JAKARTA, 2019
IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO
(Studi Kasus: Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten)
Abstrak
Saat ini implementasi kegiatan pengendalian alih fungsi lahan belum berjalan optimal sesuai dengan
yang diharapkan. Percepatan penyiapan data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi
sangat penting untuk menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dalam upaya
pengendalian alih fungsi lahan. Kajian ini bertujuan untuk membantu percepatan penyiapan data LP2B
secara cepat melalui Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T)
Partisipatif. IP4T Partisipatif adalah modifikasi dari IP4T yang perbedaannya terletak pada partisipasi
masyarakat, sumber dana, pelaksana kegiatan, dan aspek yang diinventarisasi lebih luas sehingga
menciptakan data pertanahan lengkap meliputi: data fisik dan yuridis, data sosial-ekonomi, data
kependudukan, data potensi sumber daya agraria dan data penting lainnya sesuai kriteria, termasuk data
variable fisik yang diperlukan dalam penyiapan data LP2B.
Penelitian ini dilakukan di Desa Bulurejo menggunakan metode gabungan paralel (paralel mixed
method), terdiri dari metode spasial dan metode kualitatif. Metode spasial yaitu melakukan analisis
superimposed dan metode kualitatif yaitu kajian desk study. Analisis data spasial dilakukan dengan cara
meng-overlay-kan hasil IP4T Partisipatif terhadap hasil pengolahan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT)
dari Badan Informasi Geospasial ditambah peta-peta lain sesuai variabel kontrol LP2B menggunakan
aplikasi Quantum GIS 3.6.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan tersebut bermanfaat untuk
mempercepat identifikasi potensi LP2B di Desa Bulurejo secara mandiri. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam
menetapkan prosedur penyiapan data LP2B melalui peran aktif masyarakat.
Kata kunci: Data LP2B, IP4T Partisipatif, Superimposed
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan lahan pertanian di perdesaan menghadapi berbagai tantangan dengan
semakin terbatasnya kepemilikan lahan oleh petani. Jumlah petani gurem meningkat dari 14,25
juta pada tahun 2013 menjadi 15,81 juta pada tahun 2019 (Badan Pusat Statistik 2018, 51).
Beberapa faktor teknis dan nonteknis ditengarai menjadi kendala dalam pembangunan pertanian
di masa yang akan datang, seperti menurunnya kapasitas dan kualitas infrastruktur, konversi
lahan, degradasi lahan dan air, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan lainnya. Dalam
agenda Nawa Cita, khususnya dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, saat ini difokuskan pada peningkatan
kedaulatan pangan. Untuk itu diperlukan strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (PLP2B) dengan tujuan diantaranya: (1) mengamankan lahan padi beririgasi teknis
didukung dengan pengendalian konversi salah satunya melalui penetapan Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (KP2B) diiringi dengan kebijakan harga serta perbaikan ketepatan
sasaran subsidi berdasar data petani, serta perluasan sawah baru seluas 1 juta hektar di luar
Pulau Jawa; (2) pemanfaatan lahan terlantar, lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi,
lahan perkebunan, dan lahan bekas pertambangan untuk mendukung peningkatan produksi padi.
Dalam masalah konversi fungsi lahan, saat ini pemerintah terlihat kehilangan kontrol
terhadap alih fungsi lahan utamanya lahan pertanian. Implementasi kegiatan pengendalian alih
fungsi lahan seakan-akan belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Percepatan
penyiapan data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi sangat penting untuk
menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dalam upaya pengendalian alih
fungsi lahan. Alih fungsi lahan pertanian dari waktu ke waktu akan mengakibatkan berkurangnya
lahan pertanian dan berakibat menurunnya ketahanan pangan. Alih fungsi lahan pertanian yang
terjadi ini sangat mengkhawatirkan, karena lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi
permukiman atau industri biasanya bersifat permanen (irreversible) (Usman, 2004 dalam Karim
& Rahayu, 2014). Untuk itu, pemerintah sudah berinisiatif melaksanakan perlindungan terhadap
lahan pertanian melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B dan
diperkuat oleh Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sejalan dengan
itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga telah
merespon cepat melalui kegiatannya yang dituangkan dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor
19 Tahun 2016 tentang Penetapan LP2B pada Wilayah yang belum Terbentuk Rencana Tata
Ruang Wilayah serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian
Alih Fungsi Lahan Sawah.
