Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan
ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron. Gejala klinis yang serius sering
tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya
70-75% di bawah normal. Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relatif normal
dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembaikan sampai jumlah
nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25 persen.(Guyton and Hall,
2014).
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). Sedangkan menurut
Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga
menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir.

B. Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan
yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab
paling banyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti
oleh hipertensi sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas
2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena
glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,
hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).
Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas,
antara lain (Price & Wilson 2003):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra

C. Manifestasi Klinis
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara
lambat dan progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat komplikasi dari
kondisi medis lain yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut yang terjadi
dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap. Gagal
ginjal kronis terjadi dalam hitungan minggu, berbulan-bulan, atau bahkan
bertahun-tahun sampai ginjal perlahan berhenti bekerja, mengantarkan pada
stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Perkembangan yang sangat lambat
inilah yang mengakibatkan gejala tidak muncul sampai adanya kerusakan
besar.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare 2001):
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
7. Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler

D. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK
adalah:
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi
dalam (24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan
memekatkan : menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan
rasio urin/ serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan
ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal
tidak mampu mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan
warna merah diduga nefritis glomerulus.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik,
antara lain:
1. Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus,
infeksi traktus, urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,
hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain
sebagainya.
b. Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload)
neuropati perifer, proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma.
c. Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosis
metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan.
c. Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, klasifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.
4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis
secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi
kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.

E. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare
(2002) yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin-angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2009)
yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi
eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan
pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja
bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam
keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan
eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal
ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi
mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar
hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat
retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk
bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel.
Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi
ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air
akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan
sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga
mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier
serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal
dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang
mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal
ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit
dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal.
Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.
Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat
menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai
urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita,
sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas.
Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi
dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan
massa otot pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan,
kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi
neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus,
peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki,
hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas
Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang
tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada
transport kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam
menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur
seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot
dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin
sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi
dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri.
8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialysis
dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak
tepat.
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat
penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien
yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani
hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti
apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika
kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme
sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula
dialysis arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah
jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung yang
dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.
PATHWAY

Vaskuler Kista ginjal autoimun infeksi Toksik :


obat TB
jamu
Terdapat rongga Reaksi antigen
Diabetes melitus hipertensi
dalam gijal yang anti bodi
disebabkan oleh nefrotoksik
↑ kadar gula Vasokonstriksi kista
dalam darah pembuluh darah, Terjadi
↑tekanan darah Jumlah nefron kerusakan pada
Darah menjadi dalam arteri yang sehat nefron
kental menurun
Merusak pembuluh
↑ tekanan darah nefron secara
kapiler dalam langsung
ginjal
Kerusakan
Ginjal kehilangan
pembuluh darah di
kemampuan laju
ginjal
filtrasi glomerulus

GFR menurun
Hipertrofi struktural dan fungsional

Terjadi peningkatan renin angiotensin


aldosteron intra renal
Peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus

Adaptasi fungsi

Mal adaptasi nefron

Sklerosis nefron

Penurunan fungsi nefron progresif

CKD

Stage 1(GFR > 90) Stage 2 (GFR 60 – 90) Stage 3 GFR 30-59%) Stage 4 (GFR 15-29) Stage 5 (GFR <15)

↓cadangan ginjal Proteinuria/ BUN, Kreatinin ↓Eritropoitin Retensi Na Sekresi protein ↓sintesis 1,25-
albuminuria meningkat menurun terganggu dihydroxyvitamin D atau
kalsitriol
asimtomatik
anemia Total CES ↑
Sekresi protein Sindroma uremia
terganggu kegagalan mengubah
MK: ↑Tekanan bentuk inaktif Ca
hipoalbuminuria Syndrome perpospater Gangguan Kegagalan
Keletihan kapiler
uremia nia keseimban mengubah
gan asam bentuk inaktif
Pembengkakan oedema
pruritus basa Ca
pergelangan Pruritus
kaki, tangan, ↑Preload ↓absorbsi Ca
MK: ↑As.
wajah, perut
MK: gangguan gangguan Lambung
Hipertrofi
integritas kulit integritas
ventrikel kiri hipokalsemia
MK: kelebihan kulit dan
volume cairan
osteodistrofi
Payah jantung kiri
Nausea, Iritasi
vomiting lambung MK:
↑Bendungan
Hambatan
atrium kiri
Mobilitas
MK: mual MK:
Fisik
Tekanan vena Ketidakse
pulmonalis imbangan
nutrisi:
Kapiler paru naik kurang
dari
kebutuha
Edema paru
n tubuh

MK : gangguan
pertukaran gas
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu.
Anamnesa mencakup identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian,
no.RM, diagnose medis, alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiation, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja
klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hiperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang. Penyakit
diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas dan penyakit menular
pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan
lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa
kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sistem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat,
akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,
gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi
elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan
adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome,
retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak
napas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun.
Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit)
terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh
hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan
obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic
lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,
pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan
sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik
secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari
hipertensi.

B. Diagnosis keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi renal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler paru
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
6. Mual berhubungan dengan paparan toksin
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan
suplay oksigen

C. Intervensi keperawatan
Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi
No.
Keperawatan Hasil
1. Kelebihan NOC: NIC:
volume cairan Fluid balance Fluid Management:
berhubungan Tujuan : 1. Pertahankan intake dan
dengan Setelah dilakukan output secara akurat
mekanisme tindakan keperawatan 2. Kolaborasi dalam
pengaturan selama 3x24 jam pemberian diuretik
melemah kelebihan volume cairan 3. Batasi intake cairan pada
teratasi dengan kriteria: hiponatremi dilusi dengan
1. Tekanan darah dalam serum Na dengan jumlah
batas normal kurang dari 130 mEq/L
2. Keseimbangan intake 4. Monitor tanda vital
dan output dalam 24
jam dalam batas Hemodialysis Therapy:
normal 1. Timbang BB sebelum dan
3. Kestabilan berat sesudah prosedur
badan dalam batas 2. Observasi terhadap
normal dehidrasi, kram otot dan
4. Elektrolit, Hematokrit aktivitas kejang
dalam batas normal 3. Observasi reaksi tranfusi
5. Tidak ada Edema 4. Monitor TD
perifer 5. Monitor BUN,Creat,
HMT danelektrolit
6. Monitor CT

2. Resiko NOC: NIC:


ketidakseimba Electrolyte Balance Electrolyte Management
ngan elektrolit Tujuan: 1. Berikan cairan sesuai
berhubungan Setelah dilakukan asuhan resep, jika diperlukan
dengan selama 3x24 jam 2. Pertahankan keakuratan
disfungsi ketidakseimbangan intake dan output
renal elektrolit teratasi dengan 3. Berikan elektrolit
kriteria hasil: tambahan sesuai resep
1. Peningkatan sodium jika diperlukan
2. Peningkatan 4. Konsultasikan dengan
potassium dokter tentang pemberian
3. Peningkatan klorida obat elektrolit-sparing
(misalnya spiranolakton),
yang sesuai
5. Berikan diet yang tepat
untuk ketidakseimbangan
elektrolit pasien
6. Anjurkan pasien dan /
atau keluarga pada
modifikasi diet tertentu,
sesuai
7. Pantau tingkat serum
potassium dari pasien
yang memakai digitalis
dan diuretik
8. Atasi aritmia jantung
9. Siapkan pasien untuk
dialisis
10. Pantau elektrolit serum
normal
11. Pantau adanya
manifestasi dari
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Gangguan NOC: NIC:
pertukaran Respiration status: Gas Oxygen Therapy
gas Exchange 1. Pertahankan kepatenan
berhubungan jalan napas
dengan Tujuan: 2. Kelola pemberian oksigen
perubahan Setelah dilakukan tambahan sesuai resep
membran keperawatan selama 2x24 3. Anjurkan pasien untuk
kapiler paru jam klien Gangguan mendapatkan resep
pertukaran gas teratasi oksigen tambahan
dengan kriteria hasil: sebelum perjalanan udara
1. Tekanan oksigen di atau perjalanan ke dataran
darah arteri (PaO2) (4) tinggi yang sesuai
2. Tekan karbondioksida 4. Konsultasi dengan tenaga
di darah arteri kesehatan lain mengenai
(PaCO2) (4) penggunaan oksigen
3. PH arterial (4) tambahan saat aktivitas
4. Saturasi oksigen (4) dan/atau tidur
5. Keseimbangan perfusi 5. Pantau efektivitas terapi
ventilasi (4) oksigen (pulse oximetry,
6. Sianosis (4) BGA)
6. Observasi tanda pada
oksigen yang disebabkan
hipoventilasi
7. Monitor aliran oksigen
liter
8. Monitor posisi dalam
oksigenasi
9. Monitor tanda-tanda
keracunan oksigen dan
atelektasis
10. Monitor peralatan oksigen
untuk memastikan bahwa
tidak mengganggu pasien
dalam bernapas

4. Kerusakan NOC: NIC:


integritas kulit Tissue Integrity : Skin Pressure Management
berhubungan and Mucous membrane Anjurkan klien untuk
dengan menggunakan pakaian yang
gangguan Tujuan : longgar.
sirkulasi Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan pada
tindakan keperawatan tempat tidur
selama 3x24 jam 2. Jaga kebersihan kulit agar
kerusakan integritas klien tetap bersih dan kering
teratasi dengan criteria 3. Mobilisasi klien akan
hasil : adanya kemerahan
1. Elastisitas 4. Oleskan lotion atau
2. Hidrasi minyak baby oil pada
3. Perfusi jaringan daerah yang tertekan
4. Integritas kulit 5. Memandikan klien
5. Abnormal pigmentasi dengan sabun dan air
hangat
6. Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
7. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP,
vitamin
8. Cegah kontaminasi feses
dan urin
9. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka.
10. Observasi luka: lokasi,
dimensi, kedalaman luka,
karakteristik warna
cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda
infeksi local, formasi
traktus
11. Monitor aktivitas dan
mobilitas klien
12. Monitor status nutrisi
klien
5. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan dampak nyeri
injury selama 2x24, nyeri terhadap kualitas hidup
teratasi dengan kriteria klien (misalnya tidur,
hasil: nafsu makan, aktivitas,
1. Kenali awitan nyeri kognitif, suasana hati,
(2) hubungan, kinerja kerja,
2. Jelaskan faktor dan tanggung jawab
penyebab nyeri (2) peran).
3. Gunakan obat 2. Kontrol faktor lingkungan
analgesik dan non yang mungkin
analgesik (2) menyebabkan respon
4. Laporkan nyeri yang ketidaknyamanan klien
terkontrol (misalnya temperature
ruangan, pencahayaan,
suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Observasi tanda-tanda
non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien yang
mengalami kesulitan
berkomunikasi.
6. Mual NOC: NIC:
berhubungan Nausea and Vomitting Nausea Management
dengan Control 1. Dorong pasien untuk
paparan Tujuan: memantau mual secara
toksin Setelah dilakukan sendiri
tindakan keperawatan 2. Dorong pasien untuk
selama 2x24 jam mual mempelajari strategi
teratasi dengan kriteria untuk mengelola mual
hasil: sendiri
1. Mengenali awitan 3. Lakukan penilaian
mual lengkap mual, termasuk
2. Menjelaskan faktor frekuensi, durasi, tingkat
penyebab keparahan, dengan
3. Penggunaan anti menggunakan alat-alat
emetik seperti jurnal perawatan,
skala analog visual, skala
deskriptif duke dan indeks
rhodes mual dan muntah
(INV) bentuk 2.
4. Identifikasi pengobatan
awal yang pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak mual
pada kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat
antiemetik yang efektif
diberikan untuk
mencegah mual bila
memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang
telah berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk
tidak mentolerir mual tapi
bersikap tegas dengan
penyedia layanan
kesehatan dalam
memperoleh bantuan
farmakologis dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang
cukup dan tidur untuk
memfasilitasi bantuan
mual
10. Dorong makan sejumlah
kecil makanan yang
menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan
memberikan suport
emosional
7. Intoleransi NOC: NIC:
aktivitas Activity Tolerance Activity Therapy
berhubungan Tujuan 1. Kolaborasikan dengan
dengan Setelah dilakukan Tenaga Rehabilitasi
gangguan keperawatan selama 3x24 Medik dalam
ketidakseimba jam pasien bertoleransi merencanakan program
ngan suplay terhadap aktivitas terapi yang tepat.
oksigen Kriteria hasil: 2. Bantu klien untuk
1. Saturasi Oksigen saat mengidentifikasi aktivitas
aktivitas dalam batas yang mampu dilakukan
normal 3. Bantu untuk mendapatkan
2. Nadi saat aktivitas alat bantuan aktivitas
dalam batas normal seperti kursi roda, krek.
3. RR saat aktivitas 4. Observasi adanya
dalam batas normal pembatasan klien dalam
4. Tekanan darah sistol melakukan aktivitas.
dan diastol saat 5. Monitor pasien akan
istirahat dalam batas adanya kelelahan fisik dan
normal emosi secara berlebihan
5. Mampu melakukan 6. Monitor pola tidur dan
aktivitas sehari-hari lamanya tidur/istirahat
(ADLs) secara pasien
mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.

Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin


Penatalaksanaan kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal.

Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.


2000. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta: EGC.

Faiz, Omar dan Moffat, David. 2004. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Ignatavicius, DD,. & Workman. L,. (2006). Medical surgical nursing, critical
thinking for collaborative care. Elsevier Saunders.

James, Joyce, dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta:


Penerbit Erlangga.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA: Oxford University Press.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus
Jilid 1. Yogjakarta: MediAction.
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.

Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Penyakit Dalam FKUI.

Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI.

Anda mungkin juga menyukai