Anda di halaman 1dari 91

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK LANSIA

DI RW 7 SIKUNIR KELURAHAN BERGAS LOR KECAMATAN BERGAS


KABUPATEN SEMARANG
(15 Juli - 24 Agustus 2019)

Oleh :
KELOMPOK II
Agung Nugroho 071182020
Destri Mahesti 071182012
Eulalia Marcia D L A 071182003
Meisya Dhicki Candra 071182002
Meta A Wulandari 071182021
Muh Khairil Wardi 071182024
Putu Novi Ernawati 071182006
Sang Ayu Ketut S S 071182005
Siti Waddah M 071182031
Subagyo 071182047

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan ber- negara (UU RI No 13 tahun 1998).
Menurut WHO (World Health Organization) membagi masa usia lanjut
sebagai berikut a. Usia 45-60 tahun, disebut middle age (setengah baya
atau A-Teda madya) b. Usia 60-75 tahun, disebut elderly (usia lanjut atau
wreda utama) c. Usia 75-90 tahun, disebut old (tua atau wreda prawasana)
d. Usia diatas 90 tahun, disebut very old (tua sekali atau wreda wasana).
Masyarakat kita saat ini memandang para lanjut usia sebagai
orang-- orang yang kurang produktif, kurang menarik, kurang energik,
mudah lupa, barangkali kurang bernilai dibandingkan dengan mereka yang
masih dalam keadaan prima (Kroll dan Hawkins, 1999), untuk itu dalam
pembangunan nasional pemerintah telah berhasil mewujudkan hasil yang
positif diberbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di
bidang medis atau ilmu kedokteran, sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.
Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat atau sering disebut dengan Lansia Booming
(Nugroho, 2000).

Salah satu upaya Pemerintah dalam menyediakan fasilitas


kesehatan dan penyelenggaraan upaya kesehatan antara lain adalah dengan
mengadakan Posbindu merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis
dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian. Norma Kelurga Kecil
Bahagia dan Sejahtera (Effendy, 1998).

Berdasarkan hasil pengkajian komunitas di RW 5 Kelurahan


candirejo yang dilakukan pada tanggal 5 mei 2018, didapatkan data bahwa
masyarakat sudah mempunyai posbindu lansia, namun untuk beberapa
bulan terakhir vacum. Selain itu, antara posyandu balita dan lansia
dijadikan satu dalam pelaksanaannya. Jumlah lansia yang terdapat di
Kelurahan candirejo ± 50 orang. Lansia yang mengalami masalah
kesehatan terdiri dari penyakit hipertensi dilihat dari daftar lansia yang
hadir saat posbindu ada 18 orang yang mengalami hipertensi dan yang
menderita diabetes melitus sebanyak 7 orang. Dari data diatas muncul
diagnosa keperawatan Ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang
pengetahuan, Ketidakefektifan pemelihara kesehatan berhubungan dengan
sumber daya tidak cukup. Ketidakefektifan manajemen kesehatan
berhubungan dengan ketidakberdayaan.

B. Tujuan
1. Umum
Diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
usia lanjut sebagai bagian proses deteksi dini dan peningkatan
kesehatan serta pencegahan penyakit lansia agar mencapai masa tua
yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata
kemasyarakatan.
2. Khusus
Setelah dilaksanakan posbindu lansia diharapkan dapat :
1) Meningkatkan kesadaran pada usia lanjut untuk membina
kesehatan diri sendiri.
2) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam
menyadari dan menghayati kesehatan usia lanjut secara optimal.
3) Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan usia
lanjut.
4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut.
5) Meningkatkan kualitas hidup lansia

C. Pengorganisasian Tindakan
1. Tindakan Penanganan Masalah Hipertensi :
a. Putu Novi : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi
komplementer (pijat refleksi kaki)
b. Waddah : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi
komplementer (relaksasi otot progresif)
c. Wardi : kurang pemehaman lansia mengenai diit hipertensi
d. Destri : kurang pemahaman kader mengenai penanganan hipertensi
pada lansia
2. Tindakan Penanganan Masalah Kualitas Tidur
a. Agung : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi komplementer
(rendam kaki air hangat)
b. Meisya d.c : kurang pemahaman kader dan keluarga lansia
mengenai penanganan kualitas tidur buruk pada lansia.
3. Tindakan Penanganan Masalah Konstipasi
a. Eulalia : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi komplementer
buah dan sayur pencegah konstipasi
4. Tindakan Penanganan Masalah Depresi
a. Sang Ayu : kurangnya dukungan keluarga pada lansia
5. Tindakan Penanganan Masalah Osteoartritis
a. Meta : penanganan lansia osteoarthritis dengan latihan fisik
b. Subagyo : kurang pengetahuan keluarga mengenai diit nutrisi

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Lansia
1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah bagian dari proses pertumbuhan. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-
anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan proses alami
yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental, sosial, secara bertahap. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan
dijalani individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan (Azizah, 2011).
2. Batasan Lansia
Batasan lanjut usia menurut WHO dalam Padila (2013)
menggolongkan lanjut usia menjadi empat kelompok yaitu : Usia
pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun. Lanjut usia (elderly) usia
60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
3. Perubahan-Perubahan yang terjadi pada lansia
1) Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal
Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam
saluran gastrointestinal (GI) dalam beberapa derajat. Namun,
karena luasnya persoalan fisiologis pada sistem gastrointestinal,
hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang
dilihat dalam kesehatan lansia. Banyak masalah-masalah
gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia lebih erat dihubungkan
dengan gaya hidupmereka. Mitos umum dikaitkan dengan fungsi
normal saluran gastrointestinal dan perubahan-perubahan
kebutuhan nutrisi lansia (Stanley,2008).
a) Rongga Mulut
Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi,
gusi, dan lidah. Kehilangan gigi penyebab utama adanya
Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk (Nugroho, 2008).
b) Esofagus
Esofagus mengalami penurunan motilitas, sedikit dilatasi atau
pelebaran seiring penuaan. Refleks muntah pada lansia akan
melemah, kombinasi dari faktor-faktor ini meningkatkan resiko
terjadinya aspirasi pada lansia (Nugroho, 2008).
c) Lambung
Terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan
sel chief akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan
faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia
menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan menjadi
berkurang (Stanley, 2008).
d) Usus Halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas
permukaan berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel
epithelial berkurang, tidak sebaik sewaktu muda (Nugroho,
2008).
e) Usus Besar dan Rektum
Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk
penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltik
kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum yang dapat
menyebabkan konstipasi (Nugroho, 2008).
f) Pankreas
Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan
dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula
Vateri akan menyebabkan autodigesti parenkim pankreas oleh
enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin
dan atau asam empedu (Nugroho, 2008).
g) Hati
Meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi
perubahan akibat atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk
menjadi jaringan fibrous dan akan menyebabkan penurunan
fungsi hati. Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak
empedu tanpa perubahan metabolisme asam empedu yang
signifikan (Stanley, 2008).
2) Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
Menurut Nugroho (2008), tulang-tulang pada sistem skelet
(rangka) membentuk fungsi penunjang, pelindung, gerakan tubuh
dan penyimpanan mineral. Jaringan otot rangka melekat pada
rangka dan bertanggung jawab untuk gerakan tubuh volunter.
Penurunan progresif pada massa tulang total terjadi sesuai
proses penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan
ini meliputi ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal dan resorpsi
tulang. Efek penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang :
vertebra lebih lunak dan dapat terteka dan tulang berbatang
panjang kurang tahanan terhadap penekukan dan menjadi lebih
cenderungfraktur.
Menurut Pujiastuti (2013), perubahan muskuloskeletal antara
lain pada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot dan sendi.
a) Jaringan penghubung (kolagen danelastin)
Perubahan pada kolagen ini merupakan penyebab
turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan
dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke
berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi
dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas.
b) Kartilago
Kartilago mengalami klasifikasi di beberapa tempat
seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi
tidak efektif tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai
permukaan sendi yang berpelumas. Perubahan tersebut sering
terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat
perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kakakuan,
nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas sehari-
hari. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dapat diberikan
teknik perlindungan sendi.
c) Sistem Skeletal
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot
tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan
yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua:
Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan
didkus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis.
Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih
bungkuk dengan penampilan barrel-chest. Penurunan produksi
tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai
perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko
fraktur (Stanley, 2008).
d) Sistem Muskular
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
muskular akibat proses menua: Waktu untuk kontraksi dan
relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah
perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang
aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan
ligamen dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot,
danperubahan degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan fleksi (Stanley, 2008).
d) Sendi
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi
akibat proses menua: Pecahnya komponen kapsul sendi dan
kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi,
penurunan mobilitas sendi dan deformitas. Kekakuan ligamen
dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko
cedera (Stanley, 2008).
3) Perubahan pada Sistem Pernafasan
Menurut Pujiastuti (2013), lanjut usia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik
dan respon motorik pada susunan saraf pusat. Perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan,
kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu
dapat dicegah dengan latihan koordinasi dan keseimbangan.
4) Perubahan pada Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin dapat mengalami kerusakan yang
bersifat age-related cell loss, fibrosis, infiltrasi limfosit, dan
sebagainya. Perubahan karena usia pada reseptor hormon,
kerusakan permeabilitas sel dan sebagainya, dapat menyebabkan
perubahan respon inti sel terhadap kompleks hormon-reseptor.
Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain
produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid
dan sekresinya tidak berubah, terjadinya pituitari yaitu
pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam
pembuluh darah (Nugroho, 2008).
4. Masalah Dan Penyakit Yang Sering Dihadapi Lansia
Masalah yang sering dihadapi lansia menurut Azizah (2011),
yaitu mudah jatuh, mudah lelah, berat badan menurun, sukar menahan
buang air kecil, dan gangguan pada ketajaman penglihatan. Sedangkan
masalah yang sering dihadapi lansia menurut Nugroho (2010), yaitu
gangguan kardiovaskular, gangguan gastrointestinal, gangguan
pendengaran, gangguan tidur, dan mudah gatal.
Penyakit yang sering dijumpai pada lansia menurut Azizah
(2011), yaitu hipertensi, diabetes militus, depresi mental, bronchitis
kronis, anemia, demensia, anxietas, dan konstipasi.
a. Depresi pada lansia
1) Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
yang mewarnai seluruh proses mental baik pikiran, perasaan
dan aktivitasnya (Keliat dkk, 2011). Depresi merupakan respon
emosional yang paling maladaptif yaitu dengan perubahan
afektif, fisiologi, kognitif dan perilaku misalnya kesedihan,
gelisah dan lambat dalam beraktifitas (Stuart, 2009). Depresi
juga diartikan sebagai salah satu diagnosis mood (afektif)
dengan kriteria terdapat 2 dari 3 gejala inti depresi ditemukan
hampir setiap hari minimal 2 minggu yaitu penurunan mood
(sedih, tertekan dan merasa tidak bahagia) atau afek
depresif, kelelahan (merasa kelelahan atau energi
berkurang) dan anhendonia atau tidak berminat dan
kegembiraan berkurang untuk melakukan aktivitas (Townsend,
2009).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa depresi adalah adanya gangguan kondisi
emosional yang maladaptif baik pikiran, perasaan dan
aktivitasnya yang ditandai dengan kesedihan, gelisah, kelelahan
dan lambat dalam beraktifitas yang ditemukan hampir setiap
hari minimal 2 minggu.
2) Penyebab Depresi
Penyebab depresi menurut Stuart (2009) adalah
akumulasi ketidakpuasan, frustasi, kritikan pada diri sendiri
tentang kejadian hidup sehari-hari tanpa adanya dukungan hal
positif, stres dalam pekerjaan dan keluarga serta kehilangan.
Depresi terjadi pada lansia tergantung banyaknya jumlah
stressor (sumber stres) kehilangan yang dialami seperti
pasangan, penghasilan, peran, kesehatan, fungsi seperti masih
muda (Carson, 2010; Townsend, 2009). Penyebab depresi tidak
hanya disebabkan oleh satu faktor saja, akan tetapi dapat saling
berinteraksi dengan faktor yang lain, sehingga munculnya
depresi (Townsend, 2009). Selain itu ditambah dengan
perubahan-perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada
lansia.
3) Faktor risiko terjadinya depresi
Faktor risiko terjadinya depresi adalah sebagai berikut
(Miller, 2012; WHO, 2009), meliputi : genetik atau keturunan;
jenis kelamin wanita dua kali lebih besar berisiko menderita
depresi dibandingkan laki-laki; lama tinggal di tempat khusus;
dukungan sosial terbatas; kontrol tubuh yang kurang; kualitas
tidur yang rendah; kejadian hidup yang membuat stres dan
berulang; merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan; merasa
tidak ada alasan untuk melanjutkan hidup; gangguan fungsional
menetap (misalnya: gangguan penglihatan); menderita penyakit
serius (misalnya: kanker, kerusakan persyarafan).
4) Gejala Umum
Afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya aktivitas
dan lamanya episode depresif yaitu selama 2 minggu
(Kemenkes RI, 2012). Depresi pada lansia dengan usia lebih
65 tahun atau lebih sering terjadi karena efek dari masalah
penyakit kronik, kerusakan kognitif dan kemampuan yang
menurun (Alexopoulus, 2005; Carson, 2010).
Gejala umum yang terjadi pada lansia depresi (Miller,
2012; Stuart & Sundeen, 2009; Carson, 2010; Townsend, 2009,
Keliat, 2011; Kemenkes RI, 2012) meliputi :
a) Gejala fisik berupa: gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu
banyak atau terlalu sedikit), menurunnya tingkat aktifitas,
efisiensi kerja, produktifitas kerja dan mudah merasa letih
atau sakit.
b) Gejala psikis berupa: kehilangan kepercayaan diri, sering
memandang peristiwa netral dipandang dari sudut pandang
yang berbeda, bahkan disalah artikan akibatnya sehingga
lansia mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga,
mudah sedih, murung dan lebih suka menyendiri, merasa
dirinya tidak berguna, selalu gagal, merasa bersalah, merasa
kehidupan ini sebagai hukuman, memiliki perasaan
terbebani, dan menyalahkan orang lain.
c) Gejala Sosial berupa: adanya masalah interaksi sosial,
konflik, minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok
dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara
normal, merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan
d) secara aktif menjalani hubungan dengan lingkungan
sekalipun ada kesempatan.
Tanda dan gejala depresi setiap lansia bervariasi.
Penilaian tingkat depresi dapat diidentifikasi dengan penilaian
menggunakan alat ukur yang tepat. Penilaian dilakukan untuk
mendapatkan data yang akurat, sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat.

