Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaiakan Makalah ini dengan tema Pertanian
berbasis Ramah Lingkungan. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam
mata kuliah Dasar-Dasar Ekologi.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna bagi kami semua dalam
emenuhi salah satu syarat tugas kami di perkuliahan. Makalah ini diharapkan bisa bermanfaat
dengan efisien dalam proses perkuliahan.

Dalam menyusun makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah
ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

Demikianlah kata pengantar karya tulis ini berharap semoga makalah ini dapat digunakan
sebagaimana mestinya. Amin.
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk
menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian
biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam serta pembesaran hewan
ternak ,meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim
dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar ekstraksi
semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Bagian terbesar penduduk dunia bermata
pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4%
dari PDB dunia, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3%
penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik.

Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu


pendukungnya. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung,
seperti ilmu tanah, meteorologi, teknik pertanian, biokimia, dan statistika juga dipelajari dalam
pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan
kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. "Petani" adalah sebutan bagi mereka yang
menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku
budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak. Ktika kita
menggabungkan sistem tersebut maka dapat dikatakan sebagai kegiatan Mix Farming.

Mix farming atau Integrated Farming System adalah kegiatan pertanian organik terpadu
berbasis peternakan dan perkebunan komersial. Dalam hal ini usaha pembuatan Fine Compost,
pupuk cair, pertanian hortikultura, perikanan dan sebagainya adalah sebagai kegiatan penunjang.
MIX FARMING diarahkan pada penataan lahan pertanian rakyat dari muatan subsistence menjadi
lahan pertanian modern dengan mengedepankan hasil produksi yang lebih optimal yang di
dalamnya diisi berbagai pengusahaan disetiap jengkal lahan yang ada, menjadi lahan yang
memiliki daya produktivitas tinggi. MIX FARMING diarahkan pada lahan yang memiliki sifat
kering, tadah hujan dan diluar area sentra produksi tanaman pangan. Dalam usaha mix farming
tidak dapat kita pungkiri bahwa akan ada limbah yang dihasilkan. Limbah adalah benda yang
dibuang, baik berasal dari alam ataupun dari hasil proses teknologi. Limbah dapat berupa
tumpukan barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran. Limbah adalah buangan yang
dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih
dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui, memahami dan meningkatkan
pengetahuan tentang pertanian ramah lingkungan berbasis ekologi sehingga para pembaca atau
petani dapat menangani beberapa masalah di bidang pertanian agar produktivitas pertanian dan
mutu yang dihasilkan dapat memuaskan. Dan makalah ini juga dibuat agar pembaca dapat
mengurangi atau meminimalisir bahkan tidak menggunakan pestisida pada tanaman dengan
mengembangkan pertanian ramah lingkungan.
BAB II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pertanian Ramah Lingkungan


Pertanian Ramah Lingkungan adalah dimana penglolaan pertanian berbasis teknologi yang
berkembang tetapi tidak mengganggu ekologi pertanian. Definisi lain menyatakan bahwa
pertanian ramah lingkungan pada intinya adalah suatu upaya untuk mencapai produksi yang
optimal namun tanpa merusak lingkungan baik fisik, kimia, biologi, maupun ekologi. Adapula
yang mengatakan bahwa pertanian ramah lingkungan diartikan sebagai upaya untuk melakukan
budidaya pertanian tanpa sampah zero waste, contohnya adalah memanfaatkan limbah padi seperti
jerami menjadi pupuk kompos, dan melakukan budidaya dalam upaya mengurangi emisi rumah
kaca. Pertanian organik merupakan langkah selanjutnya setelah petani mampu dan familiar dalam
mengaplikasikan sistem pertanian ramah lingkungan,

