Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Justifikasi Dilaksanakannya Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Posisi geografis wilayah Indonesia yang terbentang di sekitar garis khatulistiwa dan
terletak di antara dua benua dan dua samudra, menjadikan Indonesia sebagai negara
yang memiliki ketergantungan dalam pemanfaatan teknologi Keantariksaan dan
sekaligus memiliki keunggulan komparatif dalam Penyelenggaraan Keantariksaan yang
berbasis ilmu dan teknologi bagi kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia
Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia, Antariksa dipandang sebagai ruang gerak, media, dan sumber
daya alam yang harus didayagunakan dan dilestarikan bagi kemakmuran rakyat
Indonesia dengan cara damai untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, penguasaan dan pemanfaatan teknologi keantariksaan memiliki
peran penting dan strategis dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa dan
negara, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan produktivitas negara,
mengoptimalkan penerapan perjanjian internasional keantariksaan demi kepentingan
nasional serta mewujudkan kemandirian bangsa dan negara dalam penyelenggaraan
keantariksaan.
Eksplorasi dan pendayagunaan Antariksa mutlak memerlukan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Sains) Keantariksaan yang bersifat teknologi canggih (high technology)
yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan, pertahanan, dan
keamanan. Sistem Keantariksaan yang terdiri atas teknologi ruas bumi, ruas Antariksa,
dan ruas pengguna juga menuntut keterpaduan dalam penelitian, pengembangan, dan
pemanfaatannya. Kondisi inilah yang menyebabkan bahwa setiap negara bertanggung
jawab secara internasional terhadap setiap kegiatan Keantariksaan nasionalnya, baik
yang dilakukan oleh pemerintah maupun nonpemerintah.
Pentingnya kegiatan Keantariksaan tercermin pada sistem Keantariksaan yang
memberikan informasi dan jasa-jasa yang melindungi kehidupan dan lingkungan,
meningkatkan kesejahteraan dan keamanan, serta memacu IPTEK, industri, dan

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-1


BAB I PENDAHULUAN

pembangunan ekonomi. Kegiatan Keantariksaan menyediakan prakiraan cuaca, siaran


melalui satelit, dan navigasi global serta membuka peluang baru pendidikan jarak
jauh. Kegiatan Keantariksaan juga mampu meningkatkan sektor ekonomi dan sektor
pembangunan lainnya. Kegiatan Keantariksaan telah menjadi kepedulian global yang
menawarkan keuntungan spesifik dan menjadi tantangan baru seperti pemantauan
dan pemahaman terhadap perubahan iklim dan pemanasan global serta mendukung
pembangunan berkelanjutan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan,
mengamanatkan bahwa Bangsa Indonesia harus mampu menguasai dan
mengembangkan Sains Antariksa. Mengacu kepada Undang-undang tersebut, Pusat
Sains Antariksa mempunyai kewajiban melaksanakan kegiatan sains antariksa yang
meliputi penelitian tentang: (1) cuaca antariksa, (2) lingkungan antariksa, dan (3)
astrofisika (Pasal 11, ayat 1 dan ayat 2 UU 21/2013). Dalam melaksanakan penelitian
antariksa tersebut digunakan sarana satelit, stasiun antariksa, dan fasilitas observasi di
ruas bumi (pasal 11, ayat 2), yang dapat pula dilakukan melalui partisipasi aktif dalam
penelitian Keantariksaan internasional dan/atau kerja sama dengan Instansi
Pemerintah dan badan hukum lain di luar negeri.
Setelah lebih dari 50 tahun menjadi negara pengoperasi dan pengguna teknologi
keantariksaan, penguasaan Sainstek keantariksaan Indonesia masih tertinggal jauh
dibandingkan Negara China, India, Korea, dan Brazil yang era awal partisipasi
penyelenggaraan keantariksaannya dapat dikatakan sama dengan Indonesia, namun
saat ini keempat Negara tersebut telah mendekati kemampuan Negara pelopor
teknologi keantariksaan. Salah satu kendalanya adalah ketersediaan sarana dan
prasarana Penelitian Keantariksaan di Indonesia khususnya bidang astronomi dan
astrofisika serta hubungannya dengan lingkungan bumi, yang masih belum memadai.
Tanpa penguasaan teknologi keantariksaan yang memadai, Indonesia tidak akan
mampu secara mandiri memanfaatkan antariksa untuk kepentingan nasionalnya,
sehingga terpaksa bergantung pada penyediaan teknologi dan jasa dari negara lain.
Dalam jangka panjang, ketergantungan ini akan menyulitkan posisi nasional Indonesia
secara ekonomis, sosial budaya, politik hingga pertahanan dan keamanan.
Terkait dengan masalah tersebut, pemikiran mengenai perlunya observatorium baru,
dalam berbagai aspeknya, telah muncul selama beberapa tahun terakhir. Hal ini juga

