Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Cleft Lip and Palate (CLP) adalah Suatu kelainan bawaan yang terjadi

pada bibir bagian atas serta langit-langit mulut. Gangguan ini dapat terjadi

bersama. Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebut dengan bibir

sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada palatum

atau langit-langit mulut (cleft palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and

palate). Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada

tahap pembentukan embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah

kelahiran. CLP adalah kelainan multifaktoral, jadi kemunculannya dipengaruhi

oleh faktor gen dan lingkungan.1

Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara pasti,

hanya disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran. Hidayat dan kawan-

kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember

1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit

pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk Tingkat kecacatan

kongenital cukup tinggi. Temuan BPS tahun 1980 menyimpulkan hal yang serupa.

Penyebab sumbing multifaktorial dan mungkin melibatkan kombinasi faktor

genetik dan lingkungan, namun penyebab celah biasanya tidak diketahui. Faktor

lingkungan dapat meningkatkan risiko celah, merokok dan alkohol yang

dikonsumsi selama kehamilan, gizi ibu yang buruk dan obat-obatan tertentu

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Bibir sumbing dan langit-langit (cleft lip and palate) adalah kelainan

kongenital yang sering ditemukan dan menyebabkan kelainan penampakan wajah

dan gangguan bicara (Sadler, 2006). Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan

berupa celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah

berada pada bagian langit-langit rongga mulut (palate), maka kelainan ini disebut

cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga

mulut dengan rongga hidung. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan

oleh gagalnya prosesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama

perkembangan embrionik. Cleft palate adalah fissura garis tengah pada palatum

yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan

embrionik (Young D.L. 2003).

2.2. Epidemiologi

Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan

ras serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh

Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit

1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf

dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel

menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.

2
Rasio jenis kelamin pada pasien dengan celah bervariasi. Pada ras putih,

bibir sumbing dan celah bibir dan langit-langit terjadi secara signifikan lebih

sering pada laki-laki, dan langit-langit terjadi secara signifikan lebih sering pada

wanita. Dalam bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit, rasio jenis kelamin

berkorelasi dengan keparahan dan lateralitas dari sumbing. Sebuah studi besar

8.952 rasio seks pada celah orofacial pria-wanita menjadi 1.5-1.59:1 untuk bibir

sumbing, 1.98-2.07:1 untuk bibir sumbing dan langit-langit, dan 0.72-0.74:1

untuk sumbing.3

2.3. EMBRIOLOGI

CLP terjadi akibat dari kesalahan dalam perkembangan normal. Untuk

dapat memahami pembentukan dan morfologi dari kecacatan ini, terlebih dahulu

harus dipahami embriologi normal dari bibir dan langit-langit. Terdapat tiga

bagian penting dalam pembentukan bibir atas yaitu; processus frontonasal yang

terletak di sentral dan dua prominensia maxillaris yang terletak di lateral. Bibir

atas berkembang pada minggu 4 – 6 gestasi, bermula dengan pembentukan

processus frontonasal. Processus frontonasal akan berkembang sehingga

membentuk bagian tengah bibir atas, alveolus anterior dan palatum primer.

Prominensia maxillaris juga akan berkembang sehingga membentuk bagian lateral

dari bibir. Prominensia maxillaris kiri dan kanan akan bertumbuh dari bagian

posterolateral ke arah anteromedial dan menyatu dengan processus frontonasal.

Kegagalan fusi dapat terjadi di kedua sisi ini dan karena itu cacat bibir sumbing

dapat unilateral atau bilateral.

3
Istilah bibir sumbing adalah menyesatkan karena cacat mungkin

melibatkan lebih dari sekedar bibir. Kegagalan lengkap fusi proses maxillary

lateral dengan elevasi nasal medial menyebabkan belahan bibir atas, alveolus, ala

nasi, lantai hidung, dan palatum mole primer. Langit-langit mulut yang keras

dibentuk dari langit-langit primer dan langit-langit sekunder. Pembentukan langit-

langit primer berkembang dari premaxilla. Langit-langit mulut sekunder

berkembang menjadi sisa dari langit-langit keras serta langit-langit lunak dan

uvula.

Perkembangan langit-langit sekunder terjadi dari minggu 6-12 dari

kehamilan. Proses dimulai dengan pembentukan tulang langit-langit proses

palatine lateral yang berkembang dari proses maxillary. Awalnya, proses tulang

langit-langit berorientasi secara vertikal di kedua sisi lidah yang berkembang.

Akhirnya, kedua proses tulang langit-langit lateral bertemu di garis tengah dan

menyatu. Langit-langit mulut yang keras menyatu dari anterior ke posterior,

dimulai pada alveolar ridge dan berlanjut hingga ke ujung uvula. Oleh karena itu

bentuk paling ringan dari sumbing langit-langit adalah uvula bifida. Fusi selesai

dan langit-langit yang utuh diidentifikasi pada kehamilan minggu ke 12.

4
Gambar 1. Tahap pertumbuhan wajah manusia

Celah pada palatum merupakan kelemahan fusi parsial atau total dari

palatal shelves. Ini dapat terjadi dengan berbagai cara :

- Defek pertumbuhan dari lempeng palatum

- Kegagalan lempeng palatum untuk mencapai posisi horizontal

- Kelemahan sambungan antar lempeng

- Rupture setelah fusi lempeng

5
Gambar 2. A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-

6 menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer.B,D,E dan H:

gambaran langit-langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang

menunjukkan perkembangan palatum. Garis terputus pada (D) dan (F)

menunjukkan bagian yang menyatu pada proses palatina. Tanda panah

menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina lateral. C,E

dan G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua

palatina lateral dan septum nasal, dan sebagian besar nasal dan cavitas oral

6
Terdapat 3 pusat pertumbuhan fasial :

- Sentra prosensefalik

Bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal

otak, tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila

dan septum nasal.

- Rombensefalik

Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka

bagian bawah (regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami

tumpang tindih (overlap) akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi,

disebut diaencephalic borders.

- Diasefalik

Diasefalik borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi,

selanjutnya ke arah filtrum. Filtrum merupakan petanda satu-satunya dari

diasefalik border yang bertahan seumur hidup. Diasefalik border kedua

adalah regio spino-kaudal dan leher.

2.4 ANATOMI

Bibir terdiri dari 3 bagian kutaneus, vermilion, dan mukosa.Bibir bagian

atas disusun 3 unit kosmetik yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cupid bow adalah

proteksi ke bawah dari unit philtrum yang member bentuk bibir yang khas.

Proyeksi linear tipis yang member batas bibir atas dan bawah secara melingkar

pada batas kutaneus dan vermilion disebut white roll. Menurut The American

Joints Comittee on Cancer, bibir merupakan bagian dari cavum oris, mulai dari

7
perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion saja. Tetapi para ahli

bedah menyebutkan bahwa bibir atas meliputi seluruh area di bawah hidung,

kedua lipatan nasolabialis, kemudian intra oral sampai sulcus ginggivolabialis,

dan bibir bawah meliputi vermilion, lipatan labiomentalis sampai sulcus

ginggivolabialis intraoral.

Gambar 3. Anatomi topografik bibir. 1) Phitral column, 2) Phitral groove, 3)

Cupid’s bow 4) White roll upper lip, 5) Tuberculum, 6) Commissura, 7)

Vermilion

Bibir atas yang normal mempunyai otot orbicularis oris utuh, 2 buah

philtrum ridge yang sejajar dan sama panjang dengan di tengahnya terbentuk

philtrum dimple. Disamping itu mempunyai cupid bow, di bagian permukaan

mempunyai vermilion yang simetris (milard). Vaskularisasi berasal dari a. labialis

superior dan inferior, cabang dari a. facialis. Arteri labialis terletak antara

m.orbicularis oris dan submukosa sampai zona transisi vermilion-mukosa.

Innervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang N.cranialis V

(N.Trigeminus) dan N.Infraorbitalis. Bibir bawah mendapat innervasi sensoris

dari N.Mentalis. Pengetahuan innervasi sensoris ini penting untuk melakukan

8
tindakan blok anastesi. Innervasi motoric bibir berasal dari N.Cranialis VII

(N.Facialis). Ramus buccalis N. Facialis menginnervasi m. orbicularis oris dan M.

Elevator Labii. Ramus mandibularis N. Facialis menginnervasi m.orbicularis oris

dan m.depressor labii.12 Muskulus utama bibir adalah m. orbicularisoris yang

melingkari bibir. Muskulus ini tidak melekat pada tulang, berfungsi sebangai

sfingter rima oris. Dengan gerakan yang kompleks, muskulus ini berfungsi untuk

puckering, menghisap, bersiul, meniup dan menciptakan ekspresi wajah.

Kompetensi oris dikendalikan oleh m. orbicularisoris, dengan muskulus ekspresi

wajah lainnya daerah otot ini dikenal dengan istilah modiolus.

Langit-langit mulut membentuk batas dinamis antara rongga mulut dan

rongga hidung. Ini terdiri dari anterior palatum durum dan posterior palatum

molle. Palatum molle mulut adalah struktur dinamis yang berfungsi sebagai katup

antara oropharynx dan nasofaring. Platum yang intak dapat secara berkala,

selektif, dan benar-benar mengisolasi nasofaring dari oropharynx. Palatum molle

yang utuh penting untuk untuk bicara dan makan yang normal.

Palatum durum terdiri dari palatum bertulang dan mukosa yang melekat

secara utuh kepada periosteum. Palatum durum bertulang ini terdiri dari pasangan

prosesus palatina maksilla dan porsi horizontaldari tulang palatina. Bagian ujung

alveolar dari maksila menunjukkan bahgian anterior dan batas lateral palatum

durum. Aspek posterior dikenal sebagai ujung bebas karena tidak memiliki

sebarang tulang. Dari tepi batas ini palatum molle menempel pada palatum

durum. Palatum terdiri dari palatum durum dan palatum molle yang bersama-

sama membentuk atap mulut dan dasar hidung. Prosesus palatina dari maksila dan

9
lamina horizontal dari tulang palatine membentuk palatum durum. Suplai darah

palatum berasal dari arteri maksilaris interna, arteri palatina yang lebih besar

memperdarahi palatum durum, arteri palatina yang lebih kecil memperdarahi

palatum molle

Gambar 5. Anatomi rongga mulut dan rongga hidung, tampak sagital

Palatum molle juga dikenali sebagai velum. Persarafan berasal dari nervus

palatina inferior dan nervus nasopalatina. Palatum molle terjadi dari jaringan

fibromuskular yang terdiri dari otot-otot yang saling melekat pada bagian

posterior palatum durum. Bagian ini menutup nasofaring dengan menekan dan

mengangkat, dengan cara ini berhubungan dengan sisi passavants di posterior.

Palatum molle terdiri dari tensor velli palatini, levator velli palatini, muskulus

uvula, palatoglosus, dan muskulus palatofaringeus.

Mukosa dari palatum molle menempel pada anterior palatum durum dan

ke lateral dinding faringeal. Sisi posterior palatum molle bebas dari sembarang

pelengketan. Otot dari paltum molle secara selektif dapat mengisolasi nasofaring

10
dari oropharynx. Ketika bernapas, tepi posterior palatum molle berada dalam

posisi hampir vertikal. Hal ini memungkinkan komunikasi antar kavitas oral dan

kavitas nasal, diamana memfasilitasi pernafasan pada nasal. Sebaliknya selama

berbicara dan menelan otot dari palatum molle berkontraksi dan menarik palatum

molle ke arah yang lebih horizontal yang menghubungkan faringeal posterior.

Palatum molle terdiri dari lima pasangan otot dan pusat aponeurosis.

Pasangan otot uvula berasal dari posterior tulang belakang hidung dan

dimasukkan di anak uvula. Tensor veli palatini yang berasal dari dinding lateral

tuba Eustachian. Ia menjadi tendon yang sempit dimana secara lateral

melengkung hamulus sebelum bergabung palatum molle sebagai tendon triangular

yang luas. Didalam palatum molle, fiber tensor veli palatini berjalan lateral ke

medial. Kontraksi otot ini menghasilkan sebuah kekuatan lateral yang

mengeraskan palatum molle. Tensor veli palatini adalah pembuka utama tuba

estachius. Levator veli palatini berasal dari aspek medial tuba Eustachii dan pada

permukaan inferior dari tulang temporal. Ini menyebabkan penyisipan secara

anterior dan inferior di permukaan atas palatum molle. Kontraksi levator veli

palatini menaikkan palatum molle dan menutup nasofaring. Dua pasang otot

terakhir yang berkontribusi terhadap palatum molle adalah otot palatoglossus dan

palatopharyngeus. Palatoglossus bersama-sama dengan mukosa atasnya

membentuk tiang anterior tonsillar. Palatoglossus memanjang dari inferior lidah

ke superior palatum molle. Palatoglossus berfungsi sebagai sfingter untuk

mencegah regurgitasi oral selama menelan makanan. Pasangan otot

palatopharyngeus berjalan dari lateral dinding faring ke palatum molle.

11
Palatopharyngeus bersama-sama dengan mukosa membentuk tiang posterior

tonsilar. Palatoglossus mengangkat laring selama menelan untuk membantu

mencegah aspirasi.

2.5 ETIOLOGI

Penyebab labiognatopalatochisis sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti. Beberapa hipotesis yang dikemukanan dalam perkembangan kelainan antara

lain:

1. Insuffisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh kembang

organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomaly kongenital

lainnya. Insuffisiensi ini disebabkan beberapa hal :

a. Kuantitas : gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada masa

kehamilan dan syok hipovolemik terutama pada trimester pertama

kehamilan

b. Kualitas : defisiensi gizi (vitamin dan mineral khususnya asam folat,

vitamin C dan zink, anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat atau

materi yang diperlukan menyebabkan gangguan dan/atau hambatan pada

pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks.

c. Teori bioseluler : perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim

epithelial. Proses signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor

yang mempengaruhi ekspresi genetic dari sel-sel neural crest yang

mengalami migrasi dan kematian sel terprogram (dan ini dipengaruhi oleh

asam retinoat, glukokortikoid); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan

12
mengakibatkan timbulnya gangguan fusi. Mediator-mediator yang

kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen tersebut antara lain Hox B

(murine hox2), Transforming Growth Factor (TGF A&B), Epidermal Growth

Factor (IGF 1&2). Pola ekspresi dari gengen ini melibatkan proses replikasi

mRNA dan penurunan jadar protein, sehingga sel yang bersangkutan tidak

memiliki kemampuan bermigrasi, proliferasi dsb.

2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk

jamujamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal.

3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khalimidial (toksoplasmosis)

4. Factor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang

sama. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu

X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus Sp243 pada pasien sumbing bibir dan

langitan. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak

kelainan/sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral),

melibatkan anomaly skeletal, maupun defel lahir lainnya.

2.6. PATOGENESIS

CLP adalah kelainan bentuk fisik pada wajah akibat pembentukan

abnormal pada wajah fetus selama kehamilan. Pembentukan wajah tersebut

berlangsung dalam 6 hingga 8 minggu pertama kehamilan. CLP dapat timbul

tersendiri atau muncul sebagai salah satu bagian dari syndrome. (Emedicine,

2000). Dari seluruh kasus CLP, 70% diantaranya adalah kasus CLP tersendiri

(isolated cleft lip and palate), dan bukan salah satu bagian dari syndrome

tertentu. (Chakravarti, 2004). Beberapa syndrome yang terkait dengan CLP

13
adalah 22q11.2 deletion syndrome, Patau syndrome (trisomi 13) dan Van der

Woude syndrome

Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan

faktor lingkungan. Isolated cleft disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh

faktor lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embryogenesis

wajah, faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor

lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi,

dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang merokok menjadi faktor

penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan risiko CLP

diantaranya adalah obat-obatan, seperti antikonvulsan fenitoin dan benzodiazepin,

atau pestisida, seperti dioxin.

Morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke

dalam regio fasial, remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi

sel-sel neural crest untuk membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan

antar komponen pada bibir atas merger procesus maksilaris & nasalis medialis

pada minggu VI kehamilan. Pembentukan palatum primer dari procesus nasalis

medialis, dan pembentukan palatum sekunder dari procesus palatal sinistra &

dekstra pada 8-12 minggu kehamilan.

Patofisiologi molekuler secara garis besar terjadi melalui tahap-tahap

tertentu, yaitu

(a) Defek pembentukan sel-sel neural crest

- klas transkripsi faktor homeoboks (AP2, Barx2, goosecoid, Msx1&2,

Otx2,Pax7&9 dan Prx1&2).

14
- perlu untuk ekspresi gen Dlx sepanjang neural tube, ectoderm dan

mesenchyme dari neural crest.

(b) Defek proliferasi sel-sel neural crest

- ektoderm berfungsi untuk mempertahankan proliferasi mesenchyme dari

neural crest.

- protein Sonic hedgehog (SHH) memegang peran

(c) Defek diferensiasi sel-sel neural crest

- Famili TGFβ terlibat (1) dalam proliferasi, diferensiasi dan migrasi sel,

(2) regulasi deposisi matriks ekstraseluler dan (3) transformasi epitelial-

mesensimal.

- analisis genetik: fusi palatal perlu TGFβ.

(d) Defek matriks ekstraseluler

- perkembangan organ fasial melibatkan EGFR signaling: regulasi sekresi

matriks metalloproteinase

- TGFα merupakan ligan EGFR.

Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated

CLP diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang juga berpengaruh dalam Van

der Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB.

Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan

kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali di dalam suatu silsilah

keluarga, dalam hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang telah

ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan

timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX.

15
2.7. Tanda dan Gejala Cleft Lip and Palate

Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-

langit rongga mulut (Agatha,2011).

1. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI

karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat

diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh

dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya

disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.

2. Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara.

Besarnya cleft bukan indicator seberapa serius gangguan dalam

berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan

dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam

berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan

operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit

rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki suara

hidung saat berbicara.

3. Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran.

Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai

tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga

mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang

kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang

telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya

16
cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan

kehilangan pendengaran sementara.

4. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak

dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi

dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang.

2.8 Klasifikasi

Kelompok anomali sumbing orofacial yang heterogen. Ini terdiri dari

celah orofacial yang khas (misalnya, bibir sumbing, bibir sumbing dan langit-

langit, langit-langit) dan celah atipikal, termasuk jenis Tessier median,

transversal, miring, dan lain sumbing. Celah khas dan atipikal berdua dapat

terjadi sebagai anomali terisolasi, sebagai bagian dari urutan cacat primer, atau

sebagai anomali kongenital ganda (MCA). Dalam MCA, anomali sumbing bisa

menjadi bagian dari sindrom monogenik diketahui, bagian dari kelainan

kromosom, bagian dari asosiasi, atau bagian dari kompleks MCA etiologi tidak

diketahui.

Ada tiga jenis kelainan cleft :

 Cleft lip tanpa disertai cleft palate

 Cleft palate tanpa disertai cleft lip

 Cleft lip disertai dengan cleft palate

Beberapa jenis bibir sumbing menurut derajatnya :

a. Unilateral Incomplete

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak

memanjang hingga ke hidung.

17
b. Unilateral complete

Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang

hingga ke hidung.

c. Bilateral complete

Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang

hingga ke hidung.

Bibir sumbing bisa terjadi unilateral (di sisi kiri atau kanan) atau sebagai

anomali bilateral. Garis celah selalu dimulai pada bagian lateral bibir atas dan

berlanjut melalui philtrum ke alveolus antara gigi insisivus lateral dan gigi

taring, mengikuti garis sutura incisiva sampai foramen incisivum. Celah

anterior untuk foramen tajam (yaitu, bibir dan alveolus) juga didefinisikan

sebagai sumbing langit-langit primer. Bibir sumbing mungkin terjadi dengan

berbagai tingkat keparahan, dari lekukan yang terletak di sisi kiri atau kanan

bibir ke bentuk yang paling parah, bibir sumbing bilateral dan alveolus yang

memisahkan philtrum dari bibir atas dan premaxilla dari sisa lengkungan

maksila. Ketika bibir sumbing terus dari foramen incisivum lebih lanjut

melalui sutura palatina di tengah langit-langit mulut, bibir sumbing dan langit-

langit (baik unilateral atau bilateral) muncul.

18
Gambar 1. Bibir Sumbing

Beragam keparahan dapat diamati. Garis sumbing dapat terganggu oleh

jaringan lunak (kulit atau mukosa), jaringan keras (tulang), atau keduanya,

sesuai dengan diagnosis dari celah yang tidak lengkap. Hal ini terjadi di bibir

sumbing dan langit-langit unilateral dan bilateral.

Gambar 2. Cleft Lip and Palate

Sumbing langit-langit, penyebab dan embryologi berbeda dari bibir

sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing.

19
Gambar3.Contoh sumbing

Gambar 4. Sumbing submukosa langit-langit

2.9 DIAGNOSIS

CLP memberikan tanda klinis yang spesifik sehingga mudah untuk

didiagnosis. Bahkan beberapa dapat dideteksi pada waktu kehamilan.

Diagnosis Prenatal

Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah

digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini

bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun

demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa

cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik

lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi

kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi

keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP secara antenatal. Tetapi,

20
pemeriksaan-pemeriksaan yang tersebut di atas dibatasi pada biaya, invasifitas

dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling

sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan dalam

prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi

antenatal.

Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan

diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan

memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari

kelompok yang memiliki CLP, belajar mengenai pemberian makanan

khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Sebagai

pembanding, ibu yang menerima konseling pada 2 pekan awal kehidupan

mungkin akan lebih merasa bingung dan kewalahan. Deteksi dini juga

memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga

sebelum kelahiran dalam atmosfer yang rileks dan mendiskusikan pilihan

perbaikan. Dengan waktu konseling dan rencana yang tepat, dapat menjadi

hal yang mungkin untuk dapat melaksanakan perbaikan dari unilateral cleft

lip pada minggu pertama kehidupan.

Diagnosa Postnatal

Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa

pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau

dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak

jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle (soft palate

21
(submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi

oleh mouth's lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak

dapat didiagnosa hingga beberapa waktu. Masalah-masalah yang ditemukan

pada bayi misalnya sulit menyusui, gangguan berbicara, infeksi telinga serta

gangguan gigi dan mulut dapat menambah tegaknya diagnosis.

2.10 Komplikasi

a. Gangguan asupan makanan

Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita

labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi

untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut

pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan

kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah

reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan cleft palate tidak

sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada

saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin

dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi

secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang hanya menderita

labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat

menyusu, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya

membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot

ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi

dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/

asupan makanan tertentu.

22
b. Gangguan dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah

tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan

malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.

Gigi tidak akan tumbuh secara normal, dan umumnya diperlukan

perawatan khusus untuk mengatasi hal ini.

c. Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita

infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari

otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

d. Gangguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki

abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum

mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal

pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang

lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan

reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup

ruang atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali

sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara,

sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat

bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak

mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara atau kata "p,

23
b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy)

biasanya sangat membantu.

e. Gangguan psikologis

Bibir sumbing menyebabkan timbulnya rasa kurang percaya diri

pada penderita yang bisa menyebabkan stress dan terbatasnya

hubungan social dengan orang lain.

f. Gangguan pertumbuhan tulang muka

2.11 PENATALAKSANAAN

Penanganan dari CLP meliputi kerjasama multidisiplin untuk

mendapatkan hasil yang optimal dimulai sejak bayi hingga dewasa. Ini

termasuklah kerjasama dari ahli bedah plastik, spesialis THT, orthodontist, ahli

fisioterapi, speech therapist, ahli psikologis, spesialis anak maupun pekerja sosial.

Penanganan CLP memerlukan rencana terapi yang lama dan panjang mengikut

umur pasien dengan tujuan untuk memberikan hasil yang optimal.

Dalam penanganan penderita Cleft lip dipedukan kerjasama para spesialis

dalam suatu tim yang akan diatur dalam sebuah protokol Cleft lip, yaitu:1

1. Pasien umur 3 bulan (the over tens)

a. Operasi bibir dan hidung

b. Pencetakan model gigi

c. Evaluasi telinga

d. Pemasangan grommets bila perlu

24
2. Pasien umur 10 - 12bulan

a. Operasi palatum

b. Evaluasi pendengaran dan telinga

3. Pasien umur 1 - 4 tahun

a. Evaluasi bicara, dimulai3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan oleh

speech pathologist.

b.Evaluasi pendengaran dan telinga

4. Pasien umur 4 tahun

Kalau bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatografy atau pharyngoplasty.

5. Pasien umur 6 tahun

a. Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model.

b. Melakukan nasoendoskopi bagi yang memerlukan.

c. Evaluasi pendengaran

6. Pasien umur 9-10 tahun

Alveolar bone graft

7. Pasien umur 12 -13 tahun

a. Final touch untuk operasi-operasi yang dulu pemah dilakukan, bila masih

ada kekurangannya.

8. Pasien umur 17 tahun

a. Evaluasi tulang-tulang muka

25
b. Operasi advancement osteotomy Le Fort I

2.12 Pencegahan

1. Menghindari merokok

Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan

terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang

menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait

dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat

frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok

dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada

populasi negara itu.

2. Menghindari alkohol

Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat

mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut

sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek

sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol

syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika

Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO diketahui bahwa

interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan

oleh bias yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang

merokok, alcohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak

ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.

26
3. Memperbaiki Nutrisi Ibu

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I

kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan

struktur kraniofasial yang normal dari fetus.

4. Modifikasi Pekerjaan

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan

bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil

(pegawai kesehatan, industry reparasi, pegawai agrikulutur).

Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada

air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani

mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari

beberapa penelitian. namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita

hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait.

Pekerjaan dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor,

pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko

terjadinya celah orofasial.

2.13 PROGNOSIS

Tindakan operasi dan rekonstruksi yang mendetail pada umumnya

menghasilkan perbaikan yang lebih baik, sehingga terlihat sebagai bibir yang

normal. Pada kenyataannya banyak faktor yang berpengaruh di luar dari teknik

perbaikan itu sendiri. Pada akhirnya, hasil yang dicapai tergantung dari

komplikasi yang terjadi, keadaan tulang tengkorak dimana terjadi celah, dan efek

pertumbuhan dan perkembangan jaringan dari masing-masing individu

27
BAB III

KESIMPULAN

Clef lip and palate atau celah bibir dan langit-langit adalah celah atau split

di bibir atas atau atap dari mulut, atau keduanya. Penyebab celah orofasial diduga

multifaktor disebabkan gen juga faktor-faktor lingkungan, yang ditandai dengan

manifestasi klinis: Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit, Infeksi telinga

berulang, Berat badan tidak bertambah serta Pada bayi terjadi regurgitasi nasal

ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.

