
1. Pada penelitian ini menggunakan instrumen lembar ceklist
2. Alat dan Bahan
Sentrifuge, Spektrofotometer, Mikropipet, Tabung EDTA, Tabung
Reaksi, Rak Tabung, Tips Kuning & Biru, Spoit, Turniquet, Label,
Autochek, Autoklik
Serum/Plasma, Reagen Ureum, Strip Glukosa Darah, Lancet, Tisu,
Kapas Alkohol, Kapas.
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium
1. Pra Analitik
Persiapan Alat dan Bahan
24

2. Analitik
a. Cara Pengambilan sampel (Darah Vena)
1) Didesinfeksi lengan pasien dengan kapas alkohol 70% dan biarkan
sampai kering
2) Dipasang tali pembendung (turniket) pada lengan atas dan mintalah
pasien mengepal tanganya agar vena terlihat jelas, dengan catatan
pembendungan tidak lebih dari 1 menit.
3) Ditusukkan jarum pada vena median kubiti yang jelas lalu isap darah
pasien 2 ml
4) Dilepaskan tali pembendung (turniket) dari lengan pasien.
5) Diletakkan kapas alkohol diatas jarum dan tarik jarum keluar dari
venamedian kubiti pasien secara perlahan-lahan
6) Disarankan kepada pasien agar tempat tusukan ditekan dan tidak
ditekuk, sampai bekas tusukan tadi tidak mengeluarkan darah.
7) Dilepaskan jarum dari spoitnya dan alirkan darah ke dalam tabung
yang tersedia, melalui dindingnya.
8) Dibuang spoit bekas pakai pada tempat pembuangan khusus (bahan
infeksius).
b. Prosedur kerja pemeriksaan Glukosa Darah
1) Siapkan Alat dan Bahan
2) Pasang lancet pada alat Auto Clik atur sesuai kedalam yang
diinginkan
3) Usap jari tengah menggunakan alcohol swab tunggu hingga kering
4) Pasang Strip, Ambil satu strip dari tabung kemudian dipasang ke slot
tempat strip. Nyalakan alatnya menjadi on.
5) Ambil sampling darah dengan menggunakan auto clik, lokasi
pengambil sampling darah disamping jari karena sedikit jala ujung
saraf penyebab nyeri.
6) Masukkan darah ke dalam bantalan strip samoai terisi penuh
7) Tunggu proses pemeriksaan lalu hasilnya akan tertera di layar
25

8) Baca Hasil pemeriksaan


c. Prosedur kerja pemeriksaan kadar Ureum
Tabel prosedur kerja kadar ureum
Pipet ke dalam Blanko Standar Sampel
tabung reaksi (µl) (µl) (µl)

1. Larutan kerja
kadar Ureum 1000 1000 1000

2. Larutan
standar - 10 -

3. Sampel - - 10

Campur dan langsung baca di spektrofotometer


pada 𝜆492 nm.

3. Pasca Analitik
Pada tahap pacsa analitik inin mencakup pembacaan hasil dan
pencatatan hasil
a. Pembacaan hasil
b. Nilai normal : -.Glukosa darah sewaktu 80-140 ml/dl dan nilai normal
ureum 10-50 mg/dl.
c. Nilai tidak normal Glukosa darah sewaktu > 140 ml/dl dan nilai tidak
normal ureum > dari 50 mg/dl.
G. Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data Primer : Data Pimer adalah data yang diperoleh langsung pada
saat penelitian berlansung, meliputi hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah sewaktu dan kadar ureum
26

2. Data Sekunder : Data sekunder adalah data yang diambil langsung dari
instansi terkait. Data ini diperoleh dari RSUD Kota
Kendari dan RSUD Bahtremas
H. Pengolahan Data
1. Coding, yaitu mengkode sampel darah penderita Diabetes Melitus
2. Editing, yaitu mrngkaji dan meneliti data hasil pemeriksaanyang
terkumpul
3. Tabulating, yaitu setelah data terkumpul kemudian direkap dan disusun
dalam bentuk tabel agar dapat dengan mudah dibaca
I. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Untuk mendeskripsikan hubungan glukosa darah dengan kadar
ureum pada penderita diabetes melitus yang digunakan padapenelitian
inidenganmemperhatikan nilai tendensisentralyaitu mean, median dan
moduskemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusifrekuensi dengan
rumus :

𝐹
P= 𝑥 100%
𝑁
Keterangan
P=besar persentase
F=Frekuensi
N =Jumlah (Budiarto, 2002)
b. Analisis Bivariat
Uji korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel
yang tidak menunjukan hubungan fungsional (berhubungan yang bukan
berarti disebabkan). Analisa bivariat dilakukan dengan pengujian statistik
Pearson Correlation.
J. Penyajian Data
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan
dalam bentuk narasi
27

K. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjek. Dalam
penelitian ini menekankan masalah etika yang meliputi:
1. Anonimity( Tanpa Nama )
Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar
alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
2. Confidentianlity ( Kerahasiaan)
Yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun
masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
penelitian
3. Informed Consent
Lembar persetujuan diberikan pada responden yang akan diteliti yang
memeuhi kriteria inklusi. Bila subyek menolak, maka peneliti tidak mmemaksa
dan tetap mernghormati hak-hak subyek.
28

BAB V
HASIL PENELITIN DAN PEBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Letak Geografis
RSUD Kota Kendari terletak di Jl. Brigjen Z.A Sugianto No : 39
Kelurahan Kambu Kec. Kambu Kota Kendari. Pada tahun 2008, oleh
pemerintah Kota Kendari telah mempunyai lahan seluas 13.000 ha.
Batas wilayah RSUD Kota Kendari
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mandonga.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Poasia.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mokoau.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wua-Wua.
2. Sejarah Berdirinya RSUD Kota Kendari
RSUD Kota Kendari merupakan bangunan atau gedung peninggalan
pemerintah Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1927 dan telah
mengalami beberapa kali perubahan yaitu Dibangun oleh Pemerintah
Belanda pada tahun 1927, Dilakukan rehabilitasi oleh Pemerintah Jepang
pada tahun 1942-1945, Menjadi Rumah Sakit Tentara pada tahun 1945-
1960, Menjadi RSU Kabupaten Kendari pada tahun 1960-1989, Menjadi
Puskesmas Gunung Jati pada tahun 1989-2001, Menjadi RSU Kota Kendari
pada tahun 2001 berdasarkan Perda Kota Kendari No. 17 Tahun 2001.
Diresmikan penggunaannya sebagai RSUD Abunawas Kota Kendari oleh
bapak Walikota Kendari pada tanggal 23 Januari 2003. Pada tanggal 9
Desember 2011 Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari resmi
menempati Gedung baru yang terletak di Jl. Brigjen Z.A Sugianto No : 39
Kel. Kambu Kec. Kambu Kota Kendari. Pada tanggal 12-14 Desember 2012
telah divisitasi oleh TIM Komite Akreditasi Rumah Sakit ( KARS ), dan
berhasil terakreditasi penuh sebanyak 5 pelayanan ( Administrasi dan
Manajemen, Rekam Medik, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Medik dan
29

IGD ) Berdasarkan SK Walikota Kendari no 16 Tahun 2015 tanggal 13 Mei


2015 dikembalikan namanya menjadi RSUD Kota Kendari sesuai PERDA
Kota Kendari No. 17 Tahun 2001.
3. Sarana dan Prasarana Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari terbagi atas
beberapa bagian ruang, yaitu:
a. Ruang Administrasi;
b. Ruang Tunggu Pasien;
c. Ruang Sampling;
d. Ruang Pengolahan Sampel, terbagi atas:
1) Ruang Kimia;
2) Ruang Hematologi, Serologi dan Urinalisa;
3) Ruang Bakteri dan Parasit.
e. Toilet, terbagi atas :
1) Toilet Pasien;
2) Toilet Petugas Laboratorium.
f. Ruang Istirahat;
g. Ruang Ganti;
h. Ruang Penyimpanan Alat Gelas dan Reagen.
Dalam menunjang pelayanan kesehatan, laboratorium rumah sakit
umum daerah kota kendari dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium
yang terdiri dari Pemeriksaan Hematologi (Darah Rutin menggunakan alat
Hematologi Analyzer yang pemeriksaannya meliputi Hemoglobin (Hb),
Leukosit, Eritrosit, Hematokrit, MCV, MCH, MCHC, Trombosit, Laju
Endap Darah (LED) (meliputi pemeriksaan CT, BT, Hitung Jenis)
pemeriksaan Kimia Darah (Glukosa : GDS, GDP, GD 2 Jam PP. SGOT,
SGPT, Protein Total, Albumin, Globulin, Bilirubin Total, Bilirubin Direct,
Ureum, Creatinin, Asam Urat, Chol Total, Chol HDL, Chol LDL,
Trigliserida. Pemeriksaan Urinalisa (Kimia Urin (Carik Celup/Strip),
30

Sedimen Urin). Pemeriksaan Bakteriologi (Basil Tahan Asam (BTA)).


Pemeriksaan Parasitologi (DDR Malaria, Feaces, Jamur). Pemeriksaan
Immunologi/Serologi (Plano Test (tes kehamilan), Widal Test, Test
Narkoba, Golongan Darah, HbsAg, Anti Hbs, HIV)
4. Tenaga Laboratorium
Tenaga laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
berjumlah 16 orang terdiri dari kepala laboratorium, administrasi,
penanggung jawab kimia klinik, penanggung jawab hematologi,
penanggung jawab mikrobiologi, penanggung jawab immunoserologi,
penanggung jawab urinalisis, dan 9 tenaga analis.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat
Telah dilakukan penelitian hubungan kadar glukosa darah sewaktu
dengan kadar ureum pada penderita diabetes melitus di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari pada tanggal 26 Mei – 28 Mei 2019 di Laboratorium
Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari sebagai berikut :
a. Jenis Kelamin
Pada saat penelitian berlangsung diperoleh karakteristik responden
berdasarkan umur antara yang berjenis kelamin perempuan dan laki-
laki sama banyaknya untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel Distribusi Responden Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

Perempuan 16 50 %

Laki-laki 16 50 %

Total 32 100 %
(Sumber: Data Primer 2019)
Data tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa distribusi pasien
jenis kelamin perempuan sebanyak 16 orang (50%) dan berjenis
31

kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (50%). Jadi total frekuensi


berdasarkan jenis kelamin pasien terdapat 32 pasien dengan persentase
100%.
b. Umur
Pada saat penelitian berlangsung diperoleh karakteristik responden
berdasarkan umur dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel Distribusi Responden Pasien Berdasarkan Umur

No. Umur Frekuensi Persentase

1 17-25 1 3,125 %

2 26-35 4 12,5 %

3 36-45 4 12,5 %

4 46-55 8 25 %

5 56-65 8 25 %

6 >65 7 21,875 %

Total 32 100 %
(Sumber: Data Primer 2019)
Data tabel diatas maka dapat diketahui bahwa dari total frekuensi
32 responden selama penelitian, jumlah responden terbanyak yaitu
yang berumur 46-55 dan 56-65 sebanyak 8 orang dan jumlah
responden terendah yaitu yang berumur 17-25 yaitu sebanyak 1 orang.
c. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu di RSUD Kota Kendari
Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa
Darah Sewaktu Pada Pasien DM Di RSUD Kota Kendari

No Hasil Glukosa Frekuensi Persentase

1 Normal 11 34,375 %

2 Tidak Normal 21 65,625 %

Total 32 100 %
(Sumber: Data Primer 2019)
32

Distribusi hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu di


RSUD Kota Kendari menunjukkan bahwa sebanyak 11 pasien dengan
persentase 34,375 % yang memiliki kadar glukosa darah normal dan
sebanyak 21 pasien dengan persentase 65,625 % memiliki kadar
glukosa darah tidak normal. Hal ini menunjukkan bahwa yang memiliki
kadar glukosa yang normal memiliki persentase lebih rendah.
d. Hasil pemeriksaan kadar ureum di RSUD Kota Kendari
Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Kadar Ureum Pada
Pasien DM Di RSUD Kota Kendari
Rata-rata
Jenis kelamin Jumlah % kadar ureum

Laki-laki 16 50 29,91

Perempuan 16 50 29,12
(Sumber: Data Primer 2019)
Distribusi hasil pemeriksaan kadar ureum pada pasien DM di
RSUD Kota Kendari menunjukkan bahwa pasien laki-laki dengan rata-
rata 29,91 dan pasien perempuan dengan rata-rata 29,12. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil tersebut masih normal (10 – 50 mg/dl)
(Sudarsana dkk., 2013).
2. Analisis Bivariat
Tabel Uji Korelasi Pearson Kadar Glukosa Darah Sewaktu dengan
Kadar Ureum
n = 32 KGDS KU
Korelasi Pearson KGDS 1 0,623
Signifikan 0,000
Korelasi Perarson KU 0,623 1
Signifikan 0,000

Nilai signifikan dari data hubungan antara kadar glukosa darah


sewaktu dan kadar ureum adalah 0,000. Artinya karena nialinya lebih kecil
dari 0,05. Dasar pengambilan keputusan meurut SPSS Indonesia, jika nilai
33

Signifikansi < 0,05, maka berkorelasi. Sedangkan, jika nilai Signifikansi >
0,05, maka tidak berkorelasi.
Berdasarkan tabel terlihat bahwa kadar glukosa darah sewaktu
(KGDS) dengan kadar ureum (KU) dengan kekuatan korelasi kuat (0,623)
dan bernilai positif, hal ini berarti KGDS berbanding lurus dengan KU.
Maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan positif anatara KGDS
dengan KU. Tingkat hubungan antara KGDS dengan KU termasuk
kategori korelasi kuat. Pedoman derajat hubungan SPSS Indonesia
mengatakan, jika nilai Pearson Correlation 0,61 s/d 0,80, maka korelasi
kuat.

C. Pembahasan
1. Analisis Univariat
Pada Penelitian hubungan kadar glukosa darah sewaktu dan kadar ureum
terhadap 32 responden pasien DM di RSUD Kota Kendari dilakukan secara
observasi laboratorik, yang dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu dan hasil pemeriksaan
ureum.
a. Kadar Glukosa Tidak Normal
Pada penilitian yang dilakukan di RSUD Kota Kendari, tentang
hasil pemeriksaan darah sewaktu pada pasien DM di RSUD Kota Kendari
menunjukkan bahwa secara prevalensi wanita dan pria mempunyai
peluang yang sama terkena diabetes, tetapi wanita lebih beresiko karena
secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh
yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome),
pasca-menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah
terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita beresiko
terjadinya peningkatan gula darah. Selain itu depresi juga dapat memicu
peningkatan gula darah. Pria terkadang kurang emosional sehingga mereka
lebihg memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi atau
34

langsung menghadapi sumber stres. Sedangkan wanita cenderung


menggunakan perasaan atau lebih emosional sehingga jarang
menggunakan logika atau rasio yang membuat wanita lebih sulit dalam
menghadapi stres (Dyah, 2015).
Dari 32 pasien yang memeriksakan kadar glukosa darah ditemukan
jumlah terbanyak yaitu 21 orang (65,62%) pasien yang memiliki kadar
glukosa tidak normal. World Heatlh Organization (WHO) menyebutkan
bahwa tiap kenaikan satu dekade umur pada seseorang yang telah
melampaui usia 30, kadar glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2
mg/dL.semakin tua usia seseorang maka resiko peningkatan kadar glukosa
darah dan gangguan toleransi glukosa akan semakin tinggi. Hal ini
disebabkan oleh melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel
pangkreas yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pangkreas bisa
mengalami degradasi yang menyebabkan hormon insulin yang dihasilkan
terlalu sedikit.
Pemeriksaan glukosa darah sewaktu merupakan uji kadar glukosa
yang dapat dilakukan sewaktu-waktu, tanpa harus puasa karbohidrat
terlebih dahulu atau mempertimbangkan asupan makanan terakhir. Tes
glukosa darah sewaktu biasanya digunakan sebagai tes skrining untuk
penyakit Diabetes Melitus. Kadar glukosa seaktu normal adalah kurang
dari 140 mg/dL.
b. Kadar Glukosa Normal
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 32 pasien yang
memeriksakan kadar glukosa darahnya diperoleh hasil 11 (34,37%) pasien
yang memiliki kadar glukosa normal. Hal ini disebabkan oleh faktor usia
serta aktivitas fisik yang berat. Seseorang dengan usia muda masih
memiliki organ-organ tubuh baik, dan memiliki aktivitas tubuh yang
padat, sehingga proses metabolisme glukosa yang terjadi dalam tubuh
berjalan dengan baik (Soegondo, 2007).
35