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-2


BAB I PENDAHULUAN

tidak terlepas dari kenyataan bahwa kondisi lingkungan di Observatorium Boscha


Lembang semakin tidak sesuai dengan pengamatan astronomi skala riset lanjut. Polusi
cahaya yang sangat parah menjadi masalah yang semakin serius, ditambah lagi dengan
kondisi polusi udara yang juga memberikan pengaruhnya. Kondisi lingkungan di
Observatorium Boscha dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu, terjadi peningkatan
temperatur rata-rata sekitar 2 derajat, angkasa yang makin berdebu, dan kondisi
kecerahan langit serta polusi cahaya yang makin mengganggu.
Menurut Mahesa et al., (2013), suatu tempat dinyatakan layak menjadi lokasi
observatorium astronomi jika memiliki sedikit cakupan awan, transparansi langit yang
tinggi, langit yang gelap, kelembaban udara rendah, kecepatan angin rendah,
turbulensi udara atau seeing yang kecil, lokasi yang terpencil, dan ketinggian yang
cukup. Hasil pengukuran seeing yang dilakukan Mahesa et al., (2013) di kawasan
Gunung Timau selama enam malam di bulan Mei, Juli, dan Oktober 2013,
menunjukkan nilai seeing yang kecil (median 1,34 dan 0,87 detik busur ). Sementara
hasil survei tim LAPAN, ITB dan Undana tahun 2007 - 2014, menunjukkan bahwa
kawasan Gunung Timau berada pada ketinggian 1300 mdpl, memiliki langit gelap
terbaik dengan benda-benda planet yang masih asli, intensitas langit terang atau
periode observasi langit terlama (9 – 12 bulan), lokasinya relatif jauh dari permukiman
sehingga polusi cahaya minimal, dekat dengan khatulistiwa (lintang kurang dari 10
derajat), dan memiliki kondisi iklim dan cuaca yang cocok untuk pengamatan
astronomi (cuacanya cenderung kering, langit lebih gelap). Hal tersebut menjadi
dasar penetapan kawasan Gunung Timau Kecamatan Amfoang Tengah Kabupaten
Kupang sebagai lokasi rencana Pembangunan Observatorium Nasional Lembaga
Penerbangan dan Anatariksa Nasional (LAPAN).
Kegiatan Pembangunan Observatorium Nasional Timau didasari atas pertimbangan
kebutuhan pengembangan pengamatan antariksa sebagai implementasi rencana induk
LAPAN. Pembangunan ini diharapkan dapat membantu pengembangan LAPAN
menjadi center of excellence dalam kegiatan keantariksaan di Indonesia, serta
memberikan kontribusi nyata bagi kebutuhan stackholder dalam memberikan
informasi dinamika keantariksaan.
Kegiatan Pembangunan Observatorium Nasional akan memberikan dampak positif
dan dampak negatif terhadap berbagai komponen lingkungan antara lain lingkungan

