Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaiakan Makalah ini dengan tema Pertanian
berbasis Ramah Lingkungan. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam
mata kuliah Dasar-Dasar Ekologi.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna bagi kami semua dalam
emenuhi salah satu syarat tugas kami di perkuliahan. Makalah ini diharapkan bisa bermanfaat
dengan efisien dalam proses perkuliahan.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah
ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.
Demikianlah kata pengantar karya tulis ini berharap semoga makalah ini dapat digunakan
sebagaimana mestinya. Amin.
BAB I. PENDAHULUAN
Mix farming atau Integrated Farming System adalah kegiatan pertanian organik terpadu
berbasis peternakan dan perkebunan komersial. Dalam hal ini usaha pembuatan Fine Compost,
pupuk cair, pertanian hortikultura, perikanan dan sebagainya adalah sebagai kegiatan penunjang.
MIX FARMING diarahkan pada penataan lahan pertanian rakyat dari muatan subsistence menjadi
lahan pertanian modern dengan mengedepankan hasil produksi yang lebih optimal yang di
dalamnya diisi berbagai pengusahaan disetiap jengkal lahan yang ada, menjadi lahan yang
memiliki daya produktivitas tinggi. MIX FARMING diarahkan pada lahan yang memiliki sifat
kering, tadah hujan dan diluar area sentra produksi tanaman pangan. Dalam usaha mix farming
tidak dapat kita pungkiri bahwa akan ada limbah yang dihasilkan. Limbah adalah benda yang
dibuang, baik berasal dari alam ataupun dari hasil proses teknologi. Limbah dapat berupa
tumpukan barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran. Limbah adalah buangan yang
dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih
dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Ekofarming atau sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan suatu cara
bertani yang mengandalkan pada berimbangnya siklus-siklus yang berlangsung di dalam sebuah
ekosistem. Dalam sistem ini penggunaan input kimiawi sangat dibatasi atau tidak digunakan sama
sekali. Peran dekomposer-dekomposer yang hidup di dalam tanah sangat penting artinya dalam
proses penguraian bahan-bahan organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisika
dan kimia tanah. Selain itu adanya musuh-musuh alami organisme pengganggu tanaman baik
berupa predator maupun sifat tertentu dari tanaman merupakan potensi yang dapat dikembangkan
untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Keberhasilan dari sistem pertanian ramah
lingkungan dan berkelanjutan tidak terlepas dari ketersediaan air bagi tanaman. Sebagai komponen
penyusun terbesar dari jaringan tanaman, air sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme
dalam sel tanaman. Pemenuhan kebutuhan tanaman terhadap unsur hara sebagian besar diperoleh
dari air. Selain itu air juga berperan penting untuk mempertahankan kelembaban dan suhu yang
optimum bagi tanaman.
LEIA (Low external input agriculture) dipraktekkan di daerah yang dibersifat kompleks,
beragam, dan rentan risiko. LEIA paling banyak dijumpai di wilayah subsahara Afrika. Areal
LEIA semakin meluas seiring dengan meningkatnya pemiskinan penduduk pedesaan di banyak
negara dengan input luar yang semakin mahal dan dengan semakin tidak mampunya pemerintah
negara-negara berkembang, yang terjerat utang dan tidak memproduksi input HEIA sendiri,
mengimpor input tersebut.Penggunaan LEIA secara berlebihan pada usaha tani dengan lahan
sempit serta perluasannya kelahan pertanian baru yang seringkali marginal, mengakibatkan
penggundulan hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap serangan hama,
penyakit, hujan amat deras dan kemarau berkepanjangan. Banyak sistem pemanfataan lahan tropis
tengah berada pada keadaan menurunnya kandungan unsur hara, hilangnya vegetasi pelindung,
erosi tanah, dan disintegrasi ekonomi, dan budaya.
Dalam sistem LEIA yang berfungsi dengan baik, tanaman, pepohonan, tumbuhan
perdulainnya, dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif, tetapi juga memiliki fungsi
ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan unsur
hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami, dan mengendalikan erosi. Fungsi-fungsi ini
menunjang keberlanjutan dan stabilitas usaha tani dan bisa dilihat sebagai penghasil input dalam.
Dengan menyeleksi dan memuliakan tanaman dan ternak, masyarakat memperkuat kemampuan
mereka untuk mengubah input menjadi produk yang berguna. Dalam proses ini, sifat-sifat yang
lain seperti ketahanan alami atau kemampuan bersaing akan hilang.
