MKK- /1 SKS/MODUL I – V
_____________________________________________________________________
i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia Nya,
Modul Pengukuran dan Pemetaan Kadastral II ini telah dapat diselesaikan. Harapannya adalah
agar para Taruna/Mahasiswa sebagai praktikan mampu lebih memahami Proses Pengukuran dan
Pemetaan Kadastral di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada berbagai pihak yang telah ikut
membantu dan memfasilitasi penyusunan modul ini, sehingga modul praktik yang sederhana ini
bisa terwujud. Modul praktik ini disusun dengan segala keterbatasan yang ada. Oleh karenanya
demi penyempurnaan modul ini, saran dan masukan yang berharga dari para pembaca akan sangat
berguna.
Akhirnya penyusun berharap semoga modul praktik ini bermanfaat bagi para
Taruna/Mahasiswa dan bagi seluruh pembaca yang membutuhkannya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I. Pengukuran Dalam Rangka Pemecahan, Pemisahan Dan Penggabungan Bidang Tanah ................. 1
A. Pemeliharaan Data Pertanahan ...................................................................................................... 1
B. Pemecahan Bidang Tanah ............................................................................................................... 2
C. Pemisahan Bidang Tanah ................................................................................................................ 3
D. Penggabungan Bidang Tanah .......................................................................................................... 4
BAB II. Rekonstruksi Batas Bidang Tanah .................................................................................................... 1
A. Rekonstruksi Bidang Tanah ............................................................................................................. 2
B. Rekonstruksi Teristris secara Langsung ........................................................................................... 3
C. Rekonstruksi Teristris secara Tidak Langsung ................................................................................. 3
D. Rekonstruksi Ekstrateristris ............................................................................................................. 4
BAB III. Peta Tunggal ................................................................................................................................... 1
A. Sistem Referensi Geospasial Indonesia ........................................................................................... 1
B. Peta Tunggal di Badan Pertanahan Nasional ................................................................................... 4
C. Standarisasi Data Spasial Digital di Badan Pertanahan Nasional ..................................................... 4
BAB IV. Kadaster 3D .................................................................................................................................. 10
A. Konsep Kadaster 3D ..................................................................................................................... 10
B. Metode dan Peralatan Pengukuran Ruang 3D ............................................................................... 12
C. Alur Pengukuran dan Pemetaan Ruang 3D ................................................................................... 15
BAB V. Kadaster Perairan .......................................................................................................................... 23
A. Definisi Kadaster Kelautan ............................................................................................................ 23
B. Tujuan kadaster kelautan .............................................................................................................. 24
C. Konsep Batas Laut dan Penetapannya .......................................................................................... 25
D. Pengukuran Objek perairan .......................................................................................................... 27
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
MODUL
BAB I. Pengukuran Dalam Rangka Pemecahan,
I Pemisahan Dan Penggabungan Bidang Tanah
1
B. Pemecahan Bidang Tanah
Salah satu kegiatan Pemeliharaan data pertanahan adalah Pemecahan Bidang Tanah.
Pemecahan bidang tanah secara rinci diatur dalam Pasal 48 PP No. 24/1997 dan Pasal 133
Permenag/Ka.BPN No. 3/1997. berdasarkan ketentuan dalam Pasal 48 ayat (1) PP No. 24/1997,
dapat ditarik kesimpulan bahwa pemecahan bidang tanah adalah pemecahan satu bidang tanah
yang sudah didaftar menjadi beberapa bagian atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP No. 24/1997, bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang
merupakan satuan bidang yang terbatas.
Syarat-syarat Pemecahan Bidang Tanah, yaitu:
1. Harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku serta tidak boleh mengakibatkan
tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk pendaftarannya, masing-masing bidang tanah diberi nomor hak baru dan
dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat baru, sebagai pengganti nomor hak,
surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya. Surat ukur, buku tanah, dan sertifikat hak
atas tanah semula dinyatakan tidak berlaku lagi.
3. Dalam pelaksanaan pemecahan bidang tanah, sepanjang mengenai tanah pertanian,
wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Akibat hukum dari pemecahan bidang tanah adalah masing-masing bagian tanah
merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah
semula.
2
diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang
menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.
(4) Dalam pelaksanaan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai
tanah pertanian, wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3
pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan sertipikat bidang tanah semula dibubuhkan
cacatan mengenai telah diadakannya pemisahan tersebut.
(3) Terhadap pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dan ayat (4).
D. Penggabungan Bidang Tanah
Penggabungan bidang tanah secara rinci diatur dalam Pasal 50 PP No. 24/1997 dan Pasal
135 Permenag/Ka.BPN No. 3/1997. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 50 ayat (1) PP No.
24/1997, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggabungan bidang tanah adalah penggabungan dua
bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar dan letaknya berbatasan, dan kesemuanya merupakan
atas nama pemilik yang sama, sehingga menjadi satu satuan bidang baru atas permintaan
pemegang hak yang bersangkutan.
Prosedur Pendaftaran Penggabungan Bidang Tanah, yaitu:
1. Semua bidang tanah dimiliki dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang
sama.
2. Untuk pendaftarannya, diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan
sertifikat baru.
3. Pendaftaran dilakukan dengan menyatakan tidak berlaku lagi surat ukur, buku tanah,
dan sertifikat hak atas bidang-bidang tanah yang digabung.
4. Membuat surat ukur, buku tanah dan sertifikat baru untuk bidang tanah hasil
penggabungan.
5. Akibat hukum dari penggabungan bidang tanah adalah persamaan status hukum bidang
tanah hasil penggabungan dengan status bidang-bidang tanah yang digabung.
Pada Pasal 50 PP no 24 tahun 1997 disebutkan bahwa:
(1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dua bidang tanah atau lebih yang sudah
didaftar dan letaknya berbatasan yang kesemuanya atas nama pemilik yang sama dapat digabung
menjadi satu satuan bidang baru, jika semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa
jangka waktu yang sama.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang yang baru tersebut
dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan menghapus surat ukur, buku tanah dan
sertipikat masing-masing.
4
(3) Terhadap penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3).
Rangkuman
1. Pemecahan bidang tanah adalah pemecahan satu bidang tanah yang sudah didaftar menjadi
beberapa bagian atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan.
2. Pemisahan bidang tanah adalah pemisahan satu bidang tanah yang sudah didaftar menjadi
sebagian atau beberapa bagian atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan.
3. Penggabungan bidang tanah adalah penggabungan dua bidang tanah atau lebih yang sudah
didaftar dan letaknya berbatasan, dan kesemuanya merupakan atas nama pemilik yang sama,
sehingga menjadi satu satuan bidang baru atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan.
Latihan
5
MODUL
BAB II. Rekonstruksi Batas Bidang Tanah
II
1
.
2
b) Terdapat Infrastruktur pengukuran (patok batas, TDT, Objek tetap yang dijadikan
ikatan.
a) Rekonstruksi Teristris jika menggunakan alat ukur teristris seperti Pita ukur,
Theodolit, Total Station dll
b) Rekonstruksi Ekstrateristris jika menggunakan alat Receiver GNSS (Global
Navigation Satellite System)
3
D. Rekonstruksi Ekstrateristris
Penentuan posisi titik di permukaan bumi dapat dilakukan secara terestris maupun
ekstrateristris. Metode penentuan posisi secara terestris dilakukan berdasarkan pengukuran dan
pengamatan yang semuanya dilakukan di permukaan bumi. Sedangkan pada metode
ekstraterestris, penentuan-penentuan posisi dilakukan dengan melakukan pengukuran dan
pengamatan ke objek/benda di angkasa, baik yang alamiah (seperti bulan bintang dan quasar)
maupun yang buatan manusia seperti satelit. Pada survei penentuan posisi secara ekstra-terestris,
penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan atau pengukuran terhadap
benda-benda langit atau objek di angkasa, seperti bintang, bulan, dan quarsar, maupun juga benda-
benda atau objek buatan manusia yaitu berupa satelit. Ada berbagai metoda ekstraterestris yang
dikenal selama ini: astronomi geodesi, fotografi satelit, SLR (Satellite Laser Ranging) ,LLR
(Lunar Laser Ranging), VLBI (Very Long Baseline Interferometry) , Transit (doppler) dan GPS
(Global Positioning System).
Dari metode-metode penentuan posisi ekstra-terestris tersebut. yang paling populer dan
paling banyak diaplikasikan adalah GPS. Metode fotografi satelit pada saat ini sudah tidak
digunakan lagi dan Juga sistem satelit Doppler dan astronomi geodesi sudah mulai jarang
digunakan orang untuk keperluan penentuan posisi. Sedangkan metode-metode SLR, LLR, dan
VLBI umumnya digunakan untuk melayani aplikasi-aplikasi ilmiah yang menuntut ketelitian
posisi yang sangat tinggi.
Rangkuman
1. Rekonstruksi Bidang Tanah adalah proses mengembalikan dalam arti meletakkan kembali
patok-patok batas bidang tanah yang hilang atau berpindah tempat namun yang telah terukur
sebelumnya ke posisi asalnya(artinya panjang sisi,bentuk,luas dan letak bidang tanah sama
antara sebelum dan sesudah rekonstruksi) berdasarkan dokumen yang tersedia atau alat bukti
valid.
2. Rekonstruksi langsung merupakan rekonstruksi yang dilaksanakan dengan menggunakan
data asli yang tercantum dalam Gambar Ukur (DI 107 atau DI 107A) dan/atau arsip Surat
Ukur, dan/atau Peta Pendaftaran (digital) yang dibuat dalam proses pendaftaran tanah
4
sebelumnya, dan/atau citra resolusi tinggi yang dapat didigitasi untuk memperoleh data angka
ukurnya
3. Rekonstruksi secara tidak langsung adalah rekonstruksi yang dilaksanakan dengan
menggunakan data turunan yang didapat dengan perhitungan-perhitungan dari data yang
tercantum di dokumen acuan.
Latihan
5
MODUL BAB III. Peta Tunggal
III
1
3. Layanan dan Sistem Akses SRGI 2013;
Berikut dijelaskan hal-hal yang terdapat pada SRGI 2013 berkaitan dengan penyatuan
kerangka dasar pemetaan di seluruh wilayah Indonesia
ECEF
2
awal didefinisikan pada epoch 2012.0 (1 Januari 2012.) Datum Geodetik menggunakan
Elipsoida Referensi World Geodetic System 1984 (WGS84), dimana titik pusat
elipsoida referensi berimpit dengan titik pusat massa bumi sebagaimana didefinisikan
oleh ITRS. Jaring Kontrol Geodesi Nasional, terdiri atas sebaran titik-titik kontrol
geodesi berupa:
a. stasiun pengamatan geodetik tetap/kontinu (Sta. CORS, Sta. Pasut Permanen, Sta.
