Anda di halaman 1dari 6

PENGENDALI HAMA DENGAN AGEN HAYATI UNTUK

MEMINIMALISASI PENGGUNAAN PESTISIDA

Neila Salma Kumala

Surel: salma220161@gmail.com

Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang No. 5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa


Timur 65145

Abstrak

Pada artikel ini terdapat informasi mengenai cara mengurangi


penggunaan pestisida berlebih untuk membunuh hama tanaman. Cara
tersebut dengan menggunakan agen hayati. Agen hayati yang
digunakan harus disesuaikan dengan hama yang ada dilahan. Adapun
pembagian agen hayati dibagi menjadi empat, yaitu agen antagonis,
agen entomopatogen, agen PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria), dan predator dan parasitosid. Salah satu kelebihan
agen hayati yaitu ramah lingkungan atau tidak merusak ekosistem
pada suatu lingkungan pertanian yang merupakan kelemahan dari
penggunaan pestisida.

Kata Kunci: Agen hayati, hama, ekosistem.

Salah satu permasalahan di Indonesia saat ini adalah penggunaan pestisida


berlebih oleh para petani tanpa mempedulikan dampak negatifnya. Dilansir dari
detiknews (22 Agustus 2017) bahwa Dinas Pertanian Brebes menyebutkan
penggunaan pestisida di Kabupaten Brebes merupakan yang tertinggi se-Asia
Tenggara. Hal ini bukan sebuah prestasi yang membanggakan, melainkan berita
yang cukup memalukan bagi Indonesia. Liputan 6 (10 Juli 2018) menuliskan
bahwa Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau
Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan kerusakan lahan dan
penggunaan pupuk serta pestisida yang tidak bijak menjadi ancaman bagi
ketahanan pangan manusia. Penggunaan pestisida berlebih menyebabkan biaya
produksi beras di Indonesia cukup tinggi dan membuat hasil produksi menurun.
Phd Senior Expatriate Tech-Cooperation Aspac FAO Ratno Soetjiptadie
mengatakan bahwa sekitar 69 persen tanah di Indonesia dikategorikan rusak parah
lantaran penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan. Ketika tanah sudah
tercemar, otomatis produktivitas lahan akan menurun. Tidak hanya itu, Ketua
Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), Juwari mengatakan bahwa
penggunaan pestisida secara berlebihan telah berdampak ke manusia secara

1
langsung yakni menyebabkan penyakit gondok (Detiknews, 23 Agustus 2017).
Kerugian yang disebabkan oleh penggunaan pestisida berlebih tidak hanya yang
telah terpapar sebelumnya, melainkan juga dapat memicu kekebalan pada hama
tanaman (Campbell edisi 9). Hama yang telah kebal oleh pestisida akan
menyebabkan kegunaan dari pestisida berkurang bahkan lebih menimbulkan
dampak negatif daripada dampak positifnya.

Penyebab dari masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya dilansir dari


detiknews (22 Agustus 2017) yakni petani sangat bergantung pada pestisida untuk
membunuh hama tanaman dan perilaku petani yang menginginkan peningkatan
hasil pertanian tanpa mempedulikan dampak negatifnya. Seharusnya para petani
menggunakan pestisida sesuai takaran yang telah ditentukan. Liputan 6 (10 Juli
2018) menginformasikan bahwa penyebab lain dari dampak pestisida berlebih
adalah minimnya ilmu pengetahuan membuat petani dalam negeri tidak dapat
mengukur kadar pH tanah atau obat-obatan apa saja yang tidak boleh digunakan.
Ketidak tahuan petani inilah yang menjadi dasar dari penggunaan pestisida
berlebih di Indonesia.

Berdasarkan cyber pertanian (14 Desember 2015) pengendalian hama


adalah penggunaan makhluk hidup untuk membatasi populasi organisme
pengganggu tumbuhan. Pengendalian hayati sangat dilatar belakangi oleh
berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi
oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Pengendalian hama
dilakukan dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alami
dari hama. Ketersediaan agen hayati atau musuh alami hama sangat menentukan
keberhasilan usaha pengendalian hama. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengembangan hayati agar keseimbangan dalam ekosistem dapat terjaga dan hasil
produksi diharapkan dapat meningkat.

Dari permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya maka perlu


diadakan upaya-upaya untuk mengurangi penggunaan pestisida, antara lain:
memberikan penyuluhan kepada petani tentang takaran penggunaan pestisida dan
dampak jangka pendek maupun jangka panjang dari penggunaan pestisida
berlebih, mengganti pestisida kimia dengan pestisida organik atau biopestisida,
dan melakukan pengendalian hama dengan menggunakan agen hayati. Didalam
artikel ini akan dibahas mengenai pengendalian hama dengan agen hayati untuk
meminimalisasi penggunaan pestisida.

2
BAHASAN

Pada bagian ini dijelaskan secara spesifik mengenai (1) konsep dasar, (2)
langkah realisasi, (3) kelebihan dan kelemahan penggunaan agen hayati untuk
pengendalian hama.

Konsep Dasar Penggunaan Agen Hayati

Agen hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies,
atau varietas dari semua jenis serangga, nematode, protozoa, cendawan, bakteri,
virus, mikoplasma, serta organisme lain yang dalam semua tahap
perkembangannya dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian organisme
pengganggu tanaman dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan
berbagai keperluan lainnya (Permantan no. 411 tahun 1945). Agen hayati
bertindak sebagai musuh alami dalam melakukan pengendalian terhadap
organisme pengganggu tanaman atau organisme yang bersifat antagonis terhadap
organisme pengganggu tanaman.

Agen hayati dibedakan menjadi empat jenis, yaitu agen antagonis, agen
entomopatogen, agen PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), dan
predator dan parasitosid. Agen antagonis merupakan mikroorganisme atau jasad
renik yang mengendalikan pertumbuhan patogen dengan cara menghambat
penyebarannya melalui persaingan hidup dan bloking area patogen, contohnya
Trichoderma sp. Agen entomopatogen merupakan mikroorganisme atau jasad
renik yang menghambat penyebaran hama dan penyakit dengan cara menginfeksi
hama dan penyakit tersebut, contohnya Bacillus thuringensis. Agen PGPR (Plant
Growth Promoting Rhizobacteria) berkemampuan menekan perkembangan hama
dan penyakit dengan cara mengklonisasi perakaran dan bersaing dalam hal
penyerapan makanan, contohnya Pseudomonas sp. Predator dan parasitosid terdiri
dari organisme yang mengendalikan hama secara langsung dengan cara memakan,
menghisap, dan merangsang hama secara langsung, contohnya laba-laba dan ular.

Langkah-Langkah Penggunaan Agen Hayati

Terdapat lima langkah untuk pengendalian agen hayati. Langkah pertama


yang harus dilakukan adalah menentukan hama yang cocok untuk pengendalian
hayati. Cara untuk menentukan hama yang cocok adalah dengan melihat daerah
atau lahan yang akan dijadikan tempat penggunaan agen hayati dan hama apa saja
yang biasanya menyerang lahan tersebut. Contohnya pada lahan yang ditanami
oleh tanaman jagung. Hama yang biasanya menyerang tumbuhan jagung adalah
belalang. Jenis belalang yang sering menyerang tanaman jagung yaitu Oxyca

3
chinensis dan juga Locusta sp. Hama ini biasa menyerang tanaman jagung pada
bagian daun muda. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara
melepaskan predator alaminya yaitu berupa burung dan laba-laba.

Setelah melakukan pengecekan lahan, langkah selanjutnya adalah memilih


musuh alami yang cocok dan efektif sebagai pengendali organisme pengganggu
tanaman. Musuh alami yang digunakan harus bersifat predator terhadap hama
yang ada di lahan. Contohnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya, burung
dan laba-laba bersifat predator terhadap belalang yang menyerang tanaman
jagung.

Langkah ketiga adalah memindahkan atau mendatangkan musuh alami


dari suatu daerah ke daerah baru dalam upaya pengendalian hama. Musuh-musuh
alami dilepaskan di lahan untuk melakukan tugasnya yakni membasmi hama yang
ada di lahan pertanian. Contohnya pada lahan yang ditanami jagung tidak terdapat
laba-laba yang akan memangsa hama, maka laba-laba didatangkan dari tempat x
ke lahan yang ditanami jagung dan terdapat hama yaitu belalang.

Langkah keempat adalah menambahkan musuh alami dalam jumlah


banyak dengan tujuan dapat menurunkan populasi hama dengan cepat.
Penambahan musuh alami tetap harus mempertahankan dan memperhatikan
keseimbangan populasi disekitar lahan.

Langkah terakhir adalah konservasi, yaitu upaya yang dilakukan untuk


memelihara musuh alami yang sudah ada dilapangan. Pemeliharaan musuh alami
dapat dilakukan dengan cara mengatur atau menentukan jumlah musuh alami
yang dilepas ke lahan pertanian. Apabila hal ini tidak dilakukan, bisajadi musuh
alami akan bersaing dengan sesamanya untuk mendapat mangsa, yakni hama yang
ada di lahan pertanian.

Kelebihan dan Kelemahan

Agen hayati merupakan solusi yang sangat praktis untuk digunakan


sebagai cara mengurangi penggunaan pestisida. Menurut Mudjiono (1994),
kelebihan dari penggunaan agen hayati antara lain: (1) selektifitas yang tinggi, (2)
faktor pengendali (agen hayati) yang digunakan tersedia dilapang, (3) agen hayati
(predator dan parasitoid) dapat mencari sendiri inang atau mangsanya, (4) agen
hayati (parasitoid, predator, dan patogen) dapat berkembang biak dan menyebar,
(5) tidak menimbulkan resistensi terhadap serangga inang atau mangsa ataupun
kalau terjadi, sangat lambat, (6) pengendalian ini dapat berjalan dengan sendirinya
karena sifat agen hayati tersebut, (7) tidak ada efek samping yang buruk seperti
pada penggunaan pestisida, (8) ramah lingkungan (tidak merusak ekosistem pada
suatu lingkungan pertanian), (9) eksistensi tenaga dan biaya.

4
Meskipun memiliki banyak kelebihan, penggunaan agen hayati juga
memiliki kelemahan, yaitu bekerja secara lambat, hasilnya sulit diprediksi, dan
pada agen hayati tertentu sulit untuk dikembangkan secara massal. Agen hayati
tidak dapat diprediksi dikarenakan cara kerja yang bersifat predator.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan uraian informasi pada bagian bahasan, berikut ini disajikan


simpulan dan saran yang linier dengan informasi tersebut.

Simpulan

Agen hayati adalah setiap organisme yang dalam semua tahap


perkembangannya dapat digunakan untuk keperluan pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan. Pengendalian hayati sangat dilatar belakangi oleh
berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi
oleh pengendalian alami dan keseimbangan ekosistem. Ketersediaan lingkungan
yang cocok bagi perkembangan musuh alami merupakan persyaratan akan
keberhasilan pengendalian hayati.

Ada lima tahap yang dilakukan untuk penggunaan agen hayati, yaitu
menentukan hama yang cocok untuk pengendalian hayati, memilih musuh alami
yang cocok dan efektif sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman,
memindahkan atau mendatangkan musuh alami dari suatu daerah ke daerah baru,
menambahkan musuh alami dalam jumlah banyak, dan melakukan konservasi.

Salah satu kelebihan dari agen hayati adalah dapat mencari sendiri inang
atau mangsanya. Namun dengan begitu hasilnya tidak dapat diprediksi karena cara
kerja dari agen hayati bersifat predator.

Saran

Berdasarkan informasi yang telah disajikan pada bagian bahasan,


kelemahan dari penggunaan agen hayati ini dapat dikurangi atau ditutupi dengan
cara pemerintah memberikan penyuluhan kepada petani bahwa penggunaan agen
hayati lebih baik digunakan daripada pestisida karena dampak yang didapat dari
peenggunaan pestisida berlebih sangat berbahaya baik itu bagi lingkungan
maupun makhluk hidup.

5
DAFTAR RUJUKAN

Campbell, dkk. 2012. Biology Ninth Edition. Benjamin Cummings

Deny, Septian. 2018. Penggunaan Pestisida Berlebih Ancam Ketahanan Pangan


RI (Online)
(https://www.google.co.id/amp/s/m.liputan6.com/amp/3584542/penggunaan-
pestisida-berlebih-ancam-ketahanan-pangan-ri)

Irwinsyah, Rahmadi. 2011. Jenis-Jenis Agens Hayati (Online)


(http://agroteknomandiri.blogspot.com/2011/08/jenis-jenis-agens-
hayati.html?m=1). Di akses pada tanggal 25 Oktober 2018.

Madani. 2017. Agens Pengendali Hayati (APH) untuk Pengendalian Organisme


Pengganggu Tumbuhan (OPT) (Online)
(http://beritamadani.co.id/2017/05/20/agens-pengendali-hayati-aph-untuk-
pengendalian-organisme-pengganggu-tanaman-opt/). Di akses pada tanggal 22
November 2018.

Maspary. 2013. Kelebihan dan Kekurangan Agensia Hayati (Online)


(http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/kelebihan-dan-kekurangan-agensia-
hayati.html). Di akses pada tanggal 25 Oktober 2018.

Suripto, Imam. 2017. Pemkab: Brebes Jadi Pengguna Pestisida Tertinggi SE-
ASEAN (Online) (https://m.detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-
3609497/pemkab-brebes-jadi-pengguna-pestisida-tertinggi-se-asean)

Widjajanto, Kukuh Wahyu. 2015. Mengendalikan Organisme Pengganggu


Tumbuhan (OPT) secara Biologis pada Budidaya Tanaman Kedelai (Online)
(http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/cetak/10390)

Anda mungkin juga menyukai