Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pendahulun Operasi Katarak Dengan

Phacemulsifikasi + IOL dengan LA

Di Susun Oleh:

Datik Wahyuningsih

PELATIHAN BEDAH DI RS MOEWARDI

SURAKARTA

2020
KATARAK

A. Defenisi
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat
kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal,
tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan (Vaughan, 2015).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.
Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran
(katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam
maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau
kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2018) Hal 1996.

B. Macam-macam Katarak
1. Katarak Kongenital
Katarak sebagian pada lensa yang sudah didapatkan sejak lahir.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir.
3. Katarak Senil
Kekeruhan lensa yang terjadi sebagai akibat dari proses penuaan.
4. Katarak Komplikasi
Katarak yang terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat Intra
okular atau penyakit sistemik.
5. Katarak Traumatik
Terjadi akibat adanya trauma pada satu atau kedua mata.
C. Etiologi (Ilyas, 2016)
1. Proses penuaan
2. Adanya trauma pada mata
3. Peradangan menahun pada mata
4. Efek racun dari merokok dan alkohol
5. Paparan Sinar UV terlalu lama
6. Nutrisi yang kurang baik
7. Riwayat penggunaan kortikosteroid yang lama
8. Gangguan metabolik seperti DM
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
E. Manifestasi Klinis (Smeltzer, 2011)
1. Penurunan ketajaman fungsi penglihatan
2. Pandangan kabur atau redup
3. Silau
4. Lensa mata menjadi buram
5. Bercak-bercak putih pada pupil
6. Susah melihat di malam hari
7. Memerlukan cahaya untuk membaca

F. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah
katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses
bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak (Ilyas, 2016). Meski telah
banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresifitas atau
mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan
(James, 2016).
Untuk menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh
keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan. Tajam
penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Digunakan nama
insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan
terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Prof. Dr Sidarta Ilyas, dkk, 2012).
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin
banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi
lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan
secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau
sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak
ekatrakapsular. Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe
ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea
atau sklera anterior (fakoemulsifikasi).
G. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2012).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan
katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak
terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular.
Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior.
Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan,
antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya
atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya
H. Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung
sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk
dilakukan Prosedur Operasi Phacemulsifikasi + IOL dengan LA.
I. Anatomi mata
J. Phacemulsifikasi + IOL dengan LA
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm)
di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan
pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Secara teori operasi katarak dengan
fakoemulsifikasi mengalami perkembangan yang cepat dan telah mencapai taraf
bedah refraktif oleh karena mempunyai beberapa kelebihan,yaitu rehabilitasi
visus yang cepat, komplikasi post op yang ringan, dan astigmat akibat operasi
yang ringan. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat,
dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan
lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular
fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.

Indikasi teknik fakoemulsifikasi :

a. Tidak mempunyai penyakit endotel

b. Bilik mata dalam

c. Pupil dapat dilebarkan hingga 7mm.

Kontraindikasi teknik Fakoemulsifikasi:

a. Tidak terdapat salah satu hal-hal.

b. Luksasi atau subluksasi lensa

1. Persiapan Alat
Alat habis pakai:
1) BSS
2) Transfusi set
3) Spuit 10 cc 1
4) Spuit 5 cc 1
5) Spuit 3cc 1
6) Spuit 1 cc 3
7) Trypan blue 1
8) Carbacol 1
9) Viscoelastic 1
10) Eye drip
11) Silk knife 1
12) Straight knife 1
13) Gentamicin 1
14) Epinephrine 1
15) Handscone steril
16) Kassa
17) Cotton bud
18) Betadine
19) Hepafix
20) Linen set
21) Panthocaine
22) mydriatil
Instrument steril:

1) Speculum mata
2) Gunting konjungtiva
3) Pinset konjungtiva
4) Piset utrata
5) Neddele holder
6) Coper
7) Sinski
8) Rotator
9) Spatel iris
10) Set phaco terdiri atas:
- Handpiece Paco
- Tip terdiri dari: slev dan kondom
- Kunci tip
- Handpiece irigasi aspirasi
- Sovergen compact
- Korentang
11) 2 kom kecil

2. Persiapan pasien
1. Persetujuan operasi
2. Alat-alat steril dan obat-obatan yang diperlukan
3. Pasien berbaring posisi supinasi
4. Pasang tali pengaman pada tangan pasien
5. Pasang tensi, oksimetri dan nasal kanul

3. Teknik operasi:
1.Tetes panthocaine di kedua mata pasien
2.Tetes salah satu mata dengan mydriatil yang akan mau dioperasi
3.Cuci tangan, pakai jas steril dan memakai handscone steril
4.Menyiapkan instrumen steril di meja mayo
5.Desinfeksi medan operasi dengan bss dan betadine dengan spuit 5cc
6.Keringkan kedua mata menggunakan kassa
7.Drape dengan dispossible drapping
8.Posisikan instrumen dan mikroskop siap, Gunting celah drape sepanjang
ukuran rima palpebra
9.Timed out
10. Pasang spekulum mata
11. Buat main port dengan insisi limbus kornea bagian lateral menggunkan
silt knife 2,75 mm
12. Masukkan trypan blue ke dalam COA (dengan spuit 1 cc), tunggu 1
menit, kemudian dibilas dengan bss
13. Masukkan viscoelastic kedalam COA
14. Lanjutkan C-C-C (continouns curvelinier capsulohexis) dengan pinset
utrata dan spuit 1 cc yang sudah dibengkokkan jarumnya dengan nedlle
holder
15. Buat second port, 90 derajat dari main port dengan straight knife 15
derajat
16. Hidrosisection hingga nucleus bisa berputar dengan spuit 10 cc yang
berisi bss
17. Phacemulsifikasi sehingga nucleus bersih denfgan handpiece paco dan
coper
18. Irigasi dan aspirasi kortex lensa hingga bersih dengan menggunakan
handpiece ia dan sinski
19. Masukkan viscoelastic in the bag
20. Masukkan lensa in the bag dengan menggunkan injector lensa
21. Irigasi dan aspirasi viscoelastic hingga bersih menggunkan handpiece
ia
22. Masukkan corbacol dengan spuit 1cc kedalam COA
23. Hidrasi luka, dikedua sisi dengan spuit 10 cc, kemudian diolesi
betadine dengan menggunkan cotton bud untuk mengecek adanya
kebocoran apa tidak
24. Tetesi gentamicin 0,5 mg & dexamethasone 0,5 mg denan spuit 1 cc
25. Lepaskan spekulum mata dan drape
26. Pasang perban dan plester
27. Operasi selesai

4. Evaluasi tindakan operasi:


- Kelengkapan instrument
- Proses operasi
- Bahan habis pakai
- Mengedukasi pasien/keluarga agar mata terhindar dari cairan selama
seminggu setelah operasi
Daftar Pustaka:
Smeltzer, Suzamme C. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol:
2. Jakarta: EGC
Ilyas, S. 2016. Kornea Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi 4. Buku Penerbit
FKUII: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai