Anda di halaman 1dari 22

 HUMANIKA

 HUMANIKA
Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Volume 15 Nomor 1, September 2015
Volume 15 Nomor 1, September 2015

Penerbit : Pusat MKU Universitas Negeri Yogyakarta


Penerbit
Pelindung dan Penasehat : Pusat
:: PusatMKU
Wakil MKUUniversitas
Rektor I UNYNegeri
Universitas Yogyakarta
Negeri Yogyakarta
Pelindung dan Penasehat
Penanggung Jawab : Wakil
: Rektor
Wakil I
Rektor
: Wawan S. SuhermanUNY
I UNY
Penanggung
Pemimpin Jawab
Umum : Wawan
:: Wawan S. Suherman
Sunarso S. Suherman
Pemimpin Umum
Penyunting Ahli : :
Sunarso Sunarso
: Marzuki
Penyunting Ahli
Pemimpin Redaksi :: Marzuki
: Marzuki Rukiyati
Pemimpin Redaksi
Sekretaris Redaksi : :
: Rukiyati
Rukiyati Vita Fitria
Sekretaris Redaksi
Redaksi
Anggota Redaksi : Vita :: Vita Fitria Sutrisnowati, Amir Syamsudin,
Fitria
Sri Agustin
Anggota
Anggota Redaksi
Redaksi : Sri: Agustin
Sri Agustin
Syukri Sutrisnowati,
Sutrisnowati,
Fathudin Amir Syamsudin,
AmirWidodo.
Achmad Syamsudin,
Sekretariat
Syukri Syukri Fathudin
: Ari Fathudin
Saraswati, Achmad
Achmad Widodo.
Widdodo,
Benni Setiawan.
Sekretariat
: Ari Saraswati,
Benni Setiawan Benni Setiawan.
Alamat Redaksi/Tata
Sekretariat Usaha: Ari: Saraswati
Alamat Redaksi/Tata
Pusat MKU Usaha
UNY, Gedung LPPMP : Lt.3 Sayap Timur,
Pusat MKU UNY, Gedung
KampusRedaksi/Tata
Alamat KarangmalangUsaha LPPMP
Yogyakarta
: Lt.3
55281.Sayap Timur,
Kampusmku@uny.ac.id,
Email: Karangmalang Yogyakarta
mku.uny@gmail.com,55281. ruki1961@yahoo.com
Pusat MKU UNY, Gedung LPPMP Lt.3 Sayap Timur
Email: mku@uny.ac.id, mku.uny@gmail.com, ruki1961@yahoo.com
Kampus Karangmalang Yogyakarta
Email: mku@uny.ac.id, mku.uny@gmail.com, ruki1961@yahoo.com

HUMANIKA Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum menerima kiriman tulisan/artikel


HUMANIKA KajianMata
yang terkait dengan Ilmiah MataUmum
Kuliah Kuliah Umumyang
(MKU), menerima kiriman
meliputi tulisan/artikel
Pendidikan Agama,
yang
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Agama,
terkait dengan Mata Kuliah Umum (MKU), yang meliputi Pendidikan Budaya
Pendidikan
Dasar, IlmuPancasila, Pendidikan
Alamiah Dasar, Kewarganegaraan,
dan Pendidikan Ilmu Sosial
Kependudukan dan Dasar, Ilmu Budaya
Lingkungan Hidup,
Dasar, Ilmu Alamiah Dasar, dan
dengan ketentuan sebagai berikut: Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Naskah dapat berupa hasil penelitian atau artikel ilmiah bebas dan belum pernah
1. diterbitkan.
Naskah dapat berupa hasil penelitian atau artikel ilmiah bebas dan belum pernah
2. diterbitkan.
Naskah diketik dengan spasi satu setengah (1,5 spasi) dengan jumlah halaman 10-
2. Naskah diketik
15 halaman dengan
kuarto, spasi
diketik satu setengah
dengan MS Word(1,5 spasi)
ukuran dengan
font jumlah
12 Times New halaman
Roman.10-
3. 15 halaman
Naskah kuarto,
memuat diketik dengan
komponen: judul (<MS10Word
kata),ukuran
nama font 12 Times
penulis, alamatNew Roman.
email, abstrak
3. Naskah memuat komponen: judul (< 10 kata), nama penulis,
(100-150 kata), isi karangan (yang memuat pendahuluan, pembahasan, alamat email, abstrak
(100-150
kesimpulan)kata), isi pustaka.
dan daftar karangan (yang memuat pendahuluan, pembahasan,
kesimpulan) dan daftar pustaka.
4. Naskah dikirim dalam bentuk print out dan soft copy.
4.
5. Naskah dikirimditulis
Daftar pustaka dalamsecara print outseperti
bentukalfabetis dan soft copy.
berikut:
5. Daftar pustaka ditulis secara alfabetis seperti berikut:
- Hidayat, Komaruddin. 2004. Menafsir Kehendak Tuhan. Jakarta: Serambi.
-- Hidayat, Komaruddin.
Bagir, Haidar. 2004.dan
2012. “Syiah Menafsir Kehendak
Kerukunan Umat”.Tuhan. Jakarta:20Serambi.
Republika. Januari.
- Bagir, Haidar. 2012. “Syiah dan Kerukunan Umat”. Republika. 20 Januari.

i
i
ii
DAFTAR ISI

Redaksi Humanika ...................................................................................... i

Daftar Isi ..................................................................................................... iii

Pengantar Redaksi ....................................................................................... v

Islam Rahmah dan Wasathiyah


(Paradigma Keberislaman Inklusif, Toleran dan Damai)
Abd. Malik Usman ....................................................................................... 1-12

The Dialectics of Javanese and Islamic Cultures:


an Introduction to Kuntowijoyo’s Thought
Pradana Boy ZTF ........................................................................................ 13-24

Persepsi Masyarakat Kotagede Terhadap Pengunaan Media Komunikasi


oleh Organisasi Forum Joglo untuk Peletarian Budaya di Kotagede
Yogyakarta
Choirul Fajri ................................................................................................ 25-29

Implikasi Budaya Organisasi Terhadap Pola Perilaku Komunikasi


Kelompok Tani Sumber Rejeki
Mariana Ulfah dan Siti Chotijah ................................................................. 30-48

Etika Sosial dalam Kerukunan Umat Beragama


(Studi Kasus di Desa Kotesan Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten
Jawa Tengah)
Andy Dermawan dan Zunly Nadia ............................................................. 49-65

Model Komunikasi “Wom” Sebagai Strategi Pemasaran Efektif


Dani Fadillah ............................................................................................... 66-74

Mencari Model Pendidikan Karakter


Suparlan ...................................................................................................... 75-88

iii
iv
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

ETIKA SOSIAL DALAM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


(Studi Kasus di Desa Kotesan Kecamatan Prambanan
Kabupaten Klaten Jawa Tengah)

Andy Dermawan dan Zunly Nadia


andy_derma@yahoo.com
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap lebih dalam fungsi etika sosial yang berlaku
di dalam masyarakat Kotesan yang tidak hanya memegang teguh ajaran agama tetapi juga
etika sosial di dalam bermasyarakat yang terwujud dalam kerukunan umat beragama di Desa
Kotesan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan pendekatan sosio-antropologis, yakni mencermati fenomena sosial-budaya yang
berkembang di Kotesan sekaligus dan mencaritahu bagaimana masyarakat tersebut memaknai
fenomena itu. Setting penelitian adalah Desa Kotesan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah yang merupakan masyarakat multikultural dari aspek keyakinan
agama. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan Focus Group
Discussion (FGD). Teknik analisis data menggunakan analisis interaktif berupa reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan etika sosial
masyarakat desa Kotesan mempunyai signifikansi besar dalam rangka merajut hubungan sosial
dan pengelolaan konflik yang ada di dalam masyarakat. Etika sosial yang terbangun di desa
Kotesan disebabkan oleh adanya persamaan konsepsi tentang ajaran leluhur yang menuntut
hidup rukun, aman dan damai serta sebagai simbol kesetiaan dan kepatuhan dalam
memelihara dan menjaga warisan leluhur yang mereka takzimi. Secara faktual menunjukkan
tidak ada pemisahan yang signifikan antara warga muslim dan warga yang nonmuslim di desa
Kotesan, dalam pengertian tidak ada daerah muslim, daerah Kristen dan daerah Budha. Meski
berbeda-beda agama, tetapi mereka merasa berasal dari satu nenek moyang yang sama, merasa
masih satu darah atau keturunan. Sikap toleransi menjadi kunci bagi masyarakat Kotesan yang
hidup dalam suasana harmonis.Meski diakui, sikap toleransi ini juga menyebabkan
perpindahan agama (konversi agama) menjadi hal yang biasa.