Untuk melindungi potensi lahan dari kegiatan alih fungsi, Kabupaten Klaten telah
menetapkan luasan LP2B dalam Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2011 tentang RTRW
Kabupaten Klaten 2011-2031 seluas 28.949 hektar. Namun, permasalahannya lokasi luasan
LP2B belum didelineasi, ditetapkan dan diterbitkan dalam bentuk peta. Hal tersebut
mengakibatkan adanya ketidakpastian dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang di Kabupaten Klaten. Pemerintah mengalami kesulitan dalam pelaksanaan
perlindungan lahan pertanian karena tidak adanya data valid tentang kepastian wilayah dan
luasan LP2B. Untuk itu, diperlukan adanya penelitian tentang kajian identifikasi penyiapan data
LP2B di Kabupaten Klaten secara cepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lahan
pertanian sawah yang sesuai kriteria LP2B dengan cara Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan,
Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) secara partisipatif (Studi kasus: Desa Bulurejo,
Kecamatan Juwiring, Klaten). Hasil akhir yang didapatkan yaitu peta potensi LP2B berbasis
bidang tanah secara digital. Selain itu, kegiatan IP4T partisipatif juga memiliki output lain yaitu
membangun basis data pertanahan lengkap multiguna. Basis data ini bisa digunakan untuk
berbagai kepentingan dan keperluan dalam pembangunan desa, terutama kaitannya dalam
rangka penetapan dan perlindungan LP2B.
II. METODE
A. Pengumpulan Data
1) Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Bulurejo Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Provinsi
Jawa Tengah. Desa ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena dianggap cocok untuk
mengaplikasikan program IP4T Partisipatif. Lokasi Desa Bulurejo sangat strategis karena
posisinya yang terletak di pusat pemerintahan kecamatan Juwiring. Batas administrasi desa
bulurejo adalah sebagai berikut: sebelah barat yaitu desa Jaten, sebelah timur yaitu desa
Kenaiban, sebelah selatan yaitu desa Juwiran, dan sebelah utara yaitu desa Juwiring.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2018), desa bulurejo memilki luas wilayah total
yaitu 1.67 km2, yang terdiri dari 20 pedukuhan, 6 Rukun Warga (RW) dan 21 Rukun Tangga
(RT). Sedangkan untuk kondisi kependudukannya, di Desa Bulurejo terdapat sekitar 3.744
orang penghuni yang terdiri dari orang dewasa, anak-anak, laki-laki maupun perempuan
dengan tingkat umur yang beragam. Kondisi Desa Bulurejo yang utamanya ditopang oleh
sektor pertanian kini mulai berkembang dengan munculnya industri-industri rumah tangga.
Hal ini berakibat terhadap perubahan penggunaan tanah di Desa Bulurejo yang semulanya
tanah pertanian berubah menjadi non pertanian (industri).
2) Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode gabungan paralel (paralel mixed method), yaitu
berupa metode spasial dan metode kualitatif. Dalam metode ini, peneliti mengumpulkan data
spasial dan kualitatif, menganalisisnya secara terpisah, kemudian melihat keterkaitan
temuan-temuan yang ditemukan (Creswell, 2016). Metode spasial digunakan untuk
menganalisis data hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) taruna semester II Sekolah tinggi
Pertanahan Nasional tentang IP4T Partisipatif tahun 2019 terhadap Citra Satelit Resolusi
Tinggi (CSRT) dari Badan Informasi Geospasial (BIG); menganalisis kesesuaian
penggunaan lahan eksisting hasil PKL di atas dengan arahan pertanian tanaman
pangan/LP2B Provinsi Jawa Tengah tahun 2016; menganalisis lahan pertanian sawah hasil
PKL yang sesuai untuk LP2B di Kabupaten Klaten. Selanjutnya terhadap hasil di atas,
dilakukan analisis lagi terhadap peta tematik sesuai variabel kontrol kegiatan LP2B. Variabel
kontrol yang dimaksud antara lain: peta RTRW Kabupaten Klaten, peta kawasan hutan
Kabupaten Klaten, peta perizinan, dan peta penguasaan tanah. Semua analisis spasial di
atas dilakukan dengan metode analisis superimposed data spasial atau tumpang susun data
spasial. Sedangkan Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis potensi LP2B di Desa
Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten dengan kajian desk study.
3) Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dari survei berupa gabungan dari data kuantitatif dan kualitatif.
Data kuantitatif diantaranya berupa luasan bidang tanah, jumlah fasilitas umum dan jumlah
pemilik tanah. Sedangkan data kualitatif diantaranya berupa data jenis penggunaan tanah.
Sumber data dalam paper ini diperoleh dari sumber sekunder. Data yang digunakan oleh
penulis bukan merupakan hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis sendiri
melainkan merupakan hasil kegiatan Praktik Kerja Lapangan dari taruna semester II
Sekolah tinggi Pertanahan Nasional. Adapun rincian sumber data yang diperoleh yakni
sebagai berikut:
a) Data survei lapangan hasil kegiatan PKL IP4T Program Diploma IV pertanahan dengan
menggunakan data collector yaitu Locus GIS. Hasil export data berbentuk shapefie
(shp), meliputi lahan sawah (jenis irigasi, intesitas tanam), tegalan/ladang, curah hujan,
lereng, tekstur, rawan bencana. Data survei ini selanjutnya disebut variabel fisik.
b) Hasil studi pustaka yakni hasil studi terhadap peraturan perundang undangan dan
berbagai kajian terkait pelaksanaan IP4T di berbagai daerah.
c) Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari Badan Informasi Geospasial.
d) Peta-peta tematik sebagai variable kontrol, seperti: Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), Peta Kawasan Hutan, Peta Penguasaan Tanah, Peta Perizinan, dll.
B. Pengolahan Data
Pengolahan data lapangan pada penelitian ini diawali dengan menggunakan smartphone
android. Aplikasi yang digunakan yaitu Locus GIS. Aplikasi ini merupakan salah satu aplikasi
open source berbasis android yang berjenis mapping/grafis dan banyak beredar di playstore.
Selain memiliki fitur global positioning system (GPS), yang menjadi andalan dari Locus GIS
adalah basis data aplikasi ini memang open source, artinya user bisa menggunakan basis data
sesuai keinginannya baik dari segi informasi tekstual, peta dasar, maupun bidang tanah sebagai
informasi spasial. Salah satu hasil export aplikasi Locus GIS yang familier adalah file yang
berformat shapefile selanjutnya disebut .shp. Pada penelitian ini semua hasil survei lapangan di-
export menjadi data dan informasi berformat .shp dan diberi nama: PKL DIV-IP4T Plus.shp. File
tersebut kemudian kita pindah ke computer untuk selanjutnya dilakukan pengolahan
menggunakan software Quantum GIS 3.6.2.
Pada pengolahan data menggunakan aplikasi Quantum GIS dilakukan dengan cara
superimposed data spasial yang selanjutnya dilakukan analisis. Metode pengolahan data
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Pada tahapan ini dilakukan pengolahan
data shapefile menjadi informasi dalam bentuk peta tematik bidang tanah sesuai keinginan
peneliti dan kelengkapan sumber datanya.
Hal pertama yang wajib dilakukan terhadap data shapefile hasil export Locus GIS adalah
meng-overlay-kan dengan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari Badan Informasi Geospasial
(BIG). Salah satu persyaratan utama dalam tumpang susun data spasial adalah kesamaan dalam
satu referensi peta. Dalam penelitian ini, CSRT dan data PKL DIV-IP4T Plus.shp. sudah memiliki
sistem koordinat yang sama yaitu Universal Transfer Mercator (UTM) 50S dengan datum WGS
1984. Hasil overlay CSRT dengan data PKL DIV-IP4T Plus.shp. sebagai berikut:
Pengolahan data dilanjutkan dengan melakukan tumpang susun data lapangan di atas
terhadap variabel fisik dan variabel kontrol yang belum kita dapatkan di lapangan dengan cara
Union di Quantum GIS 3.6.2. Variabel fisik yang dimaksud seperti: peta kelerengan kabupaten
klaten, peta kemampuan tanah, serta peta kerawanan bencana secara bertahap. Sedangkan
variabel kontrol yaitu: peta RTRW, peta kawasan hutan, peta perizinan, peta rencana strategis
dan peta penguasaan. Semua hasil overlay data spasial di atas kemudian dilakukan analisis
dengan sistem nilai, bobot dan skoring sehingga menghasilkan kelas-kelas yang telah
ditentukan.
