Oleh :
KELOMPOK II
Agung Nugroho 071182020
Destri Mahesti 071182012
Eulalia Marcia D L A 071182003
Meisya Dhicki Candra 071182002
Meta A Wulandari 071182021
Muh Khairil Wardi 071182024
Putu Novi Ernawati 071182006
Sang Ayu Ketut S S 071182005
Siti Waddah M 071182031
Subagyo 071182047
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan ber- negara (UU RI No 13 tahun 1998).
Menurut WHO (World Health Organization) membagi masa usia lanjut
sebagai berikut a. Usia 45-60 tahun, disebut middle age (setengah baya
atau A-Teda madya) b. Usia 60-75 tahun, disebut elderly (usia lanjut atau
wreda utama) c. Usia 75-90 tahun, disebut old (tua atau wreda prawasana)
d. Usia diatas 90 tahun, disebut very old (tua sekali atau wreda wasana).
Masyarakat kita saat ini memandang para lanjut usia sebagai
orang-- orang yang kurang produktif, kurang menarik, kurang energik,
mudah lupa, barangkali kurang bernilai dibandingkan dengan mereka yang
masih dalam keadaan prima (Kroll dan Hawkins, 1999), untuk itu dalam
pembangunan nasional pemerintah telah berhasil mewujudkan hasil yang
positif diberbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di
bidang medis atau ilmu kedokteran, sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.
Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat atau sering disebut dengan Lansia Booming
(Nugroho, 2000).
B. Tujuan
1. Umum
Diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
usia lanjut sebagai bagian proses deteksi dini dan peningkatan
kesehatan serta pencegahan penyakit lansia agar mencapai masa tua
yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata
kemasyarakatan.
2. Khusus
Setelah dilaksanakan posbindu lansia diharapkan dapat :
1) Meningkatkan kesadaran pada usia lanjut untuk membina
kesehatan diri sendiri.
2) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam
menyadari dan menghayati kesehatan usia lanjut secara optimal.
3) Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan usia
lanjut.
4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut.
5) Meningkatkan kualitas hidup lansia
C. Pengorganisasian Tindakan
1. Tindakan Penanganan Masalah Hipertensi :
a. Putu Novi : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi
komplementer (pijat refleksi kaki)
b. Waddah : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi
komplementer (relaksasi otot progresif)
c. Wardi : kurang pemehaman lansia mengenai diit hipertensi
d. Destri : kurang pemahaman kader mengenai penanganan hipertensi
pada lansia
2. Tindakan Penanganan Masalah Kualitas Tidur
a. Agung : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi komplementer
(rendam kaki air hangat)
b. Meisya d.c : kurang pemahaman kader dan keluarga lansia
mengenai penanganan kualitas tidur buruk pada lansia.
3. Tindakan Penanganan Masalah Konstipasi
a. Eulalia : kurang pengetahuan lansia mengenai terapi komplementer
buah dan sayur pencegah konstipasi
4. Tindakan Penanganan Masalah Depresi
a. Sang Ayu : kurangnya dukungan keluarga pada lansia
5. Tindakan Penanganan Masalah Osteoartritis
a. Meta : penanganan lansia osteoarthritis dengan latihan fisik
b. Subagyo : kurang pengetahuan keluarga mengenai diit nutrisi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Lansia
1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah bagian dari proses pertumbuhan. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-
anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan proses alami
yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental, sosial, secara bertahap. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan
dijalani individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan (Azizah, 2011).
2. Batasan Lansia
Batasan lanjut usia menurut WHO dalam Padila (2013)
menggolongkan lanjut usia menjadi empat kelompok yaitu : Usia
pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun. Lanjut usia (elderly) usia
60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
3. Perubahan-Perubahan yang terjadi pada lansia
1) Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal
Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam
saluran gastrointestinal (GI) dalam beberapa derajat. Namun,
karena luasnya persoalan fisiologis pada sistem gastrointestinal,
hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang
dilihat dalam kesehatan lansia. Banyak masalah-masalah
gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia lebih erat dihubungkan
dengan gaya hidupmereka. Mitos umum dikaitkan dengan fungsi
normal saluran gastrointestinal dan perubahan-perubahan
kebutuhan nutrisi lansia (Stanley,2008).
a) Rongga Mulut
Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi,
gusi, dan lidah. Kehilangan gigi penyebab utama adanya
Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk (Nugroho, 2008).
b) Esofagus
Esofagus mengalami penurunan motilitas, sedikit dilatasi atau
pelebaran seiring penuaan. Refleks muntah pada lansia akan
melemah, kombinasi dari faktor-faktor ini meningkatkan resiko
terjadinya aspirasi pada lansia (Nugroho, 2008).
c) Lambung
Terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan
sel chief akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan
faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia
menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan menjadi
berkurang (Stanley, 2008).
d) Usus Halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas
permukaan berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel
epithelial berkurang, tidak sebaik sewaktu muda (Nugroho,
2008).
e) Usus Besar dan Rektum
Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk
penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltik
kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum yang dapat
menyebabkan konstipasi (Nugroho, 2008).
f) Pankreas
Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan
dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula
Vateri akan menyebabkan autodigesti parenkim pankreas oleh
enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin
dan atau asam empedu (Nugroho, 2008).
g) Hati
Meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi
perubahan akibat atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk
menjadi jaringan fibrous dan akan menyebabkan penurunan
fungsi hati. Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak
empedu tanpa perubahan metabolisme asam empedu yang
signifikan (Stanley, 2008).
2) Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
Menurut Nugroho (2008), tulang-tulang pada sistem skelet
(rangka) membentuk fungsi penunjang, pelindung, gerakan tubuh
dan penyimpanan mineral. Jaringan otot rangka melekat pada
rangka dan bertanggung jawab untuk gerakan tubuh volunter.
Penurunan progresif pada massa tulang total terjadi sesuai
proses penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan
ini meliputi ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal dan resorpsi
tulang. Efek penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang :
vertebra lebih lunak dan dapat terteka dan tulang berbatang
panjang kurang tahanan terhadap penekukan dan menjadi lebih
cenderungfraktur.
Menurut Pujiastuti (2013), perubahan muskuloskeletal antara
lain pada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot dan sendi.
a) Jaringan penghubung (kolagen danelastin)
Perubahan pada kolagen ini merupakan penyebab
turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan
dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke
berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi
dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas.
b) Kartilago
Kartilago mengalami klasifikasi di beberapa tempat
seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi
tidak efektif tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai
permukaan sendi yang berpelumas. Perubahan tersebut sering
terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat
perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kakakuan,
nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas sehari-
hari. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dapat diberikan
teknik perlindungan sendi.
c) Sistem Skeletal
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot
tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan
yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua:
Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan
didkus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis.
Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih
bungkuk dengan penampilan barrel-chest. Penurunan produksi
tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai
perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko
fraktur (Stanley, 2008).
d) Sistem Muskular
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
muskular akibat proses menua: Waktu untuk kontraksi dan
relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah
perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang
aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan
ligamen dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot,
danperubahan degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan fleksi (Stanley, 2008).
d) Sendi
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi
akibat proses menua: Pecahnya komponen kapsul sendi dan
kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi,
penurunan mobilitas sendi dan deformitas. Kekakuan ligamen
dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko
cedera (Stanley, 2008).
3) Perubahan pada Sistem Pernafasan
Menurut Pujiastuti (2013), lanjut usia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik
dan respon motorik pada susunan saraf pusat. Perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan,
kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu
dapat dicegah dengan latihan koordinasi dan keseimbangan.
4) Perubahan pada Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin dapat mengalami kerusakan yang
bersifat age-related cell loss, fibrosis, infiltrasi limfosit, dan
sebagainya. Perubahan karena usia pada reseptor hormon,
kerusakan permeabilitas sel dan sebagainya, dapat menyebabkan
perubahan respon inti sel terhadap kompleks hormon-reseptor.
Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain
produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid
dan sekresinya tidak berubah, terjadinya pituitari yaitu
pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam
pembuluh darah (Nugroho, 2008).
4. Masalah Dan Penyakit Yang Sering Dihadapi Lansia
Masalah yang sering dihadapi lansia menurut Azizah (2011),
yaitu mudah jatuh, mudah lelah, berat badan menurun, sukar menahan
buang air kecil, dan gangguan pada ketajaman penglihatan. Sedangkan
masalah yang sering dihadapi lansia menurut Nugroho (2010), yaitu
gangguan kardiovaskular, gangguan gastrointestinal, gangguan
pendengaran, gangguan tidur, dan mudah gatal.
Penyakit yang sering dijumpai pada lansia menurut Azizah
(2011), yaitu hipertensi, diabetes militus, depresi mental, bronchitis
kronis, anemia, demensia, anxietas, dan konstipasi.
a. Depresi pada lansia
1) Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
yang mewarnai seluruh proses mental baik pikiran, perasaan
dan aktivitasnya (Keliat dkk, 2011). Depresi merupakan respon
emosional yang paling maladaptif yaitu dengan perubahan
afektif, fisiologi, kognitif dan perilaku misalnya kesedihan,
gelisah dan lambat dalam beraktifitas (Stuart, 2009). Depresi
juga diartikan sebagai salah satu diagnosis mood (afektif)
dengan kriteria terdapat 2 dari 3 gejala inti depresi ditemukan
hampir setiap hari minimal 2 minggu yaitu penurunan mood
(sedih, tertekan dan merasa tidak bahagia) atau afek
depresif, kelelahan (merasa kelelahan atau energi
berkurang) dan anhendonia atau tidak berminat dan
kegembiraan berkurang untuk melakukan aktivitas (Townsend,
2009).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa depresi adalah adanya gangguan kondisi
emosional yang maladaptif baik pikiran, perasaan dan
aktivitasnya yang ditandai dengan kesedihan, gelisah, kelelahan
dan lambat dalam beraktifitas yang ditemukan hampir setiap
hari minimal 2 minggu.
2) Penyebab Depresi
Penyebab depresi menurut Stuart (2009) adalah
akumulasi ketidakpuasan, frustasi, kritikan pada diri sendiri
tentang kejadian hidup sehari-hari tanpa adanya dukungan hal
positif, stres dalam pekerjaan dan keluarga serta kehilangan.
Depresi terjadi pada lansia tergantung banyaknya jumlah
stressor (sumber stres) kehilangan yang dialami seperti
pasangan, penghasilan, peran, kesehatan, fungsi seperti masih
muda (Carson, 2010; Townsend, 2009). Penyebab depresi tidak
hanya disebabkan oleh satu faktor saja, akan tetapi dapat saling
berinteraksi dengan faktor yang lain, sehingga munculnya
depresi (Townsend, 2009). Selain itu ditambah dengan
perubahan-perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada
lansia.
3) Faktor risiko terjadinya depresi
Faktor risiko terjadinya depresi adalah sebagai berikut
(Miller, 2012; WHO, 2009), meliputi : genetik atau keturunan;
jenis kelamin wanita dua kali lebih besar berisiko menderita
depresi dibandingkan laki-laki; lama tinggal di tempat khusus;
dukungan sosial terbatas; kontrol tubuh yang kurang; kualitas
tidur yang rendah; kejadian hidup yang membuat stres dan
berulang; merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan; merasa
tidak ada alasan untuk melanjutkan hidup; gangguan fungsional
menetap (misalnya: gangguan penglihatan); menderita penyakit
serius (misalnya: kanker, kerusakan persyarafan).
4) Gejala Umum
Afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya aktivitas
dan lamanya episode depresif yaitu selama 2 minggu
(Kemenkes RI, 2012). Depresi pada lansia dengan usia lebih
65 tahun atau lebih sering terjadi karena efek dari masalah
penyakit kronik, kerusakan kognitif dan kemampuan yang
menurun (Alexopoulus, 2005; Carson, 2010).
Gejala umum yang terjadi pada lansia depresi (Miller,
2012; Stuart & Sundeen, 2009; Carson, 2010; Townsend, 2009,
Keliat, 2011; Kemenkes RI, 2012) meliputi :
a) Gejala fisik berupa: gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu
banyak atau terlalu sedikit), menurunnya tingkat aktifitas,
efisiensi kerja, produktifitas kerja dan mudah merasa letih
atau sakit.
b) Gejala psikis berupa: kehilangan kepercayaan diri, sering
memandang peristiwa netral dipandang dari sudut pandang
yang berbeda, bahkan disalah artikan akibatnya sehingga
lansia mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga,
mudah sedih, murung dan lebih suka menyendiri, merasa
dirinya tidak berguna, selalu gagal, merasa bersalah, merasa
kehidupan ini sebagai hukuman, memiliki perasaan
terbebani, dan menyalahkan orang lain.
c) Gejala Sosial berupa: adanya masalah interaksi sosial,
konflik, minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok
dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara
normal, merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan
d) secara aktif menjalani hubungan dengan lingkungan
sekalipun ada kesempatan.
Tanda dan gejala depresi setiap lansia bervariasi.
Penilaian tingkat depresi dapat diidentifikasi dengan penilaian
menggunakan alat ukur yang tepat. Penilaian dilakukan untuk
mendapatkan data yang akurat, sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat.
- Kelenturan
Kelenturan merupakan komponen yang sangat
penting ketika lansia melakukan mobilisasi karena pada
lansia banyak terjadi pembatasan luas lingkup gerak sendi
akibat kekakuan otot dan tendon.Aktivitas fisik yang
bersifat untuk kelenturan dapat membatu pergerakan lebih
mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lentur dan sendi
berfungsi dengan baik.Contoh : mencuci piring, mencuci
pakaian, mencuci mobil, dan mengepel lantai.
Manfaat Aktifitas Fisik antara lain, yaitu :
a) Meningkatkan kemampuan dan kemauan
seksuallansia.
b) Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses
penuaan.
c) Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang
tidak mudah patah.
d) Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan
atau mengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot
(Darmojo & Martono, 2008).
c. Kualitas Tidur pada Lansia
1) Definisi Kualitas Tidur pada lansia
Kecukupan tidur seseorang sebenarnya bukan hanya
diukur dari lama waktu tidur, tapi juga kualitas tidur itu sendiri.
Tidur seseorang dikatakan berkualitas adalah jika ia bangun
dengan kondisi segar dan bugar. Pola tidur akan berubah
seiringdengan pertambahan usia dan semakin beragamnya
pekerjaan atau aktivitas. Semakin bertambah usia, efisiensi
tidur akan semakin berkurang. Efisiensi tidur berbanding
dengan waktu berbaring ditempat tidur. Kebutuhan tidur lansia
semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur
pun berkurang (Prasadja, 2009).
Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan mata
cepat REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid
Eye Movement).Tidur NREM dibagi menjadi empat
tahap.Tahap I adalah jatuh tertidur, orang tersebut mudah
dibangunkan dan tidak menyadari tertidur.Kedutan atau
sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap I. tahap II
dan III meliputi tidur dalam yang progresif.Pada tahap IV,
tingkat terdalam, sulit untuk dibangunkan (Potter & Perry,
2017).Tidur tahap IV sangat penting untuk menjaga kesehatan
fisik.Para ahli tentang tidur mengetahui bahwa tahap IV sangat
jelas terlihat menurun pada lansia.Lansia mengalami penurunan
thap III dan IV waktu NREM, lebih banyak terbangun selama
malam hari dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur selama
siang hari (Potter & Perry, 2017).
Kebanyakan lansia yang sehat tidak melaporkan adanya
gejala yang terkait dengan perubahan ini selain tidak dapat
tidur dengan cukup atau tidak bisa tidur.Banyak penelitian
menunjukkan bahwa tidur disiang hari dapat mengurangi waktu
dan kualitas tidur dimalam hari pada beberapa lansia. Setelah
memasuki tahap IV, akan berlanjut ke tidur REM. Tidur REM
terjadi beberapa kali dalam siklus tidur dimalam hari tetapi
lebih sering terjadi dipagi hari sekali. Tidur REM membantu
melepaskan ketegangan dan membantu metabolism sistem
saraf pusat.Kekurangan tidur REM telah terbukti menyebabkan
iritasi dan kecemasan (Potter & Perry, 2017)
2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada Lansia
Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
tidur lansia adalah
a. Penyakit fisik
b. Obat
c. Gaya hidup
d. Pola tidur yang biasa dan mengantuk yang berlebihan pada
siang hari (EDS)
e. Stres emosional
f. Lingkungan
g. Latihan fisik dan kelelahan
h. Asupan makanan dan kalori
3) Pengukuran Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang
dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan
kebugaran ketika terbangun.Kualitas tidur mencakup durasi
tidur dan latensi tidur serta aspek subjektif seperti tidur dalam
dan istirahat.Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila
tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak
mengalami masalah dalam tidurnya.Tanda-tanda kekurangan
tidur dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis
(Khasanah & Hidayati, 2012).
Kualitas tidur dapat diukur menggunakan Pittsburg
Quality of Sleep Index (PSQI).Alat ini merupakan alat untuk
menilai kualitas tidur. Alat ini terdiri dari 9 poin pertanyaan
yang berada didalam 7 komponen nilai dan 9 pertanyaan itu
mengkaji secara luas faktor yang berhubungan dengan tidur
seperti durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur. Setiap
komponen skor memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh komponen
dijumlahkan sehingga terdapat skor 0-21, dimana skor tertinggi
dari 5 menandakan kualitas tidur yang buruk (Buysse et al.,
1998 dalam Wallace & Grossman, 2008).
4) Penatalaksanaan untuk Meningkatkan Kualitas Tidur pada
Lansia
Menurut Potter & Perry (2017) penatalaksanaan untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia adalah sebagai berikut:
a. Faktor fisiologis/penyakit
1) Tinggikan kepala tempat tidur dan berikan bantal
tambahan sesuai keinginan.
2) Gunakan analgesik 30 menit sebelum tidur untuk
mengurangi sakit dan nyeri.
3) Gunakan terapeutik untuk mengendalikan gejala
kondisi kronik.
b. Pola tidur-bangun, meliputi:
1) Pertahankan waktu bangun tidur yang teratur.
2) Hilangkan tidur siang kecuali jika tidur siang
merupakan bagian-bagian rutin dari jadwal.
3) Apabila melakukan tidur siang, batasi sampai 20 menit
atau kurang dari dua kali sehari.
4) Hindari tidur yang ekstrem, yang menyebabkan rasa
kantuk berlebihan diakhir pekan.
5) Pergi tidur saat mengantuk.
6) Jika tidak dapat tidur dalam 15 sampai 30 menit, turun
dari tempat tidur.
c. Lingkungan
1) Tidurlah ditempat anda paling baik dapat tertidur.
2) Jaga agar kebisingan tetap minimum, jika perlu
gunakan musik yang lembut untuk menyamarkan
bising.
3) Gunakan lampu tidur dan jaga agar jalur ke kamar
mandi bebas dari hambatan.
4) Atur tempat tidur kamar sesuai keinginan, gunakan
selimut dan kaus kaki untuk meningkatkan kehangatan.
d. Medikasi
1) Gunakan sedatif dan hipnotik sebagai upaya terakhir
dan hanya boleh dalam jangka pendek jika sangat
diperlukan.
2) Sesuaikan medikasi yang diperlukan untuk kondisi lain
dan cari tahu tentang interaksi obat yang dapat
menyebabkan insomnia atau EDS.
e. Diet
1) Batasi alkohol, kafein, dan nikotin di sore dan malam
hari.
2) Konsumsi karbohidrat atau susu sebagai makanan
ringan sebelum tidur.
3) Kurangi asupan cairan sampai 4 jam sebelum tidur.
f. Terapi relaksasi dan biofeedback
Antara lain hypnosis diri, relaksasi progresif, latihan
pernafasan dalam efektif untuk relaksasi, dan imajinasi
terbimbing dapat meningkatkan kualitas tidur.
g. Terapi rendam kaki air hangat
Terapi rendam air adalah dengan melakukan
perendaman bagian tubuh tertentu didalam bak atau kolam
yang berisi air bersuhu tertentu selama minimal 10 menit
(Ningrum, 2012).
Merendam kaki dalam air hangat yang
bertemperatur 37-390 C akan menimbulkan efek sopartifik
(efek ingin tidur) dan dapat mengatasi gangguan tidur
(Cavendish, 2009). Secara fisiologis didaerah kaki terdapat
banyak saraf terutama dikulit yaitu flexus venosus dari
rangkaian saraf ini stimulasi diteruskan ke kornu posterior
kemudian dilanjutkan ke medulla spinalis, dari sini
diteruskan ke lamina I, II, III Radiks Dorsalis, selanjutnya
ke ventro basal talamus dan masuk ke batang otak tepatnya
didaerah rafe bagian bawah pons dan medulla disinilah
terjadi efek soporifik (ingin tidur) (Guyton & Hall, 2014).
d. Hipertensi
1) Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke
arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut
tekanan sistolik.Tekanan diastolik adalah tekanan terendah
yang terjadi saat jantung beristirahat.Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan
diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60
sampai 140/90.Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80
mmHg (Smeltzer & Bare, 2013).
Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding
pembuluh darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per
menit dalam keadaan istirahat), jantung akan memompa darah
melewati pembuluh darah. Tekanan darah terbesar terjadi
ketika jantung memompa darah (dalam keadaan kontraksi), dan
ini disebut dengan tekanan sistolik sedangkan ketika jantung
beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan darah berkurang
disebut tekanan diastolik (Sustrani,dkk, 2010).
2) Klasifikasi Tekanan Darah
Table 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII
Klasifikasi tekanan
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
darah
Normal < 120 <80
Prahipertensi 120-139 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat II >160 > 100
Sumber : Ningrum (2017)
Menurut Smeltzer & Bare (2013) orang tua memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi dibanding orang muda.
Peningkatan 20 mmHg tekanan darah sistolik atau 10 mmHg
tekanan darah diastolik bagi yang berusia 40-70 tahun akan
melipat gandakan risiko penyakit kardiovaskular. Pembuluh
darah pada lansia lebih tebal dan kaku atau disebut
aterosklerosis sehingga tekanan darah akan meningkat. Adanya
plak disekitar dinding dalam arteri, akan menyebabkan
sumbatan pada pembuluh darah yang dapat membuat terjadinya
penyumbatan pada arteri koroner dan stroke (pecahnya
pembuluh darah), bila terjadi pada otak dapat menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Lansia hendaknya mengurangi
konsumsi natrium (garam) karena garam yang berlebihan
dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah (Meiner,
2015).
Menurut Kowalski (2010) terjadinya hipertensi
diakibatkan oleh meningkatnya hormon kortisol.Salah satu
fungsi hormon kortisol adalah mempertahankan tekanan
darah.Tekanan darah yang tetap tinggi dapat menurunkan
sekresi hormon, yaitu sekresi hormon serotonin menjadi
hormon melatonin, dimana hormon melatonin merupakan
hormon yang menyebabkan rileks dan mengantuk (Smeltzer &
Bare, 2013).
e. Osteoartritis
1) Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada
sendi yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan
tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi
(CDC, 2014). Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Osteoartritis secara sederhana didefinisikan sebagai suatu
penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi
kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut
(Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan
OA sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena
ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks
ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua
(Sjamsuhidajat et.al, 2011).
2) Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi
dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga
OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak
ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun
perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder
merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti
penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja,
olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik,
inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA
sekunder (Davey, 2006).
3) Manifestasi Klinis
OA mengenai sendi-sendi besar maupun kecil.Distribusi
OA dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul,
lutut.
- Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium,
tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah subkondral,
tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya kapsul sendi,
serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika
melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya
dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit,
hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
- Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan
ketika pagi hari ketika setelah duduk yang terlalu lama atau
setelah bangun pagi.
- Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada
tulang sendi rawan.
- Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada
tangan sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan
sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard
(karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya
perlahan-lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada
sendi tangan atau lutut (Davey, 2006).
B. Keperawatan Komunitas
Praktik keperawatan kesehatan komunitas menurut WHO (1974)
dalam Stanhope dan Lancaster (2010) adalah mencakup perawatan
kesehatan keluarga dan juga meliputi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat yang luas dan membantu masyarakat mengidentifikasi
masalah kesehatan sendiri serta memecahkan masalah kesehatan tersebut
sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada pada komunitas
sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain. Keperawatan
kesehatan komunitas merupakan keperawatan yang berfokus pada
perawatan kesehatan komunitas atau populasi dari individu, keluarga dan
kelompok (Stanhope dan Lancaster, 2010).
1. Unsur-unsur Penting dalam Kesehatan Komunitas
BAB III
PENGKAJIAN
a. Jumlah penduduk
Berdasarkan hasil pengkajian di Rw 07 Dusun Sikunir kelurahan Bergas
Lor, didapatkan data jumlah penduduk sebanyak 1.438 jiwa.
b. Jenis kelamin
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1 Laki-laki 704 49%
2 Perempuan 734 51%
Jumlah 1438 100%
Jenis Kelamin
Perempuan; Laki-laki;
49.00% 51.00%
d. Kelompok umur (bayi, balita, usia sekolah, remaja, produktif, dan usia
lanjut).
N Umur Frekuensi Prosentase
o
1 Bayi Dan Balita 119 8,27%
2 Sekolah 392 27,2%
3 Remaja 119 8,27%
4 Dewasa 847 58,9%
6 Lansia 90 5,56%
Jumlah 1438 100%
Presentase di Kelurahan Bergas Lor, RW 4 Dusun Sikunir
Dewasa; 13.00%
Bayi dan balita; 13.00%
Usia Sekolah; 10.00%
Remaja; 60.00%
e. Agama
Islam : 86.23 %
Kristen : 8,64%
Katolik : 5,12%
8.64% 5.12%
86.24%
f. Status perkawinan
Kawin : 48,7 %
Belum kawin : 45,2 %
Cerai hidup : 1,8 %
Cerai mati : 4,1 %
status perkawinan
g. Bahasa
Bahasa yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari di
Kelurahan Begas Lor Rw 7 Sikunir adalah menggunakan bahasa jawa.
h. Penghasilan
Penghasilan dari warga mengikuti UMR sebanyak Rp.1.600.000,- -
Rp.1.745.000,-
i. Budaya masyarakat sekitar (bahasa, keyakinan-keyakinan berkaitan
dengan penyakit / kesehatan)
Bahasa yang digunakan sehari-harinya adalah bahasa jawa.
Keyakinan yang berkaitan dengan penyakit/kesehatan biasanya
masyarakat apabila sakit tidak langsung berobat ke dokter atau rumah
sakit melainkan ke apotik terlebih dahulu untuk membeli obat sesuai
dengan keluhan. Apabila dirasa sakit tidak kunjung membaik barulah ke
rumah sakit atau puskesmas.
B. Melakukan kajian wishield survey
a. Batas wilayah
Barat : Desa Pagersari
Timur : Kelurahan Ngempon
Timur Laut : Kelurahan Karangjati
Utara : Kelurahan Wujil
Selatan : Desa Bergas Kidul
b. Pembagian wilayah
Wilayah di Kelurahan Bergas Lor khususnya di RW 07 dibagi atas 7 RT
dengan pembagian wilayah:
RT 01 dari arah barat monumen lemahbang sampai akhir perumahan
Jasmine. RT 02 dari arah barat Alfamart sampai ke Masjid Nurul Huda. RT
03 dari masjid Nurul Huda kearah timur sampai jalan Semarang-Solo. RT 4
dari belakang kantor BPTP ke arah barat sampai dengan jembatan. RT 5
dari jembatan ke arah utara sampai dengan kebun pohon pring. RT 6 dari
makam timur sampai dengan makam barat. RT 7 dari patung besar arca
ganesha sampai dengan tower telekomunikasi berdekatan dengan
poskamling RT 3.
c. Kondisi perumahan (padat atau kumuh)
1) Bangunan
Mayoritas bangunan di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir padat.
Hampir sama antara satu rumah dengan yang lain. Rata-rata bangunan
rumah terbuat dari tembok permanen, lantai rumah terbuat dari keramik,
dan atap dengan menggunakan atap genting.
2) Arsitektur
Hampir sama antara satu rumah dengan yang lain. Lantai yang
terbuat dari keramik. Rata-rata di setiap rumah terdapat jendela dengan
pencahayaan.
3) Keunikan lingkungan
Banyak tanah kosong di sekitar rumah yang dimanfaatkan untuk
lahan usaha.
4) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir rata-
rata sudah bersih. Tetapi masih terdapat beberapa rumah yang
membiarkan tempat ember, kaleng dan lain-lain tergelatak dan digenangi
air.
5) Observasi terhadap keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat
Masyarakat di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir kebanyakan
bekerja sebagai Karyawan Pabrik dan karyawan swasta yang mayoritas
warga berangkat pada pagi hari dan pulang pada sore hari atau malam
hari. Oleh karena itu, perilaku masyarakat di daerah ini cenderung
tertutup atau kurang bersosialisasi dengan warga lain.
6) Tanda kerusakan
Sarana untuk lingkungan di sekitar Rw 7 sudah tersedia tetapi
pemanfaatannya masih belum maksimal dan kesadaran untuk merawat
sarana tersebut juga masih kurang. Seperti halnya pos ronda yang berada
di RT 02 dibiarkan kotor dan tidak terpakai.
7) Area rekreasi
Di wilayah Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir tidak terdapat area
rekereasi.
8) Tempat umum (sarana ibadah)
Sarana ibadah yang tersedia di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir
hanya 1 masjid.
9) Pertokoan/pasar
Di wilayah Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir tidak terdapat
pasar. Hanya saja disana warga memanfaatkan halaman rumah sebagai
lahan usaha seperti pertokoan kecil atau toko sembako.
10) Transportasi
Masyarakat di Kelurahan Bergas Lor Rw 7 Sikunir kebanyakan
sudah memiliki kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil.
Sehingga untuk transportasi warga menggunakan kendaraan pribadi.
3) Sanitasi
a) Penyediaan air bersih
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir masyarakat
menggunakan sumber air sumur dan PAM.
b) Penyediaan air minum
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir air minum yang di
konsumsi berasal dari sumur dan PAM yang dimasak terlebih dahulu.
Ada juga yang membeli air minum dalam kemasan galon.
c) Penggunaan jamban
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir untuk penggunaan
jamban dengan jamban jongkok (leher angsa). Dan seluruh rumah
sudah memiliki septic tank masing-masing.
d) Sarana pembuangan air limbah
Di wilayah Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir untuk sistem
pembuangan limbah dengan menggunakan got yang terbuka dan
alirannya lancar.
e) Pengelolaan sampah
Di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir sudah terdapat tempat
pembuangan sampah akhir. Sehingga warga membuang sampah di
depan rumah masing-masing sebelum diambil oleh petugas kebersihan
dari kelurahan setempat.
f) Polusi udara, air, tanah atau suara kebisingan
Di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir untuk polusi udara terdapat di
rumah-rumah yang berada di pinggir jalan karena beberapa rumah
terletak dipinggir jalan raya Lemah abang - Bandungan. Kualitas air di
daerah ini bersih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Suara
kebisingan berasal dari jalan raya Lemah abang – Bandungan.
g) Sumber polusi
Sumber polusi yang ada di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir
adalah dari jalan raya Lemah abang – Bandungan
4) Kondisi geografis
Posisi geografis di Kelurahan BergasLor RW 07 Sikunir terletak di
dataran tinggi daerah pegunungan.
b. Pendidikan
1) Tingkat pendidikan
N Pendidikan Frekuensi Prosentase
o
1 Tidak/Belum Sekolah 406 28,2%
2 SD 269 18,7%
3 SMP 231 1%
4 SMA 336 23,3%
5 Diploma 35 2,4%
6 Sarjana/Strata 1 65 4,5%
7 Strata 2 10 0,6%
8 Belum Tamat SD/Sederajat 86 6,1%
Jumlah 1438 100%
Eonomi
h. Rekreasi
1) Tempat rekreasi untuk masyarakat
Tidak ada tempat rekreasi di wilayah RW 7
2) Fasilitas untuk kegiatan olahraga
Tidak terdapat fasilitas untuk kegiatan olahraga.
3) Nilai / keyakinan masyarakat tentang rekreasi
Kegiatan rekreasi yang dilakukan warga RW 7 yaitu menonton TV,
mendengarkan radio, berkunjung ke rumah keluarga.
4. Mengidentifikasi POKJAKES
1. Adakah POKJAKES
Ada pokjakes, namun untuk RW 07 tidak ada karena adanya di tingkatan
RW.
2. Sejak kapan
3. Bagaimana tugas POKJAKES
a. Mengidentifikasi dan memfasilitasi kesehatan usia lanjut (usila) di
wilayahnya :
1. Kesehatan usia lansia sering memeriksakan kesehatan di
pengobatan gratis
2. Aktivitas dan olahraga usila
Belum ada kegiatan aktivitas dan olahraga usila
3. Memotivasi posyandu usila
Sering di motivasi namun tidak datang ketika posyandu
b. Mengidentifikasi dan memfasilitasi kesehatan remaja dan pemuda
Penyuluhan napza (narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya :Belum ada
c. Penggerak dan motor kesehatan lingkungan :
1) Sanitasi lingkungan
Penyedian air bersih : Air bersih dari mata air sumur, PAM, air
laundry, dan PDAM
2) Penanggulangan sampah-sampah dan desain tempat sampah : Sampah
di RW 07 dikelola dengan baik, dikarenakan warga RW 7 setiap
bulannya dipungut biaya Rp 10.000 ribu untuk pengelolaan sampah
yang dilakukan oleh TPU.
3) Pemanfaatan pekarangan : Di RW 07 setiap pekarangan dimanfaatkan
untuk penananaman tanaman hias.
4) Drainase/saluran air hujan/limbah warga : Di RW 07 pembuangan
drainase limbah cair langsung ke got atau peralon yang telah
disediakan dan untuk peralon langsung di alirkan ke sungai.
5) Adakah kader kesehatan
Di RW 07 tidak ada kader kesehatan, karena untuk kader kesehatan di
jadikan satu di setiap RW. Sehingga untuk kader kesehatan hanya ada
pada tingkat RW.
5. Melakukan kajian masalah kesehatan yang ada di komunitas
a. Bayi dan balita
1) Jumlah bayi dan balita : 119 anak
2) Keluhan : -
3) Cakupan kunjungan posyandu : 58 anak yang aktif di RW 07
4) Cakupan imunisasi : sudah merata
5) Kejadian gizi buruk : 1 balita di RW 07 yang mengalami gizi buruk.
b. Anak-anak : 392 anak
c. Remaja : 119 jiwa
d. Dewasa : 847
e. Lansia : 90 jiwa
f. Ibu hamil : 2
g. Ibu menyusui : 3
h. Kelompok khusus dengan penyakit menular : -
i. Kelompok khusus dengan penyakit degenerative : 30
6. Indikator derajat kesehatan masyarakat
7. UKS
a. Pendidikan kesehatan
1) Kebersihan pribadi
2) Makanan bergizi
b. Pelayanan kesehatan
1) Promotif : Penyuluhan kesehatan
2) Preventif : Imunisasi, pemberantasan sarang nyamuk, pengobatan
sederhana oleh dokter kecil, kegiatan penjaringan kesehatan
3) Kuratif dan rehabilitatif : pengobatan ringan untuk mengurangi derita
sakit pertolongan pertama di sekolah serta rujukan medik ke puskesmas
terdekat.
c. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat
1) Aspek fisik
a) Penyediaan dan penampungan air bersih
Sekolah di RW 7 sudah tersedia air bersih, melalui pam/PDAM
b) Pengadaan dan pemeliharaan air limbah
Air di buang ke penampungan yang sudah disediakam
c) Pemeliharaan WC atau kamar mandi
Kamar mandi dan WC biasanya dibersihkan setiap hari oleh penjaga
sekolah
d) Pemeliharaan kebersihan dan kerapihan ruang kelas, perpustakaan,
dll
Pemeliharaan kebersihan dan kerapian ruang kelas, perpustakaan dll
selalu di bersihan oleh murid-murid yang berada disekolah setiap
hari.
e) Pemeliharaan kebersihan dan keindahan halaman dan kebun sekolah
Di halaman sekolah terdapat berbagai tanaman yang sudah tertata
rapi.
f) Pengadaan dan pemeliharaan pagar sekolah
Sudah terdapat pagar sekolah untuk keamanan dan keselamatan
siswa.
2) Aspek mental (tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang erat
antar seksama warga sekolah)
a) Bakti sosial mayarakat sekolah terhadap lingkungan
Tidak ada
b) Perkemahan
Sudah ada esktrakulikuler pramuka di sekolah dan masih aktif
sampai sekarang
c) Darmawisata
Setiap kenaikan kelas dilakukan kegiatan rekreasi
d) Musik dan olahraga
Sudah terdapat ekstrakulikuler seperti drum band dan kegiatan olah
raga yang dilakukan setiap hari oleh siswa
e) PMR, kader kesehatan
Sudah tersedia pelayanan kesehatan disekolah
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT LANSIA
A. Hasil Pengkajian
1. Jumlah lansia
Berdasarkan data yang didapat dari kelurahan Bergas Lor
didapatkan jumlah lansia dari umur > 60 tahun sebanyak 90 orang. Dengan
jumlah laki-laki sebanyak 46 orang dan perempuan sebanyak 44 orang.
Tabel 4.1
Jumlah lansia setiap RT
RT Jumlah KK
01 12
02 18
03 9
04 15
05 14
06 7
07 15
Jumlah 90
Table 4.2
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1 Laki-laki 46 51%
2 Perempuan 44 49%
Jumlah 90 100%
Tabel 4.5
RT Jumlah
01 0
02 2
03 0
04 1
05 2
06 1
07 0
Jumlah 6
Tabel 4.9
Jumlah Lansia Yang Mengalami Depresi
RT Jumlah
01 1
02 3
03 1
04 2
05 0
06 1
07 3
Jumlah 11
Total 11 100
Dari tabel 4.10 menunjukkan karakteristik 11 lansia yaitu
lebih dari separuh proporsi lansia depresi adalah berjenis kelamin
perempuan sebanyak 8 lansia (72,7%), separuh proporsi masalah
kesehatan lansia depresi adalah dengan hipertensi sebanyak 6
lansia (54,7%). Selain itu, lebih dari separuh berstatus perkawinan
janda atau duda sebanyak 7 lansia (63,6%), dan sebagian besar
proporsi lansia depresi tidak bekerja sebanyak 8 lansia (72,7%).
Keluhan yang paling banyak dialami lansia dan berdampak
pada kondisi depresi adalah penurunan aktivitas dan minat yaitu
pada 6 lansia (54,5%) dan merasakan bahwa orang disekitarnya
lebih baik daripada dirinya yaitu sebanyak 7 lansia (63,6%).
Keluhan lansia sifatnya bervariasi dan mempengaruhi
tingkatan depresi pada lansia. 11 lansia yang mengalami depresi
menunjukkan pola komunikasi yang tidak terbuka, memiliki
kebiasaan berdiam diri dan duduk sendirian di dalam rumah, serta
kurang melakukan kegiatan di luar rumah.
Hasil kuesioner yang diberikan kepada keluarga lansia yang
mengalami depresi didapatkan data bahwa dari 11 lansia yang
mengalami depresi 4 (36,3%), diantaranya memiliki dukungan
keluarga yang rendah, 2 (18,2%) dukungan sedang dan 5 (45,5%)
memiliki dukungan keluarga yang tinggi. Sedangkan untuk tingkat
pengetahuan keluarga 5 (45,6%) memiliki pengetahuan tinggi.
Tabel 4.12
Jumlah Lansia Yang Mengalami Osteoatritis
RT Jumlah
01 2
02 2
03 1
04 0
05 0
06 1
07 1
Jumlah 7
B. Proses Kelompok
1. Identifikasi faktor
internal atau eksternal
yang dapat
mempengaruhi depresi
pada lansia
2. Bantu anggota komunitas
untuk meningkatkan
kesadaran dan
memberikan perhatian
mengenai masalah-
masalah kesehatan
C. Empowerment
1. Bangun komitmen
kepada komunitas
dengan menunjukkan
bagaimana partisipasi
akan mempengaruhi
kehidupan individu dan
meningkatkan outcome.
D. Partnership
1. Demi kelancaran setiap
kegiatan yang akan
dilaksanakan, mahasiswa
dapat bekerjasama
dengan Puskesmas, kader
kesehatan yang ada,
tokoh masyarakat dan
bidan desa.
C. PLAN OF ACTION