Ekofarming atau sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan suatu cara
bertani yang mengandalkan pada berimbangnya siklus-siklus yang berlangsung di dalam sebuah
ekosistem. Dalam sistem ini penggunaan input kimiawi sangat dibatasi atau tidak digunakan sama
sekali. Peran dekomposer-dekomposer yang hidup di dalam tanah sangat penting artinya dalam
proses penguraian bahan-bahan organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisika
dan kimia tanah. Selain itu adanya musuh-musuh alami organisme pengganggu tanaman baik
berupa predator maupun sifat tertentu dari tanaman merupakan potensi yang dapat dikembangkan
untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Keberhasilan dari sistem pertanian ramah
lingkungan dan berkelanjutan tidak terlepas dari ketersediaan air bagi tanaman. Sebagai komponen
penyusun terbesar dari jaringan tanaman, air sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme
dalam sel tanaman. Pemenuhan kebutuhan tanaman terhadap unsur hara sebagian besar diperoleh
dari air. Selain itu air juga berperan penting untuk mempertahankan kelembaban dan suhu yang
optimum bagi tanaman.

2.2 Apa Itu LEIA?

LEIA (Low external input agriculture) dipraktekkan di daerah yang dibersifat kompleks,
beragam, dan rentan risiko. LEIA paling banyak dijumpai di wilayah subsahara Afrika. Areal
LEIA semakin meluas seiring dengan meningkatnya pemiskinan penduduk pedesaan di banyak
negara dengan input luar yang semakin mahal dan dengan semakin tidak mampunya pemerintah
negara-negara berkembang, yang terjerat utang dan tidak memproduksi input HEIA sendiri,
mengimpor input tersebut.Penggunaan LEIA secara berlebihan pada usaha tani dengan lahan
sempit serta perluasannya kelahan pertanian baru yang seringkali marginal, mengakibatkan
penggundulan hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap serangan hama,
penyakit, hujan amat deras dan kemarau berkepanjangan. Banyak sistem pemanfataan lahan tropis
tengah berada pada keadaan menurunnya kandungan unsur hara, hilangnya vegetasi pelindung,
erosi tanah, dan disintegrasi ekonomi, dan budaya.
Dalam sistem LEIA yang berfungsi dengan baik, tanaman, pepohonan, tumbuhan
perdulainnya, dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif, tetapi juga memiliki fungsi
ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan unsur
hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami, dan mengendalikan erosi. Fungsi-fungsi ini
menunjang keberlanjutan dan stabilitas usaha tani dan bisa dilihat sebagai penghasil input dalam.
Dengan menyeleksi dan memuliakan tanaman dan ternak, masyarakat memperkuat kemampuan
mereka untuk mengubah input menjadi produk yang berguna. Dalam proses ini, sifat-sifat yang
lain seperti ketahanan alami atau kemampuan bersaing akan hilang.
1. Pupuk Buatan
Petani menghargai pupuk buatan karena efek yang cepat dan penanganannya relatif
mudah. Berbagai keterbatasan pupuk buatan; Efisiensi pupuk buatan ini terbukti lebih rendah dari
yang diharapkan. Tanaman lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50% nitrogen yang
diberikan; padi di sawah kehilangan nitrogen kurang dari 60-70%. Bila kondisi kurang mendukung
misalnya curah hujan yang tinggi, musim kemarau yang panjang, tanah dengan erosi tinggi dan
tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, maka efisiensinya bahkan bisa lebih rendah
lagi. Pupuk buatan ini bisa mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan
dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan
yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang lebih rendah dalam menghasilkan
panenan. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral Nitrogen yang menyebabkan
pengasaman bisa juga menurunkan pH tanah dan ketersediaan fosfor bagi tanaman. Penggunaan
pupuk buatan NPK yang terus–menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro; seng, besi,
tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan,
dan kesehatan manusia; bila unsur ini tidak diganti oleh pupuk buatan NPK, produksi lambat laun
akan menurun dan munculnya hama dan penyakit akan meningkat.
Disamping keterbatasan agronomis atas penggunaan pupuk buatan, keterbatasan suplai
sumber daya (khususnya fosfat) untuk memproduksinya telah semakin tampak. Penggunaan pupuk
buatan di negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang muncul
dari pelepasan nitrogen oksida (N2O) pada atmosfer dan lapisan diatasnya. Pada lapisan stratosfer
infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca) dan mengganggu kestabilan
iklim. Mengakibatkan perubahan pola, tingkat dan risiko produksi pertanian. Meningkatnya
permukaan air laut akan membawa konsekuansi besar bagi daerah delta yang rendah dan muara.
Indonesia akan menurunkan GRK sampai 26% tahun 2020 dengan meningkatkan kebijakan
dibidang kehutanan, mencegah kebarakan hutan, mencegah deforestasi hutan, mencegah degradasi
lahan, reboisasi lahan, mengurangi eksport hasil hutan, penangangan limbah, dan sebagainya.
Pestisida merupakan bahan-bahan kimia atau alami yang memberantas populasi hama
terutama dengan cara membunuh organisme hama, apakah itu serangga, penyakit, gulma, atau
hewan. Setiap tahun ribuan penduduk teracuni oleh pestisida Dari waktu ke waktu, hama menjadi
kebal terhadap pestisida, yang kemudian memaksa penggunaan pestisida dalam dosis yang lebih
tinggi. Pestisida bukan hanya membunuh organisme yang menyebabkan kerusakan pada tanaman,
namun juga membutuhkan organisme yang berguna, seperti musuh alami hama. Hanya sebagian
kecil pestisida yang dipakai di lahan mengenai organisme yang seharusnya dikendalikan. Pestisida
yang tidak mudah terurai, akan terserap dalam rantai makanan dan sangat membahayakan
serangga, hewan pemangsa serangga, burung pemangsa, dan pada akhirnya manusia.
Benih “Unggul” Bersama dengan faktor-faktor lain, promosi varietas unggul telah mengakibatkan
banyak sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik). Ini bencana bagi petani yang harus
menghasilkan tanaman dengan input luar yang rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan
resiko, dan bagi semua petani yang untuk alasan ekonomi maupun ekologi, harus berproduksi
dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan datang.
Irigasi Bagi petani LEIA di daerah kering di mana irigasi sangat penting, alternatif skala kecil ini
akan sangat menarik. Namun, peningkatan sistem pertanian tadah hujan dengan konservasi air dan
pengelolaan bahan-bahan organik lebih penting karena kemampuan investasi petani LEIA sangat
terbatas. Mekanisasi Dengan Alat-Alat Bahan Bakar Minyak Dalam LEIA, hambatan terhadap
mekanisasi ini termasuk terbatasnya peralatan, bahan bakar, modal, keterampilan, fasilitas
perawatan dan suku cadangnya serta kondisi ekologi yang sulit menyebabkan peralatan cepat
menjadi usang dan beresiko tinggi menjadi rusak. Pemanfaatan traktor, khususnya, meningkatkan
risiko kerusakan lingkungan karena erosi tanah, pengerasan tanah, penggundulan hutan, dan
bahaya serangan hama.
Beberapa alasan mengapa petani LEIA (Low external input agriculture) enggan atau tak
mampu menggunakan input luar adalah: Input tidak ada atau ketersediaannya tak dapat diandalkan
karena infrastruktur perdagangan dan pelayanannya lemah; harganya mahal jika ada; input
beresiko dan mungkin tidak efisien dalam kondisi ekologi yang beragam dan rentan (misalnya
hujan yang tak teratur, tanah yang miring); input tidak begitu menguntungkan dalam kondisi-
kondisi tertentu; Komunikasi dengan petani yang rendah.
Bahaya-bahaya yang bisa muncul dalam mempromosikan pengenalan input semacam itu kedalam
wilayah LEIA adalah; hilangnya keragaman dalam sistem pertanian yang mengakibatkan
ketidakstabilan dan kerawanan terhadap risiko ekologi dan ekonomi; hilangnya sumber daya
genetik setempat dan pengetahuan tradisional tentang peternakan yang berorientasi ekologi serta
alternatif setempat terhadap input luar yang tidak bisa dipulihkan lagi. disentegrasi sosial dan
budaya serta marginalisasi petani yang lebih miskin, khususnya perempuan. kerusakan
lingkungan, khususnya karena penggunaan bahan-bahan kimia pertanian yang berlebihan.
Petani tradisional telah menemukan cara-cara untuk memperbaiki struktur tanah, kapasitas
menahan air serta keberadaan unsur hara dan air tanpa pemanfaatan input buatan. Dalam banyak
kasus, sistem pertanian mereka kini (atau pada masa lalu) merupakan bentuk- bentuk pertanian
ekologis yang lebih canggih dan tepat bagi kondisi-kondisi lingkungan yang khusus. Evaluasi
teknik dan sistem pertanian lokal setempat menunjukkan pilihan-pilihan bagi peningkatan LEIA.
BAB III. PENGEMBANGAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

3.1 Pertanian Mix Farming


Sistem pertanian terpadu merupakan komponen yang sangat penting dan sentral di dalam
konsep ecovillage. Karena di dalam sistem pertanian terpadu praktek pertanian yang ramah
lingkungan sangat dikedepankan. Salah satu syarat dalam pelaksanaan pertanian terpadu adalah
harus secara ekologi dapat diterima dan meminimumkan limbah (zero waste). Ecovillage juga
mempunyai prinsip ekologis. Jadi antara pertanian terpadu dan ecovillage mempunyai prinsip yang
sama. Pertanian terpadu adalah praktek pertanian yang mengintegrasikan pengelolaan tanaman,
ternak dan ikan dalam satu kesatuan yang utuh. Antara ketiga jenis usaha tersebut (tanaman,
ternak, ikan) harus terdapat aliran energy biomasa. Tanaman menghasilkan produk samping
berupa hijauan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak dan pakan ikan.

3.1.1 Perkembangan Sistem Pertanian Terpadu: State Of The Art


Sejarah pertanian menunjukkan bahwa sistem pertanian telah berkembang dari sistem
indigenous yang ramah lingkungan ice system konvensional, industrial, atau modern yang tidak
ramah lingkungan. Di Negara berkembang yang berlklim tropika, termasuk Indonesia,
ketldakramahan sistem pertanlan lebih besar lagl akibat bergesernya lahan-Iahan pertanlanoke
daerah perbukitan. Hal ini terjadi karena adanya tekanan penduduk dan konversi lahan pertanian
menjadi lahan pemukiman dan industri/pabrik. Sebagai akibatnya pertanian tropika telah
cenderung berkembang menuju slstem yang rnenggunakan masukan eksternal berlebihan (high-
external-input agriculture, LEIA) atau sistem pertanian yang menggunakan sumberdaya lokal
secara intensif dengan sedikit atau tidak saran sekali menggunakan masukan eksternal, sehingga
mengakibatkan kerusakan sumberdaya alam (low-external-input agriculture, LElA).

LEIA merupakan pertanian konvensional dan banyak dipraktikan di lahan-Iahan yang


secara ekologik relatif seragam dan dapat dengan mudah dikontrol. Sistem ini telah terbukti
berhasil meningkatkan produksi pertanian berkat dukungan masukan eksternal yang berupa benih
varietas unggul (terutama hibrida), agrokimia (terutama pupuk anorganik dan pestislda buatan),
bahan bakar asal fosil untuk mekanisasi, dan dalam beberapa kasus juga irigasi. Namun, LEIA
disadari berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan, berupa kondisi lingkungan yang rusak dan
berbahaya bagi mahluk hidup termasuk manusia.

