Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Manusia selalu membutuhkan manusia lainnya untuk saling bertahan hidup Terjalin
hubungan simbiosis mutualisme antar manusia, artinya hubungan tersebut saling
menguntungkan satu sama lain. Salah satu hubungan antar manusia yang paling nyata dan
tidak dapat dipungkiri keberadaanya adalah hubungan sosial. Hubungan sosial yang terjalin
antarmanusia ditandai dalam bentuk interaksi satu sama lain.
Interaksi antarmanusia dapat terjalin dengan baik karena adanya
komunikasi yang saling dimengerti antara mereka. Salah satu alat yang
digunakan dalam berkomunkasi adalah bahasa.
Menurut Chaer (2011 : 1)
bahasa sebagai suatu sistem berupa lambang bunyi, bersifat arbitrer,
digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mendefinisikan diri. Oleh karena itu, bahasa tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan manusia. Pergantian zaman tidak pula mengubah fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi antara manusia dengan manusia lainnya.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi, maka
pembelajaran yang berkaitan dengan bahasa tidak pernah mencapai titik akhir.
Bahasa sendiri dapat dipelajari dengan berbagai hal dan cara. Salah satu
cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa untuk berkomunikasi adalah pragmatik
(Nadar, 2009: 2). Pragmatik termasuk ke dalam cabang ilmu linguistik yang masih baru.
Kendati demikian, banyak hal-hal menarik
berhubungan dengan bahasa yang dapat dipelajari melalui kajian pragmatik
ini.
Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi dapat dipelajari secara formal
maupun informal. Secara formal penggunaan bahasa dapat dipelajari melalui
dunia pendidikan. Secara informal salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mempelajari penggunaan bahasa adalah dengan memanfaatkan media
audio
visual
. Melalui media
audio visual
penggunaan bahasa secara verbal maupun
non verbal dapat dilihat secara langsung.
Film termasuk salah satu media
audio visual
yang dapat digunakan untuk
pembelajaran penggunaan bahasa. Film adalah lakon (cerita) gambar hidup
(KBBI, 2008: 392). Gambar hidup tersebut merupakan salah satu bentuk
hiburan yang di dalamnya menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
Terdapat ragam tuturan langsung maupun tidak langsung dari para tokohnya.
Tuturan tersebut disajikan dalam suatu adegan yang disertai gerakan-gerakan
setiap lakonnya.
Penggunaan film sebagai salah satu media
audio-visual
yang dianggap
tepat untuk pembelajaran penggunaan bahasa didasari beberapa fakta. Fakta
bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung lebih mudah
meniru dan terpengaruh akan hal yang dapat terdengar dan terlihat (
audio
visual
). Fakta lain menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan dalam suatu
tanyangan film dapat menyumbangkan/menciptakan “bahasa baru”. Bahasa-
bahasa baru ini kemudian ditiru dan diteruskan antarmanusia sebagai bentuk
tuturan dalam berkomunikasi. Namun, bahasa baru tersebut kebanyakan tidak
sesuai dengan aturan kebahasaan yang benar. Misalkan penggunaan kata

alay, kepo,
dan
kamseupai
” yang maknanya tidak terdapat dalam KBBI.
Penggunaan kata-kata tersebut sudah lazim digunakan dalam komunikasi
sehari-hari. Penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam komunikasi acap kali
menganggap kata “
alay
” mengandung makna melebih-lebihkan atau
berlebihan,
kepo
mengandung makna terlalu ingin tahu sedangkan
kamseupai
mengandung makna umpatan terhadap orang yang dianggap kampungan.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa film sedikit banyaknya membawa
pengaruh terhadap penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa
merupakan cermin kepribadian seseorang. Bahkan, bahasa merupakan cermin
kepribadian bangsa. Artinya, melalui bahasa (yang digunakan) seseorang atau
suatu bangsa dapat diketahui kepribadiannya. Kita akan sulit mengukur
apakah sesorang memiliki kepribadian baik atau buruk jika mereka tidak
mengungkapkan pikiran atau bahasanya melalui tindak bahasa (baik verbal
maupun nonverbal) (Pranowo, 2009: 3). Hal tersebut menjadi salah satu
pemicu ketertarikan peneliti untuk menjadikan film sebagai objek
penelitiannya.
Suatu film disajikan oleh seorang sutradara tentu di dalamnya terkandung
sebuah pesan. Pesan tersebut tidak lantas ditunjukan secara
gamblang
kepada
penonton, melainkan disajikan dalam bentuk makna tersirat melalui setiap
percakapan antartokoh di dalamnya. Makna tersirat tersebut bertujuan
memberikan pesan-pesan positif atau amanat yang baik bagi setiap
penontonnya. Faktanya, tidak semua orang dapat menangkap makna-makna
tersirat yang dimaksudkan oleh orang lain. Demikian halnya di dalam
berkomunikasi, terdapat makna-makna tersirat berupa ujaran yang tidak sesuai
dengan makna kata yang diucapkan si penutur kepada mitra tutur. Hal inilah
yang terkadang
menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi
antarmanusia. Apa yang dimaksudkan si penutur berbeda dengan apa yang
ditangkap oleh mitra tuturnya.
Bentuk percakapan antartokoh yang mengandung makna tersirat berarti
makna percakapan itu berada di luar struktur bahasanya. Pada kondisi seperti
itulah peran ilmu pragmatik yaitu implikatur percakapan dipakai untuk
membuka makna tersirat.
Grice melalui Nababan (1987: 28)
menegaskan
bahwa konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering
terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Selain
itu, pendapat lain datang dari Levinson
(Nadar, 2009: 61)
yang menyebut
implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam
pragmatik (
one of the single most important ideas in pragmatics
). Berdasarkan
pemamaparan tersebut, tidak salah jika analisis implikatur dapat digunakan
untuk mengetahui makna-makna tersirat yang terkandung dalam suatu film.
Peneliti memutuskan memilih film
Marmut Merah Jambu
Karya Raditya
Dika sebagai objek penelitiannya. Film ini merupakan salah satu film dengan
genre
komedi yang dirasa ringan untuk ditonton khalayak pada umumnya.
Film ini menyajikan kisah berdasarkan realitas sosial yang sering dialami anak
muda. Kendati demikian, film ini tidak menyajikan
ekspose seksual
seperti
kebanyakan film anak muda saat ini. Terdapat percakapan-percakapan
antartokohnya yang mengandung makna tersirat sehingga mampu
mengundang
gelak tawa
penontonya. Penonton dapat terhibur dan tertawa
bukan karena adegan
fulgar
atau adanya
ekspose seksual
melainkan sungguh
karena penggunaan bahasa dalam percakapan antartokohnya. Selain itu, Film
Marmut Merah Jambu
karya Raditya Dika diperankan sendiri oleh Raditya
Dika (sebagai pemeran utama) yang sekaligus merupakan sutradara dan
penulis naskah film ini. Hal ini tentu menambah kematangan penyampaian
maksud/makna tersirat yang hendak disampaikan Raditya Dika kepada
penonton melalui filmnya. Oleh karena itu, peneliti menjadikan film ini
sebagai objek penelitiannya dengan menggunakan kajian pragmatik khususnya tindak tutur
percakapan tersebut

. Batasan Istilah
1. Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari bahasa
yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (
Nadar, 2009:
2
).
2. Implikatur
Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan. Menurut Mey (dalam
Nadar, 2009: 60
) implikatur “
implicature
” berasal dari kata kerja
to imply
sedangkan kata bendanya adalah
implication
. Kata kerja ini berasal dari
bahasa Latin
plicare

expressions of the their interaction intelligible


(“situasi lingkungan dalam
arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi,
dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”).
5. Film
Film adalah lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 2008: 392). Film
merupakan gambar hidup yang sering juga disebut
movie.
Film secara
kolektif sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk
popular dari hiburan, dan juga bisnis. Film adalah teks yang memuat
serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan
tindakan dalam kehidupan nyata (
Danesi, 2010: 134
).
6. Tokoh
Tokoh adalah pelaku dalam cerita (
Nurgiyanto, 2005: 165
)

7
E
yang berarti
to fold
“melipat”, sehingga untuk
mengerti apa yang dilipat atau yang disimpan tersebut haruslah dilakukan
dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa yang
dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan
interpretasi pada tuturan-tuturannya.
3. Fungsi Implikatur
Implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat
mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan “
provides some
explicit account of how it is possible to mean more than what is actually
said
”(
Nadar, 2009: 61
).
4. Konteks
Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, 2009: 3-4) sebagai
the surroundings, in the widest sense, that enable the participants in the
communication process to interact, and that make the linguistic B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, rumusan masalah
penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan
antartokoh dalam film
Marmut Merah Jambu
karya Raditya Dika?
2. Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan
antartokoh dalam film
Marmut Merah Jambu
karya Raditya Dika?

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jenis-jenis implikatur percakapan antartokoh dalam film
Marmut Merah Jambu
karya Raditya Dika.
2. Mendeskripsikan fungsi implikatur percakapan antartokoh dalam film
Marmut Merah Jambu
karya Raditya Dika.
Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Berkenaan dengan tuturan, Searle (1969:23-24) mengemukan tiga jenis tindakan yang
bisa diwujudkan seorang penutur, yaitu: (a) tindak lokusi, (b) tindak perlokusi, dan (c) tindak
perlokusi.
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut
sebagai the act of saying something. Bila diamati konsep lokusi adalah konsep yang
berkaitan dengan proposisi kalimat. Tindak tutur lokusi paling mudah untuk diidentifikasi
karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan
atau tanpa mengaitkan maksud tertentu. Tuturan “Udara panas” yang mengacu kepada
makna udara atau hawa panas, lawan dingin; tanpa dimaksudkan untuk meminta kipas angin
dijalankan atau jendela dibuka merupakan tuturan lokusi.
Tuturan yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan adalah tindak tutur
ilokusi. Tindak ilokusi disebut the act of doing something. Tuturan “Sayur ini enak meskipun
kurang asin” yang dimaksudkan untuk meminta diambilkan garam merupakan tuturan
ilokusi.
Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh
atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau
tidak disengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya
dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur disebut dengan tindak perlokusi. Tindak tutur
ini sering disebut the act of affecting someone. Sebagai contoh, tuturan “Ada hantu”
mempunyai daya pengaruh untuk menakut-nakuti.

Anda mungkin juga menyukai