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-3


BAB I PENDAHULUAN

geo – fisik – kimia, biologi, sosial – ekonomi – budaya dan kesehatan masyarakat.
Dampak positif diantaranya adalah terbukanya peluang kerja dan kesempatan usaha;
sedangkan dampak negatif diantaranya gangguan keanekaragaman jenis hayati dan
kemungkinan berpindahnya fauna. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
sebagai pemrakarsa telah menyadari sepenuhnya kondisi dan konsekuensi dari
kegiatan ini dan berkomitmen mengikuti seluruh persyaratan yang ditetapkan
pemerintah. Dalam rangka melaksanakan pembangunan yang berwawasan
lingkungan sebagai upaya untuk mengelola sumber daya secara bijaksana untuk
menghasilkan pola kehidupan dan sosial yang baik, perlu dijaga keseimbangan antara
kondisi lingkungan dengan kegiatan. Meningkatnya usaha dan/atau kegiatan
pembangunan di berbagai bidang akan memberikan konsekuensi logis timbulnya
dampak (perubahan) terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemrakarsa berusaha
selalu mengedepankan masalah lingkungan khususnya berkaitan dengan rencana
Pembangunan Observatorium Nasional di Kecamatan Amfoang Tengah Kabupaten
Kupang.
Dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup agar tetap dapat
mendukung kehidupan masa kini dan masa mendatang serta melaksanakan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah
membuat instrumen pengelolaan lingkungan berupa UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Seiring dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan pembangunan Observatorium Nasional dan sesuai dengan PP No.
27 tahun 2012; PerMen LH No. 5 Tahun 2012, bahwa luas lahan yang dialokasikan:
30,25 ha, luas bangunan < 10.000 m2, namun terletak di dalam kawasan hutan
lindung, maka WAJIB dilengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) yaitu kajian yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup, sehingga diharapkan dengan pendekatan tersebut akan
memperkecil kerusakan-kerusakan lingkungan dan lebih terpantaunya pemanfaatan
terhadap sumber daya alam. Secara umum studi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) terdiri dari KA - ANDAL, ANDAL, RKL-RPL, dimaksudkan
sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan
yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas yang sedang dilaksanakan

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-4


BAB I PENDAHULUAN

sehingga dapat meminimalkan dampak negatif dan meningkatkan dampak positif


yang mungkin akan terjadi.
Untuk tahap awal disusun Kerangka Acuan yang berpedoman pada Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup. Kerangka Acuan ini, berisi tentang ruang lingkup studi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang merupakan hasil pelingkupan dan
merupakan dokumen penting untuk memberi rujukan tentang kedalaman studi
ANDAL.
Pihak–pihak yang terlibat dalam proses pelingkupan antara lain adalah
masyarakat yang berkepentingan, pemrakarsa, dinas terkait, dan pemerhati
lingkungan. Hal ini telah diwujudkan dalam bentuk konsultasi publik yang telah
dilaksanakan oleh Pemrakarsa 2 Agustus 2016, untuk mengetahui tanggapan
masyarakat dan saran/masukan masyarakat terhadap kegiatan dimaksud. Notulensi
konsultasi publik tersebut dapat dilihat pada lampiran 11 (Rangkuman Hasil Diskusi).
Rencana kegiatan dalam rangka penyusunan dokumen Kerangka Acuan
rencana kegiatan Pembangunan Observatorium Nasional oleh LAPAN (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional) telah diumumkan melalui media lokal Timor
Express pada Tanggal 7 Oktober 2016 sampai dengan 16 Oktober 2016 selama 10
hari. Selain itu, telah pula dilakukan konsultasi dengan masyarakat di sekitar lokasi
proyek untuk menjaring aspirasi masyarakat. Konsultasi publik ini ditujukan kepada
masyarakat di sekitar lokasi proyek, yaitu masyarakat, tokoh masyarakat/agama,
tokoh adat, LSM/pemerhati lingkungan dan perangkat desa setempat, dilaksanakan
pada Tanggal 2 Agustus 2016.

1.1.2 Alasan Wajib AMDAL dan Pendekatan yang Digunakan


Rencana usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Observatorium Nasional
direncanakan berupa bangunan 1 lantai yang akan dilaksanakan di lahan seluas 30,25
ha dengan kebutuhan area untuk pembangunan teleskop sebesar 0,36 ha atau 1,21%,
area untuk pusat kontrol 0,05 ha atau 0,16%; area untuk bangunan publik 0,02 ha
atau 0,06%, area untuk workshop 0,01 ha atau 0,03%, area untuk mess tamu, mess
staf, dan penunjang: 0,05 ha atau 0,17%, area untuk parkir, pos satpam, mushola dll
0,059 ha atau 0,20%. Total lahan terbangun adalah 1,82% atau 0,55 ha. Merujuk

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-5


BAB I PENDAHULUAN

pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup Lampiran I Huruf A Nomor 5 bahwa kegiatan
pembangunan bangunan gedung pada lahan > 5 ha dan/atau dengan luas lantai
bangunan > 10.000 m2 wajib memiliki AMDAL. Sebenarnya rencana usaha kegiatan
Pembangunan Obsevatorium Nasional ini tidak Wajib Amdal, namun apabila merujuk
pada Lampiran III Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2012, maka
kegiatan ini menjadi WAJIB AMDAL karena terletak di dalam kawasan hutan lindung.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2), maka pendekatan studi yang digunakan di dalam
kajian kegiatan penyusunan AMDAL rencana usaha dan/atau Pembangunan
Observatorium nasional adalah pendekatan studi AMDAL Tunggal.

1.1.3 Kewenangan Penilaian AMDAL


Rencana usaha dan/atau kegiatan Pembangunan Observatorium Nasional berlokasi di
Kabupaten Kupang, sehingga kewenangan penilaian dokumen AMDAL berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana
Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin
Lingkungan (Pasal 10, ayat 3 huruf b), adalah Komisi Penilai AMDAL Kabupaten
Kupang.

1.2 Tujuan dan Manfaat Rencana Kegiatan Pembangunan Observatorium


1.2.1 Tujuan Kegiatan
Tujuan rencana kegiatan Pembangunan Observatorim Nasional oleh LAPAN
(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) di Kabupaten Kupang sebagai
berikut:
a. Membangun situs pengamatan sebagai sarana penunjang kegiatan
pengamatan keantariksaan, utamanya sumbangan pengamatan dari
Indonesia bagian Timur;
b. Memperkenalkan pada masyarakat umum astronomi dan cabang sains yang
relevan.
c. Membantu pembelajaran sains untuk guru, siswa sekolah, dan masyarkat
umum.

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-6


BAB I PENDAHULUAN

1.2.2 Manfaat Kegiatan


Manfaat dari kegiatan ini adalah :
a. Mendukung penelitian dan pengembangan Sains Antariksa di Indonesia
khusus penelitian dan pengembangan ilmu astronomi dan astrofisika;
b. Mendukung pengembangan industri optik dan elektronik modern serta
industri lain yang mendukung tersedianya kegiatan keantariksaan melalui
penyediaan peralatan Observatorium Nasional.
c. Observatorium dapat menjadi sarana laboratorium terbuka yang dapat
memberikan layanan Public Outreach serta keikutsertaan LAPAN dalam
kegiatan-kegiatan astronomi di masyarakat (Olimpiade Astronomi
Nasional/Internasional), serta pendidikan Sains untuk berbagai jenjang
pendidikan.
d. Tersedianya infrastruktur modern di lingkungan masyarakat NTT yang
dapat menggerakan kegiatan di bidang lain seperti Pekerjaan Umum,
Lingkungan Hidup, Industri Kreatif, Pariwisata dan kegiatan Ekonomi
Masyarakat.

1.3 Identitas Pemrakarsa dan Pelaksana Studi AMDAL


Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Pasal 10 ayat (1) bahwa
“Pemrakarsa dalam menyusun dokumen AMDAL dapat dilakukan sendiri atau
meminta bantuan kepada pihak lain yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen AMDAL”, dan pada pasal 10 ayat (2) menyatakan bahwa Pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyusun Amdal: (a) perorangan;
atau (b) yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal.
Dalam penyusunan AMDAL ini pemrakarsa (LAPAN) meminta bantuan pihak lain
yaitu Penyusun Dokumen AMDAL Perorangan, melalui Surat Tugas yang diterbitkan
oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Nomor 776/05/2016/Pussainsa.

1.3.1. Pemrakarsa dan Penanggung Jawab Kegiatan


Identitas instansi pemrakarsa rencana kegiatan Pembangunan pembangunan
Observatorim Nasional di Desa Bitobe, Kecamatan Amfoang Barat Laut, Desa Hunok
dan Desa Faumes, Kecamatan Amfoang Tengah sebagai berikut:

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-7


BAB I PENDAHULUAN

1. Nama Instansi/Pemrakarsa : LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa


Nasional)
2. Penanggungjawab : Dra.Clara Yono Yatini, M.Sc
3. Jabatan : Kepala Pusat Sains dan Antariksa LAPAN
4. Alamat Perusahaan/Pemrakarsa : Jl. Dokter Djunjunan No. 133, Padjajaran,
Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat Telepon
5. Telp/fax : (022) 6012602

1.3.2. Pelaksana/Penyusunan Dokumen Studi Analisis Dampak Lingkungan Hidup


(AMDAL)
Berdasarkan Surat Tugas Nomor 776/05/2016/Pussainsa dari Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN), Deputi Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer. Berikut
ini susunan anggota tim penyusun dan tenaga ahli AMDAL Pembangunan
Observatorim Nasional di Desa Bitobe, Kecamatan Amfoang Barat Laut, Desa Hunok
dan Desa Faumes, Kecamatan Amfoang Tengah sebagai berikut:
A. Tim Penyusun AMDAL
Ketua Tim : Dr. Dwi P. Sasongko, M.Si
Sertifikat Kompetensi : No. Reg K.1.07.09.031.000015
Anggota : Dr. Herry Z. Kotta, MT
Sertifikat Kompetensi : No.Reg A.057.10.12.008.000616
Anggota : Dr. Suwari, M.Si
Sertifikat Kompetensi : No. Reg A.061.02.13.24.000663

B. Tenaga Ahli
1. Metodologi Amdal : Dr. Dwi P. Sasongko, M.Si.
2. Geologi : Dr. Herry Z. Kotta, ST, MT
3. Geofisik-Kimia : Dr. Suwari, M.Si.
4. Bising dan Getaran : Drs. Theo da Cunha, M.Si
5. Fisiografi : Fanny Serangmo,S.T., M,Si
6. Air, Udara, Tanah : Harti Umbu Malla,S.Si.,M.Si
7. Lingkungan : Thomas Balalembang, ST, M.Si
8. Astronomi : Dr.Dhani Herdiwijaya
9. Biologi : Drs. Paul Bhuja, SU, Ph.D
10. Kehutanan : Dr. Ir. L. Michael Riwu Kaho, M.Si

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-8


BAB I PENDAHULUAN

11. Sosial Ekonomi : Dr. Ir. Obed Haba Nono, M.Si


12. Kesehatan Masyarakat : Marni, SKM, M.Kes
13. Sosial Budaya : Drs. Ipi De Rozari, M.Si

C. Asisten Tenaga Ahli


1. Dr. Dodi Darmakusuma, S.Si.
2. Ir. Marthen Mulik, Ph.D.
3. Sri Ayu Nuban, S.Hut., M.Si.
4. Juliani Ningsih Muhamad, S.Si., M.Si.

Kerangka Acuan Pembangunan Observatorium Nasional Timau, 2016. I-9

Anda mungkin juga menyukai