LEIA, meskipun menggunakan masukan eksternal yang rendah, bukanlah merupakan


sistem pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini terjadi karena sistem ini banyak dipraktikan di
kawasan yang tersebar dan rawan erosi, seperti di lahan-Iahan yang berlereng di perbukitan.
Perluasan LEIA ke kawasan baru yang umumnya juga marginal menyebabkan penggundulan
hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap hama penyakit dan bencana
kekeringan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, seperti halnya HEIA sistem LEIA pun tidak
berkelanjutan.
3.1.2 Batasan Sistem Pertanian Terpadu
Pertanian terpadu adalah kegiatan pengelolaan sumber daya hayati yang mencakup
tanaman, hewan ternak, dan atau ikan. Seringkali, keterpaduan juga dipahami menurut pengertian
keterpaduan secara vertikal yakni kegiatan agribisnis yang sekaligus mencakup kegiatan budidaya
pertanian (on farm) dan kegiatan agroindustri dan perdagangan hasil pertanian (off form). Namun,
tidak seperti sistem pertanian atau agribisnis terpadu yang horizontal, sistem pertanian atau
agribisnis terpadu yang vertikal biasanya berbentuk kegiatan pertanian konvensional yang
dicirikan oleh adanya spesialisasi komoditi yang diusahakan (monokultur) dan penerapan
teknologi mekanisasi dan intensifikasi. Oleh karena itu, tidak seperti LEISA yang pengelolaannya
terpadu secara horizontal, system pertanian konvensional yang terpadu vertikal tidak tergolong ke
dalam sistempertanian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam hal ini dibatasi sebagai kondisi
yang secaa ekologis adaptif dan ramah lingkungan. secara ekonomis menguntungkan, dan secara
sosial humanis dan dapat diterima baik oleh penyelenggara kegiatan pertanian itu maupun oleh
masyarakat di sekitamya. Terdapat lima model sistem pertanian terpadu yang dapat dibuka, yaitu:
 sistem pertanian terpadu berbasis tanaman,
 sistem pertanian terpadu berbasis ternak
 sistem pertanian terpadu berbasis perikanan darat
 sistem pertanian terpadu berbasis agroforestry
 sistem pertanian terpadu berbasis agroindustri
Model sistem pertanian terpadu yang akan dlkembangkan di suatu daerah perlu disesuaikan
dengan karakteristik daerah tersebut. Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah:
 Pilihan komoditi dan teknologinya sesuai dengan kondisi setempat (spesifik lokasi).
 Nilai ekonominya dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) petani, dan
 Kinerjanya tidak merusak lingkungan. Agroekosistem yang berkelanjutan ini pada
akhirnya diharapkan dapat menjadi sistem pertanian yang bebas limbah (zero waste).
3.1.3 Langkah-Langkah Dalam Perancangan Pertanian Terpadu Bersistem Leia
LEIA (pertanian berkelanjutan yang bermasukan eksternal rendah), sebagaimana yang
dikemukakan dalam butir 1.1. merupakan salah satu sistem pertanian terpadu unggulan masa
depan yang dapat mengurangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh system pertanian
konvensional. Sistem pertanian yang ramah lingkungan ini dapat di pandang sebagai
system pertanian antara menuju sistem pertanian organic yang pada saat ini telah mendapat
perhatian besar dari pemerintah Indonesia.

Keberlanjutan sistem LEIA lebih cepat dicapai jika komoditi yang diusahakan merupakan
komoditi yang dapat beradaptasi di daerah setempat. Oleh karena itu, sistem LEIA merupakan
sistem pertanian yang spesifik lokasi yang berkelanjutannya dapat dicapai oleh berbagai
agroekosistem yang berbeda komponennya.

1) Penetapan Lokasi Dan Penilaian Potensi Lahan


Asalkan cukup airnya. Lahan di Negara kita yang beriklim tropis pada umumnya dapat
dimanfaatkan untuk sistem LEIA. Dalam konteks ini, pertimbangan ekologik yang diambil
mencakup hal-hal berikut:
 lahan sedikitnya dapat diusahakan untuk dua musim tanam
 lahan biasanya diusahakan dengan teknologi pertanian konvensional.
Untuk maksud pemberdayaan petani. penetapan lahan selanjutnya dilakukan dengan pertimbangan
ekonomik sebagai berikut:
usahatani yang kini dilaksanakan masih dapat ditingkatkanefisiennya
 lokasi lahan beraksesibilitas baik. tidak terlalu jauh dari pasar sarana produksi dan produk
usaha tani.
Pertimbangan sosialnya:
 pemilik lahan berkekurangan modal untuk menggarap lahannya (sehingga digarapkan
kepada petani lain).
 para petani yang kini menggarap lahan juga berkekurangan modal untuk kegiatan
usahataninya.
 para petani penggarap lahan. meskipun belum mengetahui teknologi LEIA diharapkan
telah terbiasa dengan teknologi pertanian konvensional.
 pemilik lahan diharapkan akan menjadi petani maju yang memahami sistem LEIA dan
LEISA
Peruntukan lahan ditetapkan dengan memperhatikan kelayakannya sebagai tempat kegiatan
pertanian yang direncanakan. Lahan untuk pertanaman diupayakan agar tanahnya selalu tertutup
oleh kanopi tanaman. Oleh karena itu, diusahakan untuk melakukan penanaman sisipan komoditi
sayuran berumur pendek menjelang panen hingga menjelang pengolahan tanah musim tanam
berikutnya.

2) Seleksi Dan Penetapan Komoditi


Seleksi dan penetapan komoditi dilakukan dengan mempertimbangkan perlunya petani sesering
mungkin mendapatkan penghasilan dari lahannya. Sebagai contoh:
 peternakan ayam dapat memberikan penghasilan harian bagi petani, pemeliharaan ikan
memberikan penghasilan setiap 20-30 hari atau 3 bulan, pertanaman semusim (padi, jagung,
kedelai) memberikan penghasilan setiap 3-4 bulan, penggemukan domba memberikan penghasilan
setiap 4 bulan, pertanaman tahunan (tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan) memberikan
penghasilan dalam jangka panjang.
Dalam seleksi dan penetapan komoditi ini, kesuaiannya dengan lingkungan setempat dan prospek
pasarnya merupakan dua hal yang paling utama untuk dipertimbangkan.

3) Penetapan Pola Tanam Dan Tata Letak Tanaman Dan Ternak/ Ikan Dilahan
Pola tanam ditetapkan berdasarkan pola curah hujan setempat, lebih dlutamakan dengan memilih
tempat kegiatan yang bercurah hujan memungkikan tiga kali pengusahaan tanaman semusim
berturut-turut pertahun. Pergiliran dan rotasi tanaman semusim dilakukan dengan
mempertimbangkan perlunya Inkorporasi brangkasan atau hasil dekomposisi biomassa, terutama
legume semusim, ke dalam tanah di setiap tahunnya.

Prinsip zonase digunakan dalam penetapan tata letak pertanaman dan ternak dilahan. Dengan
pnnsip ini pengelolaan usaha tani ingin dilakukan secara efisien, baik dari aspek ekonomi usaha
tani, intensitas pemeliharaan tanaman/ternak maupun dan aspek ekologi (pendaurulangan hara) dl
dalam lahan. Namun, dalam skala luasan lahan yang tidak besar, arah arus hara antar komoditi
yang diusahakan perlu lebih mendapat perhatian daripada prinsip zonase tersebut.
4) Penetapan Cara Penanganan Sarana Produksi Dan Produk
Sarana produksl dan produk dl dalam lahan dltanganl sedemlklan rupa hlngga daur ulang produk
ikutan atau limbah yang telah diolah dapat berlangsung. Dalam jangka panjang perlu diupayakan
untuk rnengubah sistem LEISA menjadi pertanian organic {organic (arming) sehingga lahan akan
dibebaskan dari penggunaan masukan eksternal berupa agrokimia (pupuk inorgaik dan pestisida
buatan). Selain itu, perlu diupayakan pula agar pakan temak yang berupa konsentrat dapat dibuat
sendiri dengan menggunakan bahan baku yang dihasilkan di lahan. Sarana produksi pertanian yang
didatangkan dari luar lahan, khususnya masukan eksternal berupa pupuk inorganic dan pestisida
bualan hendaknya diupayakan dalam jumlah yang terbatas. Untuk menekan biaya, sarana produksi
pertanian yang diperlukan dibeli dari pasar terdekat. Demikian pula, pemasaran produk
diupayakan ke pasar terdekat secara langsung tanpa perantara. Bahkan jika mungkin, sistem LEIA
yang merupakan diversiflkasi usaha tani secara horizontal ini diperkaya dengan mengembangkan
diversilikasi vertikal untuk meningkatkan nilai tambahnya.

5) Pola Tanam Dan Pemeliharaan Ternak/Ikan


Pola tanaman dan teroak harus dirancang selain untuk mencapai produksi maksimat dan perolehan
keuntungan bagi petani, juga untuk menekan sebesar mungkin masukan eksternal, khususnya
pupuk buatan dan meningkatkan keramahan lingkungan sistem usaha tani.

3.2 Penerapan SIstem Daur Ulang


Limbah Pertanian sebagai Sumber Bahan Organik dan hara Tanah, limbah pertanian
termasuk di dalamnya perkebunan dan peternakan seperti jeramai, sisa tanaman atau semak,
kotoran binatang peliharaan dan yang sejenisnya merupakan sumber bahan organik dan hara
tanaman. Limbah tersebut dapat langsung ditempatkan diatas lahan pertanian atau dibenam. Untuk
hasil lebih efektif, sebaiknya dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Menurut Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2007), pelapukan limbah-limbah tersebutsecara alami
membutuhkan waktu 3-4 bulan lebih, sehingga upaya pelestarian dengan penggunaan bahan
organik pada lahan-lahan pertanian mengalami hambatan. Hal itu akan lebih rumit lagi jika
dihadapkan pada masa tanam yang mendesak, sehingga sering dianggap kurang ekonomis dan
tidak efisien. Salah satu metode mempercepat pelapukan limbah pertanian agar segera berfungsi
dalam perbaikan sifat-sifat tanah dan ketersediaan hara adalah dengan pembuatan kompos.

3.2.1 Limbah Pertanian Sebagai Pengendalian Penyakit Tanaman


Menurut Aryantha (2002), penggunaan hasil pengolahan limbah pertanian
disamping dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan sebagai sumber unsur hara tanah, juga
bermanfaat dalam pengendalian penyakit tanaman. Pemakaian kotoran baik yang segar maupun
yang sudah difermentasikan telah banyak dilaporkan berhasil untuk menunjang pertumbuhan dan
mengendalikan penyakit tanaman. Sebagaicontoh, kotoran ayam dapat meningkatkan kesuburan
tanah dan sekaligus dapat mengendalikan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh
Phytophthora. Dari hasil penelitian Aryantha et al, (2000), kotoran ayam dan sapi yang
dikomposkan selama 5 minggu telah berhasil menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus
mengontrol penyakit busuk akar oleh Phytopthora cinnamomi.

3.2.2 Limbah Pertanian Sebagai Mulsa


Dalam budidaya pertanian terpadu, beberapa jenis tanaman memerlukan mulsa sebagai
penutup tanah agar pertumbuhan dan produksi tanaman dapat dioptimalkan sesuai dengan potens
genetis tanaman. Mulsa dapat diperoleh dari limbah tanaman seperti jerami, tongkol jagung,
rumput, dan yang sejenisnya. Beberapa peneliti melaporkan bahwa mulsa mempunyai banyak
fungsi dalam sistem pertanian. Anis et al, (2007) melaporkan bahwa penggunaan mulsa jerami
pada fase pertumbuhan tanaman -stroberi dapat meningkatkan efesiensi penggunaan air sebesar
58,65%, yaitu dari 319,87 mm tanpa mulsa menjadi 187,60 mm dengan mulsa jerami. Hal ini akan
mempunyai art dan manfaat yang sangat penting pada lahan kering. Menurut Suhayatun (2006)
mulsa dapat menjaga stabilitas suhu tanah sehubungan dengan kemampuannya dalam menahan
intensitas sinar matahari di siang hari, dan tetap mempertahankan penurunan suhu tanah di malam
hari.

3.2.3 Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak


Jenis limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak adalah
jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ubi kayu, serta jerami ubi
jalar. Penelitian tentang manfaat limbah pertanian untuk pakan ternak juga telah dilakukan di lahan
kering. Menurut Supriadi dan Soeharsono (2008), limbah pertanian yang umum disimpan sebagai
pakan ternak di musim kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerma kedelai dengan cara
di keringkan. Pengeringan rata-rata 3-4 hari jemur matahari langsung, kemudian disimpan di para-
para kandang atau dibuatkan khusus kandang pakan sebagai lumbung pakan. Selain digunakan
sebagai pakan ternak ruminansia, limbah pertanian juga dapat dijadikan sumber pakan berbagai
jenis unggas melalu teknologi fermentasi substrat limbah.