Gambar 5. Sistem nilai, bobot dan skoring analisis data variabel fisik LP2B
Sumber: Paparan Penetapan Luas Baku Sawah, Penyiapan Data LP2B, Upaya Percepatan
Penetapan Perda LP2B Menuju Ketahanan dan Kedaulatan Pangan oleh Kepala Subdirektorat
Penatagunaan Tanah Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Direktorat Penatagunaan Tanah
2019
Gambar 6. Sistem nilai, bobot dan skoring analisis data variabel kontrol LP2B
Sumber: Paparan Penetapan Luas Baku Sawah, Penyiapan Data LP2B, Upaya Percepatan
Penetapan Perda LP2B Menuju Ketahanan Dan Kedaulatan Pangan oleh Kepala Subdirektorat
Penatagunaan Tanah Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Direktorat Penatagunaan Tanah
2019
Hasil akhir pengolahan data dalam penelitian ini yaitu menampilkan tabel jumlah landuse,
luasan bidang tanah berdasarkan variabel fisik LP2B dan variabel kontrol LP2B, dan data potensi
luasan LP2B di Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten.
Dari pengolahan data di atas dapat dilakukan beberapa analisis oleh penulis. Yang pertama
yaitu analisis terhadap luasan penggunaan tanah. Analisis ini menghasilkan pengelompokan
bidang tanah dengan variabel: sawah irigasi, sawab non irigasi, non pertanian, dan tegalan.
Analisis kedua yaitu analisis kelas berdasarkan variabel fisik. Analisis ini didapatkan hasil
penggolongan kelas bidang tanah, yakni: kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Adapun pengelompokan
bidang tanah yang tergolong kelas 1 adalah bidang tanah yang memiliki nilai > 2.5 setelah
dilakukan sistem pembobotan. Sedangkan kelas 2 yaitu bidang tanah yang memiliki nilai 1.5-2.5.
Sementara itu bidang tanah yang memiliki nilai di bawah 1.5 tergolong kelas 3. Analisis terakhir
yaitu analisis kebijakan yang diusulkan berdasarkan variabel fisik dan kontrol. Pada analisis ini
didapatkan hasil akhir yaitu pengelompokan bidang tanah yakni: bidang tanah yang sangat
direkomendasikan, bidang tanah direkomendasi, bidang tanah direkomendasi bersyarat, dan
bidang tanah yang tidak direkomendasikan sebagai LP2B. Bidang tanah yang sangat
direkomendasikan berarti bidang tanah yang kemungkinan besar sangat berpotensi sebagai
LP2B dan lokasinya sudah clear and clean. Artinya bidang tanah ini bisa langsung ditetapkan
sebagai LP2B sesuai peraturan. Bidang tanah ini terdiri dari kelas 1 ditambah 5 variabel kontrol
dengan kode 1 (lihat gambar 6). Bidang tanah direkomendasi adalah bidang tanah yang
berpotensi sebagai LP2B dan masuk dalam rencana strategis pemerintah yaitu percetakan lahan
sawah. Yang tergolong bidang tanah ini yakni bidang tanah yang memiliki 5 variabel kontrol
dengan kode 1 dan/atau kode 4 (lihat gambar 6). Selanjutnya, bidang tanah direkomendasi
bersyarat adalah bidang tanah yang berpotensi sebagai LP2B namun diperlukan effort dari
pemerintah untuk menyesuaikannya sesuai syarat peraturan LP2B. Sebagai contoh, bidang
tanah yang masih memiliki fungsi lahan non basah sesuai peraturan RTRW wajib dilakukan
perubahan fungsi menjadi lahan basah. Bidang tanah yang termasuk kawasan hutan produksi
terbatas atau bidang tanah yang masuk dalam kawasan perizinan/PTP wajib dikeluarkan dalam
kawasan tersebut sebelum ditetapkan LP2B. Bidang tanah ini terdiri dari bidang tanah kelas 1
dan 2 ditambah salah satu variabel kontrol memiliki kode 2. Pengelompokan terakhir yaitu bidang
tanah yang tidak direkomendasikan. Bidang tanah ini terdiri dari bidang tanah dengan kelas 1,
2 dan 3 ditambah salah satu variabel kontrol yang memiliki kode 3. Contoh bidang tanah ini yakni
bidang tanah yang masuk kawasan fungsi lindung dan/atau masuk kawasan Hak Guna Usaha
(HGU) perusahaan.
Hasil penelitian IP4T Partisipatif untuk identifikasi potensi LP2B di Desa Bulurejo berupa
tabel data variabel fisik, variabel kontrol dan data luasan landuse LP2B, serta peta identifikasi
potensi LP2B Desa Bulurejo.