Kata kunci: Agama, Sosio-budaya, Etika Sosial dan Multikulturalisme

PENDAHULUAN agar masyarakat mampu merespon


Salah satu tantangan riil bangsa persoalan-persoalan itu secara cerdas.
Indonesia di era Reformasi adalah Tentu saja hal itu relatif mudah
persoalan “tata kelola” pluralitas dan dilakukan karena masyarakat Nusantara
multikulturalitas. Pasalnya, negeri ini memiliki local wisdom yang dapat
memiliki ribuan pulau dan etnis serta menjadi salah satu cara di dalam
ragam agama atau keyakinan yang mengelola keragaman atau perbedaan.
harus diarifi secara hati-hati (lihat Andy Selain masyarakat juga pemerintah
Dermawan: 2009, Bab II-III). Pola diharuskan memahami dan mengerti
manajerial pluralitas dan tentang masalah dimaksud agar regulasi
multikulturalitas penting diperhatikan dan kebijakan yang akan diterapkan

49
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

menjadi pertimbangan sesuai dengan di tempat lain menimbulkan persoalan


kondisi sosio kultural yang ada. Local pelik ternyata di desa Kotesan dapat
Wisdom dalam hal ini merupakan etika diatasi dengan cara baik.
sosial yang menjadi dasar nilai bagi Berdasarkan realitas itulah,
masyarakat guna melakukan interaksi penting kiranya menindaklanjuti untuk
sosial. Local wisdom itu tercermin membuktikan sekaligus mengetahui dan
dalam etika sosial masyarakat. memahami cara mereka merajut
Kontekstualisasinya dengan persoalan kebersamaan di dalam perbedaan serta
tersebut di atas, peneliti mencoba mengatasi berbagai persoalan yang
menelaah etika sosial pada masyarakat terjadi. Penelitian ini mencoba
perbatasan kabupaten Klaten dan mengungkap lebih dalam bagaimana
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; etika sosial yang berlaku di dalam
tepatnya Desa Kotesan Kecamatan masyarakat Kotesan yang tidak hanya
Prambanan yang termasuk wilayah memegang teguh etika agama tetapi
Kabupaten Klaten adalah desa yang juga etika sosial di dalam
warganya terdiri dari berbagai pemeluk bermasyarakat.
agama dan kepercayaan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk
Di desa ini berdiri berbagai rumah mengetahui secara mendalam
ibadah, seperti masjid, gereja, wihara bagaimana etika sosial yang berlaku
dan tempat ibadah bagi aliran kejawen dalam masyarakat sehingga dapat
seperti Sapto Darmo. Jumlah tempat membangun kerukunan dalam
ibadah yang cukup banyak itu bukanlah perbedaan. Selanjutnya, berusaha
penghalang bagi warga desa Kotesan di memahami dan menjelaskan bagaimana
dalam mewujudkan keharmonisan. signifikansi dari etika sosial dalam
Toleransi dan keinginan saling rangka pengelolaan konflik dalam
menghargai mewujud di desa tersebut, masyarat di desa Kotesan Kecamatan
sementara di berbagai daerah banyak Prambanan kabupaten Klaten.
peristiwa kekerasan atas nama agama Penelitian ini diharapkan dapat
dan perbedaan. Meski demikian, bukan menjadi model bagi desa atau daerah
berarti tidak ada konflik sama sekali. lain di dalam mengelola perbedaan
Konflik itu tetap ada, tetapi cara mereka terutama perbedaan dalam agama.
merespon konflik tersebut tidaklah Penelitian ini dapat menjadi
membawa pertikaian berdarah-darah. pertimbangan bagi pengambil
Local wisdom mampu mewujudkan kebijakan, para tokoh agama dan
etika sosial di masyarakat sehingga masyarakat, para pemeluk agama,
beberapa persoalan yang terjadi segera terkait dengan kajian ini mengetahui
dapat diatasi secara baik. Inilah yang serta memahami etika sosial dalam
menjadikan desa Kotesan Prambanan masyarakat dengan pluralitas agama
Klaten sebagai salah satu desa tujuan seperti masyarakat di desa Kotesan.
wisata agama dan dikunjungi oleh Penting untuk diketahui dan
masyarakat termasuk dari mancanegara. dipahami bersama, mengenai penelitian
Salah satu contoh kasus, seperti senada tetapi berbeda cara pandang dan
pernikahan antaragama yang biasanya konsentrasinya, seperti etika sosial

50
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

dalam Islam pernah dibahas dari sudut Buddha. Selain itu, ajaran Buddha
pandang agama oleh Labbay Muis, Dhamma yang membabarkan ajaran
berjudul Etika Sosial dalam Islam: cinta kasih (metta) dan kebebasan dari
Studi atas Pemikiran Nurcholish hawa nafsu (vimutti), juga menyerukan
Madjid. Penelitian ini menjelaskan latihan meditasi dan memperkecil sifat
bagaimana pemikiran Nurcholis Madjid ke‟aku‟an (anatta) merupakan bagian
memberikan sumbangan pemikirannya dari cara pandang dan perilaku umat
terkait dengan etika sosial dalam Islam Buddha yang memberikan kontribusi
yang selama ini sebenarnya sudah ada pada kerukunan antar umat beragama di
dalam ajaran Islam dan harus senantiasa desa Kotesan ini. Demikian halnya,
digali, sehingga sebagai sebuah agama, jalan umat Buddha dalam
Islam menjadi agama rahmat bagi menyelesaikan konflik kehidupan,
semua umat manusia baik yang secara termasuk konflik antarumat beragama,
formal penganut ajaran Islam maupun yaitu berasaskan pada hukum karma
juga penganut agama lain (Lihat yang berimplikasi kepada praktik hidup
Labbay Muis: 2006). bersama tanpa kekerasan (Heriyah:
Franz Magnis Suseno dalam 2005).
bukunya Etika Jawa mencoba Berikutnya penelitian I Gede
menganalisa bagaimana kebijaksanaan Suwindia berjudul Pluralitas kehidupan
hidup orang Jawa melalui etika jawa umat beragama di Bali (studi kasus
yang mencerminkan nilai-nilai pola interaksi komunitas Islam dan
manusiawi dan pantas menjadi Hindu di desa Pemogan Denpasar),
pedoman alternatif dalam menghadapi yang menggunakan teori Paul Knitter,
tantangan modernisasi, karena etika menjelaskan bahwa pola interaksi
jawa memang unik dan mencerminkan antara komunitas Islam dan Hindu di
gambaran yang khas tentang manusia, desa Pemogan Denpasar ini
pribadi, masyarakat dan alam semesta. dilatarbelakangi salah satunya adalah
Hal ini tentu saja berbeda dengan etika dengan cara pandang yang pluralis
yang berasal dari barat (Frans Magnis- terhadap agama lain (I Gede Suwindia,
Suseno: 2001). 2005). Dengan dialog, dan juga
Heriyah dalam karyanya berjudul komunikasi yang baik, ternyata semua
Kerukunan Umat Beragama di Desa keragaman tersebut bukan sebagai
Kotesan Kecamatan Prambanan Klaten penghalang adanya interaksi, namun
(Telaah dialog antaragama dalam justru menjadi karakter yang khas dari
perspektif agama Buddha) menjelaskan komunitas itu sendiri. Keunikan inilah
tentang bagaimana kerukunan antar yang menjadi salah satu nilai yang
umat beragama di Desa Kotesan sangat berharga, sebagai salah satu
Kecamatan Prambanan ini terbangun. kearifan lokal masyarakat di mana
Namun demikian penelitian ini hanya penelitian ini dilakukan.
terfokus dalam perspektif agama Joas Adiprasetya dalam bukunya
Budha, dikarenakan kehidupan Etik Global dalam Kajian
masyarakat desa Kotesan ini masih Postmodernisme dan Pluralisme Agama
dipengaruhi oleh tradisi Hindu dan yang terinspirasi dengan buku Global