Gayaberat Permanen);
b. stasiun pengamatan geodetik periodik (JKHN, JKVN, JKGN, titik pantau
geodinamika);
Konsep dari SRGI adalah terjadinya Perubahan Nilai Koordinat Terhadap Fungsi
Waktu karena pengaruh pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak
bumi. Besaran dan arah perubahan nilai koordinat terhadap waktu ditentukan
berdasarkan pengamatan geodetik. Dalam hal besaran dan arah perubahan nilai
koordinat terhadap fungsi waktu tidak dapat ditentukan berdasarkan pengamatan
geodetik, maka digunakan suatu model deformasi kerak bumi yang diturunkan dari
pengamatan geodetik di sekitarnya.
3
SRGI2013, mencakup datum horisontal dan datum vertikal yang berlaku berikut
riwayat perubahannya;
Deskripsi titik-titik kontrol geodesi termasuk nilai koordinat berikut perubahannya
terhadap fungsi waktu;
Perangkat aplikasi dan kelengkapan lain yang diperlukan untuk mendukung
penggunaan SRGI2013.
4
- Peta – peta digital bisa dipahami oleh semua pihak, baik di lingkungann BPN maupun instansi
lain diluar BPN yang memerlukan data –data spasial bidang tanah.
Ruang lingkup Standarisasi data spasial digital di BPN meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Standar Sistem Proyeksi dan Penomoran Lembar.
Standarisasi ini diperlukan untuk memastikan adanya kesamaan pola distorsi sudut,
luas dan jarak pada peta. Setiap sistem proyeksi peta hanya mampu meminimalkan distorsi,
tidak menghilangkan. Karakteristik distorsi tersebut berbeda – beda untuk setiap sistem
proyeksi. Dengan adanya kesamaan pola distorsi, diharapkan peta – peta pendaftaran
diseluruh wilayah indonesia dapat disatukan dalam satu sistem peta tunggal. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, sistem koordinat nasional menggunakan
sistem koordinat proyeksi Transverse Mercator Nasional dengan lebar zona 3° atau
disingkat TM3°.
Penomoran lembar peta akan memberikan petunjuk tentang kedudukan/lokasi
lembar peta dalam setiap seri. Penomoran ini mempunyai bentuk yang seragam (unifom),
dan penomoran ini juga dihubungkan dengan system grid dan graticule. Semua lembar peta
tepat antara satu dengan yang lainnya, demikian pula ukurannya sama untuk setiap lembar.
Ukuran lembar peta tergantung dari skala peta yang dibuat.
b. Standar satuan gambar
Standar satuan gambar ini sangat terkait dengan data spasial utama yang dikelola
oleh BPN, yaitu bidang tanah. Setiap bidang tanah memiliki identitas unik yang disebut
dengan nomor identitas bidang.Nomor identitas bidang ini terdiri dari 13 digit numerik.
Delapan digit pertama merupakan kode desa persil yang bersangkutan dan 5 digit
berikutnya dikenal dengan istilah nomor induk bidang. Nomor identitas bidang tersebut
selalu unik untuk setiap bidang diseluruh wilayah indonesia karena kode desa bersifat unik,
tetapi nomor induk bidang (5 digit terakhir) bisa sama untuk desa yang berbeda. Pada peta
pendaftaran, yang ditampilkan hanyalah nomor induk bidangnya saja. Bagi kantor yang
memiliki dua zona, maka dilakukan penyederhanaan pembagian zona per desa dilihat dari
kecenderungan desa tersebut masuk ke dalam zona berapa.
c. Standar penamaan fila dan direktori
Setiap file dengan satuan per desa disimpan dengan nama file sesuai dengan kode
desanya. Struktur direktori untuk penyimpanan file dimulai dari kode kantor. Kode kantor
5
mempunyai sub direktori kode kecamatan. File peta digital disimpan dibawah kode
kecamatan sesuai dengan kecamatan desa yang bersangkutan
d. Standar struktur data spasial
- Standar layer: Layer adalah sebuah lapisan transparan yang memuat entity tertentu.
Setiap entity yang memiliki kesamaan tema digambar pada satu layer. Jika penamaan
layer dan tipe entitynya tidak konsisten, maka logika pemrograman dalam proses
import sulit untuk diterapkan. Selain nama layer, tipe entity yang terdapat pada suatu
layer juga harus sama. Secara umum nama layer didefinisikan sebagai 6 digit desimal
dan dikelompokkan berdasarkan layer batas administrasi, layer kadastral, layer
perairan, layer transportasi, layer titik tinggi geodesi, layer titik dasar teknis, layer
bangunan, layer teks, layer penggunaan tanah, layer kontur dan layer bingkai / frame
dan layer raster.
- Topologi: Topologi didefinisikan sebagai aturan geometri dalam suatu ruang yang
menjamin integritas data spasial. Tipe topologi disesuaikan dengan type entity. Tidak
semua entity pada peta digital memiliki topologi, tetapi semua entity adalah bagian dari
topologi. Beberapa tipe entity yang dipakai sebagai element topologi antara adalah titik,
garis / polyline, luasan / area dan teks. Terdapat beberapa jenis topologi yaitu:
6
1. Topologi node adalah hubungan spasial diantara feature titik. Sebagai contoh
adalah topologi sebaran titik GPS. Tipe topologi ini menyimpan koordinat semua
node (dalam sistem koordinat tertentu).
7
Gambar 6. Topologi Kiri Kanan
e. Standar jenis topologi
Standar penamaan topologi dibuat untuk menjamin bahwa topologi suatu entity
tidak dibuat lebih dari satu buah. Hal ini dimaksudkan untuk penghematan ukuran file.
f. Standar penulisan teks
Teks biasanya akan menjadi identitas suatu objek, misalnya NIB, nama jalan, nama
sungai, dan lain – lain. Jika penulisan teks tersebut salah atau tidak mengikuti aturan
tertentu, maka ada kemungkinan proses import menjadi terhambat atau mengakibatkan
data di dalam database menjadi tidak akurat.
Rangkuman
1. Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) merupakan suatu sistem referensi koordinat,
yang digunakan dalam pendefinisian dan penentuan posisi suatu entitas geospasial mencakup
posisi horizontal, posisi vertikal maupun nilai gayaberat berikut perubahannya sebagai fungsi
waktu.
2. Konsep dari SRGI adalah terjadinya Perubahan Nilai Koordinat Terhadap Fungsi Waktu
karena pengaruh pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi. Besaran dan arah
perubahan nilai koordinat terhadap waktu ditentukan berdasarkan pengamatan geodetik
3. Tujuan standarisasi peta digital yaitu : Menerapkan standar yang jelas dalam pembuatan peta
digital di Badan Pertanahan Nasional, Diharapkan proses import data ke dalam sistem
informasi geografis dapat berjalan lebih lancar, Peta – peta digital bisa dipahami oleh semua
pihak, baik di lingkungann BPN maupun instansi lain diluar BPN yang memerlukan data –data
spasial bidang tanah.
4.
8
Latihan
9
MODUL
BAB IV. Kadaster 3D
IV
A. Konsep Kadaster 3D
Kadaster 3D adalah kadaster yang mendaftar hak-hak serta batasan-batasan bukan hanya
pada bidang tanah tetapi juga pada unit-unit properti 3D. Unit-unit properti 3D merupakan batasan
ruang dimana seseorang mempunyai hak atas ruang tersebut . 3D property adalah batas ruang yang
dikelilingi oleh beberapa hak terhadap batas ruang yang dikuasai oleh beberapa pemegang hak.
Situasi properti secara 3D dapat dijelaskan sebagai situasi dimana unit-unit properti 3D yang
berbeda saling bertumpang susun. Kadaster 3D digunakan jika terdapat situasi dimana terdapat
multi penggunaan , multi kepemilikan pada ruang diatas atau dibawah permukaan bumi. Kadarter
3D atau objek ruang atas dan bawah tanah adalah objek topografi (khususnya objek buatan
manusia) yang memiliki nilai penting dilihat dari perspektif pertanahan di perkotaan dan rural.
Kadaster 3D adalah sistem yang berkaitan dengan aktivitas pegukuran, pencatatan dan
pembukuan terhadap hak (rights) dan pembatasan (restrictions) tidak hanya untuk bidang tanah
(yang bersifat 2D) tetapi juga untuk unitunit properti 3D (Stoter dan Gorte, 2003). Unit property
3D adalah suatu ruang terbatas (dalam situasi 3D) yang bisa dimiliki oleh seseorang dengan suatu
hak nyata (real right). Situasi property 3D mengacu pada suatu situasi dimana antara beberapa unit
properti yang berbeda terjadi saling tumpang tindih satu sama lain atau juga adanya struktur lain
yang lebih kompleks. Situasi properti 3D ini juga biasa dikaitkan dengan properti-properti
bertingkat (stratif iedproperties). Pada situasi properti 3D, beberapa pengguna menggunakan
sejumlah ruang (volume) yang dibatasi secara 3D. Ruang ini terletak di atas atau di bawah antara
satu sama lain yang mana ruang ini kesemuanya bisa berada dalam satu persil basis yang sama
maupun bisa juga berada dalam persil basis yang berbeda (artinya ruangan 3D ini bisa memotong
batas persil).
Prinsip dasar dalam pendaftaran kadaster adalah publicity (publisitas) dan speciality
(kekhususan). Publisitas berarti bahwa dokumentasi terkait pendaftaran dan pengalihan hak atas
10
tanah (sertifikat) dapat diakses oleh pihak ketiga untuk keperluan penegasan aspek legal tanah.
Kekhususan berarti hubungan antara subyek manusia dan objek tanah didef inisikan secara jelas
dan dapat diakses untuk keperluan penegasan aspek legal tanah (Van der Molen, 2001).
Istilah kadaster 3D bisa dinyatakan/direalisasikan melalui (Stoter dkk, 2002):
a. Kadaster 3D secara penuh: Dengan solusi ini seseorang mempunyai batasan hak yang dibatasi
dalam ruang (volume). Pada konsep ini pendaftaran atas objek-objek kadaster sepenuhnya
dibatasi oleh volume 3D sehingga persil tidak lagi dianggap sebagai dasar pendaftaran tanah.
b. Kadaster Hibrid: Dengan solusi ini diberikan kesempatan untuk mengkombinasikan
pendaftaran 2D untuk persil tradisional dan pendaftaran 3D untuk situasi properti 3D. Terdapat
2 alternatif pada solusi hibrid ini yaitu:
- Alternatif 1: Pendaftaran atas Volume Hak dimana pada solusi ini dilakukan pendaftaran
atas persil 2D dan ditambah dengan pedaftaran volume (ruang) hak pada kasus terdapat
properti 3D pada sebuah persil, dengan menggunakan level ketinggian diatas dan dibawah
pada ruang tempat hak tersebut berada.