Tabel 3. Analisis Luasan Landuse di Desa Bulurejo, Klaten
Sawah irigasi Sawah Non Irigasi Non Pertanian
Desa Tegalan Total (Ha)
(Ha) (Ha) (Ha)
Bulurejo 67.681 9.363 57.566 1.757 136.368
Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di Desa Bulurejo masih terdapat potensi LP2B yang
cukup besar berupa sawah irigasi dan sawah non irigasi. Total luasan kedua sawah ini sebesar
77.045 Ha (56.4% dari total luas Desa Bulurejo). Sedangkan luas tanah non pertanian sebesar
57.566 Ha (42.2% dari total luas Desa Bulurejo) dan tegalan sebesar 1.757 Ha (1.2% dari total
luas Desa Bulurejo).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan IP4T Partisipatif dapat
mengidentifikasi potensi LP2B dalam satu desa parcel based. Di Desa Bulurejo terdapat dua kelas
dan dua rekomendasi yang dihasilkan dari analisis data spasial terhadap variabel fisik dan kontrol
LP2B. Kedua kelas tersebut adalah kelas 1 sebesar 70.695 Ha (89.7% dari total luas Desa Bulurejo)
dan kelas 2 sebesar 8.105 Ha (10.7% dari total luas Desa Bulurejo). Sedangkan rekomendasinya
yaitu sangat direkomendasi sebesar 70.695 Ha (89.7% dari total luas Desa Bulurejo) dan
direkomendasi bersyarat sebesar 8.105 Ha (10.7% dari total luas Desa Bulurejo). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah bidang tanah pertanian di Desa Bulurejo yang termasuk kategori sangat
direkomendasi yaitu sebanyak 576 bidang tanah. Sedangkan bidang tanah yang termasuk kategori
direkomendasi bersyarat yaitu sebanyak 125 bidang tanah.
.
V. Saran
Diharapkan hasil kegiatan IP4T Partisipatif untuk identifikasi potensi LP2B ini dapat bermanfaat
bagi pemerintah dalam rangka pembuatan prosedur penyiapan data LP2B melalui peran aktif
masyarakat. Selain itu penulis berharap semoga kegiatan IP4T Partisipatif menjadi terobosan dalam
meningkatkan kualitas basis data pertanahan di tingkat desa menuju desa lengkap.
Buku
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. (2016). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan Tanah Tahun 2018.
Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN. Jakarta: ATR/BPN
Badan Pusat Statistik. (2018). Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. (2018). Kecamatan Juwiring dalam angka 2018. Jakarta: BPS: Diakses dari
https://klatenkab.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=ZjRiNTJhM2JkMThjZjVjYzk
zMmMzMjU2&xzmn=aHR0cHM6Ly9rbGF0ZW5rYWIuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9u
LzIwMTgvMDkvMjYvZjRiNTJhM2JkMThjZjVjYzkzMmMzMjU2L2tlY2FtYXRhbi1qdXdpcmluZ
y1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDE4Lmh0bWw%3D&twoadfnoarfeauf=MjAxOS0xMC0wNyAwM
Do0ODozNA%3D%3D
Jurnal
Arnstein, S. R. (1969). A Ladder of Citizen Participation. Dalam R.T Gates, & F. Stout (Penyunting),
The City Reader (2nd ed.). New York: Routledge Press.
Creswell, J. W. (2016). Research Design (Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran)
(4th ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karim, M. L. S., & Rahayu, S. (2014). Kajian kesesuaian konversi lahan pertanian ke non pertanian
terhadap Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) (Studi kasus: sebagian Kecamatan
Ungaran Timur, Kabupaten Semarang). Geoplanning, 1(1), 44–55.
Mujiati. (2015). Peta P4T hasil pemetaan partisipatif sebagai instrumen identifikasi tanah absentee.
Jurnal Bhumi. Vol. 1 (1), 59-68.
Prabowo, H. L. (2016). Membangun basis data pertanahan desa melalui Inventarisasi Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Partisipatif. CGISE dan FIT-ISI.
Sumber lainnya
Savitri, Donna. (2019). Penetapan luas baku sawah, penyiapan data lp2b, upaya percepatan
penetapan perda lp2b menuju ketahanan dan kedaulatan pangan. Kepala Subdirektorat
Penatagunaan Tanah Kawasan Perkotaan dan Perdesaan. Direktorat Penatagunaan Tanah.
VIII. LAMPIRAN