3.2.4 Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organik


Limbah Pertanian mix farming sebagai Sumber Bahan Organik dan hara Tanah, limbah
pertanian termasuk di dalamnya perkebunan dan peternakan seperti jeramai, sisa tanaman atau
semak, kotoran binatang peliharaan dan yang sejenisnya merupakan sumber bahan organik dan
hara tanaman. Limbah tersebut dapat langsung ditempatkan di atas lahan pertanian atau dibenam.
Untuk hasil lebih efektif, sebaiknya dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Menurut Balai
Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian , pelapukan limbah-limbah tersebutsecara alami
membutuhkan waktu 3-4 bulan lebih, sehingga upaya pelestarian dengan penggunaan bahan
organik pada lahan-lahan pertanian mengalami hambatan. Hal itu akan lebih rumit lagi jika
dihadapkan pada masa tanam yang mendesak, sehingga sering dianggap kurang ekonomis dan
tidak efisien. Salah satu metode mempercepat pelapukan limbah pertanian agar segera berfungsi
dalam perbaikan sifat-sifat tanah dan ketersediaan hara adalah dengan pembuatan kompos.

3.2.5 Limbah Pertanian sebagai Bahan Kerajinan


Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan kerajinan adalah batang pisang,
alang-alang, dan beberapa jenis rumput. Didixz (2008) menjelaskan prosedur penggunaan batang
pisang untuk dijadikan kertas, yaitu setelah mengalami proses pengeringan dan pengolahan lebih
lanjut, proses pembuatan kertas dari bahan batang pisang.

3.2.6 limbah pertanian sebagai sumber energi/ gasbio


Biomassa berupa limbah pertanian sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan gas.
Menurut Juankhan (2008), Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan termasuk
energi tertua yang peranannya sangat besar khususnya di perdesaan. Diperkirakan kira-kira 35%
dari total konsumsi energi nasional berasal dari biomassa. Energi yang dihasilkan telah digunakan
untuk berbagai tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah tangga (memasak dan industri rumah
tangga), penggerak mesin penggiling padi. pengering hasil pertanian dan industri kayu,
pembangkit listrik pada industri kayu dan gula. Disamping sebagai bahan bakar, limbah pertanian
seperti kotoran hewan dapat dimanfaatkan sebagai biogas.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah diuraikan dalam makalah ini, kami menarik kesimpulan
bahwa pertanian ramah lingkungan berbasis ekologi dapat menjadi solusi dalam menghadapi
masalah terutama melalui pertanian dan daur ulang seperti yang di bahas dalam makalah ini.
Dimana pertanian terpadu adalah praktek pertanian yang mengintegrasikan pengelolaan tanaman
ternak dan ikan pada saat bersamaan. Sehingga meningkatkan hasil produktivitas pertanian.

Pertanian ramah lingkungan berbasis mix farming (pertanian terpadu) tidak terlepas dari proses
daur ulang limbah pertanian. Kemudian daur ulang limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organic atau kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah, serta dapat dipakai untuk menurunkan serangan beberapa penyakit tanaman dan juga
dapat digunakan sebagai pakan ternak. Sumber energi (kayu bakar dan biogas) serta dapat
dijadikan bahan kerajinan.

4.2 Saran
Kami sebagai pembuat makalah ini mengetahui bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Jadi,diperlukan penelitian lebih lajut agar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga
makalah ini dapat memberikan solusi atau manambah pengetahuan penulis maupun pembaca
mengenai pertanian ramah ingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

 Dafit ahmad. Jenis limbah dan daur ulang limbah. 17.04


 Juankhan. Pemanfaatan energi biomassa. 2008. Jakarta
 Kalang Pangeran. Mix Farming. 12.15.
 Sulaiman Ahmad. Sistem Pertanian terpadu. 2017. IPB
 Z. Didix. Prosedur penggunaan batang pisang untuk dijadikan kertas. 2008. GajaMada:
Press

Anda mungkin juga menyukai