1. Pupuk Buatan
Petani menghargai pupuk buatan karena efek yang cepat dan penanganannya relatif
mudah. Berbagai keterbatasan pupuk buatan; Efisiensi pupuk buatan ini terbukti lebih rendah dari
yang diharapkan. Tanaman lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50% nitrogen yang
diberikan; padi di sawah kehilangan nitrogen kurang dari 60-70%. Bila kondisi kurang mendukung
misalnya curah hujan yang tinggi, musim kemarau yang panjang, tanah dengan erosi tinggi dan
tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, maka efisiensinya bahkan bisa lebih rendah
lagi. Pupuk buatan ini bisa mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan
dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan
yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang lebih rendah dalam menghasilkan
panenan. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral Nitrogen yang menyebabkan
pengasaman bisa juga menurunkan pH tanah dan ketersediaan fosfor bagi tanaman. Penggunaan
pupuk buatan NPK yang terus–menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro; seng, besi,
tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan,
dan kesehatan manusia; bila unsur ini tidak diganti oleh pupuk buatan NPK, produksi lambat laun
akan menurun dan munculnya hama dan penyakit akan meningkat.
Disamping keterbatasan agronomis atas penggunaan pupuk buatan, keterbatasan suplai
sumber daya (khususnya fosfat) untuk memproduksinya telah semakin tampak. Penggunaan pupuk
buatan di negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang muncul
dari pelepasan nitrogen oksida (N2O) pada atmosfer dan lapisan diatasnya. Pada lapisan stratosfer
infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca) dan mengganggu kestabilan
iklim. Mengakibatkan perubahan pola, tingkat dan risiko produksi pertanian. Meningkatnya
permukaan air laut akan membawa konsekuansi besar bagi daerah delta yang rendah dan muara.
Indonesia akan menurunkan GRK sampai 26% tahun 2020 dengan meningkatkan kebijakan
dibidang kehutanan, mencegah kebarakan hutan, mencegah deforestasi hutan, mencegah degradasi
lahan, reboisasi lahan, mengurangi eksport hasil hutan, penangangan limbah, dan sebagainya.
Pestisida merupakan bahan-bahan kimia atau alami yang memberantas populasi hama
terutama dengan cara membunuh organisme hama, apakah itu serangga, penyakit, gulma, atau
hewan. Setiap tahun ribuan penduduk teracuni oleh pestisida Dari waktu ke waktu, hama menjadi
kebal terhadap pestisida, yang kemudian memaksa penggunaan pestisida dalam dosis yang lebih
tinggi. Pestisida bukan hanya membunuh organisme yang menyebabkan kerusakan pada tanaman,
namun juga membutuhkan organisme yang berguna, seperti musuh alami hama. Hanya sebagian
kecil pestisida yang dipakai di lahan mengenai organisme yang seharusnya dikendalikan. Pestisida
yang tidak mudah terurai, akan terserap dalam rantai makanan dan sangat membahayakan
serangga, hewan pemangsa serangga, burung pemangsa, dan pada akhirnya manusia.
Benih “Unggul” Bersama dengan faktor-faktor lain, promosi varietas unggul telah mengakibatkan
banyak sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik). Ini bencana bagi petani yang harus
menghasilkan tanaman dengan input luar yang rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan
resiko, dan bagi semua petani yang untuk alasan ekonomi maupun ekologi, harus berproduksi
dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan datang.
Irigasi Bagi petani LEIA di daerah kering di mana irigasi sangat penting, alternatif skala kecil ini
akan sangat menarik. Namun, peningkatan sistem pertanian tadah hujan dengan konservasi air dan
pengelolaan bahan-bahan organik lebih penting karena kemampuan investasi petani LEIA sangat
terbatas. Mekanisasi Dengan Alat-Alat Bahan Bakar Minyak Dalam LEIA, hambatan terhadap
mekanisasi ini termasuk terbatasnya peralatan, bahan bakar, modal, keterampilan, fasilitas
perawatan dan suku cadangnya serta kondisi ekologi yang sulit menyebabkan peralatan cepat
menjadi usang dan beresiko tinggi menjadi rusak. Pemanfaatan traktor, khususnya, meningkatkan
risiko kerusakan lingkungan karena erosi tanah, pengerasan tanah, penggundulan hutan, dan
bahaya serangan hama.
Beberapa alasan mengapa petani LEIA (Low external input agriculture) enggan atau tak
mampu menggunakan input luar adalah: Input tidak ada atau ketersediaannya tak dapat diandalkan
karena infrastruktur perdagangan dan pelayanannya lemah; harganya mahal jika ada; input
beresiko dan mungkin tidak efisien dalam kondisi ekologi yang beragam dan rentan (misalnya
hujan yang tak teratur, tanah yang miring); input tidak begitu menguntungkan dalam kondisi-
kondisi tertentu; Komunikasi dengan petani yang rendah.
Bahaya-bahaya yang bisa muncul dalam mempromosikan pengenalan input semacam itu kedalam
wilayah LEIA adalah; hilangnya keragaman dalam sistem pertanian yang mengakibatkan
ketidakstabilan dan kerawanan terhadap risiko ekologi dan ekonomi; hilangnya sumber daya
genetik setempat dan pengetahuan tradisional tentang peternakan yang berorientasi ekologi serta
alternatif setempat terhadap input luar yang tidak bisa dipulihkan lagi. disentegrasi sosial dan
budaya serta marginalisasi petani yang lebih miskin, khususnya perempuan. kerusakan
lingkungan, khususnya karena penggunaan bahan-bahan kimia pertanian yang berlebihan.
Petani tradisional telah menemukan cara-cara untuk memperbaiki struktur tanah, kapasitas
menahan air serta keberadaan unsur hara dan air tanpa pemanfaatan input buatan. Dalam banyak
kasus, sistem pertanian mereka kini (atau pada masa lalu) merupakan bentuk- bentuk pertanian
ekologis yang lebih canggih dan tepat bagi kondisi-kondisi lingkungan yang khusus. Evaluasi
teknik dan sistem pertanian lokal setempat menunjukkan pilihan-pilihan bagi peningkatan LEIA.
BAB III. PENGEMBANGAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN
Keberlanjutan sistem LEIA lebih cepat dicapai jika komoditi yang diusahakan merupakan
komoditi yang dapat beradaptasi di daerah setempat. Oleh karena itu, sistem LEIA merupakan
sistem pertanian yang spesifik lokasi yang berkelanjutannya dapat dicapai oleh berbagai
agroekosistem yang berbeda komponennya.
3) Penetapan Pola Tanam Dan Tata Letak Tanaman Dan Ternak/ Ikan Dilahan
Pola tanam ditetapkan berdasarkan pola curah hujan setempat, lebih dlutamakan dengan memilih
tempat kegiatan yang bercurah hujan memungkikan tiga kali pengusahaan tanaman semusim
berturut-turut pertahun. Pergiliran dan rotasi tanaman semusim dilakukan dengan
mempertimbangkan perlunya Inkorporasi brangkasan atau hasil dekomposisi biomassa, terutama
legume semusim, ke dalam tanah di setiap tahunnya.
Prinsip zonase digunakan dalam penetapan tata letak pertanaman dan ternak dilahan. Dengan
pnnsip ini pengelolaan usaha tani ingin dilakukan secara efisien, baik dari aspek ekonomi usaha
tani, intensitas pemeliharaan tanaman/ternak maupun dan aspek ekologi (pendaurulangan hara) dl
dalam lahan. Namun, dalam skala luasan lahan yang tidak besar, arah arus hara antar komoditi
yang diusahakan perlu lebih mendapat perhatian daripada prinsip zonase tersebut.
4) Penetapan Cara Penanganan Sarana Produksi Dan Produk
Sarana produksl dan produk dl dalam lahan dltanganl sedemlklan rupa hlngga daur ulang produk
ikutan atau limbah yang telah diolah dapat berlangsung. Dalam jangka panjang perlu diupayakan
untuk rnengubah sistem LEISA menjadi pertanian organic {organic (arming) sehingga lahan akan
dibebaskan dari penggunaan masukan eksternal berupa agrokimia (pupuk inorgaik dan pestisida
buatan). Selain itu, perlu diupayakan pula agar pakan temak yang berupa konsentrat dapat dibuat
sendiri dengan menggunakan bahan baku yang dihasilkan di lahan. Sarana produksi pertanian yang
didatangkan dari luar lahan, khususnya masukan eksternal berupa pupuk inorganic dan pestisida
bualan hendaknya diupayakan dalam jumlah yang terbatas. Untuk menekan biaya, sarana produksi
pertanian yang diperlukan dibeli dari pasar terdekat. Demikian pula, pemasaran produk
diupayakan ke pasar terdekat secara langsung tanpa perantara. Bahkan jika mungkin, sistem LEIA
yang merupakan diversiflkasi usaha tani secara horizontal ini diperkaya dengan mengembangkan
diversilikasi vertikal untuk meningkatkan nilai tambahnya.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah diuraikan dalam makalah ini, kami menarik kesimpulan
bahwa pertanian ramah lingkungan berbasis ekologi dapat menjadi solusi dalam menghadapi
masalah terutama melalui pertanian dan daur ulang seperti yang di bahas dalam makalah ini.
Dimana pertanian terpadu adalah praktek pertanian yang mengintegrasikan pengelolaan tanaman
ternak dan ikan pada saat bersamaan. Sehingga meningkatkan hasil produktivitas pertanian.
Pertanian ramah lingkungan berbasis mix farming (pertanian terpadu) tidak terlepas dari proses
daur ulang limbah pertanian. Kemudian daur ulang limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organic atau kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah, serta dapat dipakai untuk menurunkan serangan beberapa penyakit tanaman dan juga
dapat digunakan sebagai pakan ternak. Sumber energi (kayu bakar dan biogas) serta dapat
dijadikan bahan kerajinan.
4.2 Saran
Kami sebagai pembuat makalah ini mengetahui bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Jadi,diperlukan penelitian lebih lajut agar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga
makalah ini dapat memberikan solusi atau manambah pengetahuan penulis maupun pembaca
mengenai pertanian ramah ingkungan.
DAFTAR PUSTAKA