5) Pengukuran tingkat depresi pada lansia


Pengukuran kondisi depresi pada lansia menggunakan
kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) dengan 15
item pertanyaan yang sudah valid secara internasional
(Sheikh, J. & Yesavage. JA, 1986 dalam Landefeld et al,
2004 & Ham et al, 2008). Penilaian depresi dengan
menghitung total skor seluruh jawaban, kemudian
diklasifikasikan dalam 4 kategori yaitu jika skor penilaian 0–4
maka kategori lansia normal (tidak depresi), skor 5–8 kategori
lansia depresi ringan, skor 9–10 kategori lansia depresi sedang
dan skor 12–15 kategori lansia depresi berat.
Lansia depresi memerlukan perhatian yang serius dengan
pendekatan asuhan keperawatan untuk menurunkan faktor risiko,
meningkatkan fungsi psikososial, memberikan latihan-latihan serta
konseling oleh tenaga kesehatan yang didukung oleh lansia itu
sendiri, keluarga maupun masyarakat di sekitarnya.
b. Konstipasi
1) Definisi Konstipasi
Konstipasi secara luas didefinisikan sebagai frekuensi
jarang atau kesulitan pergerakan feses, feses kering.Konstipasi
adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai
dengan perpanjangan waktu dan kesulitan pergerakan feses
(Stanley, 2008).
Konstipasi merupakan suatu gejala bukan penyakit.Di
masyarakat dikenal dengan istilah sembelit, merupakan suatu
keadaan sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja)
yang keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada rasa ingin
buang air besar tetapi tidak dapat mengeluarkannya), atau
jarang buang air besar.Seringkali orang berpikir bahwa mereka
mengalami konstipasi apabila mereka tidak buang air besar
setiap hari yang disebut normal dapat bervariasi dari tiga kali
sehari hingga tiga kali seminggu (Herawati, 2012).
International Workshop on Constipation berusaha lebih
jelas memberikan batasan konstipasi. Berdasarkan
rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan:
1). Konstipasi fungsional, 2). Konstipasi karena penundaan
keluarnya feses pada muara rektisigmoid. Konstipasi
fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses,
sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan
adanya disfungsi anorektal.Yang terakhir ditandai adanya
perasaan sumbatan padaanus.
2) Makanan yang Menyebabkan Konstipasi
Berikut beberapa makanan umum yang dapat
menyebabkan konstipasi :
1. Makanan yang tinggi lemak
2. Makanan yang tinggi gula
3) Faktor-faktor yang Menyebabkan Konstipasi
Menurut Almatsier (2010), kejadian konstipasi pada
lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
a) Asupanserat
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen
dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi
bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan
(Almatsier,2010).
b) Intake Cairan
Pada lansia, proses penuaan normal dapat
mempengaruhi keseimbangan cairan. Perubahan fisiologi
yang terjadi antara lain respons haus sering menjadi tumpul,
nefron (unit fungsional ginjal) menjadi kurang mampu
menahan air, penurunan TBW (total body water) yang
berhubungan dengan FFM (Fat Free Mass). Perubahan
normal karena penuaan ini meningkatkan resiko dehidrasi
(Audrey Berman et.al, 2009).
c) Aktifitas Fisik
Lansia yang mengalami penuaan yang optimal akan
tetap aktif dan tidak mengalami penyusutan dalam kehidupan
sehari-hari (Stanley, 2008). Lansia yang masih melakukan
aktivitas fisik dapat mempertahankan kualitas hidupnya agar
tetap sehat. Adapun tipe-tipe aktivitas fisik yang dapat
dilakukan lansia untuk mempertahankan tubuh yaitu :
- Kemandirian (Self Efficacy)
Kemandirian seorang lansia akan menimbulkan
keberanian lansia dalam mobilisasi.
- Latihan pertahanan (Resistancetraining)
Latihan pertahanan meliputi : kecepatan gerak
sendi, luas lingkup gerak sendi (range of motion) dan
jenis kekuatan yang dihasilkan karena pemendekan atau
pemanjangan otot. Aktivitas fisik yang bersifat untuk
ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan
sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh
mereka bertenaga.Contoh : berjalan, lari ringan, berkebun
ataupun di sawah.
- Daya tahan(Endurance)
Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yang
didapat dari latihan pertahanan. Aktivitas fisik yang
bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh
dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulag tetap
kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu
meningkatkan pencegahan terhadap penyakit
osteoporosis. Contoh : membawa belanjaan, naik turun
tangga, dan angkat berat atau beban.

- Kelenturan
Kelenturan merupakan komponen yang sangat
penting ketika lansia melakukan mobilisasi karena pada
lansia banyak terjadi pembatasan luas lingkup gerak sendi
akibat kekakuan otot dan tendon.Aktivitas fisik yang
bersifat untuk kelenturan dapat membatu pergerakan lebih
mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lentur dan sendi
berfungsi dengan baik.Contoh : mencuci piring, mencuci
pakaian, mencuci mobil, dan mengepel lantai.
Manfaat Aktifitas Fisik antara lain, yaitu :
a) Meningkatkan kemampuan dan kemauan
seksuallansia.
b) Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses
penuaan.
c) Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang
tidak mudah patah.
d) Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan
atau mengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot
(Darmojo & Martono, 2008).
c. Kualitas Tidur pada Lansia
1) Definisi Kualitas Tidur pada lansia
Kecukupan tidur seseorang sebenarnya bukan hanya
diukur dari lama waktu tidur, tapi juga kualitas tidur itu sendiri.
Tidur seseorang dikatakan berkualitas adalah jika ia bangun
dengan kondisi segar dan bugar. Pola tidur akan berubah
seiringdengan pertambahan usia dan semakin beragamnya
pekerjaan atau aktivitas. Semakin bertambah usia, efisiensi
tidur akan semakin berkurang. Efisiensi tidur berbanding
dengan waktu berbaring ditempat tidur. Kebutuhan tidur lansia
semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur
pun berkurang (Prasadja, 2009).
Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan mata
cepat REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid
Eye Movement).Tidur NREM dibagi menjadi empat
tahap.Tahap I adalah jatuh tertidur, orang tersebut mudah
dibangunkan dan tidak menyadari tertidur.Kedutan atau
sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap I. tahap II
dan III meliputi tidur dalam yang progresif.Pada tahap IV,
tingkat terdalam, sulit untuk dibangunkan (Potter & Perry,
2017).Tidur tahap IV sangat penting untuk menjaga kesehatan
fisik.Para ahli tentang tidur mengetahui bahwa tahap IV sangat
jelas terlihat menurun pada lansia.Lansia mengalami penurunan
thap III dan IV waktu NREM, lebih banyak terbangun selama
malam hari dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur selama
siang hari (Potter & Perry, 2017).
Kebanyakan lansia yang sehat tidak melaporkan adanya
gejala yang terkait dengan perubahan ini selain tidak dapat
tidur dengan cukup atau tidak bisa tidur.Banyak penelitian
menunjukkan bahwa tidur disiang hari dapat mengurangi waktu
dan kualitas tidur dimalam hari pada beberapa lansia. Setelah
memasuki tahap IV, akan berlanjut ke tidur REM. Tidur REM
terjadi beberapa kali dalam siklus tidur dimalam hari tetapi
lebih sering terjadi dipagi hari sekali. Tidur REM membantu
melepaskan ketegangan dan membantu metabolism sistem
saraf pusat.Kekurangan tidur REM telah terbukti menyebabkan
iritasi dan kecemasan (Potter & Perry, 2017)
2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada Lansia
Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
tidur lansia adalah
a. Penyakit fisik
b. Obat
c. Gaya hidup
d. Pola tidur yang biasa dan mengantuk yang berlebihan pada
siang hari (EDS)
e. Stres emosional
f. Lingkungan
g. Latihan fisik dan kelelahan
h. Asupan makanan dan kalori
3) Pengukuran Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang
dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan
kebugaran ketika terbangun.Kualitas tidur mencakup durasi
tidur dan latensi tidur serta aspek subjektif seperti tidur dalam
dan istirahat.Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila
tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak
mengalami masalah dalam tidurnya.Tanda-tanda kekurangan
tidur dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis
(Khasanah & Hidayati, 2012).
Kualitas tidur dapat diukur menggunakan Pittsburg
Quality of Sleep Index (PSQI).Alat ini merupakan alat untuk
menilai kualitas tidur. Alat ini terdiri dari 9 poin pertanyaan
yang berada didalam 7 komponen nilai dan 9 pertanyaan itu
mengkaji secara luas faktor yang berhubungan dengan tidur
seperti durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur. Setiap
komponen skor memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh komponen
dijumlahkan sehingga terdapat skor 0-21, dimana skor tertinggi
dari 5 menandakan kualitas tidur yang buruk (Buysse et al.,
1998 dalam Wallace & Grossman, 2008).
4) Penatalaksanaan untuk Meningkatkan Kualitas Tidur pada
Lansia
Menurut Potter & Perry (2017) penatalaksanaan untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia adalah sebagai berikut:

a. Faktor fisiologis/penyakit
1) Tinggikan kepala tempat tidur dan berikan bantal
tambahan sesuai keinginan.
2) Gunakan analgesik 30 menit sebelum tidur untuk
mengurangi sakit dan nyeri.
3) Gunakan terapeutik untuk mengendalikan gejala
kondisi kronik.
b. Pola tidur-bangun, meliputi:
1) Pertahankan waktu bangun tidur yang teratur.
2) Hilangkan tidur siang kecuali jika tidur siang
merupakan bagian-bagian rutin dari jadwal.
3) Apabila melakukan tidur siang, batasi sampai 20 menit
atau kurang dari dua kali sehari.
4) Hindari tidur yang ekstrem, yang menyebabkan rasa
kantuk berlebihan diakhir pekan.
5) Pergi tidur saat mengantuk.
6) Jika tidak dapat tidur dalam 15 sampai 30 menit, turun
dari tempat tidur.
c. Lingkungan
1) Tidurlah ditempat anda paling baik dapat tertidur.
2) Jaga agar kebisingan tetap minimum, jika perlu
gunakan musik yang lembut untuk menyamarkan
bising.
3) Gunakan lampu tidur dan jaga agar jalur ke kamar
mandi bebas dari hambatan.
4) Atur tempat tidur kamar sesuai keinginan, gunakan
selimut dan kaus kaki untuk meningkatkan kehangatan.
d. Medikasi
1) Gunakan sedatif dan hipnotik sebagai upaya terakhir
dan hanya boleh dalam jangka pendek jika sangat
diperlukan.
2) Sesuaikan medikasi yang diperlukan untuk kondisi lain
dan cari tahu tentang interaksi obat yang dapat
menyebabkan insomnia atau EDS.
e. Diet
1) Batasi alkohol, kafein, dan nikotin di sore dan malam
hari.
2) Konsumsi karbohidrat atau susu sebagai makanan
ringan sebelum tidur.
3) Kurangi asupan cairan sampai 4 jam sebelum tidur.
f. Terapi relaksasi dan biofeedback
Antara lain hypnosis diri, relaksasi progresif, latihan
pernafasan dalam efektif untuk relaksasi, dan imajinasi
terbimbing dapat meningkatkan kualitas tidur.
g. Terapi rendam kaki air hangat
Terapi rendam air adalah dengan melakukan
perendaman bagian tubuh tertentu didalam bak atau kolam
yang berisi air bersuhu tertentu selama minimal 10 menit
(Ningrum, 2012).
Merendam kaki dalam air hangat yang
bertemperatur 37-390 C akan menimbulkan efek sopartifik
(efek ingin tidur) dan dapat mengatasi gangguan tidur
(Cavendish, 2009). Secara fisiologis didaerah kaki terdapat
banyak saraf terutama dikulit yaitu flexus venosus dari
rangkaian saraf ini stimulasi diteruskan ke kornu posterior
kemudian dilanjutkan ke medulla spinalis, dari sini
diteruskan ke lamina I, II, III Radiks Dorsalis, selanjutnya
ke ventro basal talamus dan masuk ke batang otak tepatnya
didaerah rafe bagian bawah pons dan medulla disinilah
terjadi efek soporifik (ingin tidur) (Guyton & Hall, 2014).
d. Hipertensi
1) Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke
arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut
tekanan sistolik.Tekanan diastolik adalah tekanan terendah
yang terjadi saat jantung beristirahat.Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan
diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60
sampai 140/90.Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80
mmHg (Smeltzer & Bare, 2013).
Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding
pembuluh darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per
menit dalam keadaan istirahat), jantung akan memompa darah
melewati pembuluh darah. Tekanan darah terbesar terjadi
ketika jantung memompa darah (dalam keadaan kontraksi), dan
ini disebut dengan tekanan sistolik sedangkan ketika jantung
beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan darah berkurang
disebut tekanan diastolik (Sustrani,dkk, 2010).
2) Klasifikasi Tekanan Darah
Table 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII
Klasifikasi tekanan
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
darah
Normal < 120 <80
Prahipertensi 120-139 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat II >160 > 100
Sumber : Ningrum (2017)
Menurut Smeltzer & Bare (2013) orang tua memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi dibanding orang muda.
Peningkatan 20 mmHg tekanan darah sistolik atau 10 mmHg
tekanan darah diastolik bagi yang berusia 40-70 tahun akan
melipat gandakan risiko penyakit kardiovaskular. Pembuluh
darah pada lansia lebih tebal dan kaku atau disebut
aterosklerosis sehingga tekanan darah akan meningkat. Adanya
plak disekitar dinding dalam arteri, akan menyebabkan
sumbatan pada pembuluh darah yang dapat membuat terjadinya
penyumbatan pada arteri koroner dan stroke (pecahnya
pembuluh darah), bila terjadi pada otak dapat menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Lansia hendaknya mengurangi
konsumsi natrium (garam) karena garam yang berlebihan
dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah (Meiner,
2015).
Menurut Kowalski (2010) terjadinya hipertensi
diakibatkan oleh meningkatnya hormon kortisol.Salah satu
fungsi hormon kortisol adalah mempertahankan tekanan
darah.Tekanan darah yang tetap tinggi dapat menurunkan
sekresi hormon, yaitu sekresi hormon serotonin menjadi
hormon melatonin, dimana hormon melatonin merupakan
hormon yang menyebabkan rileks dan mengantuk (Smeltzer &
Bare, 2013).
e. Osteoartritis
1) Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada
sendi yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan
tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi
(CDC, 2014). Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Osteoartritis secara sederhana didefinisikan sebagai suatu
penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi
kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut
(Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan
OA sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena
ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks
ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua
(Sjamsuhidajat et.al, 2011).
2) Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi
dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga
OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak
ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun
perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder
merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti
penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja,
olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik,
inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA
sekunder (Davey, 2006).
3) Manifestasi Klinis
OA mengenai sendi-sendi besar maupun kecil.Distribusi
OA dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul,
lutut.
- Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium,
tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah subkondral,
tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya kapsul sendi,
serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika
melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya
dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit,
hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
- Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan
ketika pagi hari ketika setelah duduk yang terlalu lama atau
setelah bangun pagi.
- Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada
tulang sendi rawan.
- Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada
tangan sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan
sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard
(karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya
perlahan-lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada
sendi tangan atau lutut (Davey, 2006).
B. Keperawatan Komunitas
Praktik keperawatan kesehatan komunitas menurut WHO (1974)
dalam Stanhope dan Lancaster (2010) adalah mencakup perawatan
kesehatan keluarga dan juga meliputi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat yang luas dan membantu masyarakat mengidentifikasi
masalah kesehatan sendiri serta memecahkan masalah kesehatan tersebut
sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada pada komunitas
sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain. Keperawatan
kesehatan komunitas merupakan keperawatan yang berfokus pada
perawatan kesehatan komunitas atau populasi dari individu, keluarga dan
kelompok (Stanhope dan Lancaster, 2010).
1. Unsur-unsur Penting dalam Kesehatan Komunitas

Unsur penting dalam kesehatan masyarakat menurut Allender,


Rector dan Warner (2014) adalah memprioritaskan upaya pencegahan,
proteksi dan promosi kesehatan tanpa mengesampingkan upaya kuratif
sebagai bentuk praktik profesional; mengukur dan menganalisis
masalah kesehatan komunitas dengan konsep epidemiologi dan
biostatistik; mempengaruhi faktor dari lingkungan untuk kesehatan
aggregate atau kelompok; prinsip yang menjadi dasar dalam kesehatan
masyarakat adalah manajemen dan pengorganisasian kesehatan
komunitas melalui pengorganisasian masyarakat; analisis kebijakan
dan pengembangan publik; advokasi kesehatan serta pemahaman
terhadap proses politik. Unsur-unsur penting tersebut adalah sebagai
upaya dalam mencapai kesehatan yang optimal khususnya bagi
keperawatan kesehatan komunitas lansia depresi.

2. Karakteristik Keperawatan Komunitas


Menurut Clark, 2008 dalam Maglaya et.al.,(2009),
karakteristik keperawatan komunitas meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan penyakit atau masalah kesehatan sebagai bentuk
praktik profesional yang dilakukan secara komprehensif, general dan
berkelanjutan pada tiga level atau tingkatan klien yaitu individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat (populasi). Selain itu, perawat
juga mengenal dampak dari faktor yang berbeda pada kesehatan dan
mempunyai kesadaran yang lebih besar terhadap situasi dan
kehidupan klien dengan menggunakan strategi keperawatan
komunitas yang tepat.
3. Strategi Keperawatan Komunitas
a. Proses Kelompok (Group Process).
Proses kelompok merupakan proses pembentukan suatu
kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kelompok ini
dapat membantu dalam program promosi kesehatan keperawatan
komunitas dan dapat diwujudkan dalam kelompok lansia sebaya.
Pengorganisasian masyarakat ini merupakan suatu proses
perubahan komunitas yang memberdayakan individu dan
kelompok berisiko dalam menyelesaikan masalah komunitas dan
mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Individu-individu
dalam suatu kelompok dapat mempengaruhi pemikiran, perilaku,
nilai dan interaksi sosial di masyarakat, maka diperlukan
kekompakkan di dalam suatu kelompok (Stanhope & Lancaster,
2010).
Proses kelompok dilakukan dengan proses pembentukan
kelompok khusus bagi lansia yang mengalami depresi yaitu
kelompok lansia MaSa INDAH. Kelompok lansia merupakan salah
satu sarana bentuk dukungan sosial yang dapat berkontribusi dalam
promosi kesehatan. Kelompok swabantu adalah kumpulan dua
orang atau lebih yang datang bersama untuk membuat kesepakatan
saling berbagi masalah yang mereka hadapi, kadang disebut juga
kelompok pemberi semangat (Pistrang, 2008).
Perawat dapat melibatkan lansia dalam kegiatan kelompok
di masyarakat. Kegiatan kelompok dapat dilakukan dengan
kegiatan yang dipadukan dengan kegiatan keagamaan. Kelompok
dapat membantu lansia membangun integritas dan penghargaan
atas diri sendiri. Situasi kelompok juga akan membimbing lansia
keluar dari keterisolasian dan lansia akan menemukan makna
dalam kehidupan mereka, sehingga mereka dapat hidup
sepenuhnya dengan fungsi sosial dan physiologis yang tinggi.
Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan memiliki
kesempatan dalam memfasilitasi kelompok dalam meningkatkan
perawatan therapeutik bagi lansia dengan masalah depresi
(Pistrang, 2008).
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion).
Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan, mengurangi ketidakmampuan dan mengoptimalkan
potensi kesehatan yang dimiliki oleh individu, kelompok dan
masyarakat. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, perbaikan sikap dan peningkatan
keterampilan, sehingga diharapkan ada perubahan gaya hidup yang
lebih baik. Perubahan perilaku sehat masyarakat dapat mengubah
penerimaan yang kondusif terhadap program promosi kesehatan
yang dilakukan. Strategi pendidikan kesehatan merupakan suatu
proses yang memfasilitasi pembelajaran yang mendukung perilaku
sehat dan mengubah perilaku tidak sehat (Friedman, Bowden, &
Jones, 2010).
Pendidikan kesehatan dilakukan untuk lansia yang
mengalami depresi maupun lansia yang mengalami risiko depresi.
Selain itu pendidikan kesehatan juga dilakukan dalam kegiatan-
kegiatan di masyarakat seperti kegiatan keagamaan. Pendidikan
kesehatan adalah memberikan informasi kesehatan tentang masalah
kesehatan lansia, depresi pada lansia, komunikasi yang efektif bagi
lansia dan keluarga, harga diri rendah dan cara meningkatkannya.
Intervensi promosi kesehatan juga diberikan tentang
faktor risiko yang mengkibatkan depresi dapat dilakukan melalui
intervensi keperawatan. Diskusi tentang perubahan fungsional
yang terjadi pada lansia yang merupakan konsekuensi proses
penuaan dengan faktor risiko pada lansia. Diskusi tentang hubungan
potensial dan identifikasi pemecahan masalah bersama dengan
pemberi pelayanan keperawatan (Miller, 2012).
c. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan (empowerment) merupakan proses
pemberian kekuatan atau motivasi sehingga membentuk interaksi
transformasi kepada masyarakat antara lain dengan adanya
dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru dan kekuatan mandiri
untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchock, Scubert, &
Thomas, 1999). Perawat komunitas mendorong masyarakat untuk
dapat berbuat mandiri dan berpartisipasi aktif dalam upaya
kesehatannya. Kerjasama ini dilakukan untuk mencapai tujuan
bersama dalam upaya meningkatkan kesehatan lansia depresi yaitu
dengan melibatkan masyarakat dan keluarga.
Pemberdayaan juga merupakan proses pengembangan
pengetahuan dan keterampilan yang meningkatkan kemampuan
seseorang atas keputusan- keputusan mempengaruhi orang lain
(Helvie, 1998). Pemberdayaan juga merupakan proses yang
memungkinkan orang untuk memilih, mengendalikan, dan
membuat keputusan tentang kehidupannya dengan rasa saling
menghargai terhadap semua yang terlibat (Friedman, Bowden, &
Jones, 2010).
d. Kemitraan (partnership)
Kemitraan dilakukan untuk upaya kesehatan lansia dengan
depresi yaitu menjalin kemitraan dengan lintas program dan lintas
sektoral. Kemitraan dilakukan agar mengoptimalkan kegiatan
program yang direncanakan, karena suatu program berkaitan
langsung dengan sektor kehidupan yang lain. Misalnya
upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tidak hanya
dipengaruhi oleh fasilitas pelayanan kesehatan saja, namun juga
dapat dipengaruhi oleh politik, ekonomi, budaya dan sektor yang
lainnya.
Partnership juga merupakan suatu strategi negosiasi
membagi kekuasaan antara tenaga kesehatan profesional dengan
individu, keluarga, dan/atau rekan komunitas yang mempunyai
tujuan saling menguntungkan untuk meningkatkan kemampuan
individu, keluarga dan mitra masyarakat untuk melakukan
kepentingan sendiri secara efektif (Helvie, 1998).
Strategi keperawatan komunitas digunakan untuk mencapai
tujuan perawatan komunitas yaitu mempromosikan dan menjaga
kesehatan komunitas. Tujuan keperawatan akan tercapai jika
dilakukan dengan strategi keperawatan yang tepat. Strategi
keperawatan komunitas harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip
dari keperawatan komunitas (Allender, Rector & Warner, 2014).

4. Prinsip Keperawatan Komunitas


Prinsip-prinsip ditetapkan oleh ANA (2007, dalam Allender,
Rector & Warner,, 2014) untuk praktik keperawatan kesehatan
komunitas adalah sebagai berikut:

a. Fokus pada komunitas


Prinsip pertama adalah tanggungjawab perawatan
kesehatan komunitas adalah pelayanan langsung. Selain itu,
perawat kesehatan komunitas dapat memberikan intervensi untuk
individu, keluarga atau kelompok yang membutuhkan dan menjadi
bagian dalam komunitas (komunitas sebagai klien).
b. Memprioritaskan untuk kebutuhan komunitas
Prinsip kedua adalah perawat kesehatan komunitas
memprioritaskan kebutuhan komunitas. Perawat harus berusaha
untuk mempertimbangkan intervensi yang Memprioritaskan
untuk kebutuhan komunitas Prinsip kedua adalah perawat
kesehatan komunitas memprioritaskan kebutuhan komunitas.
Perawat harus berusaha untuk mempertimbangkan intervensi
yang terbaik dan yang akan diberikan kepada komunitas.
c. Bekerja bersama anggota masyarakat
Prinsip ketiga adalah perawat bekerja bersama-sama
dengan komunitas (komunitas sebagai rekan kerja) dalam
mencapai tujuan intervensi keperawatan kesehatan komunitas.
Perawat dan anggota komunitas masing-masing memiliki sistem
nilai, kepercayaan dan keahlian masig-masing dalam hubungan
kerjanya. Perkembangan kebijakan dan jaminan lebih
memungkinkan untuk bisa diterima dan diterapkan sebagai dasar
pertimbangan saling menghormati satu sama lain.
d. Fokus pada pencegahan primer
Prinsip keempat adalah keperawatan kesehatan komunitas
menekankan pada pentingnya tindakan pencegahan primer dalam
promosi kesehatan masyarakat. Perawat kesehatan komunitas
berinisiatif untuk menemukan kelompok berisiko tinggi, potensial
masalah-masalah kesehatan, dan situasi yang berkontribusi dalam
masalah kesehatan. Kemudian perawat membuat suatu program
pencegahan masalah kesehatan.

e. Promosi lingkungan yang menyehatkan


Prinsip kelima adalah merupakan hal yang penting untuk
memastikan bahwa masyarakat hidup dalam kondisi yang
mendukung kesehatan. Masyarakat akan memiliki tingkat
kesehatanyang rendah jika hidup dalam lingkungan yang tinggi
pengangguran, perumahan yang padat, tidak memiliki sumber air
bersih, serta pola hidup merokok, minum minuman keras,
penggunaan obat-obatan terlarang. Untuk mengubah kondisi
tersebut membutuhkan komitmen, ketekunan, kesabaran,
akal dan pandangan yang jangka panjang dari semua lapisan
masyarakat.
f. Target intervensi untuk semua yang membutuhkan manfaat
intervensi
Prinsip keenam adalah perawat kesehatan komunitas
memeriksa kebijakan atau program untuk menentukan apakah
kebijakan atau program tersebut dapat diakses dan dapat diterima
oleh seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan dan advokasi
untuk perubahan jika diperlukan
g. Promosi alokasi sumber daya yang optimal
Prinsip ketujuh adalah perawat kesehatan komunitas
mengetahui hasil penelitian yang efektif dari berbagai program.
Perawat juga mengumpulkan informasi tentang biaya jangka
pendek dan jangka panjang dari program.
h. Kolaborasi dengan semua pihak yang ada di komunitas
Prinsip kedelapan adalah perawat kesehatan komunitas
menekankan pada pentingnya kolaborasi dengan perawat yang
lain, pemberi pelayanan kesehatan, pekerja sosial, guru, pemimpin
agama, pengusaha dan pegawai pemerintahan di masyarakat.
Kolaborasi interdisiplin tersebut sangat penting dalam pelaksanaan
dan keefektifan program. Program tersebut direncanakan dan
dilaksanakan tanpa ada kesenjangan dan tumpang tindih dalam
pelayanan kesehatan.
Praktik keperawatan komunitas mencakup pelayanan
keperawatan komunitas dan asuhan keperawatan komunitas.
Pelayanan keperawatan komunitas perlu dikelola dan ditata dengan
fungsi-fungsi manajemen. Hal tersebut bertujuan agar pencapaian
kesehatan masyarakat menjadi lebih optimal.

BAB III
PENGKAJIAN

A. Melakukan Kajian Data Core Komunitas


Tahap pengkajian dilakukan pada tanggal 15-17 Juli 2019 yang dilakukan
oleh 10 mahasiswa. Berdasarkan data yang didapat dari kelurahan Bergas Lor
didapatkan jumlah KK pada RW 7 sikunir berjumlah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Jumlah KK setiap RT
RT Jumlah KK
01 30
02 71
03 32
04 69
05 57
06 60
07 71
Jumlah 390

a. Jumlah penduduk
Berdasarkan hasil pengkajian di Rw 07 Dusun Sikunir kelurahan Bergas
Lor, didapatkan data jumlah penduduk sebanyak 1.438 jiwa.
b. Jenis kelamin
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1 Laki-laki 704 49%
2 Perempuan 734 51%
Jumlah 1438 100%

Jenis Kelamin

Perempuan; Laki-laki;
49.00% 51.00%

Berdasarkan diagram diatas warga Kelurahan Bergas Lor Rw 7


Sikunir terdiri dari 51% laki-laki dan 49% perempuan.
c. Pendidikan
Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
N Pendidikan Frekuens Prosentase
o i
1 Tidak/Belum Sekolah 406 28,2%
2 SD 269 18,7%
3 SMP 231 16%
4 SMA 336 23,3%
5 Diploma 35 2,4%
6 Sarjana/Strata 1 65 4,5%
7 Strata 2 10 0,6%
8 Belum Tamat SD/Sederajat 86 6,1%
Jumlah 1438 100%

d. Kelompok umur (bayi, balita, usia sekolah, remaja, produktif, dan usia
lanjut).
N Umur Frekuensi Prosentase
o
1 Bayi Dan Balita 119 8,27%
2 Sekolah 392 27,2%
3 Remaja 119 8,27%
4 Dewasa 847 58,9%
6 Lansia 90 5,56%
Jumlah 1438 100%
Presentase di Kelurahan Bergas Lor, RW 4 Dusun Sikunir

Dewasa; 13.00%
Bayi dan balita; 13.00%
Usia Sekolah; 10.00%

Remaja; 60.00%

e. Agama
Islam : 86.23 %
Kristen : 8,64%
Katolik : 5,12%

Islam Kristen Katolik

8.64% 5.12%

86.24%

f. Status perkawinan
Kawin : 48,7 %
Belum kawin : 45,2 %
Cerai hidup : 1,8 %
Cerai mati : 4,1 %

status perkawinan

cerai hidup; 1.84% cerai mati; 2.93%

belum kawin; 42.40% kawin; 52.62%

g. Bahasa
Bahasa yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari di
Kelurahan Begas Lor Rw 7 Sikunir adalah menggunakan bahasa jawa.
h. Penghasilan
Penghasilan dari warga mengikuti UMR sebanyak Rp.1.600.000,- -
Rp.1.745.000,-
i. Budaya masyarakat sekitar (bahasa, keyakinan-keyakinan berkaitan
dengan penyakit / kesehatan)
Bahasa yang digunakan sehari-harinya adalah bahasa jawa.
Keyakinan yang berkaitan dengan penyakit/kesehatan biasanya
masyarakat apabila sakit tidak langsung berobat ke dokter atau rumah
sakit melainkan ke apotik terlebih dahulu untuk membeli obat sesuai
dengan keluhan. Apabila dirasa sakit tidak kunjung membaik barulah ke
rumah sakit atau puskesmas.
B. Melakukan kajian wishield survey
a. Batas wilayah
Barat : Desa Pagersari
Timur : Kelurahan Ngempon
Timur Laut : Kelurahan Karangjati
Utara : Kelurahan Wujil
Selatan : Desa Bergas Kidul
b. Pembagian wilayah
Wilayah di Kelurahan Bergas Lor khususnya di RW 07 dibagi atas 7 RT
dengan pembagian wilayah:
RT 01 dari arah barat monumen lemahbang sampai akhir perumahan
Jasmine. RT 02 dari arah barat Alfamart sampai ke Masjid Nurul Huda. RT
03 dari masjid Nurul Huda kearah timur sampai jalan Semarang-Solo. RT 4
dari belakang kantor BPTP ke arah barat sampai dengan jembatan. RT 5
dari jembatan ke arah utara sampai dengan kebun pohon pring. RT 6 dari
makam timur sampai dengan makam barat. RT 7 dari patung besar arca
ganesha sampai dengan tower telekomunikasi berdekatan dengan
poskamling RT 3.
c. Kondisi perumahan (padat atau kumuh)
1) Bangunan
Mayoritas bangunan di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir padat.
Hampir sama antara satu rumah dengan yang lain. Rata-rata bangunan
rumah terbuat dari tembok permanen, lantai rumah terbuat dari keramik,
dan atap dengan menggunakan atap genting.
2) Arsitektur
Hampir sama antara satu rumah dengan yang lain. Lantai yang
terbuat dari keramik. Rata-rata di setiap rumah terdapat jendela dengan
pencahayaan.
3) Keunikan lingkungan
Banyak tanah kosong di sekitar rumah yang dimanfaatkan untuk
lahan usaha.
4) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir rata-
rata sudah bersih. Tetapi masih terdapat beberapa rumah yang
membiarkan tempat ember, kaleng dan lain-lain tergelatak dan digenangi
air.
5) Observasi terhadap keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat
Masyarakat di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir kebanyakan
bekerja sebagai Karyawan Pabrik dan karyawan swasta yang mayoritas
warga berangkat pada pagi hari dan pulang pada sore hari atau malam
hari. Oleh karena itu, perilaku masyarakat di daerah ini cenderung
tertutup atau kurang bersosialisasi dengan warga lain.
6) Tanda kerusakan
Sarana untuk lingkungan di sekitar Rw 7 sudah tersedia tetapi
pemanfaatannya masih belum maksimal dan kesadaran untuk merawat
sarana tersebut juga masih kurang. Seperti halnya pos ronda yang berada
di RT 02 dibiarkan kotor dan tidak terpakai.
7) Area rekreasi
Di wilayah Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir tidak terdapat area
rekereasi.
8) Tempat umum (sarana ibadah)
Sarana ibadah yang tersedia di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir
hanya 1 masjid.
9) Pertokoan/pasar
Di wilayah Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir tidak terdapat
pasar. Hanya saja disana warga memanfaatkan halaman rumah sebagai
lahan usaha seperti pertokoan kecil atau toko sembako.
10) Transportasi
Masyarakat di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir kebanyakan
sudah memiliki kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil.
Sehingga untuk transportasi warga menggunakan kendaraan pribadi.

11) Pusat pelayanan sosial dan kesehatan


Pusat pelayanan sosial di wilayah Kelurahan Bergas Rw 7 Sikunir
tidak terdapat kegiatan lansia yang diadakan setiap satu bulan sekali.
Pelayanan kesehatan yang ada di dekat daerah ini antara lain banyak
terdapat apotik, puskesmas, klinik atau praktek dokter.
12) Pos bencana/perlindungan
Belum terdapat pos bencana/perlindungan di wilayah Kelurahan
Bergas Lor Rw 7 Sikunir.
3. Melakukan kajian 8 elemen sub sistem keperawatan komunitas
a. Fisik dan lingkungan perumahan
1) Bunyi bising, bau, debu, dan lain-lain berkaitan dengan masalah
pencemaran
Wilayah di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir tidak terlalu bising
walaupun dekat dengan jalan raya. Tidak terdapat pabrik dan tidak ada
sampah yang menumpuk sehingga tidak menimbulkan bau dan debu
yang mengganggu masyarakat. Disamping perkampungan terdapat satu
usaha laundry yang cukup besar dan pekerjanya kebanyakan adalah
masyarakat setempat. Terkait dengan limbah air bekas dari laundry belum
diketahui dibuang dimana namun menurut keterangan warga setempat,
dahulu sudah pernah di protes karena air limbah dibuang diselokan yang
melewati rumah warga.
2) Kondisi pemukiman
Mayoritas bangunan di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir cukup padat
karena jarak antar rumah sangat dekat bahkan banyak yang temboknya
gabungan. Bangunan hampir sama antara satu rumah dengan yang lain.
Rata-rata bangunan rumah terbuat dari tembok permanen, lantai rumah
terbuat dari keramik, dan atap dengan menggunakan atap genting. Dan
rata-rata di setiap rumah terdapat jendela dengan pencahayaan yang baik.

3) Sanitasi
a) Penyediaan air bersih
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir masyarakat
menggunakan sumber air sumur dan PAM.
b) Penyediaan air minum
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir air minum yang di
konsumsi berasal dari sumur dan PAM yang dimasak terlebih dahulu.
Ada juga yang membeli air minum dalam kemasan galon.
c) Penggunaan jamban
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir untuk penggunaan
jamban dengan jamban jongkok (leher angsa). Dan seluruh rumah
sudah memiliki septic tank masing-masing.
d) Sarana pembuangan air limbah
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir untuk sistem
pembuangan limbah dengan menggunakan got yang terbuka dan
alirannya lancar.
e) Pengelolaan sampah
Di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir sudah terdapat tempat
pembuangan sampah akhir. Sehingga warga membuang sampah di
depan rumah masing-masing sebelum diambil oleh petugas kebersihan
dari kelurahan setempat.
f) Polusi udara, air, tanah atau suara kebisingan
Di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir untuk polusi udara terdapat di
rumah-rumah yang berada di pinggir jalan karena beberapa rumah
terletak dipinggir jalan raya Lemah abang - Bandungan. Kualitas air di
daerah ini bersih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Suara
kebisingan berasal dari jalan raya Lemah abang – Bandungan.
g) Sumber polusi
Sumber polusi yang ada di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir
adalah dari jalan raya Lemah abang – Bandungan

4) Kondisi geografis
Posisi geografis di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir terletak di
dataran tinggi daerah pegunungan.
b. Pendidikan
1) Tingkat pendidikan
N Pendidikan Frekuensi Prosentase
o
1 Tidak/Belum Sekolah 406 28,2%
2 SD 269 18,7%
3 SMP 231 1%
4 SMA 336 23,3%
5 Diploma 35 2,4%
6 Sarjana/Strata 1 65 4,5%
7 Strata 2 10 0,6%
8 Belum Tamat SD/Sederajat 86 6,1%
Jumlah 1438 100%

2) Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal dan informal)


a) Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas
Di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir terdapat fasilitas pendidikan
formal seperti PAUD, SD Negeri serta pendidikan informal yang ada
di daerah ini adalah TPQ.
b) Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia
Rata-rata sumber daya manusia yang ada di Kelurahan BergasLor
RW 07 Sikunir sudah memiliki pekerjaan tetap.
3) Jenis bahasa yang digunakan
Masyarakat di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir umumnya
menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari namun ada juga
yang menggunakan bahasa Indonesia.
4) Prosentase kelompok / masyarakat yang buta huruf
Masyarakat di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir sebagian besar
pernah mengenyam pendidikan minimal SD sehingga dapat membaca.
5) Apakah kelompok memerlukan pengetahuan khusus
6) Apakah tersedia sumber pendidikan khusus
Di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir tidak terdapat fasilitas
pendidikan khusus.
c. Keamanan dan Transportasi
1) Jenis kriminalitas yang ada : hasil dari pengkajian dari wawancara
terhadap ketua RT dan masyarakat didapatkan hasil bahwa di daerah RW
07 pernah terjadi tindakan kriminal seperti pencurian dan penipuan yang
dilakukan oleh orang yang mengaku-ngaku sebagai mahasiswa dan
hasilnya warga banyak kehilangan uang dan juga barang berharga
2) Jenis pelayanan keamanan yang ada : terdapat pos kamling yang berada di
setiap RT namun tidak ada satpam yang bertugas khusus untuk menjaga
wilayah di RW 7
3) Sistem keamanan lingkungan : dilakukannya ronda malam yang dikelola
oleh warga dan pemimpin setempat
4) Penanggulangan bencana : belum ada
5) Penanggulangan kebakaran : belum ada, namun biasanya jika kebakaran
terjadi warga akan menelpon pemadam kebakaran atau membantu
sebisanya
6) Penanggulangan polusi udara, air dan tanah : pada wilayah RW 07 tidak
terdapat pabrik yang namun berdekatan dengan jalan raya sehingga polusi
yang didapatkan kebanyakan bersumber dari kendaraan, untuk sumber air
warga lebih banyak menggunakan air PAM dibandingkan dengan sumur
7) Kondisi jalan : jalan di sekitar RW 07 cukup bagus dan beraspal, wilayah
RW 07 berdekatan dengan jalan raya
8) Jenis transportasi yang dimiliki/digunakan masyarakat : masyarakat RW
07 rata-rata memiliki kendaraan roda 2 dan sebagia memiliki kendaraan
roda 4
9) Sarana transportasi yang digunakan : wilayah RW 07 yang tempatnya
berdekatan dengan jalan raya sehingga untuk mengakses trasnportasi
umum seperti angkot sangat mudah dan dekat
d. Politik dan Kebijakan Pemerintah
1) Adakah struktur organisasi dalam komunitas : struktur organisasi di RW
07 dimulai dari ketua RW kemudian ketua RT kemudian diikuti tokoh
masyarakat dan pengurus-pengurus
2) Kelompok organisasi dalam komunitas : terdapat kelompok karang
taruna, ibu –ibu PKK dan kader kesehatan , persatuan tani serta
organisasi bapak-bapak yang biasanya berkumpul untuk mendiskusikan
kegiatan-kegiatan dan pengajian setiap malam jumat
3) Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan : kader masyarakat
yang membantu untuk kegiatan posyandu
e. Pelayanan kesehatan dan sosial
1) Jenis pelayanan kesehatan yang ada
Pelayanan kesehatan yang ada di dekat daerah ini antara lain banyak
terdapat puskesmas, dantempat praktek perawat.
2) Jumlah pelayanan kesehatan
Terdapat 1 puskesmas, dan 1 tempat praktek perawat
3) Lokasi pelayanan kesehatan
Jarak tempuh antara desa Sekunir RW 07 dengan pelayanan kesehatan
kurang dari 10 menit.
4) Sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan dan kader)
5) Karakteristik pemakai pelayanan kesehatan
Masyarakat desa Sekunir RW 07 ketika mereka merasa dirinya sakit,
mereka akan pergi ke apotik terlebih dahulu untuk membeli obat. Jika
merasa belum sembuh, masyarakat baru pergi ke pelayanan kesehatan
yang terdekat.
6) Jumlah kunjungan
7) Sistem rujukan
Sistem rujukan yang tersedia yaitu puskesmas

8) Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan) meliputi lokasi, kepemilikan, dan


kecukupan
Di wilayah RW 07 desa Sekunir tidak terdapat pasar. Hanya saja disana
warga memanfaatkan halaman rumah sebagai lahan usaha seperti
pertokoan kecil atau toko sembako, usaha loundry, dan lain-lain.
f. Sistem komunikasi
1) Sarana umum komunikasi
Sarana komunikasi yang digunakan rata-rata sudah semua menggunakan
telepon pribadi.
2) Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas
Jenis komunikasi yang digunakan dalam komunitas adalah grup yang
terdapat dalam telpon pribadi.
3) Apakah tersedia papan pengumuman
Tersedia papan pengumuman
4) Apakah jenis area pertemuan kelompok
Area pertemuan kelompok biasanya diadakan di rumah ketua RW.
g. Ekonomi
1) Komposisi pekerjaan
Sebagian besar masyarakat di RW 7 bekerja sebagai karyawan swasta
(pabrik).
2) Jumlah pengangguran
Jumlah pengangguran di RW 7 hanya sebagian kecil saja.
3) Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan (sesuai UMR kabupaten semarang)
Penghasilan rata-rata masyarakat 1,2 – 1,5 setiap bulannya
4) Jumlah pengeluaran tiap bulan
Pengeluaran tiap bulan dari masing-masing warga berbeda, tergantung
dengan tingkat kebutuhan yang diperlukan warga tersebut.
5) Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lansia
Pekerja dibawah umur: -
Ibu rumah tangga: sebagian besar warga RW 7 menjadi ibu rumah tangga
Lansia: jumlah lansia di RW berjumlah 80.
6) Prosentase anggota masyarakat yang hidup di garis kemiskinan

Eonomi

bel um/tida k bekerja buruh peda gang


PNS pegawai s uwasta petani
kari awan s uwasta wi ras uwa sta

h. Rekreasi
1) Tempat rekreasi untuk masyarakat
Tidak ada tempat rekreasi di wilayah RW 7
2) Fasilitas untuk kegiatan olahraga
Tidak terdapat fasilitas untuk kegiatan olahraga.
3) Nilai / keyakinan masyarakat tentang rekreasi
Kegiatan rekreasi yang dilakukan warga RW 7 yaitu menonton TV,
mendengarkan radio, berkunjung ke rumah keluarga.
4. Mengidentifikasi POKJAKES
1. Adakah POKJAKES
Ada pokjakes, namun untuk RW 07 tidak ada karena adanya di tingkatan
RW.
2. Sejak kapan
3. Bagaimana tugas POKJAKES
a. Mengidentifikasi dan memfasilitasi kesehatan usia lanjut (usila) di
wilayahnya :
1. Kesehatan usia lansia sering memeriksakan kesehatan di
pengobatan gratis
2. Aktivitas dan olahraga usila
Belum ada kegiatan aktivitas dan olahraga usila
3. Memotivasi posyandu usila
Sering di motivasi namun tidak datang ketika posyandu
b. Mengidentifikasi dan memfasilitasi kesehatan remaja dan pemuda
Penyuluhan napza (narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya :Belum ada
c. Penggerak dan motor kesehatan lingkungan :
1) Sanitasi lingkungan
Penyedian air bersih : Air bersih dari mata air sumur, PAM, air
laundry, dan PDAM
2) Penanggulangan sampah-sampah dan desain tempat sampah : Sampah
di RW 07 dikelola dengan baik, dikarenakan warga RW 7 setiap
bulannya dipungut biaya Rp 10.000 ribu untuk pengelolaan sampah
yang dilakukan oleh TPU.
3) Pemanfaatan pekarangan : Di RW 07 setiap pekarangan dimanfaatkan
untuk penananaman tanaman hias.
4) Drainase/saluran air hujan/limbah warga : Di RW 07 pembuangan
drainase limbah cair langsung ke got atau peralon yang telah
disediakan dan untuk peralon langsung di alirkan ke sungai.
5) Adakah kader kesehatan
Di RW 07 tidak ada kader kesehatan, karena untuk kader kesehatan di
jadikan satu di setiap RW. Sehingga untuk kader kesehatan hanya ada
pada tingkat RW.
5. Melakukan kajian masalah kesehatan yang ada di komunitas
a. Bayi dan balita
1) Jumlah bayi dan balita : 119 anak
2) Keluhan : -
3) Cakupan kunjungan posyandu : 58 anak yang aktif di RW 07
4) Cakupan imunisasi : sudah merata
5) Kejadian gizi buruk : 1 balita di RW 07 yang mengalami gizi buruk.
b. Anak-anak : 392 anak
c. Remaja : 119 jiwa
d. Dewasa : 847
e. Lansia : 90 jiwa
f. Ibu hamil : 2
g. Ibu menyusui : 3
h. Kelompok khusus dengan penyakit menular : -
i. Kelompok khusus dengan penyakit degenerative : 30
6. Indikator derajat kesehatan masyarakat
7. UKS
a. Pendidikan kesehatan
1) Kebersihan pribadi
2) Makanan bergizi
b. Pelayanan kesehatan
1) Promotif : Penyuluhan kesehatan
2) Preventif : Imunisasi, pemberantasan sarang nyamuk, pengobatan
sederhana oleh dokter kecil, kegiatan penjaringan kesehatan
3) Kuratif dan rehabilitatif : pengobatan ringan untuk mengurangi derita
sakit pertolongan pertama di sekolah serta rujukan medik ke puskesmas
terdekat.
c. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat
1) Aspek fisik
a) Penyediaan dan penampungan air bersih
Sekolah di RW 7 sudah tersedia air bersih, melalui pam/PDAM
b) Pengadaan dan pemeliharaan air limbah
Air di buang ke penampungan yang sudah disediakam
c) Pemeliharaan WC atau kamar mandi
Kamar mandi dan WC biasanya dibersihkan setiap hari oleh penjaga
sekolah
d) Pemeliharaan kebersihan dan kerapihan ruang kelas, perpustakaan,
dll
Pemeliharaan kebersihan dan kerapian ruang kelas, perpustakaan dll
selalu di bersihan oleh murid-murid yang berada disekolah setiap
hari.
e) Pemeliharaan kebersihan dan keindahan halaman dan kebun sekolah
Di halaman sekolah terdapat berbagai tanaman yang sudah tertata
rapi.
f) Pengadaan dan pemeliharaan pagar sekolah
Sudah terdapat pagar sekolah untuk keamanan dan keselamatan
siswa.
2) Aspek mental (tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang erat
antar seksama warga sekolah)
a) Bakti sosial mayarakat sekolah terhadap lingkungan
Tidak ada
b) Perkemahan
Sudah ada esktrakulikuler pramuka di sekolah dan masih aktif
sampai sekarang
c) Darmawisata
Setiap kenaikan kelas dilakukan kegiatan rekreasi
d) Musik dan olahraga
Sudah terdapat ekstrakulikuler seperti drum band dan kegiatan olah
raga yang dilakukan setiap hari oleh siswa
e) PMR, kader kesehatan
Sudah tersedia pelayanan kesehatan disekolah

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT LANSIA

A. Hasil Pengkajian
1. Jumlah lansia
Berdasarkan data yang didapat dari kelurahan Bergas Lor
didapatkan jumlah lansia dari umur > 60 tahun sebanyak 90 orang. Dengan
jumlah laki-laki sebanyak 46 orang dan perempuan sebanyak 44 orang.
Tabel 4.1
Jumlah lansia setiap RT
RT Jumlah KK
01 12
02 18
03 9
04 15
05 14
06 7
07 15
Jumlah 90

Table 4.2
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1 Laki-laki 46 51%
2 Perempuan 44 49%
Jumlah 90 100%

2. Jumlah sampel setiap RT


Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus slovin
didapatkan jumlah sampel sebanyak 48 lansia dimana disetiap RT dibagi
menjadi beberapa sampel menggunakan rumus proporsional random
sampling.
Tabel 4.3
Hasil proporsional random sampling
RT Jumlah
01 6
02 10
03 5
04 8
05 7
06 4
07 8
Jumlah 48
3. Masalah-masalah yang ditemukan saat pengkajian
Setelah dialakukan pengkajian di RW 7 dari tanggal 18-21 Juli
2019 kepada 48 lansia didapatkan beberapa permasalahan yang terjadi
pada lansia yaitu : Hipertensi, Gangguan Kualitas Tidur, Depresi pada
Lansia, Osteoartritis, Konstipasi.
Tabel 4.4
Permasalahan Kesehatan Pada Lansia
Permasalahan Jumlah
kesehatan lansia
Kualitas tidur 10
Hipertensi 19
Depresi 11
Konstipasi 8
Osteoarthritis 7

a. Temuan masalah Hipertensi


1) Analisa Situasi Lansia dengan masalah kurangnya pengetahuan
kader untuk mengatasi lansia
Berdasarkan hasil observasi, pengkajian dan juga
wawancara pada tanggal 15 sampai 18 july 2019 dengan tokoh
masyarakat terkait, jumlah lansia di RW 07 adalah 90 lansia. Untuk
melakukan pengukuran tekanan darah, mahasiswa menggunakan
rumus Slovin untuk mengambil sample yang dapat mewakili
jumlah populasi dan diperoleh angka 48 lansia yang akan dijadikan
sample. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah yang
dilakukan oleh mahasiswa kepada lansia, dari 48 lansia yang
dilakukan pengukuran tekanan darah, ditemukan sejumlah 19
lansia mengalami tekanan darah tinggi rata-rata 160/90 mmHg,
angka tersebut menunjukkan bahwa lansia mengalami hipertensi
karena tekanan darah diatas 140/90 sudah dikategorikan hipertensi
pada lansia (Smeltzer & Bare, 2013).
Tabel 4.4
Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah Pada Lansia
No Nama Umur RT TD
180/10
1 Ny. S 67 RT 1
0
2 Tn. B 62 RT 1 120/80
3 Ny. C 61 RT 1 120/70
4 Tn. D 63 RT 1 100/80
5 Ny. W 67 RT 1 160/80
6 Ny. Z 60 RT 1 100/70
7 Tn.K 71 RT 2 150/80
8 Ny. J 70 RT 2 120/80
9 Tn. S 78 RT 2 150/90
10 Ny. S 69 RT 2 120/70
11 Tn. J 65 RT 2 180/80
12 Ny. SA 63 RT 2 120/80
13 Tn. S 64 RT 2 160/90
14 Ny. T 63 RT 2 160/80
15 Tn. B 67 RT 2 110/70
16 Ny. KI 62 RT 2 120/70
17 Ny. J 61 RT 3 160/80
18 Ny.S 85 RT 3 100/70
19 Tn. J 70 RT 3 140/80
20 Ny. M 65 RT 3 160/80
21 Ny. LI 66 RT 3 110/90
22 Tn. BE 69 RT 4 120/80
23 Tn. WS 60 RT 4 160/80
24 Tn. T 68 RT 4 110/70
25 Tn. PL 65 RT 4 120/70
26 Ny. V 72 RT 4 150/80
27 Ny. SB 67 RT 4 120/90
28 Ny. PA 63 RT 4 110/90
29 Tn. DE 61 RT 4 120/90
30 Tn. WR 60 RT 5 170/80
31 Tn. P 64 RT 5 120/70
32 Ny. LE 65 RT 5 160/90
33 Ny. R 63 RT 5 120/80
34 Tn. C 63 RT 5 150/80
35 Tn. SE 72 RT 5 110/70
36 Ny. B 71 RT 5 120/80
37 Tn. PE 67 RT 6 120/80
38 Tn. S 72 RT 6 150/80
39 Tn. SR 68 RT 6 150/90
40 Ny. S 65 RT 6 160/80
41 Tn. P 60 RT 7 120/90
42 Tn. K 65 RT 7 110/70
43 Ny. E 60 RT 7 190/80
44 Ny. M 60 RT 7 120/70
45 Ny. P 80 RT 7 110/70
46 Ny. SA 61 RT 7 120/80
47 Ny. J 60 RT 7 150/80
48 Ny. G 62 RT 7 110/80

Melihat hasil yang sudah dijabarkan pada tabel, penderita


hipertensi cukup banyak dan berdasarkan hasil wawancara dengan
lansia, lansia sudah lama tidak memeriksakan tekanan darahnya
sehingga tidak pernah tahu bagaimana kondisi kesehatannya, naik
turun tekanan darahnya dan juga penanganan dari tekanan
darahnya apabila terjadi peningkatan.
Berdasarkan wawancara dengan Kader Kesehatan,
masyarakat setempat dan khusunya lanjut usia pada tanggal 20-21
july 2019 mengatakan bahwa tidak adanya kegiatan rutin yang
diselenggarakan untuk lansia oleh kader RW 07 serta tidak adanya
bukti berupa pencatatan kegiatan yang mungkin sudah pernah
dilakukan. Hal tersebut diperjelas oleh keterangan dari masyarakat
setempat yang menyatakan bahwa hampir kurang lebih 5 tahun ini
tidak berjalannya kegiatan Posbindu, sehingga lansia tidak
mengetahui kondisi ataupun masalah kesehatannya secara berkala.
Dikarenakan tidak diketahuinya masalah kesehatan yang dialami
oleh lansia, secara otomatis lansia pun belum mengetahui tentang
cara atau intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
kesehatannya khususnya hipertensi.
Hal tersebut juga didukung dengan minimnya kader di RW
07. Tercatat berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh
masyarakat yang telah disebutkan diatas, hanya terdapat 7 kader di
RW 07 itupun tidak aktiv melakukan kegiatan karena jarang ada
kegiatan. Dari kedua data yang telah disebutkan, perlu adanya
tindak lanjut terkait penanganan masalah pada lansia dan
menggerakkan kader untuk ikut serta dalam pengelolaan lansia di
wilayah RW 07. Pembentukan kader serta pembuatan program-
program kegiatan perlu diadakan agar masyarakat memiliki
aktivitas rutin yang dapat membantu meningkatkan derajat
kesehatan.
Terkait dengan pembentukan kader, dapat dibentuk baru
atau penggabungan dari anggota lama dan anggota baru. Setelah
kader terbentuk maka perlu adanya penyuluhan dan pelatihan
untuk kader agar mampu mengelola agregat lansia khususnya dan
harapannya semakin berkembang mampu mengelola agregat
lainnya seperti balita, dewasa, ibu hamil dan lain sebagainya.
Kader-kader yang terpilih harapannya dapat menjadi pendorong
masyarakat untuk lebih peduli dengan lingkungan serta kesehatan
khususnya.
2) Analisis siatuasi lansia hipertensi dengan kurang pengetahuan
terapi komplementer (pijat refleksi kaki)
Data diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan
ketua RT dan keluarga lansia dengan hipertensi yang dilakukan
pada tanggal 15-21 juli 2019. Data yang paling banyak didapatkan
adalah penyakit tidak menular yang paling dominan diderita oleh
lansia di RW 7 yaitu Hipertensi. Dari 48 lansia yang telah di
sampling sebanyak 19 lansia menderita hipertensi. Data
didapatkan ketika melakukan wawancara langsung dengan lansia
dan pengukuran tekanan darah terhadap lansia, hasil pengukuran
yang didapat rata-rata lansia tekanan darahnya 160/90 mmhg.
Dikatakan tekanan darah tinggi jika tekanan darah >140/90 mmhg
(Smeltzer & Bare,2013).
Berdasarkan hasil pengkajian wawancara dengan lansia
hipertensi didapatkan bahwa ketika tekanan darahnya tinggi
mereka hanya mengkonsumsi obat-obatan yang didapatkan dari
dokter dan ketika sakit baru periksa kedokter bahkan ada yang
tidak memeriksakan diri kepelayanan kesehatan, dan ketika ditanya
terkait dengan penggunaan terapi komplementer (pijat refleksi kaki
hipertensi) untuk penurunan tekanan darah kebanyakan dari lansia
tindak mengerti manfaat, caranya dan bahkan belum pernah
mendengar terkait pijat kaki refleksi tersebut untuk menurunkan
tekanan darah tinggi. Berdasarkan wawancara dengan kuluarga
pasien dengan lansia hipertensi ternyata mereka juga tidak
mengerti dengan pijat refleksi kaki untuk menurunkan tekanan
darah.
Dari data yang telah ditabulasi yaitu 19 orang lansia dengan
hipertensi, sebanyak 9 lansia hipetrensi yang memenuhi kriteria
populasi untuk dilakukan pemijatan reflaksi kaki hipertensi rata-
rata keluhan lansia tersebut kepala pusing, susah tidur, stress,
kelelahan fisik dan kelemahan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari 19 lansia
hipertensi didapatkan hasil 9 lansia yang sesuai dengan kriteria
untuk mengikuti pijat refleksi kaki menurunkan tekanan darah.
Kriteria lansia / indikasi yang diikuti untuk pijat refleksi
kaki hipertensi yaitu :
a. Lansia yang mengalami kelelahan fisik
b. Lansia dengan migrain/pusing
c. Gangguan tidur
d. Stress pekerjaan
e. Lansia dengan tekanan darah >150/90 mmhg yang
mengganggu aktivitasnya
f. Lansia yang tidak mau mengikuti kegiatan
Kontraindikasi pijat refleksi kaki hipertensi yaitu :
a. Lansia dengan cedera fisik
b. Lansia dengan stroke

c. Lansia dengan komplikasi luka DM

Tabel 4.5

Lansia Pijat Refleksi Kaki


RT Jumlah
01 0
02 2
03 3
04 1
05 0
06 2
07 1
Jumlah 9

3) Analisis situasi lansia hipertensi dengan kurang pengetahuanya


mengenai terapi komplementer (ROP) untuk menurunkan hiprtensi
Berdasarkan hasil tabulasi data dari setiap kelompok
permasing-masing RT didapat data bahwa penyakit yang paling
banyak di derita lansia di RW 7 adalah penyakit tidak menular
yaitu DM, Asam Urat, Stroke, Rematik , Osteoatritis, penyakit
jantung dan hipertensi. Penyakit yang paling banyak diderita lansia
RW 7 adalah Hipertensi sebanyak 19 orang.
Jumlah lansia yang menderita Hipertensi yaitu 18 orang,
hasil pengkajian didapatkan bahwa rata-rata lansia mengalami
hipertensi dikarenakan faktor pola makan,pola tidur yang tidak
teratur, kelelahan, stress dan faktor yang kedua masih banyak
lansia yang belum melakukan pemeriksaan kesehatan di pelayanan
kesehatan biasanya lansia akan memeriksakan kesehatannya jika
sudah mengalami gejala penyakit seperti pusing, pening, dan
menggunggu tidurnya, pengelihatannya kabur dll.
Faktor pencetus lansia tidak rutin melakukan pemeriksaan
kesehatan di pelayanan kesehatan dikarenakan tempat pelayanan
yang kurang terjangkau dimana lansia tidak didukung dengan akses
transportasi (pengantar) yang kebanyakan anggota keluarga yang
sibuk bekerja, masih banyak lansia yang merokok.Selain itu
program posyandu / posbindu yang beberapa tahun terakhir sudah
tidak berjalan dengan lancar baik di RW/RT-nya sendiri, sehingga
banyak lansia yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan dan
merasa tidak berminat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan,
sehingga lansia gagal dalam mencapai pengendalian yang optimal
dan juga gagal dalam melakukan pencegahan masalah kesehatan.
Berdasarkan hasil pengkajian juga didapatkan data bahwa
rata-rata lansia belum mengetahui bagaimana cara untuk
mengontrol tekanan darah mereka menggunakan terapi
komplementer seperti ROP (Relaksasi Otot Progresif), rata-rata
lansia hanya mengetahui bagaimana cara mengobati hipertensi
dengan obat-obatan.
Berdasarkan hasil pengkajian secara wawancara dan
observasi didapatkan hasil terdapat 9 lansia yang sesuai dengan
kriteria (mengalami hipertensi) untuk mengikuti kegiatan ROP
untuk menurunkan hipertensi, adapun kriteria yang tidak bisa
mengikuti kegiatan ROP adalah :
a. Lansia yang mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak
dapat menggerakkan badannya karena stroke.
b. Lansia yang menjalani perawatan tirah baring (bed rest).

c. Lansia yang tidak bersedia mengikuti kegiatan


Tabel 4.6
Jumlah Lansia Yang Sesuai Kriteria
RT Jumlah
01 0
02 4
03 2
04 2
05 2
06 1
07 0
Jumlah 9

4) Analisis situasi lansia hipertensi dengan kurang pengetahuan


tentang diet hipertensi
Berdasarkan hasil tabulasi data yang didapatkan dari setiap
kelompok permasing-masing RT didapat data bahwa penyakit yang
paling banyak di derita lansia di RW 7 adalah penyakit tidak
menular yaitu DM, Asam Urat, Stroke, Konstipasi, Rematik ,
Osteoatritis, penyaki tjantung dan hipertensi.
Penyakit tidak menular yang paling banyak diderita oleh
lansia di RW 7 yaitu Hipertensi sebanyak 19 lansia, hasil
pengkajian didapatkan bahwa rata-rata lansia mengalami hipertensi
dikarenakan faktor pola makan (kebiasaan kurang makan buah dan
sayur, konsumsi garam berlebih) pola tidur yang tidak teratur,
kurang aktivitas fisik, merokok dan stress.
Berdasarkan hasil kuesioner jumlah lansia yang kurang
pengetahuan tentang diit hipertensi dari 19 lansia didapatkan
sebanyak 6 orang di RW 7 sikunir Bergas Lor.
Tabel 4.7
Jumlah Lansia Kurang Pengetahuan Tentang Diet Hipertensi

RT Jumlah
01 0
02 2
03 0
04 1
05 2
06 1
07 0
Jumlah 6

b. Analisi Situasi Lansia dengan masalah Kualitas Tidur Buruk


1) Analisis situasi lansia dengan masalah kurang pemahaman kader
dan keluarga lansia mengenai penanganan kualitas tidur buruk
pada lansia.
Dari hasil data yang telah diperoleh, didapatkan 11% lansia
memiliki kualitas tidur buruk. Hal ini dibuktikan dengan
disebarkanya kuesioner pittsburgh sleep quality index (PSQI)
sebanyak 48 lansia sebagai sampel pengkajian, didapatkan 10
lansia memiliki kualitas tidur yang buruk. Pada umumnya lansia
yang memiliki kualitas tidur buruk tidak mengetahui penyebab dan
penatalaksanaan meningkatkan kualitas tidur. Selain itu mereka
selalu terbangun ditengah malam atau dinihari. Berdasarkan hasil
angket kuesioner PSQI poin 4, seluruh lansia yang memiliki
kualitas tidur buruk tidak mendapatkan perawatan dari keluarganya
untuk mengatasi permasalahan gangguan tidur.
Dari hasil wawancara mereka mengatakan susah tidur dan
hanya tidur kurang lebih 2-2,5 jam perhari, mereka juga
mengatakan setelah bangun tidur tidak merasakan badan yang
nyaman namun rasa letih yang didapatkan. Mereka sama sekali
belum pernah melakukan tindakan untuk mengatasi permasalahan
tidur tersebut.
Setelah melakukan diskusi bersama dengan perwakilan dari
lansia, keluarga dan kader kesehatan Rw 7 didapatkan bahwa kader
kesehatan kurang aktif dalam memberikan kegiatan posbindu dan
tercatat hampir 5 tahun kegiatan posbindu di Rw 7 bergas lor
vakum. Selain itu menurut hasil wawancara kader kesehatan di Rw
7 dan keluarga sama sekali belum pernah melakukan tindakan
apapun pada lansia yang memiliki kualitas tidur buruk karena
mereka tidak mengetahui penatalaksanaan untuk meningkatkan
kualitas tidur pada lansia.
2) Analisa Situasi Lansia Dengan Kurang Pengetahuan Lansia
Mengenai Cara Penanganan Gangguan Kualitas Tidur Dengan
Terapi Komplementer

Data diperoleh dari hasil observasi dan wawancaraketua RT


dan keluarga lansia dengan gangguan pola istirahat tidur yang
dilakukan pada tanggal 15-21 juli 2019. Berdasarkan hasil
koesioner didapatkan hasil bahwa terdapat 10 lansia yang
mengalami gangguan pola istirahat tidur.
Hasil wawancara yang didapatkan pada lansia rata-rata
lansia tidur jam 20.00-04.00 WIB namun para lansia mengatakan
sering terbangun tengah malam dan sulit untuk kembali tidur.
Lansia mengatakan sulit untuk beristirahat dikarenakan
mereka harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan
juga kepikiran mengenai penyakit yang diderita nya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi didapatkan
hasil bahwa sebanyak 10 lansia yang mengalami gangguan pola
istirahat tidur di RW 7 Sikunir bergas lor.
Tabel 4.8
Jumlah Lansia Yang Mengalami Gangguan Pola Istirahat Tidur
RT Jumlah
01 1
02 3
03 2
04 1
05 1
06 1
07 1
Jumlah 10

c. Analisis Situasi Lansia dengan Masalah Depresi


Dari hasil pengkajian berupa observasi dan wawancara
pada 48 sampel lansia di RW 7 didapatkan hasil bahwa dari 48
lansia terdapat 11 lansia yang mengalami depresi. Dimana dari 48
lansia 7 diantaranya mengalami depresi ringan dan 4 lainya
mengalami depresi sedang, sedangkan sisanya termasuk dalam
kategori normal.

Tabel 4.9
Jumlah Lansia Yang Mengalami Depresi
RT Jumlah
01 1
02 3
03 1
04 2
05 0
06 1
07 3
Jumlah 11

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia Depresi


Karakteristik Frekuensi (n) Persentase
Jenis Kelamin
- Perempuan 8
- Laki-laki 3 72,7
Masalah Kesehatan 27,3
6
- Hipertensi 2 54,7
- Diabetes mellitus 1 18,1
- Stroke 2 9,1
- Asam Urat 18,2
Status perkawinan 4
- Kawin 7 36,4
- Janda/duda 63,6
Pekerjaan 3
8 27,3
- Bekerja 72,7
- Tidak bekerja
4
Dukungan keluarga 36,3
2
- Rendah 18,2
5
- Sedang 45,5
- Tinggi
Pengetahuan keluarga tentang
3
depresi 27,2
3
- Rendah 27,2
5
- Sedang 45,6
- Tinggi

Total 11 100
Dari tabel 4.10 menunjukkan karakteristik 11 lansia yaitu
lebih dari separuh proporsi lansia depresi adalah berjenis kelamin
perempuan sebanyak 8 lansia (72,7%), separuh proporsi masalah
kesehatan lansia depresi adalah dengan hipertensi sebanyak 6
lansia (54,7%). Selain itu, lebih dari separuh berstatus perkawinan
janda atau duda sebanyak 7 lansia (63,6%), dan sebagian besar
proporsi lansia depresi tidak bekerja sebanyak 8 lansia (72,7%).
Keluhan yang paling banyak dialami lansia dan berdampak
pada kondisi depresi adalah penurunan aktivitas dan minat yaitu
pada 6 lansia (54,5%) dan merasakan bahwa orang disekitarnya
lebih baik daripada dirinya yaitu sebanyak 7 lansia (63,6%).
Keluhan lansia sifatnya bervariasi dan mempengaruhi
tingkatan depresi pada lansia. 11 lansia yang mengalami depresi
menunjukkan pola komunikasi yang tidak terbuka, memiliki
kebiasaan berdiam diri dan duduk sendirian di dalam rumah, serta
kurang melakukan kegiatan di luar rumah.
Hasil kuesioner yang diberikan kepada keluarga lansia yang
mengalami depresi didapatkan data bahwa dari 11 lansia yang
mengalami depresi 4 (36,3%), diantaranya memiliki dukungan
keluarga yang rendah, 2 (18,2%) dukungan sedang dan 5 (45,5%)
memiliki dukungan keluarga yang tinggi. Sedangkan untuk tingkat
pengetahuan keluarga 5 (45,6%) memiliki pengetahuan tinggi.

d. Analisis Situasi Lansia dengan Masalah Konstipasi pada Lansia


Data diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan
ketua RT dan keluarga lansia dengan konstipasi yang dilakukan pada
tanggal 15-21 juli 2019. Berdasarkan hasil tabulasi data yang
didapatkan dari setiap kelompok permasing-masing RT didapat data
bahwa penyakit yang paling banyak di derita lansia di RW 7 adalah
penyakit tidak menular yaitu DM, Asam Urat, Stroke, Konstipasi,
Rematik, penyakit jantung dan hipertensi.
Penyakit tidak menular yang diderita oleh lansia di RW 7 yaitu
konstipasi sebanyak 8 lansia, hasil pengkajian didapatkan bahwa lansia
mengalami konstipasi dikarenakan faktor pola makan yang tidak
teratur, jarang mengkomsumsi buah-buahan, sayuran, jarang
mengkomsumsi makanan yang serat. Dan faktor yang kedua masih
banyak lansia yang belum melakukan pemeriksaan kesehatan di
pelayanan kesehatan biasanya lansia akan memeriksakan kesehatannya
jika sudah mengalami gejala-gejala penyakit.
Berdasarkan hasil wawancara hasil bahwa sebanyak 8 lanisia
yang mengalami konstipasi di RW 7 Sikunir bergas lor.
Table 4.11
Tabel Jumlah Lansia Yang Mengalami Konstipasi
RT Jumlah
01 0
02 2
03 3
04 0
05 1
06 1
07 1
Jumlah 8

e. Analisis Situasi dengan Masalah Osteoartritis


1) Analisis Situasi Lansia Osteoarthritis Dengan Latihan Fisik
Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara
ketua RT dan keluarga lansia dengan Osteoatritis yang dilakukan
pada tanggal 19-21 juli 2019. Berdasarkan hasil dari tabulasi tiap
kelompok masing-masing RT didapatkan data bahwa penyakit
yang paling dominan di derita oleh lansia di RW 7 adalah penyakit
tidak menular antara lain: DM, Asam Urat, Stroke, Rematik
(Osteoartritis), Penyakit jantung dan hipertensi.
Berdasarkan wawancara dari ketua RT Kelurahan Bergas
Lor bahwa di RW 7 sebagian besar lansia yang mengalami
Rematik, bahkan ketua RW juga mengatakan ketika penyakitnya
parah baru dibawa ke puskesmas atau ke Rumah sakit terdekat.
Berdasarkan hasil wawancara faktor pencetus lansia tidak
rutin melakukan pemeriksaan kesehatan di pelayanan kesehatan
dikarenakan tempat pelayanan yang kurang terjangkau dimana
lansia tidak didukung dengan akses transportasi (pengantar) yang
kebanyakan anggota keluarga yang sibuk bekerja. Selain itu
program posyandu / posbindu yang beberapa tahun terakhir sudah
tidak berjalan dengan lancar baik di RW/RT-nya sendiri, sehingga
banyak lansia yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan dan
merasa tidak berminat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Selain itu faktor pencetus yang lain adalah lansia kurang
pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar, serta pola perilaku
lansia dalam mencari bantuan kesehatan minim.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil bahwa
sebanyak 7 lansia yang mengalami osteoatritis di RW 7 Sikunir
bergas lor.

Tabel 4.12
Jumlah Lansia Yang Mengalami Osteoatritis
RT Jumlah
01 2
02 2
03 1
04 0
05 0
06 1
07 1
Jumlah 7

2) Analisis situasi dengan osteoarthritis dengan kurang pemahaman


tentang diit nutrisi
Data diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan
ketua RT dan keluarga lansia dengan Osteoatritis yang dilakukan
pada tanggal 15-21 juli 2019.Berdasarkan hasil tabulasi data yang
didapatkan dari setiap kelompok permasing-masing RT didapat
data bahwa penyakit yang paling banyak di derita lansia di RW 7
adalah penyakit tidak menular yaitu DM, Asam Urat, Stroke,
Konstipasi, Rematik, Osteoatritis, penyakit jantung dan hipertensi.
Jumlah lansia yang menderita Osteoatritis yaitu 7 orang,
hasil pengkajian didapatkan bahwa rata-rata lansia mengalami
Osteoatritis dikarenakan faktor pola makan, pola tidur yang tidak
teratur, kelelahan, dan faktor yang kedua masih banyak lansia yang
belum melakukan pemeriksaan kesehatan di pelayanan kesehatan
biasanya lansia akan memeriksakan kesehatannya jika sudah
mengalami gejala penyakit seperti pusing, pening, dan
menggunggu tidurnya, pengelihatannya kabur dll.
Faktor pencetus lansia tidak rutin melakukan pemeriksaan
kesehatan di pelayanan kesehatan dikarenakan tempat pelayanan
yang kurang terjangkau dimana lansia tidak didukung dengan akses
transportasi (pengantar) yang kebanyakan anggota keluarga yang
sibuk bekerja, masih banyak lansia yang merokok.Selain itu
program posyandu / posbindu yang beberapa tahun terakhir sudah
tidak berjalan dengan lancar baik di RW/RT-nya sendiri, sehingga
banyak lansia yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan dan
merasa tidak berminat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan,
sehingga lansia gagal dalam mencapai pengendalian yang optimal
dan juga gagal dalam melakukan pencegahan masalah kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara di Rw 07 dapatkan 7 lansia
masih kurang pengetahuan mengenai diit osteoatritis atau makanan
yang harus di konsumsi.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil bahwa
sebanyak 8lansia yang mengalami osteoatritis di RW 7 Sikunir
bergas lor
Tabel 4.13
Jumlah Lansia Yang Mengalami Osteoatritis
RT Jumlah
01 2
02 2
03 1
04 0
05 0
06 1
07 1
Jumlah 7
A. ANALISIS DATA

N Data Fokus Diagnose Keperawatan Intervensi


o
1. 1. Dari hasil kuesioner terdapat 10 lansia tidak 1. Defisiensi kesehatan 1. Memberikan pendidikan kesehatan
mengetahui penatalaksanaan untuk komunitas berhubungan mengenai penatalaksanaan kualitas
meningkatkan kualitas tidur. dengan : tidur buruk pada lansia yang
2. Dari hasil wawancara kader kesehatan di Rw 7 a. Ketidakcukupan sumber
mengalami kualitas tidur buruk.
dan keluarga pasien tidak mengetahui daya. 2. Memberikan pendidikan kesehatan
2. Ketidakefektifan
penatalaksanaan untuk meningkatkan kualitas kepada kader dan keluarga pasien
pemeliharaan kesehatan
tidur. mengenai penatalaksanaan untuk
3. Kader kesehatan di Rw 7 dan keluarga sama berhubungan dengan :
meningkatkan kualitas tidur pada
a. Sumber daya tidak cukup
sekali belum pernah melakukan tindakan
lansia.
(misalnya., pengetahuan)
apapun pada lansia yang memiliki kualitas tidur 3. Memberikan pelatihan balance
- Mengenai terapi
buruk. exercise kepada kader dan keluarga
komplementer (ROP
4. Minimnya kader di RW 07, hanya terdapat 7
pasien untuk menjaga
untuk menurunkan
kader di RW 07. Kader yang ada kurang aktiv
keseimbangan fisiologi dan
tekanan darah)
karena tidak adanya kegiatan rutin yang
- Mengenai terapi psikologi pada lansia yang
tersusun rapi. Selain itu, tidak adanya kegiatan
komplementer (pijat mengalami kualitas tidur buruk.
rutin yang diselenggarakan untuk lansia oleh 4. Melakukan pembentukan kader
refleksi kaki)
kader RW 07. Kader yang ada rata-rata sudah - Diet Hipertensi kesehatan baru serta penggabungan
menjadi kader selama lebih dari 5 tahun ini. - Senam Hipertensi dengan kader kesehatan yang sudah
Beberapa kader mengatakan sudah pernah untuk menurunkan ada serta membuat program-
mendapatkan pelatihan di puskesmas tentang tekanan darah tinggi program atau jadwal kegiatan rutin
- Makanan (buah-
ASI eksklusif dan Stunting. bersama kader kesehatan dan tokoh
5. Kader dan masyarakat tidak mengetahui buahan) untuk
terkait yang bertemakan tentang
kondisi sekitarnya karena memang sibuk dan mengatasi konstipasi
peningkatan kesejahteraan
tidak begitu memperhatikan kondisi sekitarnya pada lansia
masyarakat khususnya lansia
- Diet nutrisi lansia
termasuk tentang penyakit yang ada di
(pengaktivan posbindu, senam
osteoarthritis
sekitarnya. Selain itu, tidak berjalannya
- Kegiatan fisik lansia mingguan, pemeriksaan kesehatan
kegiatan Posbindu, membuat lansia tidak dapat
osteoarthritis dasar dan lain-lain)
mengetahui kondisi ataupun masalah - Mengenai terapi 5. Memberikan penyuluhan atau
kesehatannya secara berkala. komplementer pendidikan kesehatan pada kader
6. Dari 48 lansia yang dilakukan pengukuran
(rendam kaki air kesehatan terkait kondisi
tekanan darah, ditemukan sejumlah 18 lansia
hangat) untuk lingkungan dan permasalahan yang
mengalami tekanan darah tinggi. Lansia
mengatasi masalah ada di lingkungan RW 07
mengatakan belum mengetahui tentang cara 6. Penyuluhan serta pelatihan terkait
gangguan pola tidur
atau intervensi yang dapat dilakukan untuk penanganan masalah yang paling
atau istirahat
mengatasi masalah kesehatannya khususnya b. Strategi koping tidak tinggi (hipertensi) dengan
hipertensi. Berdasarkan keterangan dari kader efektif, dengan batasan mengajarkan teknik Relaksasi Otot
kesehatan yang ditemui, mengatakan bahwa karakteristik NANDA-I: Progresif kepada kader kesehatan
belum pernah memberikan intervensi atau - Tidak menunjukkan dan keluarga.
7. Menjelaskan lansia apa itu ROP,
pelatihan khusus untuk menangani masalah prilaku adaptif
- Kurang dukungan serta tujuan dan manfaat
hipertensi pada lansia diwilayah RW 07.
7. Rata-rata lansia mengalami hipertensi sosial dilakukannya ROP untuk
dikarenakan faktor pola makan, pola tidur yang mengontrol tekanan darah
8. Mengajarkan lansia cara
tidak teratur, kelelahan, stress dan faktor yang
mengontrol tekanan darah dengan
kedua masih banyak lansia yang belum
- Menggunakan terapi
melakukan pemeriksaan kesehatan. Lansia
komplementer ROP (Relaksasi
masih belum mengetahui bagaiman cara
Otot Progresif)
mengontrol tekanan darah dengan Dengan indikasi
a. Lansia dengan hipertensi
menggunakan terapi komplementer
8. Hasil pengkajian dan observasi didapatkan Kontra indikasi
sebanyak 9 lansia (sesuai dengan kriteria) yang a. Lansia mengalami
bisa mengikuti terapi ROP (Relaksasi Otot keterbatasan gerak,
Progresif) misalnya tidak dapat
9. Berdasarkan hasil pengkajian wawancara
menggerakkan badan
dengan lansia hipertensi dan keluarganya
karena sakit
didapatkan bahwa ketika tekanan darahnya b. Lansia yang menjalani tirah
tinggi mereka hanya mengkonsumsi obat- baring (bed rest)
c. Lansia yang tidak bersedia
obatan yang didapatkan dari dokter dan tidak
mengerti terkait terapi komplementer (pijat diajarkan ROP
- Kolaborasi untuk mengajarkan
refleksi kaki) untuk penurunan tekanan darah.
10. Dari data yang telah ditabulasi yaitu 19 senam Hipertensi
orang lansia dengan hipertensi, sebanyak 9
9. Melakukan pendidikan kesehatan
lansia hipetrensi yang memenuhi kriteria
(Pijat Refleksi kaki penurunan
populasi untuk dilakukan pemijatan reflaksi
tekanan darah) terhadap keluarga
kaki hipertensi rata-rata keluhan lansia tersebut
dan lansia
kepala pusing, susah tidur, stress, kelelahan 10. Mengajarkan keluarga serta lansia
fisik dan kelemahan. cara melakukan pijat refleksi kaki
11. Dari hasil koesioner didapatka 6 lansia masih
hipertensi pada lansia yang tidak
kurang pengetahuannya mengenai deit
mengalami cedera fisik, komplikasi
hipertensi atau makanan yang harus di hindari.
luka DM, nyeri kaki asam urat dan
12. Dari hasil kusioner yang didapatkan dari 8
kolaborasi untuk mengajarkan
lansia yang mengalami konstipasi dan
lansia senam Hipertensi
mengatakan jarang mengkonsumsi buah
11. Mengajarkan lansia mengenai diet
buahan. Sedangkan
hipertensi
13. Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan
12. Memberikan pendidikan kesehatan
dari 8 lansia, para lansia mengatakan kurang
tentang makanan (buah-buahan)
mengetahui tentang cara untuk mengatasi
untuk mengatasi konstipasi pada
konstipasi.
lansia.
14. Berdasarkan hasil wawancara di Rw 07
dapatkan 7 lansia masih kurang pengetahuan 13. Memberikan pendidikan kesehatan
mengenai diit osteoatritis atau makanan yang pada keluarga mengenai makanan
harus di konsumsi. (buah-buahan) untuk mengatasi
15. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa
konstipasi pada lansia.
lansia, 7 lansia mengatakan bahwa mereka 14. Memberikan pendidikan kesehatan
kurang pengetahuan mengenai cara mengontrol pada lansia mengenai diit yang
osteoartritis dengan cara latihan fisik (ROM). harus dikonsumsi pada lansia yang
16. Dari hasil wawancara, lansia mengatakan :
mengalami osteoatritis
- 11 lansia mengatakan susah istirahat atau
15. Mengajarkan ROM
tidur 16. Melaksanakan tindakan rendam
- Lansia kurang mengetahui mengenai cara
kaki dengan air hangat
atau terapi komplementer yang bisa 17. Memberikan penyuluhan atau
dilakukan untuk mengetasi gangguan pendidikan kesehatan mengenai
gangguan istirahat dan tidur peran keluarga pada lansia dengan
17. Dari hasil Kuesioner PSQI didapatkan data
depresi.
bahwa : 18. Memberikan pendidikan kesehatan
- Banyak lansia yang terbangun ditengah
tentang perubahan kesehatan lansia
malam
akibat proses penuaan dan cara
- lansia tidak mampu tertidur selama 30
perawatan diri untuk mengatasi
menit sejak berbaring.
18. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa : masalah kesehatan fisik lansia
- Dari 11 lansia yang mengalami depresi (7 19. Memberikan terapi relaksasi nafas
dalam kategori ringan 4 kategori sedang), dalam dan musik kepada lansia
- Menunjukkan pola komunikasi yang tidak
dengan depresi yang tidak
terbuka,
mengalami masalah pada
- Memiliki kebiasaan berdiam diri dan duduk
pendengaran dan pernafasan seperti
sendirian di dalam rumah,
- Kurang melakukan kegiatan di luar rumah. pilek, dan kelainan bentuk hidung
19. Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan
yang mempengaruhi ekspirasi dan
kepada keluarga lansia dengan depresi
inspirasi.
didapatkan bahwa masih 4 (36,3%) memiliki
dukungan keluarga yang rendah, dan 3 (27,2%)
keluarga yang memiliki tingkat pengetahuan
rendah
20. Hasil wawancara kepada Lansia juga
mengatakan bahwa keluhan yang paling
banyak dialami lansia karena kondisi
kesedihan yang dialaminya adalah penurunan
aktivitas dan minat dan merasakan bahwa
orang disekitarnya lebih baik daripada dirinya.
B. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa Kep Tujuan Dan Kriteria


Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Proses
Komunitas Hasil
Defisien kesehatan NOC Domain 7 Komunitas, Kelas C
komunitas berhubungan Domain VII Kesehatan Peningkatan Kesehatan
dengan ketidakcukupan Komunitas, Kelas CC Komunitas,
A. Proses Kelompok
sumber daya Perlindungan Kesehatan
1. Pembentukan kelompok
Komunitas,
lansia untuk melakukan
Status Kesehatan terapi rendam kaki air
Komunitas (2701) hangat.
2. Pembentukan organisasi
1. Status kesehatan
kelompok lansia di Rw 7
lansia,
Sikunir Kelurahan Bergas
dipertahankan pada
Lor.
skala 2 (cukup
3. Melakukan pelatihan
baik) ditingkatkan
kepada kader kesehatan &
pada skala 3 (baik)
keluarga pasien tentang
Kontrol Risiko
tindakan ballance exercise
Komunitas: Penyakit
untuk menjaga
Kronik (2801)
keseimbangan fisiologis
1. Penyediaan
dan psikologis lansia yang
program
memiliki kualitas tidur
pendidikan tentang
yang buruk.
penyakit,
4. Melakukan pembentukan
dipertahankan pada
kader baru serta
skala 2 (cukup
penggabungan dengan
baik) ditingkatkan
kader kesehatan yang
pada skala 3 (baik)
sudah ada.
2. Ketersediaan B. Empowerment
program skrinning (Pemberdayaan)
a. Gunakan strategi untuk
preventif,
meningkatkan
dipertahankan pada
pemahaman (yaitu,
skala 2(cukup
fokuskan pada pesan-
baik) ditingkatkan
pesan inti dan ulangi)
pada skala 3 (baik)
dengan cara membuat
jadwal tindak lanjut
kegiatan pendidikan
kesehatan penanganan
peningkatan kualitas tidur
pada lansia.
b. Gunakan beberapa alat
komunikasi dengan cara
mengajarkan kader
kelompok lansia untuk
memonitoring kualitas
tidur pada lansia di Rw 7
Sikunir Kelurahan Bergas
Lor.
c. Memberdayakan kader
kesehatan serta tokoh
masyarakat untuk
meningkatkan derajat
kesehatan.
d. Memperjelas setiap
pemaparan materi yang
disampaikan agar kader
benar-benar memahami
pesan yang disampaikan.
e. Membentuk grub
komunikasi (misalkan :
via Wa) untuk kelancaran
komunikasi dalam hal
kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan tanpa
meluangkan waktu
khusus untuk dibahas
pada pertemuan. Diskusi
secara online dapat
mempermudah para kader
untuk bertukar informasi
terkait program yang
dijalankan untuk
kesejahteraan masyarakat
setempat.
C. Partnership
1. Sediakan akses yang
mudah bagi layanan
skrining (misalnya waktu
dan tempat) dengan
mendorong kader
kelompok lansia untuk
datang ke posbindu, rajin
periksa kesehatan dan
mengisi PSQI secara
terjadwal.
2. Melakukan pendekatan
secara informal dengan
Kader, RW Dan RT
setempat untuk
pengadaan program
pendidikan kesehatan
penatalaksanaan
peningkatan kualitas tidur
pada lansia.
3. Demi kelancaran setiap
kegiatan yang akan
dilaksanakan, mahasiswa
dapat bekerjasama
dengan Puskesmas, kader
kesehatan yang ada,
tokoh masyarakat dan
bidan desa.
D. Pendidikan Kesehatan
a. Pengembangan kesehatan
komunitas dengan cara
membuat program
kesehatan lansia secara
sederhana yang meliputi
upaya promosi kesehatan
di Rw 7 Sikunir
Kelurahan Bergas Lor.
b. Pendidikan kesehatan
tentang penatalaksanaan
peningkatan kualitas tidur
pada lansia pada lansia
yang memiliki kualitas
tidur buruk.
c. Ajarkan terapi rendam
kaki air hangat dan
ballance exercise pada
kader dan keluarga pasien
d. Membuat program-
program atau jadwal
kegiatan rutin bersama
kader kesehatan dan
tokoh terkait yang
bertemakan tentang
peningkatan kesejahteraan
masyarakat khususnya
lansia (pengaktivan
posbindu, senam
mingguan, pemeriksaan
kesehatan dasar dan lain-
lain)
e. Memberikan penyuluhan
atau pendidikan kesehatan
pada kader kesehatan
terkait kondisi lingkungan
dan permasalahan yang
ada di lingkungan RW 07.
f. Memberikan penyuluhan
serta pelatihan terkait
penanganan masalah yang
paling tinggi (hipertensi)
dengan mengajarkan
teknik Relaksasi Otot
Progresif kepada kader
kesehatan.
g. Memberikan penyuluhan
serta pelatihan terkait
penanganan masalah yang
paling tinggi (hipertensi)
dengan mengajarkan
teknik Relaksasi Otot
Progresif kepada keluarga
lansia.
Ketidakefektifan NOC : NIC :
pemeliharaan kesehatan Perilaku promosi Pendidikan kesehatan (5510)
berhubungan dengan : kesehatan (1602) A. Pendidikan Kesehatan
1. Rumuskan tujuan dalam
a. Sumber daya tidak Kriteria hasil :
program pendidikan
cukup (misalnya.,  160203 memonitor
kesehatan tersebut
pengetahuan) prilaku personal 2. Lakukan demontrasi,
- Mengenai terapi
terkait dengan resiko partisipasi pembelajar,
komplementer  160205
manipulasi bahan
(ROP untuk menggunakan teknik
pembelajaran ketika
menurunkan penguragan stress
mengajarkan
tekanan darah) yang efektif
- Mengenai terapi  160222 ketrampilan
komplementer keseimbangan psikomotorik
3. Lakukan demontrasi
(pijat refleksi aktivitas dan
pijat refleksi kaki untuk
kaki) istirahat
- Diet Hipertensi  160207 melakukan menurunkan hipertensi
- Makanan (buah- 4. Melakukan pijat refleksi
prilaku kesehatan
buahan) untuk kaki pada lansia untuk
secara rutin
mengatasi  160210 menurunkan hipertensi
5. Melakukan pendidikan
konstipasi pada menggunakan
kesehatan mengenai diet
lansia dukungan sosial
- Memberikan hipertensi pada lansia
untuk meningkatkan 6. Kolaborasi mengajarkan
pendidikan
kesehatan senam Hipertensi untuk
kesehatan pada  160224 memperoleh
menurunkan tekanan
lansia mengenai pemeriksaan rutin
darah pada lansia
diit yang harus
7. Memberikan pendidikan
dikonsumsi
kesehatan tentang
pada lansia
makanan (buah-buahan)
yang mengalami
untuk mengatasi
osteoatritis
konstipasi pada lansia.
- Mengajarkan
8. Memberikan pendidikan
ROM kesehatan pada keluarga
- Mengenai terapi
mengenai makanan
komplementer
(buah-buahan) untuk
(rendam kaki air
mengatasi konstipasi
hangat) untuk
pada lansia.
mengatasi 9. Memberikan pendidikan
masalah kesehatan pada lansia
gangguan pola mengenai diit yang
tidur atau harus dikonsumsi pada
istirahat lansia yang mengalami
b. Strategi koping
osteoatritis
tidak efektif, 10. Mengajarkan ROM
11. Melaksanakan tindakan
dengan batasan
rendam kaki dengan air
karakteristik
hangat
NANDA-I:
12. Memberikan penyuluhan
- Tidak
atau pendidikan
menunjukkan
kesehatan mengenai
prilaku adaptif
- Kurang peran keluarga pada
dukungan sosial lansia dengan depresi
13. pendidikan kesehatan
tentang perubahan
kesehatan lansia akibat
proses penuaan dan cara
perawatan diri untuk
mengatasi masalah
kesehatan fisik lansia
14. Memberikan terapi
relaksasi nafas dalam
dan musik kepada lansia
dengan depresi

B. Proses Kelompok
1. Identifikasi faktor
internal atau eksternal
yang dapat
mempengaruhi depresi
pada lansia
2. Bantu anggota komunitas
untuk meningkatkan
kesadaran dan
memberikan perhatian
mengenai masalah-
masalah kesehatan
C. Empowerment
1. Bangun komitmen
kepada komunitas
dengan menunjukkan
bagaimana partisipasi
akan mempengaruhi
kehidupan individu dan
meningkatkan outcome.
D. Partnership
1. Demi kelancaran setiap
kegiatan yang akan
dilaksanakan, mahasiswa
dapat bekerjasama
dengan Puskesmas, kader
kesehatan yang ada,
tokoh masyarakat dan
bidan desa.
C. PLAN OF ACTION

Masalah Kesehatan Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Dana Penanggung


Jawab
Defisien kesehatan 1. Pendidikan kesehatan 1. Lansia yang Agustus Rumah mas Iuran Meisya
komunitas (Domain 1 tentang penatalaksanaan memiliki kualitas 2019 Imam rt 2 Rw mahasiswa Dhicki
kelas promosi peningkatan kualitas tidur tidur buruk di 7 Sikunir Candra
kesehatan, 2 pada lansia. Rw 7 Sikunir Kelurahan (071182002)
2. Pendidikan kesehatan
manajemen kesehatan Kelurahan Bergas Lor
tentang penatalaksanaan
(00215)). Bergas Lor.
peningkatan kualitas tidur
2. kader kesehatan
pada lansia kepada kader
Agustus Rumah mas
di Rw 7 Sikunir
kesehatan di Rw 7 Sikunir
2019 Imam rt 2 Rw
Kelurahan
Kelurahan Bergas Lor dan
7 Sikunir
Bergas Lor dan
keluarga pasien.
Kelurahan
3. Pelatihan ballance exercise keluarga pasien
Bergas Lor
pada kader kesehatan di Rw
7 Sikunir Kelurahan Bergas 3. Kader kesehatan
Rumah mas
Lor dan keluarga pasien di Rw 7 Sikunir
Imam rt 2 Rw
untuk menjaga Kelurahan
7 Sikunir
keseimbangan fisiologis dan Bergas Lor dan
Agustus Kelurahan
psikologis pada lansia yang keluarga pasien.
2019 Bergas Lor
memiliki kualitas tidur yang
buruk.
1. Melakukan pembentukan 1. Kader lama dan Agustus Rumah mas Iuran Destri
kader kesehatan baru serta perwakilan 2019 imam mahasiswa Mahesti
penggabungan dengan kader masing-masing (anggota (071182012)
kesehatan yang sudah ada. RT (ibu RT) di karang taruna
2. Memberikan penyuluhan
Dusun Sikunir dusun sikunir)
atau pendidikan kesehatan
RW 07 di RT 02
pada kader kesehatan terkait
Kelurahan Dusun Sikunir
kondisi lingkungan dan
Bergas Lor. RW 07
permasalahan yang ada di
Kelurahan
2. Kader
lingkungan RW 07
Bergas Lor
3. Memberikan penyuluhan kesehatan yang
serta pelatihan terkait sudah
penanganan masalah yang terbentuk di
paling tinggi (hipertensi) Dusun Sikunir
dengan mengajarkan teknik RW 07
Relaksasi Otot Progresif Kelurahan
kepada kader kesehatan dan Bergas Lor
3. Kader
keluarga lansia.
kesehatan yang
sudah terbentuk
di Dusun
Sikunir RW 07
Kelurahan
Bergas Lor
Ketidakefektifan 1. Menjelaskan lansia apa itu Lansia dengan
pemeliharaan kesehatan ROP, serta tujuan dan hipertensi Di RW 7
berhubungan dengan : manfaat dilakukannya ROP Sikunir
a. Sumber daya tidak utnuk mengontrol tekanan
cukup (misalnya., darah
pengetahuan) 2. Mengajarkan lansia cara Posko Siti Waddah
- Mengenai terapi Agustus Iuran
mengontrol tekanan darah kelompok 2 Mukarromah
komplementer 2019 mahasiswa
dengan menggunakan terapi (071182031)
(ROP untuk
komplomenter (relaksasi
menurunkan
otot progresif)
tekanan darah)
3. Kolaborasi untuk
- Mengenai terapi
mengajarkan lansia senam
komplementer
Hipertensi
(pijat refleksi
1. Melakukan pendidikan 1. Keluarga lansia Agustus Posko Putu Novi
kaki)
kesehatan (Pijat Refleksi dengan 2019 kelompok 2 Ernawati
- Diet Hipertensi kaki penurunan tekanan hipertensi Di
- Makanan (buah-
darah) terhadap keluarga RW 7 Sikunir
buahan) untuk
lansia dengan hipertensi
mengatasi 2. Mendemontrasikan
2. Lansia dan
konstipasi pada langsung dan mengajarkan
keluarga Di RW
lansia keluarga dan lansia cara (071182006)
7 Sikunir Agustus Halaman
- Diet nutrisi
melakukan pijat refleksi
lansia 2019 posko
kaki hipertensi
osteoarthritis 3. Kolaborasi untuk kelompok
- Kegiatan fisik 2
mengajarkan lansia senam
lansia
Hipertensi
osteoarthritis 1. Melakukan penyuluhan Lansia kurang
- Mengenai terapi
kesehatan tentang diet pengetahuan
komplementer Muh Khairil
hipertensi tentang diet Agustus Dirumah Iuran
(rendam kaki air Wardi
Hipertensi di RW 7 2019 lansia mahasiswa
hangat) untuk (071182024)
Sikunir
mengatasi
masalah 1. Memberikan pendidikan Lansia yang Agustus Dirumah Iuran Eulalia
gangguan pola kesehatan tentang makanan menderita 2019 lansia mahasiswa Marcia
tidur atau (buah-buahan) untuk konstipasi di RW 7 D LA
istirahat mengatasi konstipasi pada Sikunir
b. Strategi koping tidak
lansia
efektif, dengan 2. Memberikan pendidikan
batasan karakteristik kesehatan tentang makanan
(0711822003)
NANDA-I: (buah-buahan) untuk
- Tidak
mengatasi konstipasi pada
menunjukkan
lansia
prilaku adaptif
- Kurang
1. Memberikan pendidikan Lansia yang
dukungan sosial
kesehatan pada lansia menderita
(Domain 1 promosi Agustus Dirumah Iuran Subagyo
mengenai diit yang harus Osteoatritis di RW
kesehatan, kelas 2 2019 lansia mahasiswa (071182047)
dikonsumsi pada lansia yang 7 Sikunir
managemen kesehatan
mengalami osteoatritis
(00099)). 2. Mengajarkan ROM Lansia yang Meta
menderita Agustus Dirumah Iuran A
Osteoatritis di RW 2019 lansia mahasiswa Wulandari
7 Sikunir (071182021)
1. Melaksanakan tindakan Lansia yang Agustus Dirumah Iuran Agung
rendam kaki air hangat menderita 2019 lansia mahasiswa Nugroho
gangguan pola (071182020)
istirahat tidur di
RW 7 Sikunir
1. Memberikan penyuluhan 1. Keluarga lansia
atau pendidikan kesehatan dengan depresi
Agustus Rumah lansia
mengenai peran keluarga
2019
pada lansia dengan depresi
pada keluarga lansia dengan
2. Lansia dengan
depresi
depresi
2. Pendidikan kesehatan
Sang Ayu
tentang perubahan Agustus Rumah lansia
Iuran Ketut Sri
kesehatan lansia akibat 2019
mahasiswa Suprapti
proses penuaan dan cara
(071182005)
perawatan diri untuk
3. Lansia dengan
mengatasi masalah
depresi
kesehatan fisik lansia.
3. Memberikan terapi relaksasi
Agustus
nafas dalam dan musik
2019 Rumah lansia
kepada lansia dengan
depresi
DAFTAR PUSTAKA

Cavendish, Marshall. (2009). Pustaka Kesehatan Populer Pengobatan Praktis


Perawatan Alternatif dan Tradisional. Jakarta:Bhuana Ilmu Populer
Gunawan. ( 2010). Hipertensi. Yogyakarta: Kanisius
Kowalski, Robert E. (2010). Terapi Hipertensi Program 8 Minggu. Bandung :
Qanita
Meiner, Sue E. (2015). Gerontologic Nursing Fifth Edition. United States of
America : Elsevier
Ningrum, Destiana A. (2012). Perbandingan Metode Hydrotheraphy Massage
dan Massage Manual Terhadap Pemulihan Kelelahan Pasca Olahraga
Anaerobic Lactaced.Bandung:Repisitory UPI.Edu
Purwanto, B. (2013). Herbal dan Keperawatan Komplementer. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Setyoadi dan Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer & Bare.(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 1.Jakarta :
EGC
Suhardjono, (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Geriatri dan gerontology;
Hipertensi pada Usia Lanjut, Edisi ke-6, Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam, Cetakan pertama,; Bab 40.519;3855-58.
Sustrani, L., Alam, S. & Hadibroto, I. (2010). Hipertensi, Vita Health Informasi
Lengkap untuk Penderita dan Keluarganya. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai