Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Maraknya gugatan/tuntutan hukum terkait kasus dugaan malpraktik medistelah
menempatkan dokter pada posisi yang rentan. Profesi kedokteran sekarang ini harus
menghadapi tiga tantangan sekaligus; masyarakat yang semakin litigious, mafia hukum
yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, serta media masa yang cenderung
berpihak pada pasien. Situasi semacam ini telah memicu munculnya orientasi baru di
kalangan tenaga medis, terutama yang bekerja di rumah sakit-rumah sakit. Dalam
menjalankan pekerjaan profesionalnya, selain berorientasi pada keselamatan
pasien (patient safety), mereka juga harus memikirkan keselamatan diri mereka sendiri
(doctor safety). Selain berupaya agar pasien yang ditangani terhindar dari berbagai
resiko yang tidak dikehendaki, pada saat yang sama mereka juga berupaya agar terhindar
dari resiko digugat/dituntut oleh pasien yang mereka tangani.

ISBN : 978-979-1230-40-7Seminar Nasional dan Call for Paper UNIBA 2017 “ Perlindungan
Hukum terhadap Tenaga Kesehatan dan Pasien dalam Perspektif UU 36tahun 2014” Surakarta
Sabtu,8 April 2017 Universitas Islam Batik Surakarta215

Sengketa medis boleh jadi masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak masuk akal bagi
kalangan profesi medis. Mereka bekerja dengan iktikad baik menolong pasien untuk
memperoleh kesembuhan, tetapi tidak jarang hal itu justeru berakhir menjadi sebuah
sengketa di pengadilan. Maraknya gugatan/tuntutan hukum terhadap dokter dapat memicu
munculnya praktik defensive medicine, yaitu praktik kedokteran yang berorientasi pada
upaya pengamanan diri (self defense). Dalam hal ini dokter tidak lagi menjadikan faktor
keselamatan pasien menjadi orientasi utama, tetapi justeru beroientasi pada
keselamatan dirinyasendiri. Berbagai langkah dilakukan untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya gugatan/tuntutan hukum dari pihak pasien di kemudian hari.
Langkah-langkah antisipasi itu antara lain dilakukan dengan cara menghindari tindakan
medisyang beresiko tinggi atau melakukan prosedur pemeriksaan yang sebenarnya
tidak perlu (unnecessary medical procedure). Pola seperti ini menimbulkan dampakburuk
baik bagi pihak pasien maupun masyarakat secara luas. Biaya pengobatan menjadi
semakin tinggi, dan akses masyarakat terhadap kesehatan jadi menurun. Hal demikian tentu
saja berpotensi melanggar salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak untuk sehat
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
(UU Kesehatan 2009). Kekhawatiran atau ketakutan para dokter terhadap resiko
gugatan/tuntutan hukum bisa dimaklumi mengingat proses hukum membawa dampak
negatif yang besar bagi pihak dokter dan/atau rumah sakit. Sebenarnya undang-undang
telah menjamin bahwa setiap dokter berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melakukan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, namun
demikian, tetap saja hal itu tidak dapat menghilangkan sama sekali kekhawatiran atau
ketakutan para dokter. Meskipun dalam sebuah perkara posisi dokter secara hukum benar
dan perkaranya dimenangkan oleh pengadilan, namun proses litigasi yang telah dijalani
tetap saja mengakibatkan kerugian baik materiil maupun imateriil. Kekhawatiran atau
ketakutan para dokter sebagaimana telah disebutkan di atas tidak sekedar perlu
dimaklumi, tetapi harus benar-benar dicarikan solusinya. Bekerja dalam suasana
tertekan atau terancam bukan saja mengakibatkan ketidaknyamanan, tetapi juga
berpotensi menimbulkan dampak negatif lanjutan, terutama pihak dokter menjadi
kehilangan fokus terhadap aspek patient safetykarena terlalu berorientasi pada doctor
safety. Dalam hal ini pihak rumah sakit secara kelembagaan harus memikirkan upaya
bagaimana memberikan rasa aman kepada pihak dokter yang bekerja di rumah sakit
tersebut.
ISBN : 978-979-1230-40-7Seminar Nasional dan Call for Paper UNIBA 2017 “ Perlindungan
Hukum terhadap Tenaga Kesehatan dan Pasien dalam Perspektif UU 36tahun 2014” Surakarta
Sabtu,8 April 2017 Universitas Islam Batik Surakarta216B.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safetyserta
2. Tujuan Khusus
a. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safety
c. Menganalisis pelaksanaan patient safety
d. Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safety

C. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang di maksud dengan patient safety ?
b. Bagaimana pelaksanaan patient safety di Runah Sakit?
c. Apa saja faktor yang mempengaruhi pelaksanaan patient safety ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Patient safety
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya
kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

B. Penerapan Patient Safety di Rumah Sakit

Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit

1. Pasal 29b UU No.44/2009; ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
2. Pasal 46 UU No.44/2009; “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
3. Pasal 45 (2) UU No.44/2009; “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”

Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety Di Rumah Sakit


1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi
sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden.
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
secara rahasia.
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah
menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar
masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.

Sistem Pencacatan Dan Pelaporan Pada Patient Safety Di Rumah Sakit

1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian
Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan
oleh rumah sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian
Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang
dilaporkan oleh unit kerja.
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada
Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang
bersifat rahasia.
6. Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait
dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Patient Safety

Faktor – faktor yang mempengaruhi penerapan keselamatan pasien dirumah sakit dengan
mengandalkan kecakapan intelaktual dan ilmu pengetahuan seorang perawat.METODE:
penelitian ini menggunakan metode literature review analis melalui e-journal, membaca buku-
buku, serta refrensi e-book y

Anda mungkin juga menyukai