PENDAHULUAN
1
2
tenaga kesehatan gigi atau hilang karena trauma pada gigi. Selain itu, kanker
mulut, penyakit sistemik, efek iatrogenik, kebiasaan konsumsi minuman
keras dan merokok juga bisa menjadi penyebab hilangnya gigi. Apabila hal
ini terus berlanjut tanpa adanya perawatan maka dapat berakibat hilangnya
gigi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) RI tahun 2013, angka
kehilangan gigi mulai meningkat dari kelompok umur 35-44 tahun sebesar
3,42%, kelompok umur 45-54 tahun sebesar 6,08%, kelompok umur 55-64
tahun sebesar 11,59%, dan pada kelompok umur 65 tahun ke atas kehilangan
gigi mencapai 18,12% (Ratmini dan Arifin, 2011; Wangsarahardja, Olly dan
Eddy, 2007; Riskesdas, 2013).
Ketika lansia mengalami kehilangan gigi, maka dapat terjadi pemilihan
makanan, karena adanya kesulitan dalam mengunyah makanan keras dan
lebih memilih makanan lunak, sehingga pemasukan nutrisi akan berkurang
dan berlanjut menjadi defisiensi yang dapat mempengaruhi kesehatan umum.
Menurut Senjaya (2016) lansia harus tetap memiliki minimal 20 gigi yang
berfungsi supaya dapat mengunyah makanan dengan baik (Koodaryan et al.,
2014; Amuwarningsih et al, 2010).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari kehilangan
gigi ini salah satunya dengan membuatkan gigi tiruan. Gigi tiruan menurut
Kamus Kedokteran Gigi (2013) ialah merupakan piranti yang dibuat untuk
menggantikan gigi dan jaringan sekitarnya yang hilang. Penggantian gigi
hilang ini dapat dilakukan dengan pembuatan gigi tiruan cekat atau gigi tiruan
lepasan. Kebutuhan penggunaan gigi tiruan meningkat pada kelompok lansia
kerena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut
termasuk kehilangan gigi. Pemakaian gigi tiruan dapat meningkatkan kualitas
hidup serta rasa percaya diri seseorang ketika bergaul dengan masyarakat
sekitar, tetapi penggunaan gigi tiruan juga memberikan keluhan pada
pemakainnya antara lain rasa sakit, gigi tiruan yang digunakan longgar, tidak
stabil serta mengganggu fungsi bicara (Lengkong, Damajanti, Ni Wayan,
2015; Massie, Vonny, Lydia, 2016).
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geriatri
Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang berusia lebih dari 60 tahun
serta mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan gejalanya tidak khas, daya
cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional.
Penderita geriatri berbeda dengan penderita dewasa muda lainnya, baik dari
segi konsep kesehatan maupun segi penyebab, perjalanan, maupun gejala dan
tanda penyakitnya sehingga, tatacara diagnosis pada penderita geriatri
berbeda dengan populasi lainnya (Penninx et al., 2004).
Menurut World Health Organization (WHO), batasan-batasan usia
lanjut terdiri dari empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) yang
merupakan kelompok usia antara 45-59 tahun; lanjut usia (elderly age) yang
merupakan kelompok usia antara 60-74 tahun; usia tua (old age) yang
merupakan kelompok usia antara 75-90 tahun; dan usia sangat tua (very old)
yang merupakan kelompok usia diatas 90 tahun.
4
5
maka akan menimbulkan kesulitan jika pada suatu hari penderita perlu
dibuatkan geligi tiruan lengkap.
C. Gangguan temporomandibular joint (TMJ)
Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih
(overcloser), hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi,
dapat menyebabkan gangguan pada struktur sendi rahang.
D. Beban berlebih jaringan pendukung
Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi
yang masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga
terjadi pembesaran berlebih (over loding). Hal ini akan mengakibatkan
kerusakan membran periodontal dan lama kelamaan gigi tadi menjadi
goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.
E. Estetika yang buruk
Menjadi buruknya penampilan (loss of appearance) karena
kehilangan gigi depan akan mengurangi daya tarik wajah seseorang,
apalagi dari segi pandang manusia modern.
F. Kelainan bicara
Kehilangan gigi depan atas dan bawah seringkali menyebabkan
kelainan bicara, karena gigi khusunya yang depan termasuk bagian
organ fonetik.
G. Atrisi
Atrisi adalah suatu gesekan fisik antara permukaan sebuah gigi
terhadap gigi yang lain sehingga pada permukaan yang saling berkontak
akan timbul keausan, umumnya terjadi pada gigi di daerah oklusal dan
insisal. Keausan jenis ini kebanyakan bersifat fisiologis oleh karena
pemakaian dan kejadiannya meningkat seiring bertambahnya usia.
Suatu keausan disebut fisiologis apabila gigi masih dapat berfungsi,
tidak menimbulkan keluhan dan bentuknya masih wajar. Sebaliknya,
pada keadaan patologis sudah timbul bentuk yang tidak memuaskan,
hipersensitivitas atau masalah mekanis seperti berkurangnya dimensi
vertikal oklusal.
8
Kategori IMT
11
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Thalib, B., Relationship of mastication capability and nutrion status of elderly buginese
and mandarnese. DENTIKA. 2010. 15(2): 161-164.
14