Abstrak
mortalitas yang tinggi. Penggunaan model dalam hal imaging sampai saat ini
dengan bukti patologi dari rinosinusitis akut akibat jamur dan 42 pasien kontrol
yang dibuktikan dengan adanya hasil negatif untuk rinosinusitis akut akibat jamur
yang berasal dari populasi risiko tinggi. Pada penelitian yang third blinded Ahli
yang diprediksi, dan nilai negatif yang di prediksi yang ditentukan pada seluruh
Hasil : memberikan nilai prediksi yang rendah pada variabel individu, a7-variabel
model (lemak perinatal, densitas tulang, invasi orbita, ulkus septum, fossa
basis dari analisis multivariate. Adanya gambaran yang abnormal yang melibatkan
variabel tunggal dalam model memiliki nilai prediktif positif sebanyak 87%, 95
%nilai prediktif negatif, sensitivitas 95%, dan spesifisitas 86% (R2= 0,661). Hasil
positif pada 2 variabel model dapat memprediksi rinosinusitis akut akibat jamur
penggunaan aplikasi yang mudah dan dapat menjadi alat skreening untuk
mentriase dari rinosinusitis akut akibat jamur ke dalam kategori positif atau
Penyakit pada cavum nasal dan sinus paranasal yang berhubungan dengan
jamur memiliki gejala klinis yang luas, rinosinusitis akut akibat jamur (AIFR)
menjadi salah satu yang paling bahaya dan mengancam nyawa. Faktor risiko
primer pada AIFR yang didapat adalah neutropenia dan disfungsi dari neutrofil,
dan yang paling banyak dilapporkan adalah kondisi predisposisi yaitu kegabnasan
organ. Walaupun AIFR merupakan penyakit yang relatif langka, penyakit ini
memiliki angkat mortalitas yang tinggi, pada penelitian meta analisis yang telah
dengan segera. Pasien dengan AIFR yamg hanya terjadi pada kavum nasi
memiliki angka mortalitas yang lebih rendah, sementara itu kasus dengan
keterlibatan intrakranial memliki angka mortalitas dua kali lipat. Cara skreening
yang mudah dan akurat untuk mendiagnosis AIFR sampai saat ini masih kurang.
pasien dengan risiko, namun spesifisitasny sampai saat ini masih rendah. Yang
paling sering dilaporkan ppada temuan CT scan pada awal penyakit adalah
ppenebalan unilateral mukosa pada kavum nasi dan infiltrasi pada jaringan lunak
dari lemak periantral pada maksila. Adanya keterlibatan dari pterygopalatine fossa
juga dapat ditemukan. Daerah yang paling sering terkena adalah konka bagian
tengah, sinus maksilaris, ethmoid air cells, dan sinus phenoid. Sinus frontalis juga
dilaporkan sebagai area yang jarang terkena. Bone dehiscence, invasi pada
orbbita, dan intrakranial merupakan gambaran sppesifik dari AIFR tetapi tidak
muncul pada awal penyakit. Temuan ini juga berimplikasi sebagai indikasi
gambaran abnormal pada kavum nasi, sinus, dan struktur sekitar yang
berhubbungan dengan AIFR, dan juga untuk mengetahui insiden dan nilai
gambaran dari AIFR jarang di sebut atau bahkan tidak ada dalam literatur.
keparahan sebagai penanda dari AIFR, kami menggunakan skala ordinat untuk
mendapatkan derajat dari ppenyakit pada mukosa nasal dan paranasal dan regio
yang terlibat dalam penyakit.target kunci dari analisis multivariat kita adalah
dapat digunakan sebagai alat skreening rutin bagi pasien dengan risiko. Idealnya,
model ini ppdapat mendiagnosis atau menyingkirkan AIFR dengan tingkat
Metode
ari asuransi kesehatan diperlukan, yang disetujui oleh institusi universitas. Dalam
AIFR, kita mencari rumah sakit yang muncul dalam laporan penelitian tentang
invasif fungal dari tanggal 1 januari 2007 sampai 31 oktober 2013, untuk
Infection Cooperative Group and teh National Institue of Allergy and Infectious
penyakit jamur yang invasif pada sinonasal, 2) waktu perjalanan penyakit <
4minggu, dan 3) terdapat gambaran Ct scan pada regio kraniofasial dalam 5 hari
sebelum biopsi atau operasi. Empat pppuluh empat ppasien masuk kedalam
kriteria. Kriteria ekslusi adalah sebagai berikut: 1) gambaran yang tidak cukup
artifact pada gambaran Ct scan. 42 pasien merupakan pasien dengan positif AIFR.
Standar kita dalam menentukan ppasien positif AIFR adalah dengan konfirmasi
dari gambaran histopatologi dari mukosa yang terinvasi oleh jamur, yang
AIFR, kita memilih kelompok kontrol yang sesuai pada pasien dengan risiko.
Pasien kontrol ini berasal dari populasi berisiko yang sama dan telah melakukan
dari 42), atau adanya kecurigaan klinis pada tidak adanya temuan serologi atau
imaging (contoh, gejala sinonasal dan demam persisten yang tidak diketahui
sumbernya [47,6%, 20 dari 42]). Tidak ada pasien yang postif pada beta-D-
glucan. Pada empat puluh dua pasien yang diidentifikasi dengan kriteria inklusi,
mendapatkan hasil yang negatif, dan gambaran CT scan dari regio kraniofasial
dalam waktu 5 hari. Kriteria eksklusi adalah sama pada pasien dengan positif
AIFR. Untuk kelompok kontrol, semua pasien melakukan survey endoskopi nasal
dengan temuan klinis negatif. Biopsi atau pembedahan juga dilakukan pada pasien
dengan lesi yang dicurigai. Semua gambaran histopatologi pada kelompok kontrol
dengan bioppsi pada lesi yang dicurigai telah divalidasi sebagai alat skreening dan
dilakukan sebagai kriteria standar untuk identifikasi dari subjek kontrol dalam
penelitian kita
Data klinis juga dikumpulkan dari rekam medis pdiantaranya laporan
operasi, laporan histopatologi, hasil kultur, kondisi predisposisi, hitung sel darah
putih, neutofil. Hitung netrofil ditabulasi hanya pada pasien dengan keganasan
potongan FOV dari 170 sampai 190 mm. Rekonstruksi menggunakan algoritme
tulang juga dilakukan pada potongan dengan ketebalan 0,75 mm dengan pspacing
0,5 mm. Gambaran scan yang didapatkan pada potongan aksial dari atas bagian
pada potongan koronal dan sagital. Pada 3 pasien, hanya penelitian kraniofasial
dengan reformasi koronal dan sagital. Baik algortime tulang dan jaringan lunak di
Piscataway, New Jersey) pada 0,8 mL/s dengan penundaan 90 detik untuk
Analisis Gambar
Kita menggunakan desain eksperimental retrospektive blinded. Setiap
neuroradiology fellowshipp dan adanya fellowship dari head and neck imaging.
dari gambaran radiologi pada kepala dan leher, dan pembaca keua (T.C.M)
tahun dalam membaca gambaran radiologi pada kepala dan leher merupakan
pemecah masalah untuk adanya diskrepansi dengan cara mendukung niali ordinat
untuk menggantikan hasil bacaan dari pembaca awal. Pembaca tidak mengetahui
semua informasi klinis, hasil histopatologi, dan angka dari kasus AIFR pada
pembaca.
maksilaris, sinus frontalis, sinus sfenoidalis, anterior ethmoid air cells, posterior
ethmoid air cells, anterior kavum nasi, posterior kavum nasi, dan nasofaring.
keparahan subjektif dari keterlibatan sisi kiri dan sisi kanan secara terpisah.
Adanya ulserasi mukosa septum nasal dinilai dengan “ada” atau “tidak ada”.
menggunakan skala penilaian yang diperluas pada sinus adalah untuk lebih
bertingkat dan variabel biner untuk memastikan tidak ada perbedaan yang
pembaca primer yang membutuhkan rekonsiliasi oleh pembaca ketiga. Hal yang
Pria 20 25
Wanita 22 17
Hitungseldarahputh (x 0,9 ± 1,5 (0-6) 4,5 ± 12,4 (0,1-65,6) 0,3
1000/m3)a,b
Hitung neutrophil absolut(x 0,51 ± 1,2 (0-4,9) 1,8 ± 4,0 (0-20,3) 0,66
1000/m3)a,b
ketatalaksana (hari)
2836) 2174)
Meninggalkarena AIFR 7c 0
Meninggalbukankarena AIFR 14 9
Tidakmeninggal 20 33
myeloma) atautransplantasitulangmarrow
c
satupasiendikecualikankarenapenyebabkematiannyamasihrancu,
AIFR
Tabel 2: Prevalensidarikondisipredisposisiuntuk AIFR
AIFR
leukemia
AML)
syndrome
Catatan: - spmengindikasikanspesies
AnalisisStatistik
predictive value, dan negative predictive value ditentukan pada rentang ordinal
secara biner (ada/tidak ada) hingga berdasarkan derajat tertinggi dari opasitas atau
penyakit. Selain daripada itu, data dari masing-masing region yang diukur
dari prevalensi atau keterlibatan penyakit. Kedua puluh tiga variabel yang
univariat dengan AIFR dan diolah lebih lanjut dengaan menggunakan regresi
Criterion, yang merupakan suatu ukuran dari kualitas relatif dari suatu model
HASIL
Terdapat sedikit perbedaan statistic yang tercatat dari variabel demografik
atau klinis yang dikumpulkan (Tabel 1). Biasanya, tidak terdapat perbedaan
neutrophil absolut pada kelompok control; namun, hal ini tidak bermakna secara
18 hari (346,7 ± 402,4 hari) setelah temuan endoskopi negatif. Tidak terdapat
bukti adanya sinusitis akibat jamur pada saat follow-up. Kondisi predisposisi yang
diabetes (Tabel 2). Seperti yang diharapkan dari regimen sampel kami, kondisi
predisposisi ini muncul dengan pola statistic yang serupa antara pasien control
patogen yang paling sering diisolasi (Tabel 3). Oleh karena kultur jamur
umumnya gagal untuk tumbuh, tidak terdapat jamur yang dapat ditentukan
lebih tinggi secara bermakna dibandingakn dengan kelompok control (52% versus
21%, X2= 8,845, P= 0,003). Mortalitas yang berkaitan lagsung dengan AIFR
tidak ada [0] / ada [1-5]), 4 variabel ini menunjukkan spesifisitas yang relatif
tinggi (93-100%) dan sensitivitas yang relatif tinggi (50%-74%, Gambar 1).
Korelasi yang perlu dicatat adalah keterlibatan fossa sfenopalatina terdapa tpada
pada temuan penyakit tahap lanjut (epidural, subdural, abses, thrombosis vena,
derajat opasitas memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang relatif buruk sebagai
variabel biner.
opaitas pada 6 dari 8 regio yang diukur (Gambar 5), yaitu –jumlah kasus positif
AIFR yang lebih besar secara proporsi lebih besar dengan tingkat keparahan yang
tinggi dari penyakit mukosa di kavumnasi anterior (Z=-3,99, P< 0,001), kavitas
(Z=-2,89, P=0,002), sel udara aetmoid anterior (Z=-3,53, P<0,001), dan sel udara
etmoid posterior (Z=-3,91, P<0,001). Secara umum , 93% dari 100% pasien
predominasnsi unilateral. AIFR unilateral terdapat pada 78,6% dari kasus (33/42,
X2 = 14,58, P < 0,001) dengan predileksi kuat dari penyakit pada sisi bagian
kanan. Hanya bagian kanan yang terkena pada 69,7% kasus unilateral (23/33.
lunak dan inflamasi pada bagian kantong lakrimal kiri (panah putih) dan pada
bagian medial orbit/rongga mata (mata panah putih). Duktus nasolakrimal kanan
unilateral juga terlihat pada sel udara/air cell etmoid kiri (tanda bintang). B,
lakrimal kiri (panah putih) dan medial orbit (mata panah hitam). Perubahan
inflamasi yang sama juga terlihat pada duktus lakrimal kiri (mata panah putih). C,
CT aksial pada pasien berbeda dengan AIFR yang ditandai penebalan mukosa
yang asimetris pada rongga hidung/cavum nasi kanan (bintang) dan nasofaring
dengan ditandai penebalan mukosa asimetris pada nasofaring kiri (panah) dan
dengan infaksi perdarahan akut pada lubang temporal anterior kanan atau
parenkim anterior kanan pada AIFR. Ada juga trombosis parsial pada arteri
berbeda menunjukkan penebalan halus epidural kiri sepanjang lantai fosa korona
(mata panah hitam), dengan perpanjangan ke dalam apeks orbita kanan (mata
panah putih).
dan bagian paranasal dengan spesifisitas (A) dan sensitivitas (B). Peningkatan
opasitas, pada bagian tertentu di rongga hidung, nasofaring, dan sel udara etmoid
Oleh karena itu, data literatur digabungkan dengan analisis lebih lanjut
predictive value (PPV) dan negative predictive value (NPV) untuk menghasilkan
Variabel-variabel ini hubungannya satu sama lain sangat tinggi dan ada pada
kebanyakan atau semua model statistik yang dihasilkan selama evaluasi ini. 7
model variabel, adanya variabel positif tunggal mempunyai PPV 87%, NPV 95% ,
sensitivitas 95% , spesifisitas 86%. Bahkan hasil positif pada 2 variabel lainnya
Hasil kami menunjukkan bahwa ≥2 dari 7 model variabel positif pada 88% (37
pasien dengan AIFR >1 area/bagian positif termasuk pada 7 model variabel.
Diskusi
yang didapat dari institusi penelitian terbesar yang dapat mengeklusi atau
Atribut utama pada model ini adalah dengan dataset klinis kami, termasuk 2 dari 7
juga meningkat karena 88% pasien dengan AIFR menampilkan dengan temuan
dan juga digambarkan secara tidak umum petanda untuk AIFR seperti duktus
Kekuatan model klinis ini terletak pada evaluasi keseluruhan dari 7 variabel
karena tidak ada variabel individu yang mempunyai PPV yang tinggi dan NPV
yang tinggi. Sebagai contoh, penyakit yang termasuk pada lemak periantral-
indikator awal AIFR- merupakan indikator invidual terbaik AIFR pada penelitian
untuk AIFR (spesifisitas 100%) tetapi mempunyai sensitivitas rendah (35%), yang
luar dari sinus terjadi lebih sering pada tidak adanya destruksi/penghancuran
tulang. Oleh karena itu, destruksi tulang bukan merupakan kriteria eksklusi yang
perpanjangan dari rongga hidung sepanjang saraf nasal posterior superior atau
penebalan mukosa rongga hidung pada CT sebagai temuan umum pada pasien
dengan AIFR. Hal ini penting karena prognosis yang relatif baik ketika AIFR
unilateral mempunyai spesifisitas rendah meskipun hal ini merupakan satu dari
banyak temuan dari AIFR (78,6% pasien pada penelitian ini mempunyai penyakit
area luar pada kavum nasal. Kami menemukan suatu hubungan yang signifikan
antara insiden dari AIFR dan derajat dari penyakit mukosa pada 6 hingga 8 daerah
variabel dari penyakit mukosa ternyata sulit (dan tidak diperlukan). Kami memilih
suatu bentuk klinis yang memberikan PPV yang tinggi dan NPV yang tinggi,
tidak tergantung dari opasitas penempatan untuk penerapan secara klinis yang
sederhana.
Sebagai pengetahuan kita, angka mortalitas dari grup pasien kami (17%)
adalah salah satu yang terendah yang dipublikasikan untuk suatu penelitian dalam
skala ini, yang mana menyarankan bahwa pasien-pasien tersebut didiagnosa pada
stadium penyakit yang relatif baik. Namun, kami tidak mampu untuk
kami – hal ini, pada bukan bagiannya penyakit yang termasuk indikasi dari
keduanya terdapat pada pasien kami. Jika monikers tersebut akurat, pasien yang
ada dengan gejala-gejala stadium akhir akan diperkirakan secara relatif memiliki
mortalitas yang tinggi, tetapi ini bukan kasusnya. Sebagai contoh, tidak ada dari 7
pasien yang meninggal dengan AIFR mengalami terbukanya lapisan tulang. Hasil
skreening yang efektif untuk AIFR. Literature yang ada secara langsung
tinggi dan PPV pada AIFR dengan menggunakan MRI. Temuan ini membawa
tinggi (95% vs 86%), spesifitas (86% vs 75%), dan NPV (95% vs 60%) daripa
publikasi sebelumnya dari data MRI. Estimasi PPV kami hampir sama (87% vs
dan NPV yang lebih tinggi daripada laporan sebelumnya dengan CT. NPV adalah
rendah yang keliru mengeluarkan satu pasien yang positif dari AIFR. Sehingga,
sebagai dasar dari hasil penelitian kami, CT yang diaplikasikan pada model
mengevaluasi AIFR.
mendapatkan jumlah besar dari kasus itu. Pembaca dibuat tidak mengetahui
terhadap semua data klinis untuk menimimalkan bias, tetapi hal ini suatu
pertimbangan dari disain retrospektif. Kedua, beberapa seleksi bias adalah inheren
menimbulkan keraguan klinis yang lebih tinggi dari penyakit sinus. Bias yang ada
mungkin memunculkan underestimate dari NPF dan overestimate dari PPV.
predisposisi dari AIFR sehingga model klinis kami dapat diterapkan untuk
pasien yang beresiko di seluruh lingkingan klinis dunia. Oleh karena itu, beberapa
hal yang menjadi perhatian dijamin dalam ekstrapolasi hasil penelitian kami pada
grup pasien lainnya yang mana AIFR tidak menjadi perhatian klinis.
Kesimpulan
mendiagnosis AIFR dengan derajat kepercayaan yang lebih tinggi dari pada yang
meningkatkan evaluasi dari potensial AIFR pada populasi yang beresiko dan