Pada penelitian ini diperoleh responden terendah memiliki hasil


normal yang disebabkan pada usia muda metabolisme karbohidrat dan
fungsi organ masih baik. Kadar glukosa darah pada dewasa normal
merupakan manifestasi dari kemampuan sekresi insulin oleh pankreas dan
kemampuan ambilan glukosa oleh sel-sel jarigan sasaran. Hormon insulin
memiliki efek paling dominan pada metabolisme karbohidrat, hormon ini
menurunkan kadar glukosa serta mendorong penyimpanan zat-zat gizi
(glikogenesis). Sekresi hormon insulin bekerja sebagai respon terhadap
naiknya kadar glukosa darah yang menyebabkan timbulnya mekanisme
umpan balik sebagai pengatur besarnya kadar glukosa darah. Mekanisme
tersebut yaitu peningkatan glukosa darah akan meningkatkan sekresi
insulin, dan insulin selanjutnya meningkat-kan transpor glukosa ke dalam
hati, otot, dan sel lain sehingga kadar glukosa darah kembali ke nilai
normal (Rochmah, 2010).
c. Kadar Ureum
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai kadar uereum
pada penderita DM di RSUD Kota Kendari diketahui bahwa dari 32 pasien
didapatkan rata-rata kadar ureum pada penderita DM adalah 29,91 mg/dL
untuk pasien laki-laki dan 29,12 mg/dL untuk pasien perempuan. Dari
tersebut dapat dilihat bahwa laki-laki memiliki kadar ureum yang lebih
tinggi daripada perempuan. Peningkatan kadar ureum 32 pasien penyakit
DM menunjukkan bahwa hasil tersebut masih normal (10 – 50 mg/dl)
(Sudarsana dkk., 2013).
Peningkatan kadar ureum darah bergantung pada penurunan fungsi
filtrasi glomerulus. Umumnya kenaikan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus diakibatkan oleh pertumbuhan ginjal (Satriana, 2008). Bila
ureum tidak di keluarkan dalam tubuh dapat terjadi sindrom uremia (Loho
dkk., 2016).
36

2. Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil analisa dengan 32 sampel menggunakan uji
korelasi di peroleh dari data hubungan antara kadar glukosa darah sewaktu
dan kadar ureum adalah 0,000. Artinya karena nialinya lebih kecil dari
0,05. Dasar pengambilan keputusan meurut SPSS Indonesia, jika nilai
Signifikansi < 0,05, maka berkorelasi. Sedangkan, jika nilai Signifikansi >
0,05, maka tidak berkorelasi.
Tingkat hubungan antara KGDS dengan KU termasuk kategori
korelasi kuat. Pedoman derajat hubungan SPSS Indonesia mengatakan,
jika nilai Pearson Correlation 0,61 s/d 0,80, maka korelasi kuat.
Pada pasien Diabetes Mellitus terjadi suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangya efektifitas biologis dari insulin, akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat di ubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi, pada
kejadian ini akan menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yaitu mengenai
pembuluh darah kecil didalam ginjal mengalami kematian, disebut dengan
nefropati. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi, sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorpsi
sejumlah glukosa dalam darah, salah satu indikator fungsi ginjal adalah
dengan menilai Glomerular Filtration Rate (GFR). GFR memberikan
informasi tentang jumlah jaringan ginjal yang berfungsi, apabila nilai GFR
mengalami penurunan maka kadar ureum akan meningkat (Furhman,
2013).
Orang yang menderita Diabetes Mellitus dimana tidak diimbangi
dengan pola perilaku hidup sehat bisa berdampak pada masalah gangguan
ginjal yang serius. Gangguan ginjal dapat terdeteksi dari adanya perubahan
nilai kadar ureum. Ureum adalah merupakan hasil akhir metabolisme dari
protein. Yang berasal dari asam amino yang yang telah dipindah
amonianya didalam hati. Di hati amoniak di ubah menjadi ureum yang
masuk ke sirkulasi dan dilanjutkan oleh ginjal untuk dieksresikan dalam
37

urine, apabila terjadi kerusakan atau terjadinya gangguan fungsi ginjal


maka kadar ureum dalam darah akan meningkat dan meracuni tubuh,
diketahui bahwa hampir 90% ureum darah diekskresikan oleh ginjal
melalui urine (Gowda dkk., 2010).
38

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Suci M.J, Herlina W, dan Damajanty P, 2015.”Kadar Glukosa Darah


Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota
Manado” Jurnal e-Biomedik (eBm) 1 (3) : 32-40.

Burdiarto E. 2002. Biostatika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat Jakarta:


EGC.

Darwis Yullizar, Andi A, & Santoso, 2005. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium


untuk Pemeriksaan Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen. Kesehatan RI.

Dinkes Kota Kendari, 2018, Data kasus penyakit diabetes melitus.

Djojodibroto, R D. 2003. Seluk Beluk Pemeriksaan ( General Medical Chek Up )


Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Jakarta : Pustaka populer.

Dyah . 2015. Hubungan Antara Konsumsi Karbohidrat Dan Kolesterol Kadar


Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe Ii Rawat Jalan Di
RSUD Dr. Moewardi. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fuhrman, J. 2013. The End Diabetes. New York: Harper Collins.

Gowda S, Desai PB,Kulkani SS,Hull W,Math KK,Vennekar SN 2010. Markers of


renal function tests. N Am J Med Sci 2010;2(4) .

IDF, 2015. International Diabetes Federation Diabetes Atlas 7th edition.

Joyce L K. (2006). Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan


implikasi keperawatan . Jakarta : EGC

Koga M, Kasayama S. 2010. Clinical impact of glycated albumin as another


glycemic kontrol maker. Endocine journal. 57(9); 751-62.

Lestari, Diska Dwi, Karina M, W, dan Samsul A, 2018.” Kepatuhan Diet pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau dari Dukungan Keluarga di
Puskesmas Cipondoh Tangerang” Jurnal Ilmiah Keperawatan Indonesia 1
(2) : 84-91

Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby.

Loho, Irendem K.A; Glady I. Rambert; dan Mayer F. Wowor. 2016.” Gambaran
kadar ureum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis”
Jurnal e-Biomedik (eBm), 4 (2).
39

Martini, 2010. Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Kadar Ureum dan
Kreatinin Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik, di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Marzuki, Asnah, 2012. Kimia analisis Famasi. Makassar : Dua Satu press

M Mufti dkk, 2015. Perbandingan Kadar Glukosa Darah Setelah Pemberian


Madu, Gula pasir, Dan Gula Merah pada orang Dewasa, Muda yng
Berpuasa 69-75.

Notoatmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta

Nursalam, 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan


Ed, 1. Jakarta: Salemba Medika.

PERKENI, 2006 Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2


di Indonesia , Penerbit PERKENI, Jakara.

Pratama, A,A,Y. 2013. Korelasi Lama Diabetes Melitus Terhadap Kejadian


Diabetik: Studi Kasus di RS Dokter Kariadi Semarang, jurnal Media
Medika Muda 1:1-7.

Price, SA. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Putro S, A, 2010. Hubungan Antara Kadar Kreatinin Darah Kadar Ureum Darah
dengan Kadar Gula Darah Pada Kejadian Penyakit Nefropati Diabetik
Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

PurdilK, Momin K, Azis A, Abdul A, Wasil K, 2012. Relationship of Glycemic


Kontrol W Prevalence of Microalbuminuri in Diabetes Patients, Gomal J
Med Sci. 10: 201-4

Purnamasari, Dyah Umiyarni. 2008. Analisis Pemberian ASI Eksklusif dan Susu
Formula Terhadap Kejadian Goncangan Pertumbuhan. Jurnal Kesmas
Vol.1.

Ramadhan, Musyayadah. 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Diabetes Mellitus Di Rsup Dr Wahidin Sudirohusodo Dan Rs Universitas
Hasanuddin Makassar Tahun 2017.Skripsi. Makassar: Universitas
Hasanuddin

Riduwan, Adkon. 2006` Metode Dan tekhnik Menyusun Tesis. Bandung :


Alfabeta.
40

Rochmah . 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III (5th ed). Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Sacher, Ronald A., Richard A and Mcpherson. 2011. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, edisi 11. Jakarta: EGC

Sacher, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC.

Satriana, 2008, Studi Kadar Ureum dan Kreatinin Serum Darah Anjing Kampung
(Canis familiaris), Skripsi, Institut Pertanian Bogor.

Soegondo S.2007. penatalaksanaan diabetes melius terpadu, jakarta, FKUI.

Sudarsana, E., Setiani O., Suhartono, 2013, Hubungan Riwayat Pajanan Kromium
dengan Gangguan Fungsi Ginjal pada Pekerja Pelapisan Logam di
Kabupaten Tegal, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 12(1).

Suryono, Slamet, 2007. Patofisiologi diabetes melitus dalam: Waspadi,S.,


Sukardji, K., Octarina, M. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Wunas, Yeanny dan Susanti, 2011, Analisis Kimia Farnasi. Mkassar Kuantitatif
(revisi kedua). Makassar : Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi
UNHAS.

WHO 2016, Global Report On Diabetes, France : World Health Organization;

Anda mungkin juga menyukai