Sejak awal, ada yang aneh dengan Setya Novanto. Mulai dari meminta pertemuan
pertama dilakukan empat mata, sampai mengajak pengusaha Reza Chalid saat
bertemu Maroef.
Bagaimana kronologi lengkapnya? Berikut cerita detail Maroef soal pertemuan tersebut:
Januari 2015
Maroef baru diangkat sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Oleh komisaris
PT Freeport Indonesia, Marzuki Darusman, dia diminta bertemu dengan Ketua DPR,
Setya Novanto. Dalam ceritanya, Maroef juga mengatakan sempat diajak bertemu saat
Setya belum menjadi ketua DPR, namun batal.
April 2015
Maroef memulai rangkaian kunjungan pertemuan dengan DPR, DPD dan MPR. Di
kunjungan ke pimpinan DPD dan MPR, Maroef membawa staf dan diterima oleh
sejumlah pimpinan lain. Namun, khusus saat berkunjung ke ruangan Setya Novanto,
dia diminta untuk masuk sendiri.
"Saat saya akan masuk ke ruangannya, salah satu stafnya bilang melalui sespri saya
bilang staf saya tidak boleh masuk," cerita Maroef yang menyebut pertemuan itu
berlangsung selama 45 menit. Saat itu, mereka membahas profil perusahaan Freeport
dan kontribusi Freeport terhadap masyarakat Papua.
Maroef mendapat SMS dari Setya Novanto. Isinya: "bisa saya call?". Dengan alasan
menghargai petinggi negara, Maroef kemudian yang menelepon Setya. Dalam
pembicaraan itu, Setya menanyakan kemungkinan adanya pertemuan lanjutan setelah
di ruangan Ketua DPR. Saat itu, Maroef mengatakan hal itu akan diatur oleh stafnya.
13 Mei 2015
Akhirnya, pertemuan pun digelar pada 13 Mei 2015. Setya Novanto yang menentukan
tempatnya, yakni di Hotel Ritz Carlton lantai 21, di sebuah ruang rapat. Staf Setya
Novanto yang mengurus pertemuan bernama Dina.
Sesampainya di hotel, Maroef dijemput oleh staf Setya Novanto ke lantai atas. Kala itu,
dia datang terlambat karena baru kembali dari Bandung.
Di ruang rapat lantai 21, sudah menunggu Setya Novanto dan seorang pengusaha
minyak bernama Reza Chalid. Saat itu, Setya Novanto memperkenalkan Reza sebagai
kawannya. Maroef menyebut, itu adalah pertama kalinya dia bertemu Reza.
Suasana pertemuan saat itu berlangsung santai. Maroef menyebut Reza Chalid
pembawaannya sangat 'humble' dalam berkomunikasi. Mereka bertemu selama satu
jam, bicara soal peluang bisnis Freeport dan lain-lainnya. Ketika itu, belum ada
pembicaraan mendalam soal smelter dan kontrak karya, walaupun sempat disinggung
sekilas.
Usai pertemuan, Maroef merasa ada yang aneh dengan pertemuan tersebut. Mereka
malah membahas bisnis. Terlebih lagi, pembicaranya adalah seorang ketua DPR dan
pengusaha. Dia heran, kenapa Setya tidak mengajak anggota atau ketua Komisi VII
DPR, sebagai bidang yang mengurusi energi.
Tak lama setelah pertemuan, Reza Chalid sempat mengirim pesan singkat pada
Maroef. Isinya "M Reza Chalid". Tapi saat itu, tak langsung ditanggapi oleh Maroef.
8 Juni 2015
Pada bulan Juni Maroef menerima SMS dari Reza Chalid untuk mengadakan
pertemuan dengan Setya Novanto. Untuk memastikan pertemuan ini memang
diprakarsai oleh Setnov, dirinya menghubungi staf Setya Novanto yang mengkonfirmasi
kebenaran jadwal pertemuan tersebut yang diatur pada tanggal 8 Juni 2015.
Pertemuan kemudian diatur kembali oleh Setya Novanto lewat stafnya. Lokasinya,
sama dengan pertemuan kedua, yakni di Hotel Ritz Carlton lantai 21. Ketika itu, Maroef
datang hampir bersamaan dengan Setya Novanto.
Sebelum pertemuan dimulai, ada salah seorang staf Reza Chalid yang menyampaikan
ke Maroef bahwa Reza akan terlambat. Saat itu, Maroef merasa heran, mengapa Reza
kembali ikut pertemuan. Akhirnya, dia berinisiatif untuk merekam pertemuan karena
tahu bakal berhadapan dengan dua orang.
"Waktu saya masuk HP saya sudah saya taruh di atas meja sudah dalam posisi
merekam. Poisisi duduk meja yang mulia adalah kepala meja duduk ketua DPR, bisa
untuk 12 orang mejanya. Saya duduk di sebelah kiri dan sebalah kanan Riza Chalid.
HP ditaruh di atas meja dalam posisi on. Tidak ada berhenti sedikit pun selama
pembicaraan," kata Maroef.
Rekaman dalam pertemuan itu berlangsung selama 1 jam 30 menit. Maroef mengaku
tidak pernah menghentikan rekaman. Dia mengkonfirmasi bahwa rekaman itu sama
dengan yang diperdengarkan di MKD, Rabu (2/12) malam kemarin. Isinya soal
permintaan saham sampai pencatutan nama presiden dan wakil presiden.
Selama proses pembicaraan, Maroef merasa apa yang disampaikan Setya Novanto
dan Reza sudah melebar. Bahkan cenderung tidak pantas. Akhirnya, Maroef berusaha
menyudahi pertemuan itu, namun dengan cara sopan.
Juni 2015
Setelah pertemuan itu, Maroef melapor kepada Jim Bob sebagai atasannya di Freeport.
Mantan wakil kepala BIN itu mengatakan ada permintaan saham dari Reza dan Setya
untuk proyek PLTA. Keduanya juga menjanjikan bisa membantu Freeport terkait urusan
perpanjangan kontrak karya.
Reaksi Jim Bob pun cukup keras. Dia menolak mentah-mentah permintaan itu. Bahkan
sempat mengatakan: "kalau kamu mau masukkan saya ke penjara, lakukan."
Selanjutnya, Maroef melapor kepada Sudirman Said. Sampai akhirnya rekaman itu
diserahkan secara utuh pada bulan Oktober 2015 dan akhirnya kelakuan Setya
Novanto dilaporkan ke MKD.
"Saya dalam pertemuan dengan Majelis Kehormatan DPR telah menjelaskan nama,
waktu, dan tempat kejadian dan pokok pembicaraan yang dilakukan oleh oknum salah
satu anggota DPR dengan pimpinan PT Freeport Indonesia agar ditindaklanjuti," kata
Sudirman.
Sore harinya, Jusuf Kalla dijadwalkan menerima Ketua DPR RI Setya Novanto di
Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Berdasarkan informasi dari situs resmi Sekretariat Wakil Presiden pada Senin, Setya
Novanto menemui Kalla pada pukul 15:00 WIB.
Namun Setya membantah tudingan tersebut. "Saya selaku pimpinan DPR tidak pernah
membawa nama Presiden dan mencatut nama Presiden," katanya kepada media.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membeberkan
kronologi pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam perpanjangan kontrak
PT Freeport Indonesia (PTFI).
Sebelumnya, Sudirman mengungkapkan ada oknum anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) RI yang mencatut nama Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla untuk memuluskan renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia (PT
FI) di Papua.
"Seolah-olah Presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah
laporkan kepada keduanya. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka
melakukan itu," kata Sudirman, seperti dikutip media.
"Keduanya (Presiden dan Wapres) sangat marah. Pak Jokowi mengatakan, ‘Ora
sudi'. Ora sudi kan ungkapan Jawa yang sangat dalam," kata Sudirman.
Selain Setya, nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar
Panjaitan disebut mengetahui saham yang akan diberikan untuk Presiden Jokowi dan
Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Dalam transkrip rekaman tersebut, pengusaha bernama Reza yang hadir bersama
Setya Novanto menyebutkan keterlibatan Luhut dalam besaran saham untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Rencananya, mereka mencari referensi yang dapat bekerjasama dengan PT. Freeport
Indonesia. Dalam skenario ini Freeport hanya akan memiliki saham sebesar 51 persen.
"Nomininya Pak ... Dari Pak Luhut. Saham itu juga memang kemauannya Pak Luhut,
gitu. Cari reefrensi Freeport dari pengusaha seperti yang dulu dilakukan oleh kita
kepada pengusaha," bunyi transkrip tersebut.
Setya Novanto diminta mundur sementara
Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald
Rofiandri mendesak Setya Novanto mengundurkan diri sementara sebagai Ketua DPR
RI untuk mempermudah proses pemeriksaan oleh MKD.
"Kami mendesak terlapor, Setya Novanto, untuk secara sementara mengundurkan diri
dari jabatan Ketua DPR sampai ada putusan tetap dari MKD," kata Ronald, Selasa.
Sementara itu, usai bertemu Setya di kantornya kemarin, Kalla menyatakan akan
menunggu proses lebih lanjut di DPR.
"Kan sudah di mana-mana disebut, ya kita menunggu proses di DPR dulu. Itukan tahap
pertama," kata Kalla.
19 November 2015: Luhut bantah catut nama Jokowi
"Saya enggak ada waktu untuk gitu-gituan," kata Luhut dalam konferensi pers di
kantornya.
Luhut juga membantah ada pertemuan antara dia dengan pihak Freeport. "Tidak
pernah," ujarnya.
Selain Luhut, nama Deputi I Kepala Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo juga
disebut. Saat itu ia adalah anak buah Luhut, saat ia menjabat sebagai Kepala Staf
Kepresidenan.
23 November 2015: MKD mulai rapat internal proses dugaan pelanggaran kode
etik Setya
Rapat kasus dugaan pelanggaran kode etik Setya dijadwalkan akan digelar internal
oleh MKD hari ini.
Namun, belakangan muncul sebuah petisi di Change.org yang meminta agar sidang
MKD DPR dibuka untuk umum.
“Sidang terbuka adalah jalan yang baik bagi pengembalian nama baik institusi legislatif
Indonesia,” tulis inisiator petisi, Kurnia Ramadhana, seorang relawan yang
mengatasnamakan kelompok Gerakan Turun Tangan Medan.
Apa hasilnya?
Alih-alih memutuskan nasib Setya Novanto hari ini, anggota dan pimpinan MKD justru
mempermasalahkan keabsahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman
Said sebagai pelapor kasus ini.
MKD selanjutnya akan mengadakan rapat lagi besok dan memanggil ahli hukum untuk
mendalami peraturan tersebut.
"Tidak perlu didesak (sidang terbuka) karena memang tata acara kita mengatur tentang
itu. MKD diberikan peluang untuk membuka sidang sifatnya terbuka. Kalau sidang
terbuka rakyat harus tahu proses persidangan. Dari awal saya ditunjuk ke MKD, saya
sudah sarankan agar semua sidang MKD terbuka, kecuali asusila atau anak-anak,"
kata Junimart di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (23/11).
Ada beberapa keputusan yang akan diambil oleh MKD hari ini. Hal tersebut akan
dibahas dalam rapat internal.
"Yang pertama, apakah hasil verifikasi sudah bisa kita tingkatkan menjadi alat bukti ke
persidangan. Yang kedua bagaimana sifat persidangan apakah terbuka atau tertutup.
Ini nanti harus kita tetapkan," tuturnya.
2 Desember: Kesaksian Sudirman Said di MKD
Sidang di MKD hari ini mendengarkan kesaksian pelapor, yakni Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Sudirman Said.
Sudirman memberikan bukti berupa transkrip rekaman dan rekaman utuh pada MKD.
"Pertemuan berlangsung tiga kali. Transkrip yang saya sampaikan adalah transkrip
ketiga," kata Sudirman dalam sidang.
"Kenapa saya melaporkan ini? Karena kami sedang menjaga sektor yang kami urus
agar praktik-praktik semacam ini tidak terulang. Kita tahu bahwa Freeport sedang
dalam proses negosiasi, sementara itu ada pejabat negara yang seolah-olah bisa
mengambil solusi tapi sambil mengulurkan tangan meminta sesuatu," kata Sudirman.
"Pak Setya Novanto seolah-olah bisa mengatur sesuatu yang bukan urusannya," kata
Sudirman.
"Saya menteri dan jika saya tahu pejabat negara membawa-bawa nama Presiden yang
adalah lambang negara maka itu sama dengan merendahkan negara ini," kata
Sudirman.
Dia menyatakan sudah melaporkan kejadian ini pada Presiden dan Wakil Presiden.
Syarifuddin bertanya kenapa tidak lapor ke penegak hukum? Sudirman menjelaskan
bahwa dia tidak punya wewenang menilai apakah ini adalah pelanggaran hukum.
Anggota MKD A. Bakrie (Fraksi PAN): Rekaman ini sudah lama, kenapa baru
disampaikan, apakah Anda ada agenda lain? Ada nama kolega Anda Pak Luhut,
kenapa Anda begitu nafsunya mengadukan Setya Novanto?
Sudirman: Saya hanya melakukan professional judgement, karena saya mendapat
laporan. Mengenai dalam rekaman ada pihak-pihak lain, itu saya serahkan pada
pimpinan saya yaitu Presiden dan Wakil Presiden yang saya yakin punya kebijakan
untuk menindaklanjutinya.
Sudirman: Saya melaporkan pembicaraan yang berpotensi melanggar kode etik, jadi
buktinya catatan dan rekaman pembicaraan itu.
Anggota MKD Marsiaman Saragih (Fraksi PDI-P): Apakah Anda yakin tetap lanjut?
Tidak ada niat mencabut atau minta maaf kepada bangsa Indonesia karena ini sudah
mau akhir tahun?
Sudirman: Ini bukan urusan pribadi, saya tidak punya masalah apa-apa. Kami tetap
berteman tapi masalah ini harus tetap jadi masalah kenegaraan.
Marsiaman: Pak Sudirman ini mau pinjam tangan ya biar kami yang mengerjakan
maunya beliau ini. Kenapa rekamannya tidak diberikan semuanya.
Sudirman: Saya tidak punya niat apapun. Rekaman yang lain berisi hal yang terlalu
luas di luar bidang saya. Saya merasa tidak mau masuk ke wilayah luas.
3 Desember: Kesaksian Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin: 'Setya Novanto
tidak minta saham'
"Tidak ada permintaan saham dari SN, tapi MR," kata Maroef dalam sidang.
Maroef juga mengaku telah menyerahkan telepon genggam yang digunakan untuk
merekam percakapannya dengan Setya ke Jaksa Agung.
"Saya semalam sudah dimintai keterangan Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda
Pidana Khusus. Telepon genggam yang saya gunakan saat merekam sudah diminta
tim penyidik Kejaksaan," kata Maroef.
Ia mengaku sengaja merekam pembicaraan antara dirinya dengan Setya dan Riza.
"HP saya taruh di atas meja dan posisi merekam. Posisi duduk saya, duduk di kirinya
Ketua DPR dan sebelah kanannya Riza. HP saya taruh di meja dalam posision," kata
Maroef.
Namun ia mengaku tidak pernah mengedarkan atau menyebarkan rekaman itu kepada
media.
Anggota MKD Akbar Faizal awalnya bertanya apakah Maroef pernah menduduki
jabatan lain selain di kemiliteran sebelum jadi bos Freeport. Hal ini karena tiba-tiba
seorang Waka BIN bisa duduk menjadi CEO di sebuah perusahaan multinasional
sekelas Freeport.
"Apakah salah satu tugas bapak untuk memperpanjang kontrak karya?" tanya Akbar
dalam sidang MKD di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12).
Akbar juga mencecar Maroef soal Freeport yang ngotot minta kekhususan. Padahal
Indonesia sudah memiliki UU Minerba dimana seluruh perusahaan asing harus tunduk
dan tidak ada lagi kontrak karya yang diperpanjang. Tetapi Freeport ngotot minta
kontrak karya dengan Indoensia diperpanjang.
"Yang mulia, ini bukan kekhususan, hanya saja perhitungan bisnis PT Freeport
menanamkan investasi yang besar. Sebelum proses produksi ada persiapan panjang
sebelum proses berproduksi, proses nya bisa 5 sampai 10 tahun persiapannya," jawab
Maroef.
4 Desember: MKD akan panggil Setya Novanto hari Senin
MKD dijadwalkan akan memeriksa Setya dalam sidang hari Senin, 7 Desember,
mendatang.
"Rapat internal tertutup MKD untuk menyusun jadwal berikutnya diwarnai perdebatan
siapa yang akan dipanggil berikutnya. Akhirnya diputuskan akan memanggil Setya
Novanto pada sidang MKD berikutnya," kata Wakil Ketua MKD Junimart Girsang,
Jumat, 4 Desember, dini hari.
Keputusan MKD memanggil Setya setelah meminta keterangan dari Presiden Direktur
PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Kamis, dan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Sudirman Said, pada Rabu.
Anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem mengonfirmasi bahwa sidang MKD dengan
agenda meminta penjelasan Setya, dipastikan dilaksanakan tertutup.
Petugas pengamanan dalam (Pamdal) sendiri membuat pagar betis di depan ruang
MKD. Mereka berjumlah sekitar 50 orang.
Sidang MKD hari ini dipimpin Kahar Muzakir dari Partai Golkar, partai yang sama
dengan Setya.
Padahal sebelumnya, anggota MKD lainnya dari Fraksi PDI-P, Junimart Ginsang,
mengatakan bahwa sidang akan dibuat terbuka, mengingat pemanggilan dua saksi
sebelumnya — Presdir PT FI Maroef Sjamsoeddin dan Menteri ESDM Sudirman Said
— dilakukan terbuka dan disiarkan langsung oleh televisi.
"Pada dua persidangan MKD sebelumnya berlangsung secara terbuka, kalau sekarang
berlangsung tertutup tentu akan menjadi janggal dan menjadi pertanyaan publik," kata
Junimart, Senin pagi.
Setya tak bisa menerima aduan Sudirman
Anggota MKD, Guntur Sasono, mengatakan Setya tidak bisa menerima apa yang
disampaikan pengadu, dalam kasus ini adalah Menteri ESDM Sudirman Said.
“Kita dengar pembelaan beliau. Beliau tidak bisa menerima apa yang disampaikan oleh
pengadu. Kan beliau punya hak juga untuk membela,” kata Guntur, saat rehat sidang
MKD.
Setya mengatakan rekaman yang diberikan Sudirman Said tidak sah. Ia juga menilai
bahwa dirinya memiliki hak legal standing bahwa rekaman itu diambil tanpa izin dan
melanggar hukum.
14 Desember: 3 anggota MKD di konpers Luhut dinilai langgar kode etik
Kehadiran tiga anggota MKD dalam konferensi pers Menkopolhukam Luhut Panjaitan
dinilai sebagai pelanggaran kode etik.
Sebelumnya Rappler laporkan bahwa Kahar Muzakkir, Ridwan Bae, dan Adies
Kadir hadir dalam konferensi pers Luhut di kantornya, pada Jumat, 11 Desember, lalu.
Ketiganya adalah kader Fraksi Partai Golkar.
"Kami dalam rapat pimpinan memutuskan undangan via fax dari sekretariat Pak Luhut,
tidak datang," kata Wakil Ketua MKD Junimart Girsang, Senin.
Menurut Junimart, MKD sudah memutuskan melalui rapat pimpinan untuk tidak hadir
meski diundang oleh Luhut.
Alasannya? Untuk menjaga independensi.
14 Desember: Riza Chalid mangkir dari sidang MKD untuk kedua kali
Pengusaha Riza Chalid dilaporkan tak akan menghadiri sidang MKD hari ini. Ia
dijadwalkan tiba di Gedung DPR pukul 10:30 pagi. Hingga tak kunjung tiba pada pukul
11:00 sidang MKD pun ditutup.
"Sudah kita tutup sidangnya, beliau (Riza Chalid, Red) tidak datang," kata anggota
MKD Junimart Girsang.
Ini adalah kali kedua Riza mangkir dari pemanggilan MKD. MKD akan melaksanakan
rapat internal untuk putuskan apakah akan memanggil paksa Riza atau tidak, jika ia
tetap mangkir pada pemanggilan ketiga.
Agenda lain MKD hari ini adalah pemanggilan terhadap Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan.
14 Desember 2015: Luhut semprot anggota MKD: Mohon komentar yang Mulia
diukur!
Beberapa pertanyaan anggota MKD langsung dijawab tegas Luhut. Luhut juga tak
segan menjawab ketus pertanyaan yang dianggapnya tak substantif.
Seperti saat ditanya anggota MKD dari Fraksi PAN, A Bakri. Bakri bertanya soal
pembicaraan Luhut yang mengaku bertemu dengan Jokowi tadi malam.
"Pak Luhut akhir-akhir ini marah, Pak Jokowi marah, apakah dalam pertemuan tadi
malam tak membahas soal masalah ini (kontrak Freeport). Rasanya tak mungkin, tapi
ya tidak apa-apa," kata Bakri, di ruangan sidang MKD, Gedung DPR, Senin (14/12).
Luhut semula diam mendadak melakukan instruksi. "Instruksi pimpinan, saya di sini
disumpah, mohon komentar yang mulia diukur, jangan sampai pertanyaan yang mulia
membuat saya melanggar sumpah," ucap Luhut tegas.
Tak bisa konfirmasi pernyataan yang sebut namanya, Luhut akui belum dengar
rekaman
"Saya tidak ambil pusing mengenai itu, sampai hari ini saya belum membaca bahkan
mendengar rekaman tersebut," kata Luhut. Menurutnya, ia hanya baru mendengar
mengenai rekaman tersebut melalui berita di televisi secara sekilas saat ia sedang
berolahraga di atas treadmill.
Luhut juga mengaku bahwa ia tidak pernah membicarakan masalah Freeport dengan
Setya Novanto maupun Riza Chalid.
Sidang MKD hari ini akan memutuskan nasib Ketua DPR Setya Novanto. Namun
sidang kalah cepat. Setya Novanto mengundurkan diri sebagai ketua DPR terlebih
dahulu.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memastikan Setya Novanto mundur dari jabatan
Ketua DPR. Keputusan itu terhitung dimulai hari ini.
Hal itu dibacakan Ketua MKD Surahman Hidayat dalam sidang putusan pelanggaran
etika Setya.
"Terhitung sejak Rabu 16 Desember 2015, dinyatakan berhenti dari ketua DPR periode
2014-2019," kata Surahman di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/12).
Atas mundurnya Setya, kata Surahman, maka sidang dugaan pelanggaran etik Setya
dinyatakan ditutup. Artinya tidak ada lagi pembahasan tentang kasus ini.
Seperti diketahui, Setya Novanto menyerahkan surat pengunduran diri sebagai ketua
DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Hasil sidang, 10 anggota MKD
memberikan sanksi sedang, sedangkan 7 anggota meminta sanksi berat.
Pelanggaran berat:
Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra): Meskipun ada ketidaksesuaian alat bukti, ini dugaan
pelanggaran etik berat.
Supratman (Gerindra): Ini pelanggaran berat, harus bentuk panel.
Adies Kadir Karding (Golkar): Pelanggaran berat. Harus bentuk panel.
Ridwan Bae (Golkar): Pelanggaran berat
Achmad Dimyati Natakusumah (PPP): Sanksi berat.
Muhammad Prakosa (PDIP): Setya Novanto terbukti melanggar kode etik dengan
kategori berat.
Kahar Muzakir (Golkar)
Pelanggaran sedang:
Junimart Girsang (PDIP): pelanggaran etik sedang
Sarifuddin Suding (Hanura): pelanggaran etik sedang.
Ahmad Bakrie (PAN): Setya Novanto melanggar etika dan sanksi sedang, diberhentikan
dari ketua.
Sukiman (PAN): Setya Novanto harus diberi sanksi sedang. Sudirman Said harus
direshuffle.
Maman Imanulhaq (PKB): Sanksi sedang pada Setya Novanto.
Victor Laiskodat (NasDem): Sanksi sedang, dicopot dari jabatannya sebagai Ketua
DPR.
Guntur Sasono (Demokrat): Sanksi sedang
Darizal Basir (Demokrat): Sanksi sedang
Risa Mariska (PDIP): Sanksi sedang
Surahman Hidayat (PKS)
Analisa Kasus
Dengan demikian, MKD telah menerima fakta atas peristiwa terkait perpanjangan
kontrak Freeport yang bukan menjadi tugas dan wewenang Setya Novanto. Atas
pertimbangan tersebut, ada tiga pertimbangan yang diambil, yakni keterangan yang
diperoleh MKD dari Maroef Sjamsoeddin telah sesuai dengan isi rekaman. Telah
terbukti terjadi pertemuan pada 8 Juni lalu. Kemudian Setya Novanto terbukti
mencampuri fungsi dan tugas eksekutif.
Sempat muncul usulan yakni pencopotan jabatan Setya Novanto harus melalui
mekanisme panel. Pembentukan panel ini diatur dalam Peraturan DPR nomor 2 tahun
2015, tentang Tata Beracara MKD. Di dalam Pasal 19 ayat 3 disebutkan dalam hal
terjadi pelanggaran kode etik berat, maka MKD harus membentuk panel. Panel terdiri
dari gabungan tiga anggota MKD dan empat anggota unsur masyarakat. Pembentukan
panel ini dinilai upaya untuk mengulur waktu. Pun demikian putusan MKD hari ini
mempunyai makna luas. Masyarakat merasa terpuaskan dengan sanksi yang diberikan
kepada Novanto. Apalagi sidang dilakukan terbuka untuk umum.
Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan telah jelas dan tegas yang sifatnya
mengikat. Bukan lagi imbauan. Begitu juga sikap Setya Novanto sebagai negarawan di
detik-detik terakhir pembacaan putusan Novanto dengan sikap kesatria mengundurkan
diri sebagai Ketua DPR RI. Karena jika menunggu panel hanya menentukan gradasi,
sementara hasil putusan mahkamah sudah jelas, yakni mencopot jabatan Setya
Novanto sebagai Ketua DPR RI. Ibarat pepatah mengatakan, “jangan bersembunyi di
balik telunjuk” bermakna kesalahan yang sudah diketahui publik tidak lagi bisa ditutup-
tutupi.
Sikap MKD ini sekaligus mengembalikan marwah legislatif dari noda-noda yang
dilakukan oknum-oknum anggota Dewan. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga legislatif sebagai lembaga penyalur aspirasi dan mengemban amanah kembali
pulih. Begitu juga dalam menjaga marwah bangsa di mata dunia. Karena persoalan ini
juga menjadi perhatian asing. Apalagi melibatkan nama Presiden dan Wakil Presiden.
Hendaknya juga Mahkamah Kehormatan Dewan tidak lagi memperpanjang birokrasi
dalam “mengeksekusi” putusannya. Semua persoalan sudah terang benderang dan
sudah terjawab pertanyaan yang selama ini dinanti-nanti publik, walaupun Setya
Novanto sudah mengundurkan diri, tapi proses pelanggaran etik ini tidak dihentikan dan
ditingkatkan statusnya. Apalagi Kejaksaan Tinggi kini menunggu hasil MKD dalam
menindaklanjuti pelanggaran pidana dalam kasus ini.
Dampak Kasus ini terhadap:
- Dampak Etika