Tugas Mata 2
Tugas Mata 2
Jelaskan definisi dari miopia, hipermetropia, dan astigmatisme beserta cara pemberian
koreksi kacamatanya!
a. Miopia → kelainan refraksi dimana sinar sejajar aksis visual tanpa akomodasi dibiaskan
di depan retina→ oleh karena panjang bola mata AP terlalu besar/kekuatan pembiasan
media refraksi terlalu kuat
Pengobatan pasien → kacamata sferis negatif terkecil → ketajaman penglihatan
maksimal. Contoh: pasien dikoreksi dengan S-2.00D → visus 6/6 dan koreksi S-
2.25D visus tetap 6/6, maka resep lensa yang diberikan adalah S-2.00D.
b. Hipermetropia → keadaan gangguan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina → dapat disebabkan
oleh sumbu bola mata pendek (sumbu/aksial); kelengkungan kornea/lensa lemah
(kurvatur); indeks bias yang lemah kurang pada sistem optik (refraktif)
Tata laksana → kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar →
ketajaman penglihatan maksimal. Contoh: pasien dengan koreksi lensa S+2.00D
atau S+2.25D → visus 6/6, maka diberikan lensa S+2.25D.
c. Astigmatisme→sinar tidak difokuskan pada 1 titik akan tetai pada 2 garis titik api yang
saling tegak lurus → akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea
Koreksi dan pemeriksaan → px mata sentris di permukaan kornea → untuk
mengamati ireguler kornea dan kelengkungan kornea dan astigmat dial untuk
pemeriksaan subyektif. Koreksi dengan lensa silindris.
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan dari teknik operasi katarak ECCE dan
fakoemulsisfikasi!
ECCE Fakoemulsifkasi
Keuntungan a. Dapat insersi IOL PC a. Bilik mata depan selalu
b. Jarang komlikasi vitreous terbentuk
di bilik mata depan b. Insisi kecil
c. Angka kejadian CME c. Astigmatisme menurun
dan ablasio retina lebih d. Penutupan luka mudah
jarang e. Rehabilitasi tajam
d. Bila terjadi ablasio retina penglihatan cepat
lebih mudah diatasi dan
prognosis lebih baik
e. Dapat dilakukan pada
penderita umur >40 tahun
Kerugian a. Perlu learning curve lebih a. Instrumen mahal
lama b. Tidak semua mempunyai
b. 10-50% terjadi katarak alat fakoemulsifikasi
sekunder setelah 3-5 c. Biaya pemeliharaan alat
tahun lebih tinggi
c. Tidak dapat dilakukan d. Learning curve lebih
pada penderita dengan lama.
uveitis kronis yang aktif
5. Sebutkan tanda & gejala klinis dari glaukoma simpleks (POAG) serta bagaimana tata
laksananya!
Tanda→ Trias POAG: peningkatan TIO (24-32 mmHg); perubahan penampakan diskus
optik atau glaucomatous cupping; defek lapang pandang.
Gejala → onset tersembunyi, progresif perlahan, tidak menimbulkan nyeri, kadang bilateral
dapat asimetris. Biasanya terdiagnosis kalau sudah berat karena tidak memberikan tanda dari
luar.
Penatalaksanaan → medikamentosa dengan B adrenergik blocker sebagai lini pertama
pengobatan; pembedahan trabekulektomi; laser trabekuloplasti.
11. Jelaskan tentang gambaran klinis dan penatalaksanaan dari keratitis Herpes Simplek (HSV)!
Keratitis yang disebabkan oleh HSV dapat terjadi 2 bentuk: epitelial dan stromal.
a. Epitelial
Kerusakan sel yang terjadi akibat pembelahan virus di dalam epitel dan membentuk
ulkus kornea superfisial.
b. Stromal
Merupakan reaksi imunologik. Antigen (HSV) dan antibodi (pasien) bereaksi di stroma
kornea, dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya, sel mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak virus, namun juga merusak jaringan stromal.
Gejala Klinis Pasien :
- Nyeri
- Fotofobia
- Pandangan kabur
- Mata merah
- Keluar airmata
Tatalaksana :
- IDU (idoxuridine), merupakan antiviral yang menghambat sintesis DNA virus dan
manusia (toksik untuk epitel normal) sehingga tidak boleh diberikan >2 minggu.
Sediaan : larutan 1% diberikan tiap 1 jam; salep 0,5% diberikan tiap 4 jam.
- TFT (Trifluorotimin) 1% diberikan tiap 4 jam.
- Acyclovir salep 3% diberikan tiap 4 jam.