Prevalensi sumbing di Malang, Jawa Timur prevalensi sumbing adalah 1

per 1000 kelahiran. Penyebab sumbing multifaktorial dan mungkin melibatkan

kombinasi faktor genetik dan lingkungan, namun penyebab celah biasanya tidak

diketahui. Faktor lingkungan dapat meningkatkan risiko celah, merokok dan

alkohol digunakan selama kehamilan, gizi ibu yang buruk dan obat-obatan

tertentu.

Tindakan operasi dan rekonstruksi yang mendetail pada umumnya

menghasilkan perbaikan yang lebih baik, sehingga terlihat sebagai bibir yang

normal. Pada kenyataannya banyak faktor yang berpengaruh di luar dari teknik

perbaikan itu sendiri. Pada akhirnya, hasil yang dicapai tergantung dari

komplikasi yang terjadi, keadaan tulang tengkorak dimana terjadi celah, dan efek

pertumbuhan dan perkembangan jaringan dari masing-masing individu

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Faktor Hereditas dan Kaitannya Dengan Aspek Biologi Molekuler Pada

Kasus Cleft Lip and Palate (Labiognathopalatoschisis).

http://agathariyadi.wordpress.com /tag/bibir-sumbing/ pada tanggal 20

Agustus 2011.

2. Komplikasi Obstetri di Rumah Sakit Susteran St. Elisabeth, Kiupukan,

Insana. Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997 : 22 – 24.

3. Cleft Lip and Palate (Lesions, Pathophysiology and Primary Treatment).

Martin Dunitz Ltd. London. p. 27-28.

4. Redett, R.. A Guide ti Understanding Cleft Lip and Palate. Children’s

Craniofacial Association. Dallas 2009.

5. Sadler, T.W. Embriologi Kedokteran Langman Ed 10. Jakarta: EGC.2009

6. Tessier P. Anatomical Classification Facial, Cranio-Facial And Latero-

Facial Clefts. J Maxillofac Surg. Jun 1976;4(2):69-92.

7. Tolarova MM, Cervenka J. Classification and Birth Prevalence of

Orofacial Clefts. Amer J Med Genet. 1998; 75:126-137.

8. Tolaraofa, M.M. 2009. Pediatric Cleft Lip and Palate. Department of

Orthodontics, University of the Pacific School of Dentistry April 2011

9. Young, D.L. Schneider, R.A. Hu, D. Helms, J.A. 2000. Genetic and

Teratogenic Approaches to Craniofacial Development. Critical Reviews in

Oral Biology & Medicine 11:304-317.

10. Hopper RA, Cutting C, Grayson B. Cleft Lip and Palate. In: Thorne CH,

29
11. Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL, editors.

Grabb&

12. Smith’s Plastic Surgery 6th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins;

2007.

13. p. 201-205.

14. 2. Leksana, Mirzanie H. Chirurgica Re-Package Edition. Jogjakarta: Tosca

15. Enterprise; 2005. p. IX13-5.

16. 3. Randall S.W, Dianne C.D. Cleft lip and palate. In: Townsend C.M.

editor.

17. Sabiston Textbook of Surgery 17th Edition. Pennsylvania: Elsevier

Saunders;

2004. p. 2189-2191.

18. Saleh M.S, John W.S, Alan B., Forest S.R, Eser Y. Plastic and

Reconstructive

19. Surgery. In: Brunicardi F.C. Scwartz’s Manual 0f Disease 8th Edition. p.

1173-1174 di akses pada tanggal 26juni 2017

30

Anda mungkin juga menyukai