Miniriset Icu
Miniriset Icu
Oleh :
KELOMPOK IB
Puji syukur peneliti panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
atas berkat asung kerta wara nugraha-Nya, peneliti dapat menyusun mini riset
Mini riset ini dapat terselesaikan bukanlah semata-mata atas usaha sendiri
melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu melalui
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
Kemajuan selalu menyertai segala sisi kehidupan menuju ke arah yang lebih
baik, karenanya sumbang saran untuk perbaikan sangat peneliti harapkan dan
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
1. Tujuan umum..................................................................................................5
2. Tujuan khusus.................................................................................................5
D. Manfaat Penelitian 5
1. Manfaat teoritis...............................................................................................5
2. Manfaat praktis...............................................................................................6
BAB II TINJAUN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Pneumonia 10
1. Pengertian......................................................................................................10
2. Patofisiologi Pnemonia.................................................................................10
3. Klasifikasi Pnemonia....................................................................................11
4. Penatalaksanaan Pnemonia ..........................................................................13
B. Konsep Dasar Saturasi Oksigen Pada PPOK 16
1. Pengertian......................................................................................................16
2. Penyebab penurunan saturasi oksigen pada PPOK.......................................18
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen pada PPOK.................18
4. Proses penurunan saturasi oksigen pada PPOK............................................21
5. Tanda dan gejala penurunan saturasi oksigen pada PPOK...........................23
6. Dampak penurunan saturasi oksigen pada PPOK.........................................24
7. Pengukuran saturasi oksigen.........................................................................25
C. Konsep Dasar Ventilator Associated Pnemonia (VAP) 27
iii
1. Pengertian Ventilator Associated Pnemonia (VAP)......................................27
2. Etiologi..........................................................................................................28
3. Epidemologi..................................................................................................29
4. Teknik deep breathing exercise.....................................................................29
D. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Saturasi Oksigen Pada Pasien
PPOK 30
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 33
1. Kondisi lokasi penelitian...............................................................................33
2. Karakteristik subyek penelitian.....................................................................34
3. Hasil pengamatan terhadap obyek penelitian sesuai variabel penelitian......35
4. Hasil analisis data..........................................................................................36
B. Pembahasan Hasil Penelitian 38
1. Karakteristik pasien PPOK di Ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar.....38
2. Saturasi oksigen pada pasien PPOK sebelum pemberian deep breathing
excercise........................................................................................................40
3. Saturasi oksigen pada pasien PPOK setelah diberikan deep breathing
excercise........................................................................................................43
4. Pengaruh pemberian deep breathing exercise terhadap saturasi oksigen pada
pasien PPOK.................................................................................................45
BAB IV SIMPULAN DAN DARAN
A. Simpulan............................................................................................................48
B. Saran..................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................50
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ventilasi mekanik selama lebih dari 48 jam baik melalui pipa endotrakeal maupun
pipa trakeostomi. VAP merupakan kondisi penyulit yang sering dijumpai pada
perawatan pasien di ruang terapi intensif sehingga memperpanjang lama rawat dan
angka kematian juga tinggi. Insiden VAP pada pasien yang mendapat ventilasi
mekanik di dunia adalah sekitar 22,8%, dan pasien yang mendapat ventilasi
hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator mekanik merupakan salah satu
aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang kritis di
Infeksi nosokomial yang cukup sering diderita pasien adalah pneumonia. Delapan
Truwit, 2012).
VAP sebanyak 3,18 kejadian per 1000 ventilator per hari. Angka ini berada
angka kejadian 3,76 per 1000 kateter urin per hari (Chen YY, 2012).
Angka kejadian VAP di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah tahun 2012
sebesar 15,48 per 1000 hari pemakaian ventilator, masih di atas angka standar
nasional sebesar 10 per 1000 hari pemakaian ventilator. VAP menjadi perhatian
utama ICU karena merupakan kejadian yang cukup sering dijumpai, sulit untuk
di diagnosis secara akurat dan memerlukan biaya yang cukup besar untuk
dan berhubungan erat dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pasien
di ICU, dengan angka kematian mencapai 40-50% dari total penderita (Hunter JD,
2012).
Secara umum, VAP dapat didiagnosis jika ditemukan tanda diagnosis standar
seperti demam, takikardi, leukositosis, sputum yang purulen dan konsolidasi pada
gambaran radiografi thoraks. Namun diagnosa VAP agak sulit dilakukan jika
hanya melihat tampilan klinis pasien. Oleh sebab itu, diagnosa VAP dapat dibantu
pada 6 variabel yaitu suhu tubuh pasien, jumlah leukosit dalam darah, volume
paru dan kultur semikuantitatif dari aspirasi trakea. Jika diperoleh skor lebih dari
Beberapa faktor risiko dicurigai dapat memicu terjadinya VAP, antara lain
2
usia lebih dari 60 tahun, derajat keparahan penyakit, penyakit paru akut atau
kronik, sedasi yang berlebihan, nutrisi enteral, luka bakar yang berat, posisi tubuh
yang supine, Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari 9, penggunaan obat
pelumpuh otot, perokok dan lama pemakaian ventilator (Luna CM, 2003).
pemakaian alat (device) dan perilaku petugas dalam mencuci tangan serta
mengganti sarung tangan saat kontak di antara pasien. Beberapa faktor dapat
dicegah, antara lain dengan melakukan cuci tangan sesuai standar, pemakaian
sarung tangan saat melakukan atau kontak dengan pasien, memberikan intervensi
risiko penting yang terkait dengan kejadian VAP. Philippe Vanhems, dkk.,
menemukan 367 (10.8%) dari 3.387 pasien dihitung dalam 45.760 hari
hari pertama dan kedua (< 48 jam) adalah 5,3 dan 8,3 kejadian. Penelitian
dilakukan pada pasien dengan usia rata-rata 54,3 tahun dan angka kematian
21,7% (Vanhems P Benet, 2011). Perbedaan angka kejadian VAP di hari pertama
3
dalam kasus ini, walaupun faktor-faktor risiko lain masih ikut berpengaruh.
salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Imama Pranita R.
risiko yang terkait dengan kejadian VAP, seperti metode suction, umur, riwayat
ventilator (Rosyida MIP, 2011). Namun penelitian ini lebih menitikberatkan pada
Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
2020?”
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama
2. Tujuan khusus
Tahun 2020.
b. Untuk menganalisa lama pemakaian ventilator terhadap terjadinya ventilator
Tahun 2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
5
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan saran kepada perawat dalam
Sanglah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut : virus, bakteri (mikoplasma),
fungi, parasit, atau aspirasi zat asing (Betz & Sowden, 2009).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan aden
asing,berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif &
Kusuma, 2013).
satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala
batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti
virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
b. Virus
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya
sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza gangguan bisa berat
c. Mikoplasma
11
biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis
usia., tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian
d. Protozoa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan
jika ditemukan P. Carini pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru.
Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-
obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak
3. Klasifikasi
1) Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
12
2) Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
interlobular.
patogen atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah
abdomen atas.
13
3) Pneumonia Aspirasi, disebabkan oleh infeksi kuman, Pneumotitis kimia
akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan
makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh
bahan padat.
akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman patogen atau
Tanda –tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009) meliputi
hal-hal berikut :
a. Batuk
b. Dispnea
c. Takipea
supraklavikula
didekatnya)
i. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih kecil)
k. Demam
14
l. Ronchi
m. Sakit kepala
n. Sesak nafas
o. Menggigil
p. Berkeringat
5. Patofisiologi
Aspirasi dapat terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien dengan
memasuki saluran pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah refleks batuk
dan refleks tersedak yang mencegah aspirasi. Flora normal juga mencegah adhesi
mikroorganisme di orofaring.
15
bertahan hidup. Makrofag lalu akan menginisiasi repons inflamasi host. Pada saat
hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal ini akan
perubahan mekanisme paru dan volume paru dan shunting aliran darah sehingga
6. Pemeriksaan Diagnostik
adalah :
a. Sinar X
sering virus). Pada pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin lebih bersih.
b. GDA
16
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
c. JDL Leukositosis
Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,
d. LED Meningkat
e. Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat dan
komplain menurun
g. Bilirubin meningkat
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pneumonia Berat
2) Suara rintihan
3) Sianosis
Tindakan : cepat dirujuk ke rumah sakit ( diberikan satu kali dosis antibiotika
b. Pneumonia
17
3) Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat apabila keadaan memburuk
c. Bukan Pneumonia
pneumonia, diantaranya:
1) Oksigen 1-2L/menit
vibrasi
18
7) IVFD Dextrose 10% : NaCl 0,9%=3:1,+KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
8) Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral bertahap
9) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
8. Komplikasi
a. Abses paru
b. Edusi pleural
c. Empisema
d. Gagal napas
e. Perikarditis
f. Meningitis
g. Atelektasis
h. Hipotensi
i. Delirium
j. Asidosis metabolik
k. Dehidrasi
19
B. Konsep Dasar ventilator Pada Pneumonia
1. Pengertian
atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi atau jalan nafas
Ventilator sering kali dibutuhkan oleh pasien yang tidak dapat bernapas
sendiri, baik karena suatu penyakit atau karena cedera yang parah. Melalui
ventilator, pasien yang sulit bernapas secara mandiri dapat dibantu untuk
diantaranya adalah,
d. Respiratory Arrest.
a. Penyebab sentral
20
4) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi
b. Penyebab perifer
1) Kelaian Neuromuskuler:
a) Guillian Bare symdrom
b) Tetanus
c) Trauma servikal
d) Obat pelemas otot
2) Kelainan jalan napas.
a) Obstruksi jalan napas.
b) Asma bronchial.
3) Kelainan di paru, diantaranya adalah edema paru, atlektasis, dan ARDS.
4) Kelainan tulang iga, diantaranya adalah fraktur costae, pneumothorak, dan
hematothorak.
5) Kelainan jantung, salah satunya adalah kegagalan pompa pada jantung kiri.
(Medis Salam, 2013)
apabila :
b. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
Macam atau jenis ventilator menurut sifatnya ventilator dibagi menjadi tiga
tipe yaitu:
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang
21
ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang
telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru,
maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang
setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah siklusnya berdasarkan waktu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan
oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E
3. Mode-Mode Ventilator
ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung
dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mode Control
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien.
Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali
atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan
diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada
22
pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan
dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara
inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli
pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah CR (Controlled
dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan
pada frekuensi yang di setting tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat
inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting (benturan antara pernafasan
ventilator dengan pernafasan pasien) dengan segala akibatnya. Oleh karena itu
IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas secara spontan tetapi
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas secara spontan atau
pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumenya belum mencukupi karena
pernafasan pasien tergolong dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai
kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger
23
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada
pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian mode ini
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorak, darah yang kembali ke
jantung menjadi terhambat dan venous return menurun maka cardiac output
(misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut) terjadi maka bisa
tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang sehingga
meakibatkan cardiac output juga berkurang. Apabila tekanan terlalu tinggi dapat
terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu apabila volume tidal terlalu tinggi yaitu
lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya
Sedangkan efek pada organ lain adalah dapat mengakibatkan cardiac output
positif di rongga thorak darah yang kembali dari otak terhambat sehingga dapat
24
a. Pada paru
vaskuler
3) Infeksi paru
4) Keracunan oksigen
4) Gangguan kesadaran
5) Gangguan tidur
2) Perdarahan lambung.
e. Gangguan psikologi
25
6. Prosedure Pemasangan Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Terlebih dahulu lakukan tes paru
e. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi
adalah 0-5 cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan
ditunjukkan oleh hasil laboratorium yakni analisa gas darah (Blood Gas).
merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang
penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam
setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk, membagi
VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam pertama
26
pemberian ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi lebih dari
keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang menetap pada foto thoraks disertai
salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan darah atau pleura sama dengan
pada rongga thoraks, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut,
VAP merupakan bagian dari pneumonia nosokomial, yaitu suatu infeksi pada
terjadi pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 48 jam,
dimana periode inkubasinya tidak lebih dari 2 hari. Bagian dari pneumonia
nosokomial, yaitu VAP, biasa terjadi pada pasien yang dirawat di ICU yang telah
2. Etiologi
kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering
ditemukan, namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami
lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman
gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
27
Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan
3. Epidemologi
ICU. Penelitian terbesar di Amerika Serikat dengan data lebih dari 9000
pasien menemukan bahwa VAP terjadi pada 9,3% penderita yang menggunakan
oleh usia, dengan 5 dari 1000 kasus dilaporkan pada pasien dengan usia kurang
dari 35 tahun dan 15 dari 1000 kasus di temukan pada pasien dengan usia diatas
28
Hasil penelitian Kollef dkk. menyatakan bahwa penderita VAP
lain (31%) maupun tanpa pneumonia onset lambat (37%) (Wirasiti, 2006).
4. Faktor Resiko
diantaranya :
Pada pasien ICU, pilihan profilaksis untuk stress ulcer antara lain
kasus antasida) sehingga dapat memicu terbentuknya kolonisasi dalam gaster dan
aspirasi isi lambung ke paru. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan dua obat
PPI dan H2-antagonis jika dihubungkan dengan resiko VAP dan kematian di ICU
(Vincent, 2011).
29
Sukralfat telah dinyatakan sebagai obat alternatif untuk profilaksis stress
sukralfat tetap menjadi obat pilihan untuk profilaksis stress ulcer karena
memiliki risiko VAP lebih kecil jika dibandingkan dengan profilaksis stress
yang telah dibuktikan pada studi kasus terbaru, tapi disisi lain sukralfat bisa
b. Intubasi
intubasi yang tidak terlalu dibutuhkan harus sebisa mungkin dihindari. Ventilator
pada pasien ICU yang menggunakan ventilator karena memiliki risiko VAP
yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penggunaan ventilator invasif (Marc,
2012).
30
Beberapa penelitian telah mengidentifikasi lama/durasi penggunaan ventilator
sebagai salah satu faktor penting pemicu VAP. Pada pasien dengan ventilasi
mekanik, insiden VAP meningkat seiring dengan lamanya ventilasi dan tidak
pertama dari ventilasi, 2% setiap hari diminggu kedua, dan 1% setiap hari pada
flora yang berkolonisasi adalah faktor penting dalam patogenesis VAP. Orofaring
(Marc, 2012).
e. Posisi supin
(Vincent, 2011).
31
dalam posisi supin daripada pasien dalam posisi semirecumbent. Penelitian
sekret endobronkial sebanyak 32% jika diambil pada pasien dengan posisi
semirecumbent dan 68% pada pasien dengan posisi supin (Cook DJ, 2012).
f. Nutrisi Enteral
sebagai alternatif nutrisi enteral, disisi lain bisa meningkatkan risiko infeksi
Sebuah meta-analisis dari 15 studi pada 753 pasien ICU akibat trauma, luka
bakar dan operasi abdomen menemukan insiden infeksi yang lebih rendah
dengan pemberian nutrisi enteral lebih awal (early enteral feeding). Sebaliknya,
pemberian nutrisi enteral yang lebih awal (early enteral feeding) bisa
meningkatkan risiko VAP. Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Artinian dkk.,
32
bahwa pada pasien ICU keuntungan pemberian nutrisi enteral berbanding
kuman gram positif maupun gram negatif, walaupun ada beberapa kuman gram
h. Antibiotik sistemik
dengan kejadian VAP bersama dengan pasien dengan gagal organ, usia
lebih dari 60 tahun, dan posisi kepala tertentu. Namun, penelitian lainnya
33
menemukan bahwa penggunaan antibiotik pada 8 hari pertama bisa
2012).
i. Pembedahan
Penelitian Cunnion pada pasien dewasa di ICU menunjukkan bahwa pasien pasca
pembedahan di ICU lebih banyak yang terkena VAP daripada pasien non-bedah.
yang lama. Tidak semua pasien pasca operasi dengan ventilator mekanik di
ICU memiliki risiko yang sama untuk terkena VAP karena hal ini juga
dipengaruhi oleh lokasi dan indikasi operasi. Pasien yang mengalami operasi
besar terkena VAP dibandingkan operasi pada lokasi tubuh lainnya (Chastre J,
2002).
34
5. Patogenesis
napas bawah. Kuman dalam aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam
ulcer), posisi pasien yang datar, pemberian nutrisi enteral, dan derajat keparahan
35
Saluran pernapasan normal memiliki berbagai mekanisme pertahanan paru
terhadap infeksi seperti glotis dan laring, refleks batuk, sekresi trakeobronkial,
virulen. Sebagian besar VAP disebabkan oleh aspirasi kuman patogen yang
ujung pipa endotrakeal pada penderita dengan posisi terlentang. Selain itu, VAP
2006).
6. Penatalaksanaan
harus dilakukan sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda
setempat. Pada pasien dengan early onset VAP yang sebelumnya belum
36
Sedangkan pasien yang terkena VAP setelah penggunaan ventilator
antibiotika pada 95% penderita VAP sambil menunggu hasil biakan BAL (Luna
CM, 2003).
lebih rendah.
dapat dihentikan setelah 3 hari pada penderita dengan kecendrungan VAP rendah
7. Pencegahan
37
Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan keberhasilan strategi-
mengurangi kolonisasi kuman dengan angka risiko kecil, selain itu juga
memperlambat durasi kolonisasi internal dari 1,8 ± 0,4 menjadi 3,2 ± 0,8 hari.
ventilasi non invasif pada penderita gagal napas akut (Olson ME, 2012).
saluran cerna terhadap kuman patogen serta strategi non farmakologi yang
selektif
38
f. Menggunakan antibiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi
mungkin
setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik, baik melalui pipa
endotrakeal maupun pipa trakeostomi. VAP menjadi perhatian utama ICU karena
merupakan kejadian yang cukup sering dijumpai, sulit untuk di diagnosis secara
akurat dan memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengobatannya. Kejadian
dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pasien di ICU, dengan angka
Secara umum, VAP dapat didiagnosis jika ditemukan tanda diagnosis standar
pada gambaran radiografi thoraks. Namun diagnosa VAP agak sulit dilakukan
39
jika hanya melihat tampilan klinis pasien. Oleh sebab itu, diagnosa VAP dapat
didasarkan pada 6 variabel yaitu suhu tubuh pasien, jumlah leukosit dalam
pemeriksaan radiologi paru dan kultur semikuantitatif dari aspirasi trakea. Jika
diperoleh skor lebih dari 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan (Luna CM,
2003).
Beberapa faktor risiko dicurigai dapat memicu terjadinya VAP, antara lain
usia lebih dari 60 tahun, derajat keparahan penyakit, penyakit paru akut atau
kronik, sedasi yang berlebihan, nutrisi enteral, luka bakar yang berat, posisi
tubuh yang supine, Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari 9, penggunaan obat
pelumpuh otot, perokok dan lama pemakaian ventilator (Luna CM, 2003).
risiko penting yang terkait dengan kejadian VAP. Philippe Vanhems, dkk.,
menemukan 367 (10.8%) dari 3.387 pasien dihitung dalam 45.760 hari
pada hari pertama dan kedua (< 48 jam) adalah 5,3 dan 8,3 kejadian. Penelitian
dilakukan pada pasien dengan usia rata-rata 54,3 tahun dan angka kematian
40
pertama dan kedua mengindikasikan adanya pengaruh lama pemakaian
ventilator dalam kasus ini, walaupun faktor-faktor risiko lain masih ikut
berpengaruh.
salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Imama Pranita R.
risiko yang terkait dengan kejadian VAP, seperti metode suction, umur, riwayat
41
BAB III
A. Hasil Penelitian
Sakit UPT. Kemenkes dengan PPKBLU yang bernama lengkap Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar. Adapun lokasi RSUP Sanglah Denpasar yaitu
merupakan rumah sakit rujukan terbesar untuk wilayah Bali, Nusa Tenggara
RSUP Sanglah awalnya dibangun pada tahun 1956 dan diresmikan pada
tanggal 30 Desember 1959 dengan kapasitas 150 tempat tidur oleh Ir.
menjadi rumah sakit pendidikan tipe B dan sebagai rumah sakit rujukan untuk
pada tahun 1993 menjadi rumah sakit swadana (SK Menkes No.
(Pendapatan Negara Bukan Pajak). Pada tahun 2000 berubah status menjadi
sesuai Permenkes 1636 tahun 2005 tertanggal 12 Desember 2005. Pada tahun
2017 jumlah tempat tidur yang tersedia di RSUP Sanglah Denpasar sebanyak
765 tempat tidur sedangkan memasuki tahun 2018 tercatat sebanyak 765
oksigen pada pasien PPOK dilakukan di IGD RSUP Sanglah Denpasar pada
lanate 1 yang dibagi menjadi 4 ruangan yaitu IGD Bedah, IGD Medik, Fast Track
Subyek penelitian dalam penelitian ini yaitu pasien PPOK di IGD Sanglah
dapat diuraikan berdasarkan usia dan jenis kelamin disajikan dalam bentuk tabel
sebagai berikut :
sebagai berikut :
Tabel 1
Distribusi Karakteristik Pasien PPOK Berdasarkan Usia di IGD RSUP Sanglah
Denpasar Tahun 2020
rata-rata usia responden yaitu 62,80 tahun dengan usia terbanyak yaitu 59 tahun
dan mediannya yaitu 63 tahun dengan standar deviasi yaitu 3,899 dan usia
34
b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien PPOK Berdasarkan Jenis Kelamin di
IGD RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2020
untuk mengukur saturasi oksigen sebelum dan setelah pemberian deep breathing
Tabel 3
Distribusi Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK Sebelum Pemberian Deep
Breathing Excecise di IGD RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2020
35
94,40% dengan saturasi oksigen terbanyak yaitu 95% dan mediannya yaitu 95%
dengan standar deviasi 1,517, saturasi oksigen terendah yaitu 92% dan tertinggi
yaitu 96%.
b. Saturasi oksigen setelah pemberian deep breathing excercise
Distribusi responden berdasarkan saturasi oksigen setelah pemberian deep
Tabel 4
Distribusi Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK Setelah Pemberian Deep
Breathing Excecise di IGD RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2020
97,40% dengan saturasi oksigen terbanyak yaitu 97% dan mediannya yaitu 97%
dengan standar deviasi 1,140, saturasi oksigen terendah yaitu 96% dan tertinggi
yaitu 99%.
karena variabel saturasi oksigen berskala data interval dengan menggunakan uji
shapiro wilk, hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 5 yaitu sebagai berikut :
Tabel 5
Uji Normalitas Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK Sebelum dan Setelah
Pemberian Deep Breathing Excecise di IGD RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2020
Shapiro Wilk
Saturasi Oksigen
N p Value
36
Sebelum diberikan perlakuan 5 0,492
Setelah diberikan perlakuan 5 0,814
pemberian deep breathing exercise yaitu 0,492 dan setelah pemberian deep
breathing exercise yaitu 0,814, karena nilai p > α (0,05) maka data berdistribusi
normal. Hal ini berarti untuk analisa data menggunakan uji paired t-test
Analisa data dilakukan untuk menganalisis pengaruh pemberian deep
breathing exercise terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK di IGD RSUP
Sanglah Denpasar tahun 2020 dengan menggunakan uji paired t-test, hasil analisis
Tabel 6
Analisis Bivariat Pengaruh Pemberian Deep Breathing Exercise Terhadap Saturasi
Oksigen Pada Pasien PPOK di IGD RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2020
rata-rata saturasi oksigen pada pasien PPOK setelah pemberian deep breathing
0,001. Karena nilai p < α (0,05), maka H 0 ditolak. Hal ini berarti bahwa ada
37
B. Pembahasan Hasil Penelitian
a. Usia
Penelitian yang dilakukan terhadap 5 pasien PPOK di IGD RSUP Sanglah
Denpasar didapatkan bahwa rata-rata usia responden yaitu 62,80 tahun dengan
usia terbanyak yaitu 59 tahun dan mediannya yaitu 63 tahun dengan standar
deviasi yaitu 3,899 dan usia termuda yaitu 59 tahun dan usia tertua yaitu 68 tahun.
Menurut Yunus F (2007) menjelaskan bahwa faal paru pada setiap individu akan
maksimal pada usia 19 – 21 tahun. Setelah usia itu faal paru terus menurun sesuai
dengan bertambahnya usia. Semakin tua usia seseorang, maka fungsi ventilasi
alveoli, penebalan kelenjar bronkial dan penurunan kapasitas paru. Perubahan ini
(2016) di Rumah Sakit Paru Jember tentang faktor risiko PPOK menyatakan
bahwa -rata umur responden yaitu 59,34 dengan standar deviasi 7,07 tahun dan
usia termuda adalah 40 tahun dan usia tertua 65 tahun. Berdasarkan hasil
penelitian dan teori yang relevan, didapatkan bahwa rata-rata pasien PPOK di
IGD RSUP Sanglah Denpasar berusia 62,80 tahun, hal ini dapat diasumsikan
bahwa semakin tinggi usia maka semakin besar risiko terserang penyakit PPOK,
hal ini disebabkan karena proses degeneratif, penurunan fisiologis tubuh seperti
38
menurunnya elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial dan penurunan
kapasitas paru.
b. Jenis kelamin
Denpasar didapatkan bahwa sebagian besar yaitu 80% berjenis kelamin laki-laki.
PPOK lebih banyak terjadi pada laki-laki karena kebiasaan merokok laki-laki
Menurut data GATS (2011) bahwa sebanyak 67% laki-laki di Indonesia adalah
perokok. Merokok adalah faktor risiko utama PPOK dan asap rokok adalam
bertambah banyak dan aktivitas sistem antielastase yaitu sistem alfa-1 protease
inhibitor terutama enzim alfa-1 antitripsin menjadi menurun. Akibat akan terjadi
kerusakan jaringan elastin paru. Apabila terjadi kerusakan jaringan elastin paru
berkurangnya elastisitas paru atau rekoil paru disebabkan karena terjadinya high
compliance paru yang menyebabkan ekspirasi sudah selesai saat belum semua
karbondioksida habis dikeluarkan. Elastisitas paru atau rekoil paru ini dibutuhkan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yatun dkk
(2016) di Rumah Sakit Paru Jember tentang faktor risiko PPOK menyatakan
39
kelamin laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang relevan didapatkan
bahwa sebagian besar pasien PPOK di IGD RSUP Sanglah Denpasar berjenis
kelamin laki-laki, hal ini disebabkan karena pasien PPOK yang laki-laki lebih
banyak yang merokok dibandingkan yang perempuan. Hal ini dapat diasumsikan
berarti pasien PPOK yang berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko menderita
penyakit PPOK.
excercise
breathing excercise yaitu 94,40% dengan saturasi oksigen terbanyak yaitu 95%
dan mediannya yaitu 95% dengan standar deviasi 1,517, saturasi oksigen terendah
yaitu 92% dan tertinggi yaitu 96%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Iryanita dan Afifah (2015) yang menemukan rata-rata saturasi oksigen
Bedasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa nilai saturasi oksigen sebelum
perbedaan nilai rata-rata saturasi oksigen pasien PPOK pada hasil penelitian yang
didapatkan dengan hasil penelitian terdahulu karena nilai saturasi oksigen juga
otot polos (Somantri, 2012). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran saturasi
oksigen sebelum diberikan deep breathing exercise yaitu 5 menit setelah pasien
40
mendapatkan terapi nebulizer dan perlakuan yang berbeda ini yang menyebabkan
pada pasien PPOK dengan sesak napas akan mengalami penyempitan jalan napas
pertambahan ruang rugi dan penurunan difusi oksigen yang akan berdampak pada
penurunan saturasi oksigen (Smeltzer & Bare, 2002). Penurunan kapasitas vital
paru menyebabkan kecilnya perbedaan gradien tekanan gas oksigen dalam alveoli
dengan kapiler (Guyton & Hall, 2012). Pada pasien PPOK terjadi resistensi
saluran napas meningkat sehingga harus diciptrakan gradien tekanan yang lebih
2016). Penurunan tekanan oksigen alveoli yang lebih kecil dari tekanan gas
oksigen dalam paru ini menyebabkan terjadinya penurunan difusi oksigen yang
dapat dilihat secara sederhana melalui penurunan saturasi oksigen (Potter& Perry,
2006).
exercise pada penelitian ini ditemukan bahwa seluruh pasien pada kelompok
hipoksemia seperti kadar Hb serta pajanan terhadap faktor pencetus secara terus-
menerus seperti polusi dan asap rokok. Pada penelitian ini faktor kadar Hb tidak
41
Untuk menunggu hasil tersebut membutuhkan waktu selama satu jam hingga 3
jam lamanya. Kemungkinan pada penelitian ini faktor kadar Hb berpengaruh pada
sebesar 1mg/dl akan menaikkan kadar laktat sebesar 0,12 mmol/l dan setiap
Selain itu, dapat juga disebabkan oleh pajanan terhadap faktor pencetus
secara terus-menerus seperti pulusi dan asap rokok dari lingkungan maupun
perokok aktif. Dalam penelitian ini pasien PPOK merupakan perokok aktif
hipoksemia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Septia (2016)
yang menyatakan bahwa penyakit PPOK menjadi lebih berat disebabkan oleh
paparan asap rokok dari perokok aktif baik derajat ringan, sedang dan berat.
jika tidak ditangani akan bertambah buruk dan akan mengakibatkan hipoksia.
Hipoksia merupakan penyebab penting dan umum dari cidera dan kematian sel
42
3. Saturasi oksigen pada pasien PPOK setelah diberikan deep breathing
excercise
breathing excercise yaitu 97,40% dengan saturasi oksigen terbanyak yaitu 97%
dan mediannya yaitu 97% dengan standar deviasi 1,140, saturasi oksigen terendah
yaitu 96% dan tertinggi yaitu 99%. Hasil penelitian ini hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Iryanita dan Afifah (2015) yang menemukan nilai
saturasi oksigen setelah di berikan intervensi berupa slow deep breathing exercise
dengan rata-rata saturasi oksigen sebesar 94,60%. Penelitian lain yang juga
mendukung yaitu hasil penelitian oleh Budiono (2017) yang yang menyatakan
bahwa dari 24 pasien PPOK, sebesar 58% mengalami penurunan saturasi dan
saturasi oksigen. Pada penelitian ini pemberian intervensi berupa deep breathing
Peningkatan saturasi oksigen pada penelitian ini dikuatkan oleh teori yang
menyatakan bahwa peningkatan saturasi oksigen ini terjadi akibat saluran napas
43
ventilasi. Ventilasi yang baik akan meningkatkan oksigen paru dan terjadi
peningkatan difusi oksigen antara alveoli dengan kapiler paru dan terjadinya
(Price & Wilson, 2006). Peningkatan saturasi oksigen ini dikarenakan oleh latihan
dalam 5 siklus selama 15 menit dengan cara menarik nafas melalui hidung selama
4 detik dengan lambat dan dalam, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi dan
biarkan abdomen menonjol sebesar mungkin kemudian tahan nafas selama 2 detik
menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil
meningkatkan saturasi oksigen namun hanya dalam waktu 15 menit saja sehingga
oleh teori yang menyebutkan bahwa walaupun deep breathing exercise dapat
dipelajari dan dirasakan manfaatnya dalam beberapa menit saja namun manfaat
yang lebih maksimal akan dapat dirasakan jika latihan pernapasan ini dilakukan
secara rutin selama beberapa hari hinggga seminggu bahkan sebulan lamanya
(Martha, 1995).
44
4. Pengaruh pemberian deep breathing exercise terhadap saturasi oksigen
0,001. Karena nilai p < α (0,05), maka H 0 ditolak. Hal ini berarti bahwa ada
rata-rata sebelum diberikan purs lips breathing yaitu 94,33% dan rata-rata setelah
pemberian purs lips breathing yaitu 4,37%. Hasil penelitian ini menunjukkan
terdapat peningkatan yang bermakna antara nilai saturasin oksigen sebelum dan
memberikan intervensi berupa purs lips breathing. Pada penelitian ini intervensi
Dari hasil uji statistik paired sample t test didapatkan p value sebesar 0,001.
Hal ini menunjukkan p value ≤ α (0,05) dengan demikian Ho ditolak yang berarti
ada pengaruh deep breathing exercise terhadap saturasi oksigen pada pasien
45
PPOK. Hal ini terjadi karena pengaruh dari deep breathing exercise pada pasien
PPOK yang sedang mengalami sumbatan atau obstruksi jalan napas. Deep
paru sehingga dapat mempengaruhi nilai saturasi oksigen pada pasien PPOK.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa deep
semakin besar pula kuantitas gas yang dapat berdifusi melewati membran alveolus
dalam sel darah merah dalam pembuluh darah arteri sehingga meningkatkan
sebesar 75% selama inspirasi. Pada saat inspirasi, terjadi penurunan otot
interkostalis eksternus mengangakat iga (Price & Wilson, 2006). Pada saat thorak
tekanan intrapleura menurun dari 756 mmHg menjadi 754 mmHg. Pada saat yang
46
Deep breathing exercise merupakan salah satu latihan otot pernapasan untuk
meningkatnya perbedaan tekanan parsial gas antara tekanan parsial gas dalam
alveoli dan dan tekanan parsial gas dalam darah kapiler paru (Guyton & Hall,
2012). Peningkatan tekanan parsial gas oksigen dalam alveoli menyebabkan tidak
Iryanita dan Afifah (2015) yang menyatakan bahwa deep breathing exercise
meningkat, sehingga kapasital vital pzru juga akan meningkat dan akan
mengurangi obstruksi jalan napas dan sesak napas yang dirasakan. Selain itu,
ventilasi/perfusi menjadi adekuat dan dapat meningktkan saturasi oksigen. Hal ini
47
BAB IV
A. Simpulan
deep breathing excercise terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK di IGD
responden yaitu 62,80 tahun dengan usia terbanyak yaitu 59 tahun dan
mediannya yaitu 63 tahun dengan standar deviasi yaitu 3,899 dan usia
termuda yaitu 59 tahun dan usia tertua yaitu 68 tahun, sedangkan berdasarkan
jenis kelamin didapatkan sebagian besar yaitu 80% berjenis kelamin laki-laki.
2. Saturasi oksigen pada pasien PPOK sebelum diberikan deep breathing
95% dan mediannya yaitu 95% dengan standar deviasi 1,517, saturasi oksigen
97% dan mediannya yaitu 97% dengan standar deviasi 1,140, saturasi oksigen
pada pasien PPOK di IGD RSUP Sanglah Denpasar dengan nilai p = 0,001 (p
< 0,05).
B. Saran
disarankan kepada :
perlakuan dan kelompok kontrol agar nilai rata-rata dari kedua kelompok
tidak terlalu berbeda, selain itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
data dasar bagi peneliti berikutnya agar dapat dilakukan penelitian yang lebih
49
DAFTAR PUSTAKA
Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC.
Budiharto., Faridah, Aini., dan Ratna, S. (2010) ‘Pengaruh Breathing Retraining
terhadap Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru pada Asuhan Keperawatan Pasien
PPOK’, Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(1), pp. 29–33.
Dahlan, S. (2011) ‘No Title’, in Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 5th
edn. Jakarta: Salemba Medika.
Gallo and Hudak (2010) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. 6th edn.
Jakarta: EGC.
Ganong (2008) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd edn. Jakarta: EGC.
GATS (2016) ‘GATS2 (Global Adult Tobacco Survey) Fact Sheet, India, 2016-
17’, pp. 6–9. Available at:
http://www.who.int/tobacco/surveillance/survey/gats/GATS_India_2016-
17_FactSheet.pdf.
GOLD (2016) ‘Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease Global
Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease Updated 2016’.
Kapasitas Vital ( Kv ) Dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama ( Vep 1 ) Pada
Tenaga Breathingexercise Is As Better As To Increase the Forced Expiratory
Volume in Second ( Fev 1 ) and Vitalcapacity ( Vc’, 3(3), pp. 38–49.
Kozier, B. et al. (2011) Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses &
Praktik. Jakarta.
Martha, Elizabeth & Matthew,1995. Panduan Relaksasi & Reduksi Stres 3rd ed.
Yasmin, ed., Jakarta: EGC
Misnadiarly, 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia Pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Popular
Patria and Fairuz (2012) Terapi oksigen Aplikasi klinis. Jakarta: EGC.
Potter, Patricia A & Perry, A. G. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan. 4th
edn. Jakarta: EGC.
51
Potter, P. A. and Perry, A. G. (2006) Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta.
Setiadi (2013) Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. 2nd edn.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
52
Wasis (2008) Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC.
53
LAMPIRAN
Statistics
Valid 5 5 5
N
Missing 0 0 0
Mode 59 95 97
Minimum 59 92 96
Maximum 68 96 99
Jenis Kelamin
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
N Correlation Sig.
Paired Differences
Lower
95% Confidence
Interval of the
Difference
Upper