Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MENGENAI

AUTISME

OLEH KELOMPOK II:

1. FAJERIA FITRI

2. IRSANDI ISMAIL

3. NOVHYGEA ADETYA PUTRI

4. PUTRI HANDAYANI

5. TRIYA ULANDARI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KURNIA JAYA PERSAYA PALOPO

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan makalah

“AUTISME”, dengan tepat pada waktunya. Banyak rintangan dan hambatan yang kami

hadapi dalam penyusunan makalah ini. Namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-

teman serta bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga kami bisa menyelesaikan

makalah ini. Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses

pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca. Penulis juga tidak lupa

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,

dorongan dan doa.Tidak lupa pula kami mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki

makalah kami ini, di karenakan banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah ini.

Palopo,20 Juni 2019

penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada

seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya

penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang

melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau

malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon

terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak

lain dan sebagainya).

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut

masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini

masih banyak masyarakat yang belum mengenal secara baik apa yang dimaksud autis,

sehingga seringkali permasalahan autisme ini dianggap sebagai suatu hal yang negatif.

Menurut Rachmawati (dalam Setiafitri, 2014), autis merupakan kelainan perilaku

dimana penderita hanya tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri, seperti melamun

atau berkhayal. Gangguan perilakunya dapat berupa kurangnya interaksi sosial,

penghindaran kontak mata, kesulitan dalam mengembangkan bahasa, dan

pengulangan tingkah laku.

Menurut data dari Unesco pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang penyandang

autisme di seluruh dunia. Rata-rata, 6 dari 1000 orang di dunia telah mengidap

autisme. Di Amerika Serikat, autisme dimiliki oleh 11 dari 1000 orang. Sedangkan di

Indonesia, perbandingannya 8 dari setiap 1000 orang. Ketika mendapatkan diagnosa

anak menyandang autisme, orangtua perlu menerima dengan tulus, dan yang paling

penting adalah menyiapkan diri dengan empati, karena hal tersebut penting dalam

merawat dan mengasuh anak penyandang autisme. Penerimaan merupakan sikap

seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai

persyaratan atau penilaian.


Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan terhadap masalah penyesuaian. Hal ini

dikarenakan ibu berperan langsung dalam kelahiran.Orang tua pada anak yang autis

membuat mayoritas orang tua merasa malu ketika memiliki anak autis.Banyak

orangtua atau keluarga yang melakukaan penyangkalan begitu mengetahui anaknya

menyandang autisme. Penyakit ini dianggap sebagai aib yang mengusik harga diri.

Pemahaman mengenai autisme juga tidak tepat. Sehingga orangtua keliru

memperlakukan anak penyandang autis.Dengan begitu, orangtua bisa memahami

keunikan anak dengan autisme. Sikap menerima dan memahami inilah yang kemudian

menumbuhkan empati pada orangtua dan keluarga. Sebab kesabaran tanpa empati,

mendorong pada perlakukan keliru pada anak autis (Hartanto, 2012).

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Agar mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan

autism.

2. Tujuan Khusus

a) Mahasiswa memahami pengertian Autisme.

b) Mahasiswa memahami etiologi dan manifestasi klinik autisme

c) Mahasiswa memahami cara mengetahui autis pada anak.

d) Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan anak dengan autism.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak

dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala.Autisme

Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas

imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30

bulan.Autisme adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan

hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan,

perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.Autisme pada anak

merupakan gangguan perkembangan pervasif dari anak-anak.Dari pengertian diatas

dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pervasif, atau

kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan interaksi

sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi (umur

30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik

dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas.

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki dari wanita 3-4:1. Penyakit

sistemik, infeksi dan neurologi (kejang) dapat menunjukan gejala seperti austik.

C. ETIOLOGI

1. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama

pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).

2. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil)

3. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).

4. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak

menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan

struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.


5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori

serta kejang epilepsi

6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak

D. PATOFISIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls

listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat

di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput

bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu

sama lain lewat sinaps.Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh

bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai

pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar

dua tahun.Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa

bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini

dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain

growth factors dan proses belajar anak.

Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat

menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan

menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.Pada pemeriksaan darah bayi-bayi

yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh

berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,

neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang

merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel

saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain

growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.Peningkatan neurokimia otak secara

abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan

autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh

dan mati secara tak beraturan.Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer

atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.Degenerasi

sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan

yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.

Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau

obat seperti thalidomide.Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak

besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman

menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar

yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping

depan otak besar yang berperan dalam proses memori).Faktor lingkungan yang

menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta

zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial,

serta asam folat.Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak

antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi

yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.

E. CARA MENGETAHUI AUTISME PADA ANAK

1. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila

diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan

sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata.

2. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda,

disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat,

menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta

relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.

3. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat

terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau

berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan

orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan

nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata
terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa

juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :

1. Penarikan diri

Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak atau kurang

berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang

didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual

kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan,

permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman.

2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang

sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.

3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek

4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara

lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak

bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan.

5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.

6. Kontak mata minimal atau tidak ada.

7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan

menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas

terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya

respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya

sensitivitas pada rangsangan lain.

8. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada

emosional.

9. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat

berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal,

bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol.


10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara

fungsional.

11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan

mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

G. PENGOBATAN

1. Terapi autis

a. Terapi akupunktur. Metode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi

sistem saraf pada otak hingga dapat bekerja kembali.

b. Terapi musik. Lewat terapi ini, musik diharapkan memberikan getaran

gelombang yang akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak. Secara

tak langsung, itu akan turut memperbaiki kondisi fisiologis.

c. Terapi balur. Banyak yang yakin autisme disebabkan oleh tingginya zat

merkuri pada tubuh penderita.

d. Terapi perilaku. Tujuannya, agar sang anak memfokuskan perhatian dan

bersosialisasi dengan lingkungannya. Caranya dengan membuat si anak

melakukan berbagai kegiatan seperti mengambil benda yang ada di sekitarnya.

e. Terapi anggota keluarga. Orangtua harus mendampingi dan memberi perhatian

penuh pada sang anak hingga terbentuk ikatan emosional yang kuat.

Umumnya, terapi ini merupakan terapi pendukung yang wajib dilakukan untuk

semua jenis terapi lain

f. Terapi lumba-lumba.

2. Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak austik tapi

keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan yang

terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara.

3. Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant konditioning

yaitu dukungan positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif). Merupakan

metode untuk mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan


ketrampilan praktis. Kesabaran diperlukan karena kemajuan pada anak autis

lambat.

4. Neuroleptik dapat digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri

yang mengarah pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial.

5. Antagonis opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu

terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan menggunakan

permainan latihan antar perorangan terstruktur dapt digunakan.

Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan mendeteksi dini dan tepat

waktu serta program terapi yang menyeluruh dan terpadu.

Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk:

a. Mengurangi masalah perilaku.

b. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.

c. Anak bisa mandiri.

d. Anak bisa bersosialisasi.


BAB III

ASKEP TEORI

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

Nama :

Umur :

Jenis kelamin:

Alamat :

2. Perubahan pertumbuhan fisik seperti:tinggi badan tidak sesuai dengan standar

pencapaian

3. Perubahan perkembangan saraf seperti : gangguan motrik, bahasa dan adaptasi

sosial

4. Perubahan perkembangan mental seperti adanya retardasi mental

5. Perubahan perkembangan perilaku seperti hiperaktif, gangguan belajar, dan lain-

lain. Adanya ketidak mauan melakukan perawatan diri atau kontrol diri dalam

beraktivitas sesuai dengan usianya, pada bayi adanya gangguan tidur dan kurang

memeperhatikan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko ketidakefektifan perencanaan aktivitas yang berhubungan dengan

kurangnya dukungan sosial

2. Hambatan komonikasi verbal berhubungn dengan gangguan fisiologis(mis:tomur

otak,penurunan sirkulasi keotak,sistem muskuloskeletal melemah),gangguan

persepsi,gangguan perkembangan,gangguan sistem saraf pusat ditandai oleh

kesulitan memahami komunikasi,kesulitan mempertahankan komunikasi

3. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan gangguan psikiatrik ditandai

dengan kontak mata kurang


NO. NANDA NIC NOC

1. Resiko 1. Identiikasi tingkat 1. Sulit mendengarkan

ketidakefektifan dukungan 2. Sulit melakukan

perencanaan keluarga,dukungan tugas

aktivitas yang keuangan,dan sumber 3. Perilaku motorik

berhubungan daya lainnya. berlebihan

dengan 2. Anjurkan hubungan 4. Perilaku agresif yang

kurangnya dengan orang yang tidak sesuai

dukungan sosial memiliki minat dan 5. Sulit menjaga tangan

tujuan yang sama. untuk ttp diam

3. Sediakan layanan dengan

sikap peduli dan

mendukung.

4. Jelaskan kepada pihak

penting lain bagaimana

mereka dapat membantu.

2. Hambatan 1. Monitor kecepatan 1. Menggunaan bahasa

komonikasi bicara,tekanan,kecepatan lisan

verbal ,kuantitas,volume,dan 2. Menggunakan foto

berhubungn diksi. dan gambar

dengan gangguan 2. Monitor pasien terkait 3. Mengenali pesan

fisiologis(mis:to dengan perasaan yang diterima

mur frustasi,kemarahan,depre

otak,penurunan si,atau respon-respon

sirkulasi lain disebabkan karena

keotak,sistem adanya gangguan


muskuloskeletal kemampuan berbicara

melemah),gangg 3. Sediakan metode

uan alternatif untuk

persepsi,ganggua berkomunikasi dengan

n berbicara(menulis

perkembangan,ga dimeja,menggunakan

ngguan sistem kartu,kedipan mata,dan

saraf pusat menggunakan komputer)

ditandai oleh 4. Kolaborasi bersama

kesulitan keluarga dan ahli/terapis

memahami bahasa patologis untuk

komunikasi,kesul mengembangkan

itan rencana agar bisa

mempertahankan berkomunikasi secara

komunikasi efektif.

5. Sediakan rujukan pada

terapis secara biologis

3 Harga diri rendah 1. Dukungan(melakukan) 1. Kepercayaan diri

kronik kontak mata pada saat 2. Harga diri

berhubungan berkomunikasi dengan 3. Interaksi sosial positif

dengan gangguan oang lain 4. Depresi

psikiatrik 2. Bantu pasien untuk 5. Perilaku neurotik

ditandai dengan mengidentifikasi respon

kontak mata positif dari orang lain

kurang 3. Jangan mengkritisi

pasien dengan negatf

4. Buat penytaan positif

mengenai pasien
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Autisme merupakan keadaan yang disebabkan oleh kelainan otak yang ditandai

dengan kelainan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang sangat kaku

dan pengulangan perilaku. Autisme dapat dibagi ke dalam tiga jenis yaitu autism

spectrum disorder (ASD) dan asperger syndrome, kedua jenis autism ini mengalami

kelambatan dalam perkembangan kognitif dan bahasa, dan PDD-NOS apabila kriteria

dari kedua jenis autisme yang terdahulu tidak cocok dengan karakteristik autism yang

dialami anak. Di Indonesia, saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah anak

penyandang autisme, namun diperkirakan jumlah anak autis dapat mencapai 150-200

ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4:1, namun anak

perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.

Upaya terapi juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak autistik agar

dapat berfunggsi di dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri. Salah satu metoda

intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesia adalah modifikasi perilaku atau

lebih dikenal sebagai metoda Applied Behavioral Analysis (ABA) Kelebihan metode

ini dibanding metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas,

dan keberhasilannya bisa dinilai secara objektif.


DAFTAR PUSTAKA

Danie Ratri Desiningram, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, Yokyakarta: Psikosain,

2016.

Kosasih. E, Anak Berkebutuhan Khusus Bandung:Yrama Widya, 2012.

Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khsusu, Depok:

LPS3, 2014.

Depdiknas. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas, 2007.

Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.Bandung : PT Refika Aditama,

2006.

Hembing Wijayakusuma, Psikotrapi Anak Autime, Jakara: Pustaka Populer Obor,

2004.Martini, Jamaris, Kesulitan Belajar: Perspektif, Assessmen dan

Penanggulangannya. Jakarta: Yayasan Penamas Murni, 2009.Autisme

Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat, 2009.

Anda mungkin juga menyukai