51
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

ethic karya Hans Kung, buku ini data lapangan yang berkaitan dengan
mencoba berbicara etika global bagi kajian sosial keagamaan yang ada di
masyarakat Indonesia. Etika global desa Kotesan, termasuk juga data
menjadi sebuah alternatif pendekatan kepustakaan. Penelitian ini
karena selama ini pendekatan- menggunakan pendekatan sosio-
pendekatan yang dilakukan sebagai antropologis, yakni melihat fenomena
upaya menjembatani pluralitas agama sosial-budaya yang berkembang pada
seringkali mengalami kebuntuan. masyarakat desa Kotesan Prambanan
Setidaknya ada beberapa hal yang Klaten Jawa Tengah kemudian mencari
menyebabkan kebuntuan dalam dialog tahu bagaimana masyarakat memaknai
antar-agama yakni: pertama adalah fenomena sosial-budaya tersebut.
dialog antar agama seringkali berada Pengumpulan data penelitian ini
dalam ranah dogmatis-doktriner. melalui beberapa metode, pertama
Kedua, karena dialog antar agama observasi, yakni melakukan
hanya terbatas pada wilayah intelektual penelusuran awal mengenai hal ihwal
dan kurang menyentuh dalam tataran masyarakat Kotesan berkaitan dengan
praksis dan real di masyarakat. sosial keagamaan mereka bertujuan
Ketiga,seringkali dialog ini hanya agar penelitian fokus pada persoalan-
sekedar proyek atau terdapat persoalan yang diangkat dalam
kepentingan pemerintah di dalamnya. penelitian. Kedua, metode wawancara
Dan terakhir adalah karena agama mendalam, yaitu melakukan interview
justru menjadi sumber konflik. Disini kepada informan kunci guna
kemudian etika global dianggap sebagai menanyakan lebih lanjut perihal
pendekatan yang seimbang, jujur, dan masalah dimaksud. Ketiga, FGD
menyeluruh serta lebih dapat diterapkan (Focus Group Discussion) yakni
dalam tataran real di masyarakat (Joas memperbincangkan persoalan-persoalan
Adiprasetya: 2005, 4-6). sosial keagamaan, khususnya berkaitan
Berdasarkan beberapa penelitian dengan etika sosial pada masyarakat
di atas, belum ada penelitian tentang Kotesan memanfaatkan media diskusi
etika sosial kerukunan umat beragama secara kelompok agar terjadi dialektika
di desa Kotesan kecamatan Prambanan sehingga persoalan-persoalan yang
Klaten. Penelitian ini penting dilakukan ditelaah mampu dicerna dan dipahami
karena faktanya bahwa kondisi secara baik. Terakhir, dokumentasi,
Indonesia saat ini memang sedang yakni mendokumentasikan hal-hal yang
menghadapi tantangan terhadap terkait dengan perhelatan sosial
pluralitas terutama pluralitas keagamaan, merekamnya dengan tape
keagamaan dan sedang mencari model recorder dan catatan-catatan kecil,
atau pola yang tepat terkait dengan manuskrip-manuskrip, dan data-data
masalah dimaksud. penting berkaitan dengan persoalan
penelitian.
METODE PENELITIAN Sasaran penelitian ini adalah
Penelitian lapangan yang bersifat tokoh agama dan tokoh masyarakat
kualitatif ini mencoba mengumpulkan seperti tetua adat, aparat pemerintahan

52
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

desa, pengelola rumah ibadah, dan keberadaan candi Prambanan dan juga
kelompok sosial keagamaan yang ada di beberapa candi lainnya seperti candi
desa Kotesan. Selain itu, agar datanya Sojiwan dan candi Plaosan. Karenanya
tidak bias elit, maka penelitian ini juga kota Prambanan seringkali diidentikkan
menggali informasi dan data dari sebagai subordinasi dari Daerah
masyarakat “biasa” yang bukan Istimewa Yogyakarta.
tergolong sebagai pemimpin sosial- Secara historis, daerah Kotesan
keagamaan yang punya pandangan memainkan peranan yang penting
sendiri tentang kehidupan dalam membawa perubahan masyarakat
keagamaannya. khususnya di wilayah Jawa Tengah.
Berikutnya, analisis data Desa Kotesan menjadi saksi sejarah atas
ditempuh melalui tiga langkah secara pemberantasan Gerakan 30 S/PKI di era
bersamaan, yaitu reduksi data, 60-an, juga sebagai pusat pertumbuhan
penyajian data dan penarikan dan pergerakan kaum komunis.
kesimpulan. Reduksi data sebagai Mungkin karena fakta sejarah itulah,
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada perhelatan-perhelatan politik
pada penyederhanaan pengabstrakan, nasional seringkali terlupakan.
dan tarnsformasi data-data yang tersaji Desa Kotesan mempunyai luas
apa adanya yang muncul dari catatan- wilayah 108,8 Ha terdiri dari dengan
catan tertulis di lapangan. Reduksi data, batas wilayah di sebelah utara
adalah proses menajamkan, berbatasan dengan desa Sanggrahan,
menggolongkan, mengarahkan serta sebelah berbatasan dengan desa
membuang yang dianggap tidak perlu Sengon, sebelah barat berbatasan
dan mengorganisasi data sedemikian dengan desa Taji, Kebondalem Kidul,
rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan Pereng dan di sebelah timur berbatasan
atau verifikasi. Penyajian data, adalah dengan desa Cucukan. Kondisi
proses untuk merancang dan geografisnya dalam pengertian
menggabungkan informasi yang topografi desa adalah rendah. Orbitasi
tersusun dalam suatu bentuk yang padu jarak dari desa Kotesan ke kecamatan
dan mudah dipahami dan dimengerti. adalah 2 km, ke kota kabupaten adalah
13 km dan ke kota Provinsi adalah 90
HASIL PENELITIAN DAN km. Status pertanahan bersertifikat hak
PEMBAHASAN milik berjumlah 144 buah 28 Ha yang
dibagi kepada Tanah kas desa, 11 buah
Fakta Geografis Desa Kotesan 41.0825 Ha, tanah, dan diperuntukkan
Desa Kotesan kecamatan jalan 602 Km, lahan sawah yakni seluas
Prambanan Kabupaten Klaten terletak 73,9 Ha dan sisanya 34,9 Ha di gunakan
di perbatasan antara Klaten dan kota untuk lainnya seperti bangunan, tegal,
Yogyakarta, tepatnya 5 km dari candi kebon dan lain sebagainya. Meski tidak
Prambanan yang menjadi salah satu jauh dari pusat keramaian, desa Kotesan
tempat tujuan wisata di kota merupakan desa yang indah, dengan
Yogyakarta. Kecamatan Prambanan hamparan sawah yang membentang dan
memang cukup dikenal, hal ini karena dibatasi oleh bukit-bukit kecil membuat

53
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

suasana desa seolah tidak terusik sebagian penduduk, menyebabkan mata


dengan keramaian jalan-jalan kota yang pencaharian di bidang ini secara
menjadi jalan utama menuju kota ekonomis dianggap sudah kurang
Yogyakarta. menguntungkan dibandingkan
Secara administratif, desa pekerjaan lain. Usaha tani yang utama
Kotesan terbagi menjadi menjadi 8 adalah padi dari 60 ha menghasilkan
dukuh, yakni dukuh Guwo, Jetik, 18.750 ton yang siap jual, tetapi setiap
Gatak, Sidoarjo, Kadisaran, dua atau tiga kali muslim padi akan
Kongklangan, Tegal Turi dan diselingi oleh tanaman lain seperti,
Glanggong. Pedukuhan tersebut terbagi kacang-kacangan, jagung dan buah-
lagi menjadi 7 RW dan 15 RT dengan buahan yang dapat memberikan hasil
jumlah penduduk 2396 pada tahun 2010 keuntungan. Penggerak roda
dengan komposisi 1238 laki-laki dan perekonomian lain yang penting di desa
1158 perempuan. Meskipun terdiri atas Kotesan adalah budi daya peternakan
8 dukuh, tetapi kepala dukuh hanya dua seperti, pembibitan lele, ayam bertelur
orang. Kepala Dukuh I membawahi RT dan itik. Namun demikian kondisi ini
1-6, sedangkan kepala dukuh II mengalami perubahan sejak terjadinya
membawahi RT 7-15. krisis moneter yang melanda Indonesia
Kondisi desa Kotesan adalah pada tahun 1997-1999-an.
masyarakat yang bercorak agrikultur. Dewasa ini perkembangannya
Hari-hari mereka disibukkan dengan tidak lagi berjalan baik disebabkan
bercocok tanam padi dan sayur-saturan sebagian besar kegiatan tersebut sangat
di sawah. Desa ini dikenal dengan desa tergantung pada produksi pabrik,
yang subur dan makmur. Para petani sehingga hanya beberapa dari penduduk
khususnya terbantu dengan fasilitas yang masih bertahan misalnya, dalam
pengairan desa atau sebuah tanggul bidang peternakan lele. Beberapa
yang dapat dimanfaatkan secara kendala yang dihadapi antara lain; yaitu
bersama-sama untuk pemenuhan pemenuhan kebutuhan dalam
kebutuhan pengairan di sawah atau penyediaan pupuk secara mandiri dan
ladang dan kebutuhan rumah tangga, pada bahan bakunya, sementara para
terutama pada musim kemarau. Fasilitas pembimbing telah tersedia. Tersedianya
ini terselenggara atas swadaya usaha perkreditan, baik bank pasar di
masyarakat yang didasarkan pada kecamatan maupun koperasi simpan
prinsip masyarakat desa, yaitu guyup pinjam yang bertujuan untuk membantu
rukun. . modal pertanian, tetapi kenyataannya
lebih aktif dimanfaatkan untuk
Struktur Ekonomi desa Kotesan kebutuhan sosial. Kondisi ini telah
Kedudukan sebagai petani di desa membudaya di masyarakat pedesaan
Kotesan, sebenarnya secara ekonomis pada umumnya
sangat menguntungkan karena suburnya Persoalan lain dalam aspek
lahan pertanian. Namun, pergantian perekonomian desa Kotesan adalah
musim yang alamiah terjadi atau tidak adanya pasar desa. Pasar hanya
sempitnya sawah yang dimiliki oleh terdapat di kota Prambanan yang

54
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

jaraknya memang tidak terlalu jauh dari lulus SMA/sederajat lebih memilih
desa, tetapi harus ditempuh dengan menjadi buruh pabrik di luar desanya.
berjalan kaki kurang lebih 8 km atau Hal ini tentu saja membawa pengaruh
mengendarai sepeda maupun sepeda pada ketidakoptimalan pendayagunaan
motor. Tidak jarang warga harus potensi pertanian daerah setempat.
menuju tetangga desa, yaitu pasar Taji Selain kondisi pertanian,
yang jaraknya cukup jauh dengan kehadiran warga pendatang di desa
berjalan kaki. Kotesan, yang membuka aktivitas
Meskipun demikian, terdapatnya industri mebel seperti, lemari, kursi dan
2 buah toko dan 10 warung yang meja yang telah menyerap 10 tenaga
menyediakan kebutuhan sehari-hari kerja rata-rata perempuan dari warga
menjadi sarana alternatif bagi para setempat, adanya home industry berupa
warga. Hal ini berpengaruh kepada kerajinan tangan, seperti aksesori
warga untuk menjual hasil pertaniannya pariwisata dan alat kebersihan (sapu lidi
secara tebasan atau bakulan. 1 dan ijuk) telah membuka lapangan
petak/tebasan biasanya dihargai Rp. pekerjaan dan berperan untuk
900.000 s.d 5 juta dan membawa buruh meningkatkan perekonomian
tani sendiri. masyarakat desa Kotesan.
Rendahnya harga penawaran hasil Sementara itu sumber pendapatan
panen menyebabkan tidak jarang asli desa lebih bertumpu pada
penduduk memilih hasil panennya pendayagunaan tanah kas desa. Upaya
untuk dikonsumsi sendiri. Hal ini belum pelelangan tanah kas desa dalam setiap
ditambah dengan kualitas panen yang tahunnya biasanya dilakukan untuk
dapat mengurangi pendapatan para menghidupi operasional kantor desa
petani. Selanjutnya tidak tersedianya dan apabila memungkinkan juga untuk
transportasi desa menuju pusat kota upah para perangkat desa Kotesan.
langsung, mengakibatkan ketrtinggalan Sedangkan fasilitas penerimaan tanah
dalam upaya menciptakan sentral bengkok yang diberikan kepada aparat
perekonomian desa Kotesan. desa dengan rincian antara lain; Kepala
Kondisi tersebut mendorong desa menerima 4 hektar lahan,
sebagian warga untuk menyewakan sekretaris desa menerima 2,5 hektar
lahan pertaniannya, disamping juga lahan dan kepala urusan/kasi masing-
karena semakin langkanya buruh tani masing menerima 1 hektar lahan.
yang mengakibatkan mahalnya upah Pola pemukiman penduduk, yakni
bagi mereka, minimnya alat-alat berkelompok berdasarkan pada sistem
pertanian yang berteknologi tinggi, kekerabatan warga. Terlihat dari satu
sehingga biaya produksi memang cukup kelompok pemukiman dengan
tinggi. Perubahan masyarakat dan pemukiman lain sangat berdekatan dan
tuntutan perekonomian itupun berdampingan. Meski mereka berbeda
mendorong banyaknya warga desa dalam keyakinan. Misalnya, kehidupan
memilih untuk bekerja sebagai buruh umat Budha relatif menyebar di
bangunan. Begitu juga pengaruhnya beberapa dusun; Kotesan, Guwo, Jetis,
terhadap pemuda desa, dimana setelah Gatak, dan Sosiarjo. Keberadaanya

55
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

tidak terlihat eksklusif yakni bermukim Kondisi Sosial Keagamaan


di satu area. Masyarakat desa Kotesan
Adanya fenomena pindah agama Desa Kotesan merupakan desa
yang relatif mudah dan sering terjadi di yang plural. Hal ini terlihat dari
desa Kotesan, telah berpengaruh kepada pluralitas agama yang dipeluk oleh
penerimaan hidup secara kekerabatan penduduk desa Kotesan, berikut rumah
yang tidak didasarkan atas hubungan ibadahnya. Untuk lebih jelasnya, dapat
kelompok/agama tertentu. Sebaliknya, dilihat pada tabel 2 di bawah ini:
berpengaruh kepada keterbukaan
komunitas (inklusif) pada kelompok Tabel 2. Agama Penduduk Kotesan
lainnya. Pola pemukiman yang tidak Agama Jumlah
segregatif ini, sangat lebih Islam 2313
menguntungkan jika dikaitkan dengan
Katholik 23
upaya integrasi sosial yang meliputi;
identitas masyarakat, akses politik dan Kristen 19
ekonomi serta dimungkinkan juga Budha 41
agama.
Dari data monografi desa
Dengan adanya beragam pemeluk
Kotesan, berbagai variasi pekerjaan
agama, di desa ini juga terdapat tempat
penduduk desa Kotesan adalah sebagai
ibadah seperti masjid dan wiraha,
berikut:
sedangkan bagi pemeluk agama Katolik
dan Kristen, mereka beribadah di gereja
Tabel 1. Jenis Pekerjaan Penduduk Kotesan
yang terdapat di diperbatasan desa
Pekerjaan Jumlah Kotesan. Selain menganut agama
PNS 42 formal yang telah diakui oleh
TNI 11 pemerintah, juga terdapat beberapa
Dagang 27 penduduk yang menjadi penganut aliran
Swasta 178 kejawen Sapto Darmo, meskipun secara
Tani 162 formal mereka juga menganut agama-
Pertukangan 32 agama formal tersebut.
Buruh tani 83 Sementara itu kalangan interen
Pensiunan 36 muslim sendiri terdapat beberapa
Lain-lain 1
paham keagamaan yang terlihat dari
ormas keagamaan yang dianut warga
desa Kotesan, seperti Nahdlatul Ulama
Dari data di atas menunjukkan (NU), Muhammadiyah, Lembaga
bahwa sebagian besar penduduk desa Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan
Kotesan mempunyai pekerjaan sebagai yang terbaru adalah Majelis Tafsir Al-
petani dan buruh. Qur‟an (MTA). Sedangkan jika dilihat
dari afiliasi partai politik, maka partai-
partai umum (tidak berbasis agama)
seperti PDIP, Demokrat, Golkar

56
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

menjadi pilihan mayoritas warga desa, adalah bentuk kepedulian para pemuda
meskipun partai-partai yang berbasis dan pemudi Buddha untuk melakukan
agama seperti PKB dan PKS tetap ada pembinaan tentang dasar-dasar agama
pemilihnya. Buddha kepada mereka, yang
Meski terjadi perbedaan agama, disebabkan minimnya pendidikan
tetapi pada umumnya situasi desa agama yang diperoleh di sekolah dan
Kotesan berjalan dengan harmonis. kurangnya tenaga pengajar agama
Kegiatan kemasyarakatan seperti Buddha.
keagamaan (Majelis Ta‟lim, Majelis Sedangkan kegiatan umat
Buddha, kelompok remaja Masjid dan Kristiani, di samping ritual keagamaan
remaja Buddha) tampak berjalan aktif. setiap hari minggu, dengan waktu yang
Perkumpulan rutin selapanan, lebih fleksibel. Ada yang
perkumpulan TPA, pengajian masjid melaksakannya pada hari minggu jam 7
khusus maupun campuran baik bapak- pagi, dan ada yang melaksanakan pada
bapak maupun ibu-ibu, amaliyah jam 9, dan ada pula yang lebih suka
mauludan dan rotib (membaca al- melaksanakannya pada sore hari.
Qur‟an dan Hadis), kajian jum‟atan, Namun demikian, sebaian besar warga
Yasinan, Dzikiran, perkumpulan Kristiani di desa ini lebih suka pergi ke
tirakatan selasa kliwon dan jum‟at gereja untuk beribadah pada sore hari
kliwon, adalah beebrapa kegiatan yang dari pada pada malam hari. Selain itu
dapat disebutkan. Demikian pula, bagi anak-anak juga terdapat sekolah
selama bulan Ramadhan minggu untuk menanamkan kepada
diselenggarakan buka puasa bersama anak-anak ajaran agama semenjak dini.
dan syawalan di akhir penutup puasa Sedangkan kegiatan aliran
Ramadhan. kepercayaan Sapto Darmo terlihat pada
Sementara itu kegiatan majelis setiap minggu pahing (tepatnya pukul
Buddha diisi dengan acara pujabakti 19.00 s.d 23.00) melakukan ritual yang
pada setiap hari selasa malam jam diikuti oleh warga penganut aliran
19.00, pujabakti purnama sidi, setiap kepercayaan ini, baik dari warga desa
malam bulan purnama, dan sekolah Kotesan sendiri maupun dari luar desa
minggu pagi untuk anak-anak di Kotesan bahkan juga dari luar kota,
Vihara. Selain itu, penyelenggaraan seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan
arisan yang bertujuan untuk memupuk Jawa Timur. Selain itu setiap tanggal 1
persaudaraan antar anggota juga diisi Suro penganut aliran kepercayaan ini
dengan kegiatan pujabakti. Kegiatan ini juga memperingati dengan menggelar
biasanya dilaksanakan di rumah warga acara wayangan.
secara bergilir dalam setiap bulan Saat ini, perkembangan
purnama. Tidak jarang pula, setiap komunitas kejawen Sapto darmo
minggu pagi diisi dengan kegiatan mengalami penurunan, bahkan hampir
kebaktian remaja Buddha dan kegiatan tidak ada lagi. Hal ini disebabkan oleh
pengajaran agama Buddha kepada wafatnya Tukino sebagai kepala
anak-anak kelas 1-3 SD yang berasal pengurus Sapto Darmo, seorang figur
dari Klaten dan sekitarnya. Kegiatan ini pemimpin yang kemudian

57
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

mempengaruhi pudanya semangt arus modernitas, agama dan budaya


mereka. Tampak dari satu bangunan nenek moyang, menyiratkan adanya
berukuran 9x9 m2 sebagai tempat ritual satu keterkaitan dengan menggunakan
komunitas Sapto Darmo sudah tidak jaringan makna atau bahasa yang
terawat lagi. membentuk kehidupan nyata
Beberapa organisasi sosial di masyarakat Indonesia (Bernard T
masyarakat seperti kelompok PKK, Adeney Risakotta: 2004, 251). Hal ini
Dasawisma, dan Karang Taruna turut karena semua masyarakat Indonesia
mewarnai dinamisasi kehidupan dipengaruhi oleh tiga fenomena:
masyarakat. Aktivitas kepemudaan modernitas, agama dan budaya nenek
terorganisir melalui karang Taruna moyang. Tidak ada golongan moderen,
tampak keterlibatannya dalam bentuk golongan agama dan golongan budaya
sinoman (panitia acara-acara hajatan), yang murni. Istilah modernitas, agama
kegiatan 17-an, gotong royong/kerja dan budaya nenek moyang tidak
bakti/bersihkan jalan/desa/bangun menunjukkan ideologi tertentu,
rumah penduduk tanpa diberi upah dan melainkan semacam struktur hidup dan
dianggap cukup dengan memberi pola berpikir yang dipakai oleh semua
makan dan minum. Namun, saat ini orang.
kegiatan-kegiatan tersebut mengalami Modernitas, agama dan budaya
pergeseran yang disebabkan banyaknya nenek moyang adalah tiga paradigma
pemuda desa Kotesan yang yang berbeda. Paradigma-paradigma ini
memutuskan untuk pergi merantau dilihat sebagai jaringan makna yang
dengan alasan ekonomi. dibentuk melalui simbol-simbol
(Clifford Geertz, 1973). Simbol-simbol
Antara Modernitas, Agama dan yang ada di desa Kotesan kaitannya
Budaya Nenek Moyang dengan sosial keagamaan, memiliki
peranan dan makna penting guna
Selama ini analisis tentang menjelaskan tipologi atau dinamika
masyarakat Indonesia biasanya bertitik masyarakat Kotesan khususnya. Itulah
tolak dari tipologi tertentu yang mengapa pemaknaan atas simbol
membedakan kelompok, agama, khususnya di masyarakat Kotesan
golongan, atau ideologi, misalnya tersembunyi warna, model, tipologi dan
Clifford Geertz yang membangun fakta aktual masyarakat Kotesan.
tipologi abangan, santri, dan priyayi Secara sosial dan geografis dapat
pada masyarakat Jawa. Berbeda dengan dilihat, bahwa di desa Kotesan tidak
Cliffort Geertz, penulis mencoba untuk memisahkan antara warga muslim dan
melihat masyarakat desa Kotesan warga yang non muslim. Tidak ada
kecamatan Prambanan Klaten dalam daerah muslim, ataupun daerah Kristen
tiga jaringan makna yakni modernitas, dan daerah Buddha. Semua dalam
agama dan budaya nenek moyang. pembauran masyarakat yang integral.
Tipologi dan model masyarakat Meski berbeda-beda agama, tetapi
Indonesia yang dirumuskan oleh mereka merasa berasal dari satu nenek
Bernard T. Adeney Ristakotta di tengah

58
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

moyang yang sama, merasa masih satu semakin modern, mulai dari cara
darah atau keturunan. penyajian hingga jenis jajanan yang
Kenyataan inilah yang membuat disuguhkan.
semua warga desa Kotesan merasa Sodiratas masyarakat untuk saling
bersaudara. Hal ini juga yang tolong menolong dan bahu membahu
menyebabkan tokoh atau pemimpin masih cukup tinggi. Hal inilah yang
dipilih dan diangkat oleh rakyat tanpa merupakan salah satu ciri yang tampak
memperhatikan latar belakang agama. dari budaya nenek moyang, kerukunan
Dari sini dapat dilihat bagaimana, dan keharmonisan di dalam masyarakat
agama tetap menjadi sesuatu yang menjadi prioritas utama. Kepentingan
panting dan berpengaruh bagi warga lebih didahulukan daripada
kehidupan warga desa Kotesan. Namun kepentingan pribadi atau individu.
demikian, tidak pernah terjadi konflik Sekat-sekat perbedaan agama tidak lagi
ataupun konfontrasi yang disebabkan ditonjolkan, yang ada adalah
oleh perbedaan agama apalagi terjadi kebersamaan antar sesama warga desa.
kerusuhan antar agama, meskipun tidak Suatu hal yang berbeda dengan budaya
dapat dipungkiri ada ketegangan- modernitas yang lebih mengutamakan
ketegangan kecil yang lebih disebabkan pragmatisme rasional, atau budaya
oleh konflik intern di dalam agama, agama yang lebih mementingkan apa
contohnya konflik antara jama‟ah MTA yang disebut dengan kehendak Tuhan.
dengan warga muslim mayoritas di desa Dalam acara pernikahan, ataupun
Kotesan. kematian misalnya, secara spontanitas
Sedangkan terkait dengan budaya warga akan ikut berpartisipasi dan
nenek moyang, dapat dikatakan membantu. Kalaupun tidak dapat
mayoritas warga desa Kotesan masih membantu secara fisik dikarenakan ada
memegang tradisi dan budaya nenek kesibukan, tetapi setidaknya kehadiran
moyang. Mulai dari acara slametan, yang sebentarpun merupakan bukti
ritual bersih desa, gotong royong, partisipasi dalam acara tersebut.
nyadran, peringatan satu suro dan lain Kesuksesan dalam menyelenggarakan
sebagainya, masih menjadi aktifitas acara pernikahan bukan hanya menjadi
rutin warga desa Kotesan dan menjadi kesuksesan orang yang mempunyai
bagian hidup warga. Hampir semua hajat saja tetapi juga kesuksesan semua
masyarakat desa berpartisipasi dalam warga desa dalam berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut. Masuknya budaya memberikan pelayanan yang baik dari
modernitas tidak mengurangi kebiasaan tamu atau keluarga besan. Tanpa
warga dalam melestarikan tradisi-tradisi partisipasi dari para tetangga tidak
tersebut. Meskipun budaya nenek mungkin acara pernikahan dapat
moyang ini juga terus mengalami terlaksana. Disini ketergantungan warga
perubahan seiring dengan adanya terhadap para tetangga masih cukup
budaya modern dan budaya agama. kuat, sehingga justru karena adanya
Acara selametan diisi dengan ritual perasaan yang saling membutuhkan
agama, sedangkan menu-menu yang inilah solidaritas antar warga desa terus
disajikan dalam slametan sudah terjalin.

59
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

Acara ritual kematian misalnya, modern, beragama dan berbudaya


semua warga ikut andil di dalamnya. nenek moyang.
Meskipun ada tradisi warga yang tidak
menguburkan mayat tetapi Makna Agama bagi Masyarakat
mengkremasi karena kepercayaan Kotesan
agama, warga yang berbeda agama Penting mendengar informasi dari
tetap menghormati dengan mengikuti warga Kotesan terkait dengan persoalan
serangkaian ritual acara kematian agama dalam pandangan mereka.
sebagai bentuk solidaritas dan Menurut bapak Joko, salah satu kepala
ungkapan rasa bela sungkawa kepada dukuh I desa Kotesan menyatakan
yang telah ditinggalkan. Meskipun (Wawancara dengan bapak Joko, 8
hanya dengan diam ketika do‟a-do‟a Oktober 2012):
yang diucapkan dalam ritual itu karena “Urusan agama adalah urusan hak
perbedaan agama, tetapi mereka tetap pribadi masing-masing terhadap
Tuhannya, oleh karena itu seharusnya
menghargai dan mengikuti ritual manusia beragama itu tidak akan
tersebut hingga selesai. menimbulkan konflik dan perasaan
Dari sini terlihat bagaimana tidak nyaman terhadap manusia yang
hubungan antara modernitas, agama dan lain. Kalau di masyarakat Kotesan
sendiri, selama ini belum pernah
budaya nenek moyang memang sangat terjadi konflik yang dilatarbelakangi
kompleks. Masing-masing berjalan oleh persoalan agama, baik penganut
saling mempengaruhi satu sama lain. agama Islam, Kristen, Katolik dan
Hal ini juga sebagaimana dinyatakan Budha di desa ini hidup rukun dan
saling menghormati agama lain. Jika
oleh Bernard Adeney Risakotta yang ada yang terkena musibah, ada yang
meramalkan masa depan bangsa meninggal, bahkan membangun
Indonesia dimana modernitas, agama tempat ibadah warga desa selalu
dan budaya nenek moyang tidak akan saling tolong menolong tanpa
membedakan apa latar belakang
hilang, ketiga jaringan makna ini sangat agamanya.”
dinamis dan berubah dalam dampaknya
bagi masyarakat Indonesia, dan ketiga- Sikap toleransi ini ternyata
tiganya saling mempengaruhi satu sama menjadi kunci bagi masyarakat Kotesan
lain, tanpa dapat disatukan atau yang hidup dalam suasana harmonis
dihilangkan. Dari sini kemudian beliau meskipun mereka berbeda agama. Sikap
mengkritik dan meragukan teori evolusi toleransi ini juga menyebabkan
sosial (Weber, Durkheim, Marx) yang perpindahan agama (konversi agama)
percaya pada kemajuan masyarakat dari menjadi hal yang biasa dan tidak
budaya nenek moyang menuju menimbulkan konflik. Bahkan kepala
masyarakat modern yang rasional desa Kotesan yang saat ini memimpin
dalam konteks masyarakat Indonesia. desa ini adalah seorang muallaf, dan
Sebagaimana yang tejadi di desa beliau menjadi muallaf kurang lebih
Kotesan, dimana desa ini sedang satu tahun setelah menjadi kepala desa.
membentuk dan menentukan jalannya Hal ini dinyatakan oleh istri dari pak
sendiri menuju masa depan yang Abu Thoyyib, yang menyatakan bahwa
pak Slamet (kepala desa) dulunya

60
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

beragama Buddha, tetapi setelah Kotesan juga ada yang merasakan


menjadi kepala desa yang didukung perbedaan dalam satu keluarga, jadi
oleh pak Abu Thoyyib, pak lurah dalam satu keluarga itu antara anak dan
Slamet ini kemudian menjadi seorang orang tua berbeda agama. Hal ini
muallaf, istri pak lurah saat ini juga menunjukkan bahwa sikap toleransi dan
sudah memakai jilbab. menghormati serta menjaga kerukunan
Hal yang agak berbeda dinyatakan begitu tertanam pada cara bertindak
oleh pak Sangaji, tokoh dan warga yang dalam hubungan sosial di masyarakat.
beragama Buddha, pak lurah Slamet itu Apa yang dinyatakan oleh Pak
menjadi muallaf sebelum menjadi Joko ini juga diungkapkan oleh bapak
kepala desa Kotesan. Dulu beragama Sangaji seorang tokoh agama Budha di
Buddha, tetapi karena akan desa Kotesan. Menurut Bapak Sangaji
mencalonkan diri menjadi lurah, beliau yang juga juru kunci di Wihara yang
memutuskan untuk menjadi mu‟allaf. terdapat di desa Kotesan menyatakan
Hal ini dilakukan karena meskipun jika di desa ini tidak pernah terjadi
masyarakat desa Kotesan ini tidak konflik yang disebabkan oleh
begitu memperdulikan agama yang perbedaan agama, semua rukun dan
dianut oleh pemimpinnya, tetapi paling harmonis. Seperti yang dinyatakan oleh
tidak kalau agama yang dianut tersebut beliau dalam wawancara (Wawancara
sesuai dengan mayoritas penduduk, pak Joko):
akan menjadi salah satu pertimbangan “Wah…kalau masyarakat desa sini
yang mendukungnya untuk menang memang dikenal rukun, meskipun
berbeda agama. Perbedaan agama
dalam pemilihan kepala desa disini sudah menjadi hal yang biasa.
(Wawancara dengan pak Sangaji, 1 Dari dulu-dulu juga pemeluk agama
Oktober 2012). yang bermacam-macam di desa ini
Lebih lanjut tentang konversi agama sudah ada. Bahkan banyak juga dari
orang-orang tua atau sesepuh desa ini
ini, pak Joko menyatakan: dulunya tidak ikut agama formal
“Perpindahan agama adalah hak tetapi menjadi penganut kepercayaan
pribadi, karena itu soal kepercayaan. kejawen (sapto darmo), kalau ada
Di desa ini perpindahan agama acara slametan, tahlilan kematian,
biasanya disebabkan karena semua warga juga diundang tidak
pernikahan. Karena adanya peraturan pandang dari agama apa. Kalau yang
pemerintah untuk menikah dengan memimpin doa seorang muslim, ya
pasangan yang satu agama, maka jika kita ikut mengamini, begitu juga
ada warga yang akan menikah sebaliknya. Bahkan, itu bangunan
dengan yang berbeda agama atau mushola yang tidak jauh dari wihara,
keyakinan, maka biasanya salah umat Budha juga ikut serta
satunya akan mengalah dan membangun kembali pasca gempa”.
mengikuti ajaran agama
pasangannya.”
Etika Sosial bagi Kerukunan
Tidak hanya itu di masyarakat antarumat Beragama di Kotesan
desa Kotesan, perbedaan agama juga
dirasakan tidak hanya dalam lingkup Melihat kondisi masyarakat desa
desa, tetapi beberapa warga desa Kotesan dengan berbagai pluralitas dan

61
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

kemajemukan agama serta aliran, maka keadaan ideal yang didambakan


akhirnya penulis mengerti dan masyarakat jawa. Rukun berarti “berada
memahami bagaimana sebenarnya etika dalam keadaan selaras”, “tenang dan
sosial mampu diberlakukan masyarakat tentram”, “tanpa perselisihan dan
desa Kotesan kecamatan Prambanan pertentangan ” , “bersatu dalam maksud
kabupaten Klaten. Karena tanpa etika untuk saling membantu” (Ibid).
sosial yang ada dan berlaku di dalam
masyarakat, tidak mungkin Kata rukun menunjuk pada cara
keharmonisan terjalin di dalam bertindak. Berlaku rukun berarti
menghilangkan tanda-tanda ketegangan
masyarakat. Etika sosial yang terbangun
di dalam masyarakat desa Kotesan tentu dalam masyarakat atau antara pribadi-
saja tidak dapat dilepaskan dari etika pribadi sehingga hubungan-hubungan
sosial tetap kelihatan selaras dan baik-
dasar dan prinsip yang dibangun oleh
masyarakat Jawa pada umumnya, baik. Rukun mengandung usaha terus-
prinsip dasar dari etika Jawa menerus oleh semua individu untuk
bersikap tenang satu sama lain dan
menyangkut dua prinsip pokok budaya
Jawa yang selalu menjadi pegangan untuk menyingkirkan unsur-unsur yang
hidup bagi masyarakat Jawa, yaitu, mungkin menimbulkan perselisihan dan
keresahan. Tuntutan masyarakat
pertama adalah prinsip rukun dan yang
kedua adalah sikap hormat. merupakan kaidah penata masyarakat
Kedua prinsip ini menjadi titik yang menyeluruh. Segala apa yang
dapat mengganggu keadaan rukun dan
tolak berkembangnya etika-etika yang
lain dalam masyarakat Jawa yang oleh suasana keselarasan dalam masyarakat
Magnis Suseno juga disebut sebagai harus dicegah (Geertz, Ibid).
prinsip keselarasan, seperti bagaimana Dalam Ensiklopedi Bahasa Jawa
sikap batin yang tepat, nrima, ikhlas, disebutkan makna kata “rukun” dalam
tepa selira, rame ing gawe, sepi ing bahasa Jawa, rukun kuwi angedohi
pamrih dan lain sebagainya. karena padu don, rukun itu menjauhkan
keduanya menetapkan masing-masing pertengkaran. Selain itu itu ada
pihak untuk bertindak secara lengkap. ungkapan dalam bahasa jawa, crah
Dengan demikian, interaksi-interaksi agawe bubrah rukun agawe santoso,
dapat berjalan dengan teratur yang yang artinya pertikaian itu membuat
berarti setiap pihak mempunyai perceraian, rukun itu membangun
tempatnya yang diakui dan mengetahui kekuatan. Pertengkaran antar individu
bagaimana ia harus bersikap, masing- atau kelompok sesungguhnya akan
masing pihak berelasi terhadap pihak menguras banyak energi. Tenaga yang
lain dan keselarasan bersifat sempurna terbang sia-sia akan menunda proses
(Frans Magnis Suseno, 170). produksi apa saja (Purwadi: 2005, 429-
Prinsip pertama adalah rukun. 430).
Prinsip rukun berkembang pada
tindakan-tindakan dan sikap yang Prinsip yang kedua adalah prinsip
menekankan pada nilai-nilai hormat. Prinsip hormat berdasarkan
kemasyarakatan. Rukun menjadi suatu pendapat, bahwa semua hubungan

62
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

dalam masyarakat teratur secara tidak tertulis secara langsung, tetapi


hirarkis, bahwa keteraturan hirarkis ini etika ini menjadi dasar atau fondasi
bernilai pada dirinya sendiri dan oleh bagi seluruh roda kehidupan
karena itu orang wajib untuk masyarakat desa, yakni etika jawa. Satu
mempertahankannya dan untuk hal yang menyatukan perbedaan-
membawa diri sesuai dengannya. perbedaan terjadi di dalam masyarakat,
Mereka yang berkedudukan lebih tinggi yakni bahwa mereka adalah sama-sama
harus diberi hormat. Sedangkan sikap sebagai orang jawa. Tuntutan untuk
yang tepat terhadap mereka yang senantiasa menjaga keselarasan,
berkedudukan lebih rendah adalah sikap kehidupan yang damai dan rukun
kebapaan dan keibuan dan rasa menjadi suatu keniscayaan, sehingga
tanggung jawab. setajam apapun perbedaan yang ada,
tetap harus berada dalam satu
Dengan sikap hormat, konstruksi etis sehingga jangan sampai
diharapkan dapat menjadi pedoman ada konflik yang terjadi, apalagi konflik
untuk bertindak-tanduk dalam berbagai terbuka yang dapat mengarah pada
konteks yang berbeda dan dengan tindakan kekerasan.
bersikap demikian maka tatanan sosial
yang harmonis dalam masyarakat dapat Kasus yang terjadi di desa
terjaga dengan baik (Franz Magnis Kotesan, seperti kehadiran Jama‟ah
Suseno, Ibid). Masyarakat desa Majelis Tafsir Alquran (MTA) yang
Kotesan, kerukunan menjadi hal yang sempat memunculkan sedikit
sangat penting untuk dijaga. Karenanya ketegangan di dalam hubungan internal
sekat-sekat perbedaan sedapat mungkin agama pada akhirnya juga dapat di atasi
dikesampingkan demi terjaganya dengan etika sosial yang ada di dalam
kerukunan bersama. Hal ini terlihat baik masyarakat tersebut. Pengurus MTA di
dari berbagai macam aktifitas warga desa Kotesan tidak akan memaksakan
sehari-hari yang sarat dengan berbagai keyakinan mereka kepada jama‟ah yang
macam kegiatan bersama seperti lain, mereka juga tetap menjaga
slametan, tahlilan, yasinan, upacara hubungan sosial, meskipun hubungan
kematian dan lain sebagainya, hingga sosial tersebut dibatasi dalam acara-
aktifitas yang diselenggarakan oleh acara tertentu, seperti kerja bakti/gotong
pemerintahan desa, seperti malam royong, pernikahan, kematian, acara
tirakatan memperingati 17 Agustus, tujuh belasan, dan sudah tidak lagi
bersih desa, dan lain sebagainya. mengikuti tradisi masyarakat seperti
Slametan dan Ttahlilan.
Selanjutnya, dapat dikatakan
bahwa etika Jawa di dalam masyarakat Sementara itu masyarakat juga
desa Kotesan sangat dominan, karena sudah mulai memaklumi dan mengerti,
masyarakat desa ini menyadari bahwa sehingga mereka menghargai keyakinan
apapun agama dan kepercayaan yang yang diikuti oleh jama‟ah MTA tersebut
diyakini oleh masyarakat, ada etika dan sudah tidak mengundang dan
yang dipegang secara kuat oleh mempertanyakan lagi ketidakhadiran
masyarakat berupa aturan-aturan yang mereka dalam acara seperti slametan

63
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

dan tahlilan. Sikap-sikap seperti ini differensiasi yang besar dapat terjaga
penulis anggap sebagai salah satu dengan baik. Etika sosial ini
kesepakatan yang tidak tertulis di termanifestasi sebagai ruang dialog dan
kalangan masyarakat yang bersumber pola hubungan antar agama di dalam
dari etika sosial yang selama ini masih masyarakat yang bertitik tolak pada
dipegang kuat oleh masyarakat desa usaha pemeliharaan budaya lokal dan
Kotesan secara umum. Mereka hukum etika sebagai asas dalam
mengedepankan etika keselarasan yang masyarakat. Selain itu etika sosial yang
berangkat dari prinsip kerukunan dan terbangun di dalam masyarakat desa
rasa hormat. Sehingga hal-hal yang Kotesan ini disebabkan oleh adanya
sekiranya dapat menimbulkan konflik persamaan konsepsi tentang ajaran
yang lebih lanjut segera dapat diatasi. leluhur yang dituntut untuk hidup
rukun, aman dan damai serta sebagai
Di sisi lain etika sosial yang simbol kesetiaan dan kepatuhan dalam
notabene adalah etika jawa yang memelihara dan menjaga warisan
dipegang oleh masyarakat desa leluhur.
Kotesan, jika dikaji lebih jauh ternyata
juga tidak bertentangan dengan ajaran DAFTAR PUSTAKA
masing-masing agama yang diyakini
Adeney, Bernard T. 2000. Etika Sosial
oleh masyarakat. Sebagaimana yang
Lintas Budaya, Yogyakarta:
telah dijelaskan sebelumnya, setiap
Kanisius.
ajaran agama baik itu Islam, Kristen,
-------------------------,(ed). 2004.
dan juga Buddha ternyata juga sama-
Sosiology of Religion: A Reader,
sama mengajarkan tentang sikap
Yogyakarta: CRCS.
toleransi, menghormati serta
Andy Dermawan. 2009. Dialektika Islam
mengajarkan tentang bagaimana
dan Multikulturalisme di Indonesia:
menjaga perdamaian di muka bumi ini.
Ikhtiar Mengurai Akar Konflik,
Hal ini semakin meneguhkan etika
Yogyakarta: PT. Kurnia Kalam
sosial yang selama ini sudah dipegang
Semesta.
kuat di dalam masyarakat desa Kotesan
Adiprasetya, Joas. 2002. Etik Global
yang pada dasarnya etika tersebut
dalam Kajian Postmodernisme dan
bersumber dari etika masyarakat Jawa
Pluralisme Agama, Jakarta: PT
secara umum.
BPK Tugu Mulia.
KESIMPULAN Beatty, Andew. 2001. Vatiasi Agama di
Berdasarkan pemaparan di atas, Jawa: Pendekatan Antropologi,
maka dapat digarisbawahi, bahwa etika Jakarta: Muara Kencana
sosial masyarakat desa Kotesan, Bratasiswara, Haramanto. 2000.
mempunyai signifikansi yang sangat Bauwarna: Adat Tata Cara Jawa,
besar dalam rangka merajut hubungan Jakarta: Yayasan Surya Sumirat.
sosial dan pengelolaan konflik yang ada Casanova, Joe. 1994. Public Religion in
di dalam masyarakat. Dengan etika the Modern World, Chicago dan
sosial ini hubungan sosial antar warga London: The University of Chicago
yang sebenarnya mempunyai Press

64
Humanika Vol. 15 Nomor 1. September 2015

Cowie, A. P. (ed.). 1987. Oxford Kung, Hans (ed.). 1996. Yes to a Global
Learners Pocked Dictionary, New Ethic, London: SCM Press.
York: Oxford University Press. --------------------. 1990. Global
Damami, Moh. 2002. Makna Agama Responsibility; In Search of a New
dalam Masyarakat Jawa, World Ethic, Newyork: Crossroad.
Yogyakarta: LESFI. Magnis Suseno, Franz. 2001. Etika
------------------. 1979. “Wong Tuwoisme: Jawa: Sebuah Analisa Falsafi
Nilai Budaya Vertikal Adat tentang Kebijaksanaan Hidup
Masyarakat Jawa di Yogyakarta”, Jawa, Jakarta: PT Gramedia
Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Pustaka Utama.
Sunan Kalijaga --------------------------. 1993. Etika Sosial,
El-Mirzanah, Syafaatun, Limantina Jakarta: Gramedia.
Sihaloho, dkk. 2002. Pluralisme, ---------------------------. 1985. Kerukunan
Konflik dan Perdamaian; Studi dan Konflik sekitar Paham Jawa
Bersama Antar Iman, Yogyakarta: tentang Manusia sebagai Makhluk
Dian Interfidei dan The Asia Sosial, Yogyakarta: Lembaga
Foundation. Javanologi, Yayasan Ilmu
Gede Suwindia, I. 2005. “Pluralitas Pengetahuan dan kebudayaan
kehidupan umat beragama di Bali Panunggalan.
(Study Kasus pola interaksi Muis, Labbay. 2006. “Etika Sosial dalam
komunitas Islam dan Hindu di desa Islam: Studi Atas Pemikiran
Pemogan Denpasar)”, Tesis, Center Nurcholish Madjid”, Skripsi,
for Religious and Cross Cultural Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Studies, Sekolah Pasca Sarjana Kalijaga Yogyakarta.
Universitas Gajah Madha Nadia, Zunly. 2010. “Perdamaian dalam
Yogyakarta. perspektif al-Qur‟an dan Bible”,
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation Makalah dalam mata kuliah al-
of Culture, New York: Random Qur‟an dan kitab suci agama lain,
House. tidak diterbitkan.
Glasse, Cyril. 1999. Ensiklopedi Islam, Shri Ahimsa Putra, Heddy. 2001,
Jakarta: PT Grafindo Persada, Cet Strukturalisme Levi-Strauss,
II. Yogyakarta: Galang Press.
Heriyah. 2005. "Kerukunan umat Simuh. 2003. Islam dan Pergumulannya
beragama di desa Kotesan dengan Budaya Jawa, Jakarta:
kecamatan Prambanan Klaten Teraju.
(telaah dialog antar agama dalam Supangat, M. 1991. “Merenungi Tradisi
perspektif agama Buddha)", Tesis, Jawa “Melekan” dalam Majalah
Center for Religious and Cross Mawas Diri, Ferbruari.
Cultural Studies, Sekolah Pasca
www.crcs.ugm.ac.id
Sarjana Universitas Gajah Madha
www.wahidinstitute.org
Yogyakarta.
Knitter, Paul F. 2002. Introducing
Theologies of Religions, Newyork :
Orbis Books.

65
UCAPAN TERIMA KASIH

Redaksi Jurnal Humanika mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan


kesediaan Mitra Bestari untuk Volume. 15. Nomor. 1. September 2015, kepada;

Ajat Sudrajat (Universitas Negeri Yogyakarta) untuk artikel

1. “Islam Rahmah dan Wasathiyah (Paradigma Keberislaman Inklusif,


Toleran dan Damai)” (Abd. Malik Usman)
2. “Etika Sosial dalam Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus di Desa
Kotesan Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten Jawa Tengah)” (Andy
Dermawan dan Zunly Nadia)
3. “Mencari Model Pendidikan Karakter” (Suparlan)

Suranto Aw (Universitas Negeri Yogyakarta) untuk artikel

1. “Persepsi Masyarakat Kotagede terhadap Pengunaan Media Komunikasi


oleh Organisasi Forum Joglo untuk Pelestarian Budaya di Kotagede
Yogyakarta” (Choirul Fajri)
2. “Implikasi Budaya Organisasi terhadap Pola Perilaku Komunikasi
Kelompok Tani Sumber Rejeki” (Mariana Ulfah dan Siti Chotijah)
3. “Model Komunikasi “Wom” sebagai Strategi Pemasaran Efektif” (Dani
Fadillah)

Yayan Suryana (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta) untuk


artikel

1. “The Dialectics of Javanese and Islamic Cultures: an Introduction to


Kuntowijoyo’s Thought” (Pradana Boy ZTF)

Anda mungkin juga menyukai