Akuntansi CSR
Akuntansi CSR
net/publication/330171478
Akuntansi CSR
CITATIONS READS
0 284
1 author:
Andreas Lako
Soegijapranata Catholic University
87 PUBLICATIONS 75 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Andreas Lako on 05 January 2019.
(Artikel ini sudah diterbitkan majalah SWA, No 02/XXIV, edisi 24 Januari-5 Pebruari 2008).
Pada Pasal 74 UUPT diyatakan bahwa kewajiban melaksanakan CSR hanya berlaku
bagi PT yang menjalankan kegiatan usaha yang berkaitan dengan sumberdaya alam (SDA).
Namun, Pasal 66 justru mewajibkan semua PT memasukkan pelaksanaan CSR dalam laporan
tahunan Direksi. Ini berarti, mulai 2008 dan selanjutnya semua PT wajib memiliki dan
melaksanakan program-program CSR serta melaporkannya dalam laporan tahunan. Investasi
dalam program-program CSR tentu akan menyerap sumberdaya ekonomi PT dalam jumlah
yang besar.
Permasalahannya, hingga akhir Desember 2007 belum ada ketentuan akuntansi atau
standar akuntansi CSR dari pemerintah atau Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang mengatur
tentang pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan informasi CSR. Hal ini tentu akan
menyulitkan PT dalam pelaporan informasi CSR.
Pada hakikatnya, akuntansi CSR (CSR accounting) merupakan perluasan dari akuntansi
sosial (social accounting) dan akuntansi lingkungan (environmental accounting). Meski
berbeda istilah, namun esensinya hampir sama.
Karena itu, ruang lingkup akuntansi sosial mencakup: 1) identifikasi sasaran dan nilai-
nilai sosial perusahaan; 2) identifikasi siapa saja stakeholder perusahaan; 3) menentukan
indikator untuk mengukur kinerja sosial dan target-target yang mau dicapai; 4) mengukur
kinerja, melakukan pencatatan, dan mempersiapkan akun-akun (accounts) dengan
menggunakan prinsip kualitatif akuntansi seperti relevansi, reliabilitas, understandability,
objektivitas dan konsistensi; 5) mencatat opini stakeholder agar bisa menyajikan baseline
komparasi di masa depan; 6) menyertakan accounts dalam audit independen, dan 6)
memublikasi accounts dalam pelaporan keuangan.
Bila digabungkan, esensi akuntansi CSR adalah suatu proses pengukuran, pencatatan,
pelaporan dan pengungkapan informasi terkait efek-efek sosial dan lingkungan dari tindakan-
tindakan ekonomi perusahaan bagi kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat atau yang
menjadi stakeholder perusahaan.
Ada dua dimensi utama dalam akuntansi CSR. Pertama, melaporkan dan mengungkap
costs dan benefits dari aktivitas ekonomi perusahaan yang secara langsung berdampak pada
profitabilitas bottom-line (laba). Costs dan benefits tersebut bisa dihitung dan dikuantifisir
secara akuntansi. Kedua, melaporkan costs dan benefits dari aktivitas ekonomi perusahaan
yang berdampak langsung pada individu, masyarakat dan lingkungan. Benefits itu sulit
dikuantifisir sehingga pelaporannya mesti dilakukan secara kualitatif.
Asumsi yang mendasari akuntansi CSR adalah perusahaan tidak hanya memiliki
tanggung jawab ekonomi memaksimalkan laba (profits) untuk meningkatkan nilai kekayaan
pemegang saham. Tapi, juga memiliki tanggung jawab moral dan etis untuk meningkatkan
nilai, kapasitas dan kualitas masyarakat (people) dan lingkungan (planet) yang turut
menanggung externalities dari aktivitas ekonomi perusahaan.
Karena memiliki tiga dimensi tujuan yang terintegrasi maka akuntansi CSR disebut juga
tripple-bottom line accounting. Intinya, pelaporan keuangan oleh suatu perusahaan harus
mencakup informasi ekonomi, sosial dan lingkungan. Tujuannya, agar perusahaan bisa
berkembang secara berkelanjutan. Hal ini disebabkan investor dan stakeholders akan kian
mengapresiasi perusahaan karena mereka mendapatkan informasi yang lrbih komprehensif
tentang kinerja, risiko, intangible values dan prospek perusahaan.
* Dosen Jurusan Akuntansi & Program Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang