Anda di halaman 1dari 22

1.

1 Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang akhir-akhir ini menyita perhatian
masyarakat. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menjadikan alat transportasi
sebagai kebutuhan primer. Di Indonesia, mobilitas yang tinggi dan faktor kelalaian manusia
menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Menurut data kepolisian RI
tahun 2012, terjadi 109.038 kasus kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia, sedangkan
menurut data badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2011, kecelakaan lalu lintas di Indonesia
dinilai menjadi pembunuh ketiga setelah penyakit jantung koroner dan tuberculosis paru.

Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diintegritas tulang. Penyebab


terbanyak Fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan
patologi (Depkes RI, 2005). Salah satu akibat dari kecelakaan adalah fraktur. Fraktur dapat
terjadi pada semua kalangan usia baik anak, dewasa, dan lanjut usia (Lansia).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta
orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia, kejadian fraktur akibat
kecelakaan mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta (Depkes
2007). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada
ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur
lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah
akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang
mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia.

Pencegahan dini yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk fraktur adalah
menggunakan alat pengaman keselamatan yang lengkap selama berkendara, mematuhi
peraturaan lalu lintas, dan menyimpan benda tajalam dengan baik. Perawat yang juga
termasuk dalam pemberi pelayanan kesehatan harus mampu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami fraktur serta memberikan pendidikan kesehatan
untuk mencegah komplikasi.

Berdasarkan paparan diatas maka dalam makalah ini akan membahas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem muskuluskeletal
akibat Fraktur Femur.
1.2 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
Fraktur Femur.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami pengertian dari FrakturFemur.

b. Mampu memahami penyebab dari Fraktur Femur.

c. Mampu memahami patofisiologi Fraktur Femur.

d. Mampu memahami manifestasi klinis dari Fraktur Femur.

e. Mampu memahami klasifikasi Fraktur Femur.

f. Mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari Fraktur Femur.

g. Mampu memahami penatalaksanaan medis dari Fraktur Femur.

h. Mampu memahami komplikasi dari Fraktur Femur.

i. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien

BAB II

Tinjauan Teoritis

2.1 Definisi

Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh manusia,


diselubungi oleh otot terbesar dan terpanjang, fraktur femur biasanya diakibatkan
oleh kekuatan yang sangat besar. Fraktur ini memiliki implikasi pada penatalaksanaan
keperawatan karena besarnya trauma yang dialami dan kemungkinan untuk cidera
lain. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale Julia.2011)

Batang femur didefinisikan sebagai bagian yang memanjang dari trokanter hingga
kondil. Seperti gambar dibawah ini :
Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau
trauma industri, khususnya kecelakaan hyang melibatkan kecepatan tinggi atau
kekuatan besar. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale Julia.2011)

Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. (Price 7 Wilson, 2006 dalam buku Nurarif Amin Huda.2015))

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah).
Fraktur femur disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang
dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung pada
paha. Paha mendapat distribusi darah dari percabangan arteri iliaka. Secara anatomis
pembuluh darah arteri mengalir disepanjang paha dekat dengan tulang paha, sehingga
apabola terdapat fraktur femur juga akan menyebabkan cidera pada arteri femoralis
yang berdampak pada banyak nya darah yang keluar sehingga beresiko tinggi terjadi
nya syok hipovolemik. Distribusi saraf feriver berjalan pada sepanjang tulang femur
sehingga adanya fraktur femur akan mengakibatkan saraf terkompresi, menyebabkan
respon nyeri hebat yang beresiko terhadap kondisi syok neurogenik pada fase awal
trauma. Respon dari pembengkakan hebat terutama pada fraktur femur area dekat
persendian akan memberikan respon sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen
adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, dan jaringan saraf karena
pembengkakan local yang melebihi kemampuan suatu kompartemen atau ruang lokal.
(Helmi Noor Zairin, 2012)

2.2 Etiologi

Penyebab fraktur femur menurut Rendy, M Clevo.2012 yaitu :

A. Trauma atau tenaga fisik

B. Fraktur fatologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara sepontan atau akibat trauma ringan.

C. Fraktur stress terjadi adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah
tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada
anggota gerak atas
D. Osteoforosis

2.3 Klasifikasi Fraktur

Menurut Smelzer.2001 dalam buku Jitowiyono Sugeng.2010:

A. Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar

B. Fraktur tebuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit dimana
potensial untuk terjadinya infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat:

1. Derajat I

a. Luka kurang dari 1cm

b. Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk

c. Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan

d. Kontaminasi ringan

2. Derajat II

a. Laserasi lebih dari 1cm

b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse

c. Fraktur komuniti sedang

3. Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi

C. Fraktur complete

Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser
dari posisi normal).

D. Fraktur incomplete

Patah hanya terjadi pada sebagian terjadi pada sebagian garis tengah tulang
2.4 Patofisiologi

Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta pembuluh
darah didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami disrupsi.
Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah
periosterum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut.

Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang


menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi daerah
fraktur dan aliran darah keseluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel
osteoblast didalam periosteum, dan endosteum akan memproduksi osteoid (tulang
muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut
kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus tulang dan
pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorpsi material dari tulang
yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun kembali tulang
tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi osteosit (sel-sel
tulang yang matur). (Kowalak,P Jennifer,2012)

2.5 Manisfestasi Klinis

Tanda dan gejala menurut Jutowiyono.Sugeng.2010:

A. Tidak dapat menggunakan anggota gerak

B. Nyeri pembengkakan

C. Terdapat trauma seperti (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,


penganiayaan, tertinpa benda berat, kecelakaan kerja)

D. Gangguan pada anggota gerak

E. Deformitas

F. Kelainan gerak

G. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

H. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur.

I. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau
perdarahan)
2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Rendy,M Clevo.2012:

A. Radiologi foto polos dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada
tulang femur

B. Skor tulang tomography dapat digunakan untuk menidentifikasi kerusakan


jaringan lunak

C. Arterogtram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler

D. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat atau menurun.

2.7 Penatalaksanaan Medis

A. Reduksi dan imobillisasi fraktur

1. Reduksi fraktur dilakukan untuk menurunkan nyeri dan membantu emncegah


formasi hematum reduksi dapat dilakukan dengan menggunakan traksi.

2. Bidai pneumatik dipasang untuk menurunkan kehilangahan darah dengan


memberikan tekanan dan tamponadeu pada formasi hematum. Traksi diperlukan
untuk menahan tulang paha agar tidak memberikan tekanan pada jaringan lunak
akibat kontraksi massa otot paha yang besar dan kuat pada saat mengalami spasme.

B. Pemberian analgesik yang tepat managemen nyeri harus segera diberikan.


Apabila status hemodinamik baik, maka pemberian narkotika intravena biasanya
dapat menurunkan respon nyeri.

C. Profilaksis antibiotik

D. Transfusi darah, terutama pada fraktur femur terbuka dengan adanya penurunan
kadar hemoglobin.

E. Lakukan pemasangan foley kateter

F. Radigrafi harus segera dilakukan untuk mendeteksi patologi.

G. Konsultasi ortopedi untuk intervensi reduksi terbuka


2.7 Komplikasi

A. Trauma syaraf

B. Trauma pembuluh darah

Indikasi ischemia post trauma: pain, pulseless, parasthesia, pale, paralise menjadi
kompartemen syndrome : kumpulan gejala yang terjadi karena kerusakan akibat
trauma dalam jangka waktu 6 jam pertama, jika tidak dibersihkan maka sampai
terjadi nekrose yang menyebabkan terjadinya amputasi.

C. Komplikasi tulang :

1. Delayed union : penyatuan tulang lambat

2. Non union (tidak bisa nyambung)

3. Mal union (salah sambung)

4. Kekakuan sendi

5. Nekrosis avaskuler

6. Osteoarthritis

7. Reflek simpatik distrofi

D. Stres pasca traumatik

E. Dapat timbul emboli lemak setelah patah tulang, terutama tulang panjang

BAB III
Tinjauan Kasus
3.1 Kasus
Ny. A. umur 31 thn datang kerumah sakit pada tanggal 10 oktober 2011, klien di
diagnosa menderita fraktur femur dextra dengan keluhan yang dirasakan saat ini nyeri
pada paha sebelah kanan yang disebabkan adanya luka fraktur ( saat ini pasien sudah
dioperasi dan dipasang pen).
Hal yang memperbaiki keadaan adalah istirahat, membatasi pergerakan terutama
didaerah fraktur, dan terapi analgetik, hal ini yang memperberat. Keadaan saat
melakukan pergerakan dan aktivitas, terutama pada daerah fraktur mengakibatkan
terganggunya ganguan aktivitas. Hal ini dirasakan klien sejak tanggal 05 oktober
2011 dan nyeri muncul secara bertahap tetapi juga kadang spontan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 10 oktober 2011 dengan keadaan
umum sedang dengan tanda vital sign TD : 100/60 mmHg, RR : 22 x/i, HR : 76x/i,
TEMP : 36 derajat celcius berdasarkan hasil penilaian ekstermitas bawah terutama
pada ekstermitas bawah kanan disimpulkan bahwa nilai kekuatan otot : 2, sehingga
klien mengalami keterbatasan dalam pergerakan sehingga susah memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari, pola makan klien 3x1 sehari, selera makan dan
porsinya menurun, klien tidak mampu untuk berjalan memenuhi kebutuhan eliminasi
dan personal hygien sehingga kebutuhan ini dibantu oleh perawat dan keluarga. Pola
istirahat tidur klien setelah sakit berubah/mengalami penurunan dimana tidur malam
+ 5 jam, tidur siang + 1 jam, hal ini terjadi akibat nyeri yang timbul sehingga klien
tidak bisa tidur dengan nyenyak. Klien mengatakan skala nyeri kadang 4 kadang
hingga 6 jika digunakan untuk bergerak, nyeri terasa seperti diremas-remas, nyeri
hilang timbul karena gerakan, lama nyeri 10-15 menit.

3.2 Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk RS : 10 Oktober 2011
Usia : 31 thn
Status perkawinan :
Suku bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
B. Penanggung jawab
Nama : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Status perkawinan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Hubungan dengan klien : Tidak terkaji
C. Riwayat keperawatan sekarang
1. Keluhan utama
Nyeri paha sebelah kanan
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada saat masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan fisik dengan vital sign TD :
1/60 mmHg, RR : 22x/mnt, HR : 76x/mnt, suhu : 36⁰C. Pasien datang dengan
keluhan Nyeri yang dirasakan oleh pasien berada di sebelah kanan bagian paha. Hal
yang memperingan pasien biasanya dengan istirahat karena dapat membatasi
pergerakan terutama didaerah fraktur, dan terapi analgetik. Hal yang memperberat
biasanya jika pasien melakukan aktivitas sehari- hari dengan skala nyeri 4 bahkan
bisa sampai 6 jika digunakan untuk bergerak, nyeri terasa seperti diremas-remas,
nyeri hilang timbul karena gerakan, lama nyeri 10-15 menit..
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah mengalami fraktur femur
sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mengalami fraktur femur
sebelumnya
3.3 Kebutuhan dasar
A. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Selama ini apabila pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit maka akan
periksa ke dokter ataupun di bawa ke rumah sakit.
B. Pola Nutrisi metabolik
Sebelum sakit pasien makan 3x1, pasien mengatakan selera makan dan porsinya
menurun sejak sakit biasanya hanya makan pagi dan sore saja dan paling hanya 4-5
sendok makan.
C. Pola eliminasi
Sebelum sakit pasien biasanya BAB 1x /hari BAK: 4-6x/hari
Pada saat dikaji pasien tidak mampu untuk berjalan memenuhi kebutuhan eliminasi
dan personal hygien sehingga kebutuhan ini dibantu oleh perawat dan keluarga.
D. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit pasien tidur sekitar pukul 19.30 s.d 05.00, tidur siang 2x dengan
konsistensi 1 jam, pola istirahat tidur klien setelah sakit berubah/mengalami
penurunan dimana tidur malam + 5 jam, tidur siang + 1 jam, hal ini terjadi akibat
nyeri yang timbul sehingga pasien tidak bisa tidur dengan nyenyak.
E. Pola aktivitas dan latihann
Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dalam aktifitasnya, dapat bekerja, setelah
sakit pasien mengalami keterbatasan dalam pergerakan sehingga susah memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari
F. Pola persepsi kognitif
Tidak ada keluhan tentang penglihatan, penciuman, pendengaran dan perabaan,
pasien berumur 31 tahun kemampuan kognitifnya baik.
G. Pola persepsi dan konsep diri
pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali pulang ke rumah.
H. Pola peran hubungan dengan sesama
Hubungan dengan keluarga, dengan orang lain dan perawat baik.
I. Pola reproduksi dan seksualitas
pasien berjenis kelamin laki – laki usia 31 tahun.
J. Pola nilai dan kepercayaan
Tidak ada nilai-nilai keluarga yang bertentangan dengan kesehatan.
K. Pola koping dan stress

3.4 Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum : Compos mentis.
2. Tanda – tanda vital
Tekanan Darah : 100/60mmHg
Suhu : 360 C
Respirasi : 22 x/menit
Nadi : 76 x/menit
3. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : Warna rambut hitam, lurus, tersisir rapi dan bersih.
b. Mata : Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, Pupilnormal
berbentuk bulat, dan reflek cahaya langsung.

c. Hidung : Tidak ada polip, rongga hidung bersih, tidak ada cuping
hidung
d. Mulut : Mulut bersih, tidak berbau, bibir berwarna merah muda, lidah bersih,
mukosa kering.
e. Telinga : Daun telinga simetris antara kanan dan kiri, bersih tidak
terdapat serumen, fungsi pendengaran baik.
f. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ditemukan distensi
vena jugularis.
g. Dada :
Inspeksi : Bentuk simetris,
Palpasi : fremitus normal antara sisi kanan dan kiri.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi :suara dasar vesikuler, tidak terdapat bunyi ronchi
h. Perut :
Inspeksi : Perut datar, lemas.
Auskultasi : Peristaltik usus normal 12 x/ menit.
Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar
Perkusi (usus) : Timpani
i. Ekstremitas
Ekstremitas atas : tangan simestris, tidak ada tremor tidak ada kelemahan otot.
Ektremitas bawah mengalami fraktur femur sudah dioperasi dan dipasang pen
dengan nilai kekuatan otot 2.

3.5 Analisa data


No Data Etiologi Masalah
DS: Diskontinuitas tulang
- Pasien mengeluh nyeri ↓
pada paha sebelah kanan Pergeseran fragmen tulang dan
- Pasien mengeluh nyeri terjadi proses inflamasi
seperti diremas-remas ↓
DO: Menekan ujung saraf bebas
- Pasien terlihat meringis ↓
1 kesakitan Noniseptor
- Pasien mengatakan skala ↓
nyeri 6 (1-10). Merangsang medulla spinalis Nyeri akut
- Pasien terlihat cemas ↓
- Pasien sangat berkeringat Pesan di sampaikan ke korteks
- Pasien tampak menahan serebri
nyeri dengan meremas alat ↓
tenun Nyeri akut
- Pasien terlihat berhati hati
dengan kakinya untuk
melindunginya
- Pasien terlihat tidak dapat
beristirahat
DS : Pergeseran fragmen tulang dan
- Pasien mengeluh nyeri terjadi proses inflamasi
- Pasien mengeluh tdak ↓
bisa tidur Menekan ujung saraf bebas
DO : ↓
- Pasien terlihat meringis Noniseptor
kesakitan dengan skala 6 ↓
Gangguan Pola
2 (1-10). Merangsang medulla spinalis
Tidur
- Pasien tampak cemas ↓
- Pasien tidur ± 5 jam pada Pesan di sampaikan ke korteks
malam hari dan 1 jam serebri
pada siang hari ↓
Nyeri akut

Gangguan Pola Tidur
DS: Diskontuinitas tulang
- Pasien mengeluh nyeri ↓
- Pasien mengatakan tidak Perubahan jaringan sekitar
bisa melakukan ↓
3
pergerakan bebas Kerusakan fragmen tulang
- Pasien mengatakan nyeri ↓
Gangguan mobilitas
hilang timbul karena Deformitas tulang
gerakan. ↓
DO: Gangguan fungsi ekstremitas
- Kekuatan otot : 2 ↓
- Pasien memiliki Terapi dengan pemasangan pen
keterbatasan gerak ↓
- Pasien memerlukan Gangguan mobilitas
bantuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
- Pasien tidak mampu
berjalan untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi dan
personal hygiene
DS : Diskontuinitas tulang
DO : ↓
- Terpasang pen pada Perubahan jaringan sekitar
ekstremitas bawah (femur) ↓
Kerusakan fragmen tulang

4 Deformitas tulang Resiko infeksi

Gangguan fungsi ekstremitas

Terapi dengan pemasangan pen

Resiko infeksi
DS: Cedera jaringan atau kulit
DO: ↓
5
- Tanda-tanda vital : Diskontinuitas tulang
TD : 100/60 mmHg ↓ Kerusakan
RR : 22x/menit Perubahan jaringan sekitar integritas kulit
HR : 76x/menit ↓
Suhu : 36°C Spasme otot
- Adanya tanda-tanda ↓
infeksi Peningkatan tekanan kapiler
- Adanya edema ↓
- Pasien terlihat tidak Pelepasan histamine
mengganti baju ↓
Protein plasma hilang

Edema

Penekanan pembuluh darah

Kerusakan integritas kulit

3.6 Diagnosa keperawatan


A. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (00132)
B. Gangguan mobilitas berhubungan dengan gamngguan muskuloskeletal (00092)
C. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan fragmen tulang ditandai dengan
pemasangan pen (00004)
D. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang (00046)
No Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan proses keperawatan
1. Kaji karakteristik nyeri 1. Untuk membantu
selama 2x24 jam diharapkan nyeri mengkaji
berkurang atau hilang dengan kriteria: kebutuhan
1. Memperlihatkan pengendalian nyeri intervensi, dapat
2. Menunjukkan tingkat nyeri 2. Pantau tanda-tanda vital mengidentifikasik
3. Memperlihatkan teknik relaksasi secara an terjadinya
individual yang efektif untuk mencapai komplikasi
kenyamanan 3. Berikan posisi nyaman (semi
2. Perubahan
4. Melaporkan pola tidur yang baik fowler) frekuensi jantung
5. Melaporkan kemampuan untuk atau tekanan
mempertahankan perfoma peran dan darah
hubungan interpersonal 4. Ajarkan latihan nafas dalam menunjukkan
bahwa pasien
5. Ajarkan distraksi relaksasi mengalami nyeri
3. Duduk tinggi
6. Kolaborasi pemberian obat memungkinkan
analgetik ekspansi paru dan
memudahkan
pernafasan
4. Untuk
meningkatkan
ventilitas
maksimal dan
oksigenasi
5. Untuk
meningkatkan
kemampuan
koping pasien
terhadap nyeri
6. Untuk meredakan
nyeri

2 Setelah dilakukan proses keperawatan


1. Kaji respon emosi, sosial, dan
1. Untuk menetap
selama 7x24 jam diharapkan pasien spiritual terhadap aktivitas kemampuan atau
menunjukkan penghematan energi, kebutuhan pasien
dengan kriteria hasil: 2. Kaji penyebab kelemahan dan memudahkan
1. Mencapai mobilitas di tempat tidur, pilihan intervensi
3. Kaji tanda-tanda vital
yang dibuktikan oleh pengaturan posisi 2. Untuk
tubuh, kemauan sendiri, gerakan menentukan
terkoordinasi, pergerakan sendi aktif, intervensi yang
dan mobilitas yang memuaskan tepat
2. Mendemonstrasikan mobilitas, yang 3. Untuk
dibuktikan oleh indikator (1-10) mengetahui
3. Melakukan rentang pegerakan penuh perubahan yang
seluuruh sendi terjadi pada
4. Pantau asupan nutrisi
4. Berbalik sendiri di tempat tidur atau pasien yaitu
memerlukan bantuan pada tingkat yang respon automatik
5. Ciptakan lingkungan yang
realistis meliputi
nyaman
5. Meminta bantuan reposisi sesuai perubahan
dengan kebutuhan tekanan darah,
nadi, pernafasan,
dan suhu
6. Bantu aktivitas pasien sesuai
berhubungan
kemampuan pasien
dengan keluhan
kelemahan tubuh
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
karena
berpengaruh pada
aktivitas tubuh
4. Untuk
memastikan
keadekuatan
sumber-sumber
energi
5. Lingkungan yang
nyaman dapat
menurunkan
reaksi terhadap
stimulasi dari luar
dan meningkatkan
relaksasi sehingga
pasien dapat
beristirahat
dengan nyaman
6. Untuk
meminimalkan
kelelahan dan
membantu
keseimbangan
suplai dan
kebutuhan
oksigen
7. Untuk
merencanakan
makanan, untuk
meningkatkan
asupan makanan
yang tinggi energi
3 Setelah dilakukan proses keperawatan
1. Kaji tanda-tanda infeksi 1. Untuk
selama 7x24 jam diharapkan tidak mengetahui
terjadi resiko infeksi dengan kriteria
2. Pantau tanda-tanda vital adanya tanda-
hasil: tanda infeksi
1. Faktor infeksi akan hilang, dibuktikan 2. Perubahan
oleh pengendalian risiko komunitas,
3. Berikan lingkungan yang bersih frekuensi jantung
keparahan infeksi, pengendalian resiko, dan nyaman atau tekanan
dan penyembuhan luka darah
2. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi 4. Kolaborasi pemberian obat menunjukkan
3. Memperlihatkan hygiene personal yag antibiotik bahwa pasien
adekuat mengalami nyeri
4. Menggambarkan faktor yang 3. Untuk
menunjang penularan infeksi meminimalkan
terjadinya infeksi
4. Untuk membantu
mengurangi
terjadinya infeksi
4 Setelah dilakukan proses keperawatan
1. Ubah posisi pasien dengan
1. Meminimalkan
selama 7 x 24jam: diharapkanm pasien sering resiko terjadinya
meminimalkan terjadinya kerusakan kerusakan kulit
integritas kulit dengan kriteria hasil : 2. Kaji posisi cincin bebat pada (dekubitus)
1. Mendemonstrasikan aktivitas otot traksi 2. Posisi yang tidak
perawatan kulit rutin yang efektif tepat dapat
3. Beri bantalan dibawah kulit
2. Memiliki nadi kuat dan simetris (60- menyebabkan
yang terpasang pen
100 x/menit) cedera kulit
4. Lakukan perawatan pada area
3. Memiliki suhu tubuh normal (36-37⁰C) 3. Meminimalkan
kulit yang terpasang pen ataupun
4. Mengkonsumsi makanan secara tekanan pada area
yang dilakukan tindakan bedah
adekuat untuk meningkatkan integritas yang terpangan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
kulit pen
pemberian obat-obatan topikal
4. Mencegah
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
terjadinya
untuk pemberian diit
kerusakan kulit

5. Mempercepat
proses
penyembuhan

6. Mempercepat
proses
penyembuhan
3.7 Implementasi Keperawatan
BAB IV
Penutup
4.1 Kesipulan
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah).
Penyebab nya adalah trauma atau tenaga fisik, fraktur fatologis, faktor stress, dan
osteoforosis. Klasifikasi fraktur ada 4 yaitu fraktur terbuka, fraktur tertutup,
fraktur clomplete dan fraktur incomplete.
Tanda-tanda dan gejala yang khas pada fraktur femur adalah tidak dapat
menggunakan anggota gerak, nyeri pembengkakan, terdapat trauma, gangguan
pada anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan
gejala-gejala lain. Pemeriksaan diagnostik yang utama adalah radiologi poto polos
pada bagian fraktur.

4.2 Saran
A. Bagi mahasiswa
Diharapkan mngerti tentang konsep yang ada pada teori. Dan dapat
menerapkannya dilapangan.
B. Bagi perawat
1. Memaksimalkan peralatan dalam proses tindakan keperawatan pada pasien.
2. Menyediakan pemeriksaan disesuaikan dengan jumlah pasien.
C. Bagi keluarga pasien
1. Ikut penatalaksanaan tindakan keperawatan sehingga tindakan keperawatan
mandiri untuk proses keperawatan di rumah setelah Pasien pulang.
2. Menanyakan langsung kepada perawat atau dokter yang merawat Pasienjika ada
yang ingin diketahui masalah penyakit Pasien.
Daftar Pustaka
Helmi,Zairin Noor.2012.Buku Saku Kedaruratan Di Bidang Bedah
Ortopedi.Jakarta:Salemba Medika.
Herdman,T Hearther.2013.NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi.Jakarta:EGC.
Jitowiyono,Sugeng.,Weni kristiyani.2010.Asuhan Keperawatan Post
Operasi.Yogyakarta:Nuha Medika.
Kowalak.,Welsh.,dan Mayer.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC
Nugroho,Taufan.2011.Asuhan keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan
Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika.
Nurarif,Amin Huda.,Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.Yogjakarta:MediAction.
Rendy,M Clevo.,Margareth TH.2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika
Diposting oleh Unknown di 07.48
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai