Disusun oleh :
NPM : 01011611065
Kelas/semester : C/5
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS KHAIRUN
Pendahuluan
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa juga
memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dalam Ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan sub
sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
Begitu pula dalam penyelenggaraan pemerintah desa harus sesuai dengan UU No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan pemerintah desa tidak dapat lepas dari
jabatan Kepala Desa. Pemerintah desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dipilih
masyarakat desa yang sudah mempunyai hak memilih. Selanjutnya syarat dan tata cara
pemilihan kepala desa di Kabupaten Pemalang diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Pemalang No. 18 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan,
Pemberhentian dan Pelantikan Kepala Desa beserta petunjuk pelaksanaannya yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Kepala Desa
ditetapkan melalui perolehan suara terbanyak, kecuali calon tunggal yang harus mendapat
suara 50% + 1 dari pemilih yang menggunakan hak memilih dalam pemilihan yang nantinya
dilantik oleh Bupati paling lama 30 hari setelah pemungutan suara.
Pemilihan kepala desa tidak terlepas dari partisipasi politik masyarakat desa. Partisipasi
politik pada hakekatnya sebagai ukuran untuk mengetahui kualitas kemampuan warga negara
dalam menginterpretasikan sejumlah simbol kekuasaan (kebijaksanaan dalam
menyejahterakan masyarakat sekaligus langkah-langkahnya) ke dalam simbol-simbol pribadi.
Dengan kata lain, partisipasi politik adalah proses memformulasikan ulang simbol-simbol
komunikasi berdasarkan tingkat rujukan yang dimiliki baik secara pribadi maupun secara
kelompok (individual reference, social references) yang berwujud dalam aktivitas sikap dan
prilaku (Soemarsono, 2002:4.5).
Partisipasi politik masyarakat desa akan berjalan dengan lancar apabila ada perilaku politik
dari masyarakat desa dan sosialisasi politik serta komunikasi politik yang baik dari para bakal
calon kepala desa mengenai visi dan misi atau program kerja yang akan dilaksanakan.
Pelaksanaan sosialisasi politik yang dilakukan oleh para bakal calon kepala desa biasanya
dilakukan jauh-jauh hari sebelum penyelenggaraan pemilihan kepala desa berlangsung,
dengan berbagai cara yang seringkali mengabaikan etika politik, seperti adanya intrik-intrik
teror dan politik uang. Pada umumnya para calon kepala desa memiliki jaringan kekeluargaan
yang sangat kuat, solid dan kompak serta bagi yang memiliki modal uang besar, paling
memiliki potensi besar pula untuk memenangkan pemilihan kepala desa. Para bakal calon
biasanya orang yang kuat secara politik dan ekonomi di desanya.
Selain menjalani aktivitas dalam Pilkades, masyarakat desa dapat juga menjadi partisipan
dalam Pilkades dengan cara ikut menjadi juru kampaye (Jurkam) dalam mensosialisasikan
program-program yang akan dicapai dari salah satu calon kades, ikut menjadi anggota aktif
dari kelompok kepentingan seperti menjadi tim sukses atau mendukung salah satu calon
kades, aktif dalam proyek-proyek sosial atau program-program sosial desa seperti
mempromosikan program-program yang akan dicapai dari salah satu calon kades tersebut,
misalnya calon kades tersebut ingin membangun sarana air bersih bagi masyarakat desa yang
belum mendapatkan sarana air bersih.
Masyarakat desa yang ikut dalam aktivitas Pilkades, menjadi partisipan dalam Pilkades ada
juga yang menjadi pengamat mengenai jalannya Pilkades baik dari tahap pencalonan sampai
pada tahap pelaksanaan, seperti menghadiri rapat-rapat umum atau diskusi-diskusi mengenai
siapa saja yang akan mencalonkan menjadi kades, mengamati siapa-siapa saja yang menjadi
tim sukses dari masing-masing calon kades, mengikuti perkembangan politik dari masing-
masing calon kades, pengamat tersebut juga memberikan suaranya dalam Pilkades setelah
melihat dan mengamati secara langsung dari masing-masing calon kades.
Umumnya minat masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa cukup tinggi untuk ikut
berpartisipasi dalam proses Pilkades, karena bagi sebagian masyarakat tidak ada lagi tekanan
dan intimidasi politik dari pihak manapun, namun bagi sebagian masyarakat lain adanya
paksaan dari salah satu kandidat calon kepala desa melalui tim suksesnya dengan
membagikan kaos dan stiker serta adanya tekanan-tekanan para pembotoh atau pembotoh
yang hadir dalam pelaksanaan pemilihan berlangsung. Para pembotoh tersebut memberikan
uang kepada sebagian masyarakat agar memilih calon yang disuruh oleh pembotoh, banyak
sekali masyarakat yang mengikuti keinginan para pembotoh untuk memilih salah satu calon
karena telah diberikan imbalan sebelum masuk ke dalam bilik suara. Selain itu ada juga
sebagian masyarakat lainnya memilih calon kepala desa karena memiliki hubungan
kekeluargaan (trah) dengan salah satu calon.
Selain ikut dalam aktivitas pada pelaksanaan Pilkades dengan menjadi partisipan dalam
pelaksanaan Pilkades dan menjadi pengamat dalam pelaksanaan Pilkades, ada juga
masyarakat menjadi orang yang apathis terhadap pelaksanaan Pilkades. Orang apathis
tersebut benar-benar tidak peduli tentang pelaksanaan Pilkades baik dari tahap pencalonan
sampai pada tahap pelaksanaan Pilkades. Orang apatis juga bisa tidak memilih salah satu
calon kades dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa
Berdasarkan uraian di atas maka pelaksanaan pemilihan kepala desa sarat dengan
kepentingan dari berbagai pihak yang semuanya bermuara pada kekuasaaan dan/atau uang.
Oleh karena itu pihak-pihak dimaksud pastilah tidak tinggal diam apabila dalam prosesnya
terdapat hal-hal yang mengancam dan merugikan kepentingan mereka. Tentu saja mereka
akan melakukan berbagai cara untuk melindungi kepentingannya misalnya protes terhadap
panitia, tuntutan pilkades ulang, pengaduan kepada pihak berwenang, mengadukan kepada
pihak berwajib apabila diyakini terdapat kecurangan dalam penyelenggaraan pilkades.
Mereka juga tidak segan-segan membuat kekacauan/keributan. Bahkan melakukan tindakan
pengerahan massa untuk memaksakan tuntutannya melalui unjuk rasa baik yang diarahkan
kepada panitia, kepala desa/BPD, camat maupun bupati. Apabila ini terjadi maka yang sangat
dirugikan adalah masyarakat desa dan tentunya Pemerintah Kabupaten Pemalang karena
kodusifitas wilayah menjadi terusik.
Oleh karena itu untuk dapat mengeliminir/mereduksi kejadian atau masalah tersebut diatas,
maka dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa dibutuhkan Panitia Pemilihan yang
efektif sehingga dapat melaksanakan Pemilihan Kepala Desa yang lancar, aman, tertib dan
sukses. Efektifitas memang diperlukan dalam berbagai aktifitas atau kegiatan, termasuk
dalam kegiatan Panitia Pemilihan Kepala Desa sebagai suatu orgnasiasi. Saat ini efektifitas
Panitia Pemilihan menjadi permasalahan penting dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala
Desa. Perlu dipahami bersama bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa merupakan
kegiatan yang berat, rumit dan rangkaiannya relatif panjang serta memakan waktu yang tidak
singkat.
1. PENYELENGGARA PILKADES
Pada prinsipnya penyusunan dan penentuan jumlah posisi/jabatan dalam struktur
organisasi merupakan kewenangan BPD, namun sebelumnya dapat
mempertimbangkan masukan/saran dari pihak-pihak yang berkompeten seperti
Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat, Lembaga Kemasyarakat di Desa, Pemerintah
Kecamatan maupun Pemerintah Kabupaten. Artinya jumlah posisi/jabatan dalam
kepanitiaan dapat dikurangi namun tugas-tugas tetap dapat tertangani oleh
posisi/jabatan yang ada. Suatu hal yang perlu dipahami bersama bahwa jumlah Panitia
Pemilihan tidak perlu terlalu banyak dengan kata lain wajar dan terukur. Berikut
contoh bagan struktur Panitia Pemilihan Kepala Desa :
a. Ketua Panitia
b. Wakil Ketua
c. Sekretaris Panitia
d. Bendahara
h. Seksi Logistik/Perlengkapan.
j. Seksi Konsumsi.