12. Jelaskan macam-macam trauma kimia pada mata dan bagaimana penatalaksanaannya!
a. Trauma Asam
Bahan asam anorganik, organik (asetat, forniat), dan organik anhidrat (asetat). Bila
bahan asam mengenai mata akan terjadi pengendapan/penggumpalan protein permukaan
dan menyebabkan kerusakan sel.
Tatalaksana : irigasi secepat mungkin dengan NaCl atau aquades selama 15-30 menit.
Untuk menetralkan pH diberikan natrium bikarbonat 3%. Prognosis baik dan tidak
begitu mengganggu tajam penglihatan.
b. Trauma Basa atau Alkali
Trauma alkali pada mata merupakan kondisi sangat gawat karena alkali dengan cepat
menembus kornea, bilik mata dan sampai ke retina. Sedangakan trauma basa dapat
menyebabkan penghancuran jaringan kolagen kornea, menyebabkan lisis sel dan
nekrosis jaringan. Trauma basa dan alkali dapat mengakibatkan kebutaan.
Tatalaksana : irigasi menggunakan NaCl 60 menit, kemudian diberikan sikloplegia dan
antibiotik. Setelah satu minggu trauma diberikan EDTA untuk mengikat basa.
13. Jelaskan tentang gambaran klinis dan penatalaksanaan dari Herpes Zoster Ophtalmica
(HZO)!
Virus Herpes Zoster dapat menginfeksi ganglion gasseri nervus trigeminus. Bila yang
terkena ganglion cabang oftalmik akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata.
Gejala yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena an badan berasa
hangat. Penglihatan berkurang dan merah. Pada kelopak akan terlihat vesikel dan infiltrat
pada kornea, vesikel akan tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi nervus
trigeminus yang dapat progresif dengan terbentuknya jaringan parut. Daerah yang terkena
tidak melewati garis meridian. Pengobatan tidak spesifik dan hanya simptomatik,
menggunakan acyclovir dan pada usia lanjut dapat diberikan steroid.
14. Sebutkan gambaran klinis, diagnosis banding, dan penatalaksanaan kasus episkleritis!
Episklera merupakan lapisan paling luar dari sklera. Peradangan pada episklera
dinamakan episkleritis. Gejala klinis pada pasien penderita episkleritis antara lain speerti mata
merah, nyeri ringan yang hilang timbul, dan keluhan silau (fotofobia) ringan. Gambaran klinis
yang dapat ditemukan antara lain hiperemi lokal episkleritis, kongesti pembuluh darah pada
episkleritis, mata tidak berair dan tidak ditemukan gangguan penglihatan atau penurunan visus.
Diagnosis banding dari episkliritis adalah skleritis, yakni inflamasi yang mengenai
sklera. Skleritis menunjukkan gejala lebih parah daripada episkleritis : nyeri yang lebih hebat,
mata merah berair, dan visus dapat pula menurun. Episkleritis difusa yang luas, memiliki
gambaran klinis yang hampir sama dengan konjugtivitis. Penatalaksanaan yang diberukan
berupa terapi tetes mata kortikosteroid dengan tujuan menghentikan proses peradangan pada
episklera.
15. Sebutkan tanda, gejala, dan tata laksana kasus uveitis anterior!
Gejala klinis uveitis anterior (iridosiklitis) berupa sakit mata, sakit kepala, fotofobia,
dan hiperlakrimasi. Sakit nyeri terbatas di daerah periorbita dan mata, bertambah nyeri apabila
dihadapkan pada cahaya an tekanan disertai derajat fotofobia yang bervariasi. Temuan klinis
pada kasus uveitis anterior antara lain seperti terdapat injeksi siliar, presipitat keratik, sinekia
posterior mungkin dapat terjadi apabila terdapat endapan fibrin pada pupil.
Prinsip penatalaksanaan uveitis anterior adalah menghentikan proses inflamasi,
membuka pupil, dan menghilangkan agen penyebabnya. Tetes mata steroid empat hingga enam
kali sehari dapat diberikan untuk menghentikan inflamasi, serta pemberian midriatikum berupa
sulfas atropine 1% atau yang lebih kuat demi membuka pupil. Pemberian midriatikum
memperhatikan faktor lain kontraindikasi, seperti pada pasien suspek glaucoma, sementara
antimikroba dapat diberikan apabila agen penyebab infeksi telah diketahui.
16. Sebutkan tanda, gejala, dan tata laksana dari buta senja (xeroftalmia)!
Gejala klinis yang muncul pada penderita xerophtalmia yaitu berupa hemeralopia
(penurunan kemampuan penglihatan pada senja hari atau pada ruang kurang cahaya akibat
gangguan pada sel batang retina). Xerophtalmia disebabkan oleh defisiensi vitamin A pada
anak-anak, sehingga umumnya penderita xerophtalmia merupakan anak-anak dengan gizi
kurang. Tanda klinis yang dapat ditemukan pada penderita xeroftalmia berupa xerosis
konjugtiva, bintik bitot, dan keratomalasia. Penatalaksanaan pada pasien xeroftalmia berupa
pemberian vitamin A sebanyak 50.000 hingga 75.000 IU/KgBB yang tidak melebihi (dosis
maksimal) 400.000 IU, diberikan 100.000 IU tiap minggu selama empat minggu dengan
memperhatikan gejala hispervitaminosis A.
17. Apakah yang disebut dengan trikiasis, entropion, dan ektropion?
Entropion merupakan kelainan pada kelopak mata karena posisi margo palpebra
mengarah kedalam bola mata, sedangkan ektropion merupakan kelainan kelompak mata karena
posisi margo palpebramengarah keluar disebabkan relaksasi otot orbicular. Pelipatan palpebra
kearah dalam pada entropion menyebabkan bulu mata selalu menyentuh bola mata, keadaan
demikian disebut sebgai trikiasis.
22. Ablatio retina adalah keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel
pigmen retina yang melekat erat pada koroid. Sesungguhnya sel kerucut dan sel batang
retina tidak ada perlekatan structural dengan koroid/ pigmen epitel sehingga mudah lepas
secara embriologi. Terdapat 3 jenis ablatio retina:
a. Ablatio retina regmatogenosa
Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair yang
masuk melalui robekan ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas
dari lapis epitel pigmen koroid.
Gejala yang dialami adalah
1) Fotopsia
2) Floaters
3) Defek lapang pandang
Hasil pemeriksaan fisik:
1) Terdapat relative afferent pupillary defect yang muncul pada mata dengan abaltio
retina ekstensif.
2) Tekanan intraokuler lebih rendah 5 mmHg daripada mata yang tidak mengalami
ablatio.
3) Iritis ringan
4) Gambaran tobacco dust
5) Robekan retina nampak seperti diskontinuitas dari permukaan retina berwarna
kemerahan pada funduskopi.
6) Kelainan pada retina sesuai dengan lamanya ablatio retina yang terjadi.
b. Ablatio retina eksudatif
Terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina.
Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah
retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan karena penyakit koroid. Gejala yang
dialami adalah:
1) Penglihatan menurun seperti tertutup tirai
2) Floaters
Hasil pemeriksaan fisik:
1) Penurunan tajam penglihatan
2) Gambaran konfigurasi ablatio yang konveks dengan permukaan licin
3) Gambaran shifting fluid sesuai gaya gravitasi.
c. Ablatio retina traksi
Lepasnya jaringan retina karena tarikan jaringan parut pada badan kaca. Pada badan
kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan karena diabetes mellitus
proliferative, trauma, dan pendarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Gejala yang
dialami adalah:
1) Mata tenang dengan penglihatan menurun
2) Terdapat fotopsia atau floaters
Hasil pemeriksaan fisik:
1) Penurunan tajam penglihatan
2) Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan:
a) Konfigurasi konkaf dari ablastio retina
b) Tidak ditemukan shifting fluid
c) Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada tempat traksi vitreoretina
d) Bila terdapat robekan, akan muncul gambaran khas ablatio retina regmatogenosa
dan penyakit akan memiliki progresivitas yang lebih cepat.
23. Papil edema adalah keadaan di mana terjadi pembengkakan diskus optikus karena
meningkatnya tekanan intrakranial. Rongga subarachnoid terhubung dengan membran
nervus opticus. Apabila tekanan cerebrospinal meningkat, ia akan mendesak membran
nervus opticus sehingga terjadi papil edema. Gambaran klinis yang ditemukan adalah:
a. Sakit kepala
b. Mual dan muntah
c. Tinitus pulsatil
d. Gangguan penglihatan
e. Pada pemeriksaan fundus (early) didapatkan hiperemis diskus, pendarahan sedikit dari
serabut saraf, dan pulsasi vena spontan terlihat jika tekanan intrakranial lebih dari 200
mmHg
f. Pada tahap yang lebih lama terdapat pembengkakan serabut saraf, pendarahan retina
sensori peripapiler nampak.
25. Asthenopia adalah kelelahan mata. Pada keadaan ini didapatkan kelaian refraksi yang tidak
dikoreksi dengan betul, presbyopia, anisometropia yang berat, insifiensi konvergen, paresis
otot penggerak mata, penerangan saat membaca yang kurang baik, dan otot yang tidak
seimbang.
Tatalaksana:
a. Koreksi refraktif secara akurat
b. Manipulasi akomodasi
c. bedah
Sumber
Ilyas Sidarta (2003). Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbitan FKUI
: Jakarta.
Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS, et al. (2010). Ilmu
penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta : Sagung Seto.