- Alternatif 2: Pendaftaran atas objek-objek fisik 3D, dimana pada solusi ini dilakukan
pendaftaran atas persil 2D ditambah dengan pendaftaran ruang hak yang dibatasi degan
bentuk fisik objek dalam ruang 3D
c. Kadaster 3D dengan konsep tag objek 3D dimana pada solusi ini terdapat file yang berisi
deskripsi properti 3D yang dikaitkan dengan data persil.
11
Gambar 8. Hubungan Subjek Objek dan Hak pada Kadaster 3D
12
Gambar 9. Distometer
Secara sederhana pengukuran dengan distometer dilakukan dengan mengukur panjang dan
lebar bangunan dasar kemudian diukur tinggi bangunan. Dari data ini bisa digambarkan
3D nya menggunakan besaran panjang/jarak tersebut.
• Survey dengan Total Station /Reflectorless TS
Karakteristik Alat Ukur Total Station adalah peralatan elektronik ukur sudut dan jarak
(EDM) yang menyatu dalam 1 unit alat. Data yang didapatkan dari pengukuran TS dapat
disimpan dalam media perekam. Media ini ada yang berupa on-board/internal, external
(elect field book) atau berupa card/PCMCIA Card. -> salah catat tidak ada. TS ampu
melakukan beberapa hitungan (misal: jarak datar, beda tinggi dll) di dalam alat. Juga
mampu menjalankan program-program survey, misal : Orientasi arah, Setting-out,
Hitungan Luas dll, kemampuan ini tergantung type total stationnya. Untuk TS tipe “high
end”nya ada yang dilengkapi motor penggerak, dan dilengkapi dengan ATR-Automatic
Target Recocnition, pengenal objek otomatis (prisma). Type tertentu mampu mengeliminir
kesalahan-kesalahan : kolimasi Hz & V, kesalahan diametral, koreksi refraksi, dll. Hingga
data yang didapat sangat akurat. Alat baru dilengkapi Laser Plummet, sangat praktis dan
Reflector-less EDM ( EDM tanpa reflector ).
13
Gambar 10. Total Station
14
Gambar 12. Perbandingan Image (Raster) di kiri dan Point Cloud di kanan
15
Gambar 13. Alur Pengukuran Objek 3D pada kasus rumah susun
1. Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan:
• Inventarisasi data penunjang, seperti cetak biru, buku tugu, peta dasar teknik dan data
lain yang diperlukan.
• Identifikasi lapangan, melakukan pengecekan keberadaan titik untuk pengikatan, baik
TDT maupun titik tinggi.
2. Perencanaan
Perencanaan di sini mencakup rencana perapatan titik-titik kerangka peta, berdasarkan
TDT yang telah ada di lapangan. Di samping perencanaan teknis, perlu perencanaan
peralatan maupun personil pelaksana. Dalam perencanaan ini perlu data penunjang yang
berupa cetak biru, yang meliputi :
• Lay out bangunan terhadap batas bidang dan situasi sekitar.
• Lay out satuan ruang dari bangunan tiap lantai.
• Selain itu masih diperlukan, jika ada Buku Tugu Titik Dasar Teknis Kadastral dan
Peta Dasar Teknik maupun Peta Dasar Pendaftaran serta Buku/Daftar Titik Tinggi
Geodesi atau Titik Tinggi sebagai referensi tinggi ortometrik.
16
3. Pengukuran
Pengukuran dalam rangka kadaster 3D, merupakan pengembangan dari pengukuran
kadaster 2D (Pendaftaran Tanah) yang sudah lazim dilakukan. Pada pengukuran kadaster
3D karena ada unsur tinggi, maka selain pengukuran tinggi diperlukan pengukuran
verifikasi satuan ruang. Lingkup pengukuran kadaster 3D mencakup :
• Pengukuran jaringan perapatan kerangka peta berdasarkan TDT yang ada, dimana
titik-titik ini dipakai untuk mengikat batas bidang HAT dan situasi sekitar, serta
bangunan obyek kadaster 3D.
• Apabila disekitar obyek kadaster 3D belum tersedia/ada TDT, maka pengukuran titik
kerangka peta dapat dilakukan dengan metode GPS dengan mengacu pada JUKNIS
PMNA No.3 tahun 1997.
• Pengukuran tinggi obyek kadaster 3D. Tinggi obyek kadaster 3D, harus diikatkan
pada BM/TDT yang telah diketahui tinggi orthometrisnya atau sistem tinggi lainnya.
Metode pengikatan tinggi dilakukan dengan pengukuran sipatdatar atau dengan
Trigonometris (dengan Total Station)
• Pengukuran verifikasi satuan ruang dari bangunan pada tiap lantai, untuk verifikasi
dimensi satuan ruang dilakukan pengukuran panjang, lebar dan ketinggian pada tiap
sudut lantai, dengan acuan cetak biru. Untuk ukuran lebih diukur diagonal bidang
maupun diagonal ruangnya.
Pada Pengukuran ruang satuan rumah susun Peralatan dan Bahan yang digunakan
meliputi:
• Alat ukur Total Station dan perlengkapannya, dipergunakan untuk pengukuran
Kerangka Peta dan pengukuran detil. Pada pengukuran detil, ditentukan posisi
horisontal dan vertikalnya. Kerangka peta digunakan metode poligon, dengan
mengukur sudut dan jarak serta azimut dari salah satu sisi poligon atau metode
penentuan titik dengan alat GPS.
• Alat ukur sipat datar dan perlengkapannya, dipergunakan untuk pengukuran beda
tinggi/ketinggian baik untuk kerangka peta, maupun ketinggian titik detil
termasuk lantai obyek kadaster 3D.
17
• Alat ukur jarak Disto, dipergunakan untuk pengukuran dimensi satuan ruang
(SRS) dalam rangka verifikasi, baik panjang, lebar dan ketinggiannya maupun
diagonal ruang jika memungkinkan.
• GPS, dipergunakan untuk penentuan koordinat dari titik kerangka peta; apabila
disekitar obyek kadaster 3D belum ada titik ikat yang berupa TDT.
• Alat ukur jarak langsung (pita ukur), dipergunakan untuk pengukuran jarak secara
langsung; baik pada pengukuran detil situasi maupun pada verifikasi.
• Formulir GU, dipergunakan untuk mencatat data ukur lapangan maupun isian data
yang terkait dengan pemohon dan keberadaan obyak kadaster 3D.
• Cetak biru dari bangunan, dipergunakan untuk membantu/panduan dalam
pengukuran verifikasi satuan ruang. Dalam hal ini hasilnya akan menjadi
lampiran dari GU.
• Formulir pengukuran, alat tulis dan lainnya yang diperlukan.
Proses Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Kerangka Dasar Pemetaan
• Tentukan TDT disekitar lokasi obyek/SRS sedemikian rupa sehingga TDT tersebut
dapat dipakai untuk pengikatan obyek SRS.
• Kemudian tentukan TDT dilantai dasar, lantai bawah tanah dan lantai-lantai diatas
dengan cara transfer titik.
• Cara transfer titik dapat dilakukan dengan cara:
– Metode pengikatan (resection)
– Trigonometrik dengan Total Station
– Pengukuran tapak bangunan
– Situasi sekitar
– Pengukuran detil bangunan
– Detil Satuan Rumah Susun (SRS)
– Verifikasi Satuan Rumah Susun (SRS).
• Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Total Station baik reflectorless maupun
tidak. Untuk melakukan Pengukuran dengan menggunakan Total Station adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan set up alat
18
2. Menghidupkan alat ukur Total Station
3. Membuat JOB baru.
4. Kemudian isikaan nama stasiun alat berdiri, setelah itu akan muncul jendela yang
menampilkan koordinat dari stasiun alat berdiri, kemudian isikan koordinat dari
stasiun tersebut.
5. Kemudian masukkan tinggi alat Total Station, serta code dari stasiun tersebut, lalu
tekan enter.
6. Kemudian akan muncul tampilan menu backsight.
7. Memilih menu koordinat, kemudian masukkan nama stasiun backsight, kemudian
isikan koordinat backsight.
8. Mengisi tinggi alat backsight (prisma), menekan enter.
9. Membidik prisma (backsight), kemudian lakukan pengukuran detil.
10. Setelah proses pengaturan awal alat selesai dilakukan, maka proses pengukuran
detil dapat dilakukan.
2. Pengikatan detil dari kerangka dasar pemetaan yang telah dibuat.
Pelaksanaan pengukuran detil tapak bangunan dan situasi sekitar, poligon diikatkan pada
titik dasar teknik. Untuk mempermudah dalam proses sketsa pengukuran digunakan foto.
Foto ini disebut sebagai foto profil. Dari foto profil tersebut dapat langsung plot letak
titik yang telah dibidik. Pemanfaatan foto profil sangat membantu terutama dalam sketsa
pengukuran detil bagian atas karena langsung menggambarkan bentuk tiga dimensi.
19
Dalam pengukuran, obyek yang termasuk benda bersama dan bagian bersama tidak
dimasukkan, seperti pilar, tembok bersama, atap bersama, tangga dan lain sebagainya
seperti dicontohkan pada Gambar di bawah. Gambar rencana pembangunan rumah susun
gedung (blue print) dimanfaatkan sebagai sketsa acuan pengukuran dan hasil pengukuran
dimensi ruang satuan rumah susun dan dicatat secara manual pada gambar ukur, seperti
pada dibawah ini.
Dalam pengukuran detil situasi bidang dan bangunan satuan rumah susun diperlukan
pengkodean pada tiap-tiap titik pengukurannya, agar tidak terjadi salah pemahaman. Kode
dituliskan pada saat melakukan tiap pengukurannya, pada penulisan kode dibuat
pengelompokan jenis detil yang akan diukur, contoh : JLN untuk detail jalan, BID untuk
titik batas bidang tanah, S untuk detil sungai. Untuk membedakan detil dengan kode yang
sama digunakan Point ID, contoh pemberian kode yaitu:
– Kode : JLN
– Point ID : 001
Lakukan penulisan kode ini dengan teliti, agar tidak terjadi duplikasi pada nama
pengukuran. Pengukuran detil ini perlu dibantu dengan sketsa agar kedepannya pada saat
dilakukan pengeplotan / penggambaran dapat lebih mudah dilakukan dan hasilnya lebih
20
baik. Sediakanlah blue print dari objek gedung atau jembatan yang akan diukur. Fotocopy
untuk memperbesar blue print (tergantung kebutuhan) agar lebih mudah dilihat. Catat
setiap kode pengukuran titik dengan Total Station pada blue print yang telah diperbesar.
Catat juga hasil pengukuran jarak dengan distometer pada blue print sesuai dengan
ketentuan penulisan yang telah ada. Sketsa dengan blue print ini juga bisa di tambah dengan
foto profil, ketiganya bisa digunakan sebagai tempat mencatat kode pengukuran Total
Station.
3. Verifikasi Objek Kadaster 3D
Tujuan verifikasi obyek kadaster 3D adalah untuk mengecek perubahan antara gambar
rencana dan realita bangunan di lapangan, pengukuran verifikasi dilakukan dengan alat
ukur jarak disto™. Dalam pengukuran verifikasi satuan rumah susun (SRS) didasarkan
pada Gambar Rencana Pembangunan. Pengukuran dimensi ruang satuan rumah susun
terdiri dari panjang lantai (P), lebar lantai (L) dan tinggi ruang (T) maupun diagonal ruang
jika memungkinkan dari bangunan pada tiap lantai dengan acuan cetak biru. Untuk ukuran
lebih diukur diagonal bidang maupun diagonal ruangnya. Dimensi satuan ruang diukur
sesuai dengan bentuknya.
Beberapa kaidah pengukuran terkait dengan pengukuran tiga dimensi yaitu sebagai berikut
:
– Pengukuran dilakukan pada pojok-pojok ruang yang memiliki nilai tinggi yang
berbeda.
– Sisi sebagai bagian pembuatan ruang harus terdapat pengukuran lebih.
– Pengukuran lebih yang penting pada planimetrisnya.
21
Rangkuman
1. Kadaster 3D adalah kadaster yang mendaftar hak-hak serta batasan-batasan bukan hanya pada
bidang tanah tetapi juga pada unit-unit properti 3D. Unit-unit properti 3D merupakan batasan
ruang dimana seseorang mempunyai hak atas ruang tersebut . 3D property adalah batas ruang
yang dikelilingi oleh beberapa hak terhadap batas ruang yang dikuasai oleh beberapa
pemegang hak. Situasi properti secara 3D dapat dijelaskan sebagai situasi dimana unit-unit
properti 3D yang berbeda saling bertumpang susun
2. Terdapat 3 metode untuk menerapkan Kadaster 3D yaitu Kadaster 3D secara penuh, Kadaster
3 D hybrid dan 3D tags.
3. Peralatan yang bisa dipakai untuk pengumpulan data untuk keperluan kadaster 3D adalah
Distometer, Total Station Reflectorless, Terestrial Lases Scanning, dan Kamera untuk Close
Range Fotogrametry.
Latihan
22
MODUL BAB V. Kadaster Perairan
V
23
Gambar 17. Overlapping Jenis Hak pada kasus Kadaster Kelautan
24
C. Konsep Batas Laut dan Penetapannya
Terdapat beberapa istilah yang terkait dengan batas wilayah kelautan yaitu:
• Perairan Nusantara
Perairan Nusantara merupakan wilayah perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis
pangkal laut, teluk, dan selat yang menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau
yang lain di Indonesia. Termasuk di dalamnya danau, sungai maupun rawa yang terdapat
di daratan.
• Laut Teritorial
Laut teritorial adalah wilayah laut dengan batas 12 mil dari titik ujung terluar pulau-pulau
di Indonesia pada saat pasang surut ke arah laut.
• Batas Landas Kontinen
Batas landas kontinen adalah kelanjutan garis batas dari daratan suatu benua yang terendam
sampai kedalaman 200 m di bawah permukaan air laut. Sumber kekayaan alam yang berada
dalam wilayah batas landas kontinen merupakan milik pemerintah Indonesia. Jadi,
pemerintah Indonesia berhak melakukan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang
berada di wilayah batas landas kontinen.
Pada tanggal 21 Maret 1980 Indonesia mengumumkan ZEE. Batas Zona Ekonomi
Eksklusif adalah wilayah laut Indonesia selebar 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut
wilayah Indonesia. Apabila ZEE suatu negara berhimpitan dengan ZEE negara lain maka
penetapannya didasarkan kesepakatan antara kedua negara tersebut. Dengan adanya perundingan
maka pembagian luas wilayah laut akan adil. Sebab dalam batas ZEE suatu negara berhak
melakukan eksploitasi, eksplorasi, pengolahan, dan pelestarian sumber kekayaan alam yang berada
di dalamnya baik di dasar laut maupun air laut di atasnya. Oleh karena itu, Indonesia bertanggung
jawab untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam dari kerusakan.
Hal tersebut sesuai dengan Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 yang
kemudian mendapat pengakuan dunia pada tahun 1982 saat diadakan Konvensi Hukum Laut
Internasional di Jamaika. Lalu bagaimanakah bila dua negara menguasai satu laut yang lebarnya
tidak sampai 24 mil? Bila hal itu terjadi maka wilayah laut teritorial ditentukan atas kesepakatan
dua negara yang bersangkutan. Batas laut teritorialnya ditentukan dengan garis di tengah-tengah
wilayah laut kedua negara yang bersangkutan.
25
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah
laut lepas. Apa itu garis dasar/garis pangkal? Garis dasar/garis pangkal adalah adalah garis khayal
yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau. Penentuan garis pangkal ditentukan
dengan garis air rendah.
Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang
dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut.
Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang
terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.
26
D. Pengukuran Objek perairan
Berdasarkan pemanfaatan ruangnya Objek-Objek Ruang Perairan mencakup :
• Bangunan di Atas Air (Tempat Tinggal, Hotel, Tempat Ibadah, Restoran, dan lain-
lain)
• Rig (Sumber Daya Minyak Bumi dan Gas)
• Kawasan Budidaya (Rumput Laut, Mutiara, Kerang, dan Ikan)
• Perkampungan Nelayan
• Taman Laut Nasional
• Kawasan Pelabuhan dan Jalur Pelayaran
• Kawasan Pariwisata Laut
• Jaringan Pipa dan Kabel Bawah Laut
• Harta Karun Bawah Laut
• Kultur Adat
27
c) Pengumpulan data-data koordinat TDT di dekat areal survei
28
Lombok, dan Madura, sementara untuk Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon,
dan Seram masih Orde 2
29
Gambar 22. Penempatan Palem untuk Pengamatan Pasut
Hasil Kajian tentang Lama Pengamatan Pasut untuk Pendefinisian MSL menunjukkan
bahwa untuk mendapatkan ketelitian MSL sebesar 10 cm, pengamatan pasut idealnya
dilakukan selama tiga bulan di sebagian besar wilayah perairan laut Indonesia (kecuali
Prigi idealnya selama enam bulan). Di wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Timur cukup
dilakukan selama satu bulan, sedangkan beberapa wilayah di Indonesia Bagian Barat
hendaknya dilakukan antara tiga hingga enam bulan. Dalam SP-44 dari IHO (2008)
disebutkan bahwa data pasut selama 30 hari sudah cukup digunakan untuk keperluan
praktis. Berdasarkan kedua hal di atas, maka dapat ditetapkan untuk keperluan
pendefinisian titik ketinggian nol (MSL) bagi keperluan pengukuran ketinggian dan
kedalaman objek-objek ruang perairan cukup dilakukan pengamatan pasut selama 30 hari
30
Objek Ruang Perairan Objek Ruang Perairan
(Pojok (Pojok
Bangunan) Tapak)
M
SL
Dasar
Perairan
Gambar 23. Detil Situasi Objek Kadaster Kelautan
Garis pantai diwakili oleh garis perpotongan antara kedudukan muka laut rata-rata (msl)
dengan topografi pantai. Posisinya didekati dengan cara:
• Daerah landai dan berpasir dengan melihat jejak genangan pasang tertinggi dan
surut terendah
• Daerah yang bertebing terjal diwakili oleh bibir tebing
• Daerah rawa diwakili batas tumbuhan terluar ke arah laut
• Daerah pelabuhan diwakili batas terluar dari bangunan dermaga
Pengukuran bisa dilakukan dengan menggunakan GPS metode RTK ataupun dengan alat
survei teristris seperti teodolit dan Total Station
31
Garis Pantai yang digunakan dalam pemetaan laut umumnya adalah garis air tinggi atau
garis air laut pada saat keadaan pasang tinggi. Dalam pengukuran objek-objek ruang
perairan digunakan Garis Pantai pada saat kedudukan muka laut rata-rata (MSL). Hasil
penelitian (Djunarsjah, 2006) menunjukkan dari ketiga kedudukan muka laut, MSL
merupakan kedudukan muka laut dengan variasi yang paling kecil atau paling stabil
dibandingkan dengan kedudukan muka laut saat pasang dan kedudukan muka laut saat
surut
Pengukuran secara Ekstra-Terestris (menggunakan Receiver GPS) dapat dilakukan dengan
Metode Stop and Go atau RTK. Tapak dan Bangunan umumnya disurvei dengan Metode
Stop and Go, sedangkan Metode RTK digunakan untuk pengukuran Garis Pantai. Sebelum
melakukan survei Stop and Go maupun RTK, dilakukan terlebih dahulu pemasangan Base
Station pada TDT Ruang Perairan
8. Pengukuran kedalaman
Sebelumnya dibuat peta rencana jalur pengukuran sebagai Pedoman pelaksanaan
pengukuran kedalaman. Tahapan Pembuatan peta rencana adalah sebagai berikut:
a) Tentukan skala peta rencana jalur pengukuran (minimal sama dengan skala peta
yang akan dibuat)
b) Cantumkan data yang sesuai dengan posisinya pada peta rencana jalur pengukuran
kedalaman seperti: titik-titik kerangka yang telah diberi nomor, garis dan angka-
angka grid, rencana jalur pengukuran, garis pantai, simbol bahaya pelayaran, arah
utara.
c) Pembuatan jalur pengukuran dengan interval jalur utama adalah dua kali kedalaman
rata-rata atau sekitar 25 meter untuk survei di dekat pantai
32
Gambar 25. Pengukuran Kedalaman
Rangkuman
1. Kadaster perairan atau kelautan adalah sistem yang memungkinkan adanya pencatatan batas-
batas dan kepentingan di laut, yang diatur secara spasial dan didefinisikan secara fisik, terkait
juga dengan batas-batas hak dan kepentingan lain yang bertampalan/bersebelahan, bukan
bertujuan mendefinisikan batas-batas internasional tetapi lebih ke arah bagaimana
mengadministrasikan sumber daya kelautan sebuah Negara dalam konteks UNCLOS
2. Manfaat kadaster kelautan yaitu tersedianya informasi mengenai hak-hak pemanfaatan ruang
perairan laut, seperti informasi mengenai pemilik hak dari suatu ruang perairan laut, informasi
mengenai hak-hak yang melekat pada ruang perairan laut tersebut
3. Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut
lepas. Garis dasar/garis pangkal adalah adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik
dari ujung-ujung pulau. Penentuan garis pangkal ditentukan dengan garis air rendah.
4. Jika tidak terdapat Jaring Kontrol Vertikal maka harus dilakukan pengamatan pasut untuk
mendapatkan posisi msl sebagai referensi ketinggian
Latihan
33