Secara organisasi Panitia Pemilihan Kepala Desa merupakan salah satu bentuk
organisasi karena terdiri dari kumpulan beberapa orang yang melakukan kerjasama
untuk melaksanakan Pemilihan Kepala Desa. Stephen P. Robbins mendefenisikan
organisasi sebagai suatu kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang
relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Oleh karena itu organisasi adalah suatu unit yang terdiri dari orang atau kelompok
orang berinteraksi satu sama lain. Suatu organisasi agar dapat bekerja dengan efektif
harus memiliki struktur organisasi yang jelas.
Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian yang ada
pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk
mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan
kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan
aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan
hubungan wewenang. Untuk itu ada empat elemen yang dalam struktur organisasi
harus ada yaitu : a) Adanya spesialisasi kegiatan kerja, b) Adanya standardisasi
kegiatan kerja, c) Adanya koordinasi kegiatan kerja, d) Besaran seluruh organisasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata efektif dapat diartikan dapat
membawa hasil atau berhasil guna. Sedangkan organisasi merupakan kesatuan (susunan)
yang terdiri atas bagian-bagian (orang) untuk tujuan tertentu atau biasa disebut juga
kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian lain dari kata efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam
mencapai tujuannya, artinya tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Panitia Pemilihan Kepala Desa yang Efektif
adalah Panitia Pemilihan yang dapat melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur
(peraturan perundang-undangan) melalui proses kerjasama untuk memperoleh calon
kepala desa terpilih sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Agar organisasi dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mewujudkan tujuan bersama,
berbagai macam teori tentang organisasi disampaikan oleh para ahli. Salah satunya yang
dikemukakan oleh Max Weber “Tipe Ideal Birokrasi”. Organisasi yang efektif adalah
organisasi yang memiliki struktur ideal dengan ciri-ciri : 1) adanya pembagian kerja, 2)
adanya hierarki kewenangan yang jelas, 3) adanya prosedur seleksi formal, 4) adanya
peraturan yang rinci¸ dan 5) adanya hubungan kerja yang bersifat impersonal. Oleh karena
itu dalam konteks Pemilihan Kepala Desa, maka Panitia Pemilihan sebagai suatu
organisasi harus memenuhi ciri-ciri organisasi yang efektif yaitu :
Pemilihan Kepala Desa dengan regulasi terbaru merujuk pada UU. Desa No. 6 Tahun
2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 tentang Pemilihan Kepala Desa dan
Peraturan Daerah masing-masing Kabupaten, memiliki keunikan dan berbeda jauh dengan
pelaksanaan Pilkades sebelumnya. Namun yang menjadi pokok bahasan kita kini adalah
Sengketa Pemilihan Kepala Desa atau yang kita kenal di daerah kita adalah Hukum Tua.
Setelah panitia pemilihan bentukan BPD terbentuk dan menjalankan segala fungsi dan
kewenangannya diantaranya Panitia pemilihan melakukan pemeriksaan identitas bakal calon
berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan
pelaksanaan pemilihan Hukum Tua kepada BPD. Panitia pemilihan melaksanakan
penjaringan dan penyaringan Bakal Calon Hukum Tua Desa sesuai persyaratan. Calon
Hukum Tua yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai Calon Hukum Tua oleh
Panitia Pemilihan. Calon Hukum Tua yang berhak dipilih diumumkan kepada masyarakat
ditempat-tempat yang terbuka dan Calon Hukum Tua dapat melakukan kampanye sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Calon Hukum Tua yang dinyatakan
terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak. Panitia Pemilihan Hukum
Tua melaporkan hasil pemilihan Hukum Tua kepada BPD. Calon Hukum Tua Terpilih
ditetapkan dengan Keputusan BPD berdasarkan Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari
Panitia Pemilihan.Calon Hukum Tua Terpilih disampaikan oleh BPD kepada
Bupati/Walikota melalui Camat untuk disahkan menjadi Hukum Tua Terpilih.
Bupati/Walikota menerbitkan Keputusan tentang Pengesahan Pengangkatan Hukum Tua
Terpilih. Hukum Tua Terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota. Pelantikan Hukum Tua dapat
dilaksanakan di desa bersangkutan dihadapan masyarakat. Masa jabatan Hukum Tua adalah 6
(enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu
kali masa jabatan berikutnya.
Timbulnya Konflik Pemilihan Hukum Tua yang berkepanjangan akibat fanatisme dan
kerasnya konfrontasi pendukung calon kepala desa yang secara tatap muka saling
memperjuangkan kemenangan calon masing- masing. Bahkan kadang telah melupakan nilai
dari demokrasi dan melunturkan nilai etika yang selama ini tertanam dalam masyarakat desa.
Konflik diawali dengan ketidakpuasan, berbagai rasa curiga atas kemenangan calon terpilih
akan adanya kecurangan dan manipulasi sebagai akibat dari perolehan suara yang sangat
ketat, dan reaksi sejumlah pihak yang berkepentingan atas kasus ini cenderung berlebihan.
Fanatisme kelompok penduduk saling hujat, curiga, hilangnya sikap saling menghormati dan
menghargai atas keunggulan lawan adalah sikap-sikap tidak terpuji yang pada gilirannya
menimbulkan konflik. Maraknya sengketa Pemilihan Hukum Tua untuk mendapatkan
kekuasaan tidak legowo menerima kekalahan dengan melakukan perbuatan tidak terpuji
seperti penyelegelan kantor Desa, menjadikan pemerintahan lumpuh, dan merugikan hak-hak
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan hanya karena kepentingan dan ego segelintir
orang. Polemik sengketa Pemilihan Hukum Tua, Pra serta Pacsa pemilihan sering mengalami
jalan buntu walau telah diupayakan dengan cara musyawarah,atau perhitungan suara ulang,
bahkan menjadwal ulang pilhut. Beberapa masalah konflik antara lain; Hukum Tua
merupakan jabatan baru yang menjanjikan, mekanisme penyelenggaraan belum terjadwal
dengan sempurna; belum jelasnya peraturan . Panitia Pilhut dibentuk oleh Kepala Daerah
Kabupaten berbeda dengan Pemilu yang panitianya dibentuk secara structural dan lebih netral
dari pengaruh kekuasaan. Terpusatnya masa secara tatap muka akan berpotensi konflik batin
maupun fisik apabila hasil perhitungan suara calon tidak sesuai dengan harapan. Namun
Pembuat peraturan tetap berpikir positif bahwa masyarakat desa tetap memiliki nilai-nilai
musyawarah dan mufakat.
Terkait dengan persoalan yuridis ada beberapa hal penting untuk diperhatikan dalam proses
pelaksanan Pilkades.
Pertama, pada tahap pra pemungutan suara. Di dalam UU Pemerintahan Daerah hanya
disebutkan bahwa Pilkades diatur dengan Perda. Secara teknis yuridis, kata “dengan” harus
ditafsirkan bahwa pengaturan mengenai Pilkades harus dengan Perda dan tidak dilimpahkan
lagi ke bentuk peraturan lain. Berbeda dengan kata “berdasarkan” yang secara bebas
pengaturannya dapat didelegasikan dengan peraturan lainnya. Terjadinya sengketa pasca
Pilkades di bebarapa daerah Kabupaten/Desa di Indonesia karena belum adanya aturan yang
jelas. Diperlukan adanya kejelasan peraturan lainnya, misal Peraturan Gubernur/Bupati.
Semakin tidak jelas apabila peraturan Gubernur/Bupati saling bertentangan. Panitia pelaksana
Pilhut atau Pilkades adalah panitia khusus yang dibentuk oleh kepala daerah kabupaten/ kota.
Berbeda dengan Pemilu yang panitianya dibentuk KPUD yang secara struktural lebih netral
dari pengaruh kekuasaan.
Kedua, pada terpusatnya tahap pemungutan suara, dengan alasan terbatasnya dana harus
mendapat perhatian, untuk menghindari tersentralnya masa akan berpotensi konflik batin dan
fisik, serta menjadi faktor yang secara psikologis mengganggu pilihan yang murni
berdasarkan hati nurani.
Ketiga, pasca Pilhut/Pilkades, dan Pembuat peraturan mungkin terlalu berpikir positif bahwa
nilai musyawarah dianggap masih sangat melekat dalam masyarakat desa sehingga apabila
terdapat sengketa dapat diselesaikan dengan musyawarah. Meskipun anggapan demikian
tidak keliru, namun seharusnya peraturan untuk menjamin kepastian hukum. Sehingga semua
pihak dapat secara sadar dan menghormati proses yang benar serta mengeliminasi adanya
hukum rimba (siapa yang kuat / dekat dengan orang kuat dia akan menang). Hal ini nampak
dari tidak jelasnya pengaturan terhadap sengketa Pilkades. Akibat tidak pastinya definisi
mengenai objek sengketa, legal standing, mekanisme penyelesaian, lembaga yang
berwenang, tentunya akan sangat menyulitkan penyelesaian perkaranya secara hukum.
Kepastian hukum yang berarti adanya standar yang sama tersebut harus diterapkan dalam
Pilkades. Mulai dari tahap awal hingga akhir. Tidak ada alasan untuk mendiskriminasikan
Pilkades, karena desa merupakan bagian struktur pemerintahan yang diakui dalam hukum
positif . Demikian seharusnya negara hukum yang menghormati asas equality before the law
yang setiap orang tidak hanya harus berlaku sama dalam ketaatan hukum, tetapi juga harus
diperlakukan sama oleh hukum itu sendiri, termasuk dalam hal ini masyarakat desa dan
Pilhut/Pilkades mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum yang seharusnya tidak ada
perbedaan perlakuan antara pilkades, pileg, dan pilpres yang prosesnya diperlukan
standardisasi yang sama sehingga akan lebih mudah dalam menyelesaikan sengketa, apabila
terjadi persengketaan. Sesungguhanya peraturan perundang-undangan yang menentukan
terkait dengan implementsi proses pemilihan kepala desa adalah Peraturan Daerah/Peraturan
Gubernur yang merujuk pada Peraturan perundang- undangan yang berlaku. Namun dari
beberapa sengketa Pemilihan Kepala Desa peraturan daerah belum secara jelas dan tegas
penyelesaian sengketa pasca pilkada. Dalam beberapa sengketa para calon yang kalah
seringkali mengadukan sengketa Pilkades kepada Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Kompetensi peradilan terhadap sengketa pemilihan kepala desa menjadi pertanyaan penting,
apabila penyelesaian panitia pilkades tidak diterima oleh para pihak. Menurut tataran
normatif jika ada pihak yang merasakan ketidak adilan atas produk hukum itu harus mengacu
pada kompetensi peradilan, Keputusan berada pada ranah peradilan adiministrasi (PTUN)
sedangkan untuk peraturan ranahnya adalah peradilan umum. Jika kedudukan peraturan itu
berada di bawah undang- undang maka pengajuan keberatan dilakukan lewat yudicial review
ke Mahkamah Agung. Sedangkan untuk Undang-undang ke atas kewenangannya berada pada
Mahkamah Konstitusi (vide pasal l0 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi).
Kewenganan dari Peradilan umum adalah sengketa perkara perdata dan pidana walaupun
berlaku asas hakim tidak boleh menolak perkara, akan tetapi asas ini berlaku khususnya
apabila datang kepadanya perkara perdata. Ikhwal untuk perkara sengketa Pilkades bukan
perkara perdata, dan belum tentu mengandung unsur pidana. Jika mengandung unsur pidana
kewenangan peradilan dalam hal ini pengadilan negeri bukan karena perkara itu sengketa
Pilkades tetapi karena perbuatan yang diadili memenuhi kriteria dalam hukum pidana.
Kewenganan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berhubungan dengan sengketa Tata
usaha negara yaitu antara badan atau pejabat tata usaha negara dengan orang atau badan
hukum perdata akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. Jika Pilkades
dikategorikan sengketa TUN karena pertama pemerintah dalam ini Camat/pejabat dari
kecamatan dan/atau atas nama pemerintah Kabupaten/kota dan jajarannya lazimnya tidak
mengeluarkan keputusan terkait dengan hukum Tata Usaha Negara. Keputusan Bupati dalam
Pilkades dikeluarkan apabila persoalan Pilkades sudah selesai. Jika Panitia pilkades digugat
apabila dianggap mengeluarkan keputusan yang merugikan akan tetapi panitia ini bukan
badan atau pejabat negara. Perlu diketahui Panitia Pilkades hanya melaporkan hasil
penyelenggaraan pilkades beserta lampirannya dan bukti penjelasan, tidak menentukan dan
memutuskan hasil pemilihan Kepala Desa. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara
menyangkut keputusan tertulis yang dilakukan oleh badan atau pejabat pemerintah Sengketa
Pemilihan Kepala Desa semakin menarik untuk dibahas. Mengingat pentingnya
keberlangsungan kehidupan masyarakat desa yang sejatinya semakin menjauh dari konsep
awal yaitu mengawal proses demokratisasi di desa. Diperlukan langkah-langkah bijak para
pihak yang bertikai, melepaskan ego kekuasaan untuk memikirkan jalan terbaik sebagai
tanggung jawab moral demi kepentingan rakyat, agar tidak berdampak pada penyelenggaraan
pemerintahan desa dalam peningkatan pelayanan publik serta kesejahteraan masyarakat .
4. PELANTIKAN KADES
Setelah perhitungan suara selesai, panitia pemilihan menyusun dan membacakan berita
acara pemilihan. Berita acara pemilihan ditandatangani oleh Ketua Panitia Pemilihan, saksi-
saksi dan seluruh Calon Kepala Desa. Ketua panitia pemilihan mengumumkan hasil
pemilihan dan menyatakan sahnya pemilihan calon kepala desa.
Ketua panitia pemilihan menyampaikan laporan dan berita acara pemilihan kepada
BPD. BPD segera menyampaikan Penetapan Calon Kepala Desa Terpilih kepada Bupati
melalui Camat untuk disahkan menjadi Kepala Desa Terpilih.
Paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung tanggal penerbitan Keputusan Bupati tentang
pengesahan kepala desa terpilih, kepala desa terpilih segera dilantik oleh Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk. Pelantikan kepala desa dapat dilaksanakan di desa yang bersangkutan
dihadapan masyarakat atau ditempat lain atas persetujuan bersama. Sebelum memangku
jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji.
Setelah mengucapkan sumpah/janji dan dilantik oleh Bupati, kepala desa yang bersangkutan
segera melaksanakan serah terima jabatan.
Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat
dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya
KESIMPULAN
Dari uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan secara singkat sebagai berikut:
1. Panitia harus melakukan pembagian tugas/kerja bagi anggotanya. Tugas-tugas yang harus
dilaksanakan agar dibagi habis kepada masing-masing posisi/jabatan dalam kepanitiaan.
2. Untuk mewujudkan kewenangan yang jelas perlu disusun struktur organisasi Panitia Pemilihan
Kepala Desa.
3. Pembentukan panitia dan penggantian anggota Panitia agar mematuhi prosedur dan peraturan
perundang-undangan.
4. Panitia harus menyusun semua Tata Cara yang mengatur mengenai tahapan Pemilihan Kepala
Desa secara rinci, implementatif dan efektif.
5. Dalam melaksanakan tugas, anggota Panitia harus melakukan koordinasi dengan anggota Panitia
yang lain karena pelaksanaan tugas Panitia bersifat kolektif.