Anda di halaman 1dari 24

Akuntansi lingkungan, Suatu Perspektif.

Category: Jurnal

Oleh : rossje, 2006

1. Konsep Akuntansi Lingkungan

Akuntansi lingkungan adalah identifikasi, pengukuran dan alokasi biaya-biaya lingkungan hidup dan
pengintegrasian biaya-biaya ke dalam pengambilan keputusan usaha serta mengkomunikasikan
hasilnya kepada stockholders perusahaan, menurut Junus dalam Sri Astuti dan Ikhsan (2002).

Sedangkan menurut Djogo (2002) Akuntasi lingkungan Environmental Accounting atau EA adalah
istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam
praktek akuntasi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah
dampak (impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan
yang mempengaruhi kualitas lingkungan.

Sedangkan Lemanthe (2001) memberikan pendekatan akuntansi biaya lingkungan secara


sistematis dan tidak hanya berfokus pada akuntansi untuk biaya proteksi lingkungan, tetapi juga
mempertimbangkan biaya lingkungan terhadap material dan energi. Akuntansi biaya lingkungan
menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya dan
diaplikasikan untuk mengukur biaya kualitas dan jasa.

Akuntansi lingkungan mengidentifikasi, menilai dan mengukur aspek penting dari kegiatan sosial
ekonomi perusahaan dalam rangka memelihara kualitas lingkungan hidup sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan (Haniffa, 2002). Sehingga perusahaan tidak bisa seenaknya untuk mengolah sumber
daya tanpa memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.

Pemahaman sifat dan relevansi akuntansi lingkungan sangat beragam tergantung perspektif para
profesional dan orientasi fungsional para praktisi.

Aspek-aspek yang menjadi bidang garap akuntansi lingkungan adalah sebagai berikut (Cahyono,
2002) :

1) Pengakuan dan identifikasi pengaruh negatif aktifitas bisnis perusahaan terhadap lingkungan
dalam praktek akuntansi konvensional.
2) Identifikasi, mencari dan memeriksa persoalan bidang garap akuntansi konvensional yang
bertentangan dengan kriteria lingkungan serta memberikan alternatif solusinya.

3) Melaksanakan langkah-langkah proaktif dalam menyusun inisiatif untuk memperbaiki lingkungan


pada praktik akuntansi konvensional.

4) Pengembangan format baru sistem akuntansi keuangan dan nonkeuangan, sistem pengendalian
pendukung keputusan manajemen ramah lingkungan.

5) Identifikasi biaya-biaya (cost) dan manfaat berupa pendapatan (revenue) apabila perusahaan
lebih peduli terhadap lingkungan dari berbagai program perbaikan lingkungan.

6) Pengembangan format kerja, penilaian dan pelaporan internal maupun eksternal perusahaan.

7) Upaya perusahaan yang berkesinambungan, akuntansi kewajiban, resiko, investasi biaya


terhadap energi, limbah dan perlindungan lingkungan.

8) Pengembangan teknik-teknik akuntansi pada aktiva, kewajiban dan biaya dalam konteks non
keuangan khususnya ekologi.

1.1 Tujuan Penerapan Akuntasi Lingkungan

Ada beberapa maksud dikembangkannya akuntansi lingkungan: 1). Akuntasi lingkungan merupakan
sebuah alat manajemen lingkungan, 2). Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan
masyarakat.

Sebagai alat manajemen lingkungan akuntasi lingkungan digunakan untuk menilai keefektifan
kegiatan konservasi berdasarkan ringkasan dan klasifikasi biaya konservasi lingkungan. Data akuntasi
lingkungan juga digunakan untuk menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya
konservasi lingkungan keseluruhan dan juga investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan
lingkungan. Selain itu akuntasi lingkungan juga digunakan untuk menilai tingkat keluaran dan capaian
tiap tahun untuk menjamin perbaikan kinerja lingkungan yang harus berlangsung terus menerus.

Sebagai alat komunikasi dengan publik, akuntansi lingkungan digunakan untuk menyampaikan
dampak negatif lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan dan hasilnya kepada publik. Tanggapan
dan pandangan terhadap akuntansi lingkungan dari para pihak, pelanggan dan masyarakat digunakan
sebagai umpan balik untuk merubah pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan
lingkungan.
Didalam akuntasi lingkungan ada beberapa komponen pembiayaa yang harus dihitung misalnya 1.
Biaya operasional bisnis yang terdiri dari biaya depresiasi fasilitasi lingkungan, biaya memperbaiki
fasilitais lingkungan, jasa atau fee kontrak untuk menjalankan fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya
tenaga kerja untuk mengjalankan operais fasilitas pengelolaan lingkungan serta biaya kontrak untuk
pengelolaan limbah (recycling). 2). Biaya daur ulang yang dijual yang disebut sebagai “Cost incurred
by upstream and down-stream business operations” is the contract fee paid to the Japan Container
and Package Recycling Association. 3). Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari
biaya total untuk material dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk pengembangan material yang
ramah lingkungan, produk dan fasilitasi pabrik.

1.2 Pendorong Munculnya Akuntansi Lingkungan

Akuntansi dalam dunia bisnis terlalu berpihak pada stockholders daripadastakeholders, sehingga
konsep akuntansi sekarang tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan situasi dan
kehidupan yang aman berkeadilan, serta alam yang lestari dan terpelihara. Karena hal itu kemudian
berkembang akuntansi lingkungan (environmental accounting).

Akuntansi lingkungan dipertimbangkan karena menjadi perhatian bagi pemegang saham dengan cara
mengurangi biaya yang berhubungan dengan lingkungan (contohnya : polusi) dan diharapkan dengan
pengurangan biaya lingkungan akan tercipta kualitas lingkungan yang baik.

Yang juga menjadi pendorong munculnya akuntansi lingkungan ialah kecenderungan terhadap
kesadaran lingkungan. Dalam literatur, paradigma ini dikenal dengan The Human Exeptionalism
Paradigm menuju The Environment Paradigm.

Paradigma yang pertama mengungkapkan bahwa manusia merupakan makhluk yang unik di bumi ini
yang memiliki kebudayaan dan sadar tidak dibatasi oleh kepentingan makhluk lain. Sebaliknya,
paradigma yang kedua menganggap bahwa manusia adalah makhluk diantara bermacam-macam
makhluk yang mendiami bumi yang saling memiliki keterkaitan sebab akibat dan dibatasi oleh sifat
keterbatasan itu sendiri, baik ekonomi, social maupun politik. Paradigma yang terakhir inilah yang
menjadi pedoman akuntansi lingkungan.

1.3 Eksternalitas

Tuanakotta (2001: 253-254) menyatakan bahwa perusahaan sering mengabaikan dampak dari
kegiatan produksinya terhadap masyarakat di sekitarnya.
Dalam ilmu ekonomi, dampak ini diberi bermacam-macam nama, seperti, “3rdParty Effect”, “Spillower
Effect”, atau lebih jelasnya “External Economies” (jika menguntungkan) atau “External Diseconomies”
(jika merugikan) atau secara umum diistilahkan “Externalities”.

Usaha dalam melakukan penilaian terhadap eksternalitas ini cukup sulit dikarenakan oleh :

1. Kebanyakan eksternalitas memang sulit untuk diukur karena adanya mata rantai sebab akibat
yang sangat rumit. Contohnya : “Pencemaran udara bukan saja diakibatkan oleh volume produksi dan
pembuangan sampah industri, tetapi juga oleh adanya interaksi bermacam-macam variabel yang
saling bereaksi.”

2. Pengukuran environment costs lebih kepada besarnya persepsi dan kesadaran masyarakat
tentang masalah tersebut, apakah masyarakat memberikan nilai yang tinggi (tangible atau intangible)
kepada masalah tersebut.

3. Ada eksternalitas yang bersifat intangible, sehingga pengukuran dalam bentuk uang tidak tepat.

Item social costs yang utama bagi perusahaan adalah sebagai berikut :

1) Merosotnya faktor kemanusiaan dalam produksi

2) Pencemaran udara

3) Pencemaran Air

4) Berkurangnya dan rusaknya sumber-sumber hewani

5) Berkurangnya sumber-sumber energi sebelum waktunya

6) Perubahan teknologi

7) Erosi, berkurangnya kesuburan tanah, dan gundulnya hutan

8) Pengangguran dan kelangkaan sumber daya manusia

1.5. Perbedaan Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Lingkungan

Akuntansi konvensional menurut Craig & Ben Gorgon (2001: 187-199) memiliki beberapa
karakteristik, yaitu :

1) Mengidentifikasi entitas akuntansi


2) Mengaitkan aktivitas ekonomi dari entitas akuntansi

3) Mencatat kejadian ekonomi (economic events)

4) Hanya diperuntukkan secara khusus untuk investor dan lainnya yang berkepentingan dengan
entitas akuntansi (stockholder)

Sedangkan karakteristik akuntansi lingkungan adalah :

1) Mengidentifikasi kejadian ekonomi, sosial dan lingkungan

2) Entitas akuntansi

3) Memperhatikan dampak kejadian ekonomi, sosial, dan lingkungan demi kelangsungan hidup
organisasi perusahaan

4) Menghasilkan informasi untuk para stakeholder seperti masyarakat, publik, karyawan atau
buruh, generasi akan dating

Akuntansi konvensional tidak memiliki perhatian terhadap transaksi-transaksi yang bersifat non
reciprocal transactions, tetapi hanya mencatat transaksi secara timbal balik (reciprocal transactions).
Sedangkan akuntansi lingkungan mencatat transaksi yang bersifat tidak timbal balik, seperti polusi,
kerusakan lingkungan atau hal-hal negatif dari aktivitas perusahaan.

Dalam sistem akuntansi lingkungan berorientasi pada flow yang mendasarkan pada analisis sebab dan
akibat secara sistematis khususnya biaya yang terkait dengan output, seperti emisi, pembuangan
sampah dan limbah yang dijadikan input perusahaan.

Namun dalam akuntansi konvensional, biaya-biaya tersebut diberlakukan sebagai biaya overhead
(factory overhead cost) dan dialokasikan secara terpisah.

Sistem akuntansi lingkungan mengenal adanya potentially hidden costs, contingent


costs dan image and relationship costs, sedangkan sistem akuntansi konvensional hanya
mengenal biaya-biaya yang melekat langsung pada produk.

Potentially hidden costs adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu
produk sebelum proses produksi (misal : biaya desain produk), biaya selama proses produksi (seperti
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead) dan backend environment cost(misal
: lisensi mutu produk).
Contingent cost adalah biaya yang mungkin timbul dan mungkin tidak terjadi dalam suatu perusahaan
dan dibebankan pada contingent liabilities cost(contoh : biaya cadangan untuk kompensasi kecelakaan
yang mungkin terjadi).

Image and relationship costs adalah biaya yang dipengaruhi oleh persepsi manajemen, pelanggan,
tenaga kerja, publik dan lembaga pemerintah tentang kepatuhan terhadap undang-undang lingkungan
dan bersifat subyektif, contoh : pelaporan biaya lingkungan secara sukarela oleh perusahaan.

Dalam akuntansi lingkungan dipertimbangkan private cost dan societal cost dalam membuat
keputusan, sedangkan dalam akuntansi konvensional tidak mempertimbangkan kedua biaya tersebut
dalam pembuatan keputusan perusahaan.

Private cost merupakan biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan yang berpengaruh langsung
terhadap bottom line perusahaan.

Societal cost menggambarkan dampak biaya lingkungan dan sosial dalam suatu entitas dan
merupakan biaya eksternal, contohnya adalah biaya yang dikeluarkan sebagai dampak pencemaran
lingkungan.

Sedangkan system akuntansi konvensional, biaya social lingkungan dialokasikan ke biaya overhead
dengan beberapa cara, antara lain dialokasikan ke produk tertentu (spesifik) atau dikumpulkan
menjadi biaya tertentu dan tidak dialokasikan ke produksecara spesifik. Pengalokasian biaya
lingkungan dalam sistem akuntansi yang berbasis lingkungan dapat menggunakan dua pendekatan,
yaitu :

1) mengalokasikan biaya lingkungan secara langsung ke dalam sistem akuntansi biaya;

2) mengalokasikan secara terpisah dari sistem akuntansi biaya.

1.4 Pengukuran dalam Akuntansi Lingkungan

Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya “Teori Akuntansi” (2001: 369) merangkum matode-metode
pengukuran informasi yang akan dilaporkan dalam Socio Economic Reporting, antara lain :

1. Menggunakan penelitian dengan menghitung “Opportunity Cost Approached”.

Misalnya dalam menghitung environment costs dari pembuangan, maka dihitung berapa kerugian
manusia dalam hidupnya, berapa berkurangnya kekayaan, berapa kerusakan wilayah disekitar lokasi
dan lain sebagainya akibat pembuangan limbah. Total kerugian itulah yang menjadi environment cost
perusahaan.
2. Menggunakan hubungan antara kerugian, misal dengan permintaan untuk barang perorangan
dalam menghitung jumlah kerugian masyarakat.

3. Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga.

Misalnya, vonis hakim akibat pengaduan masyarakat akan kerusakan lingkungan dapat juga dijadikan
sebagai dasar perhitungan.

Sedangkan menurut Harahap (2001: 363), bentuk keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosialnya
dapat berupa :

A. Lingkungan Hidup :

1. Pengawasan terhadap efek polusi

2. Perbaikan pengrusakan alam, konservasi alam

3. Keindahan lingkungan

4. Pengurangan suara bising

5. Penggunaan tanah

6. Pengelolaan sampah dan air limbah

7. Riset dan pengembangan lingkungan

8. Kerjasama dengan pemerintah

9. Pembangunan lokasi rekreasi

B. Membantu Masyarakat Lingkungan :

1. Membangun klinik kesehatan

2. Bantuan dana kepada masyarakat sekitar

1.5 Pelaporan Kinerja Sosial

Menurut Martin Freedman, ada tiga pendekatan yang digunakan dalam melaporkan kinerja sosial
perusahaan dalam kaitannya dengan penerapan akuntansi sosial:
1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)

Yaitu dengan cara mengukur dan melaporkan dampak-dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari
operasi perusahaaan yang berorientasi social lingkungan.

Pelaporan ini dilakukan dengan membuat daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki
konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mengestimasi dan mengukur dampak-dampaknya.

2. Laporan Sosial (Sosial Report)

Terdapat beberapa pendekatan dalam laporan sosial seperti yang telah dirangkum oleh Billey and
Weygandt dalam bukunya, “Intermediate Accounting”, yaitu :

a) Inventory Approach

Yaitu suatu pendekatan yang menjelaskan bahwa perusahaan mengkompilasi dan mengungkapkan
sebuah data yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas social perusahaan.

Keterbatasan dari pendekatan ini adalah sulit dalam membuat daftar yang sesuai dengan batasan
yang realistis, serta sulit untuk membandingkan pertanggung jawaban sosial terhadap lingkungan
antar perusahaan karena tidak ada standar yang tepat untuk mengukur pertanggungjawaban
tersebut.

b) Cost Approach

Pendekatan ini menguraikan bahwa perusahaan membuat daftar aktivitas perusahaannya yang
berkenaan dengan penanganan terhadap lingkungannya dan mengungkapkan jumlah pengeluaran
masing-masing aktivitas tersebut. Biaya dan aktivitas tersebut berhubungan dengan periode
pelaporan yang berjalan dibebankan ke expense pada periode berikutnya.

c) Program Management Approach

Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas terhadap lingkungan, tetapi juga tujuan dari
kegiatan tersebut serta hasil yang sudah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan ysng telah
ditetapkan itu.

Kelebihan dari pendekatan ini adalah memudahkan pemakai laporan keuangan untuk menilai tingkat
keberhasilan aktivitas sosial lingkungan perusahaan untuk mencapai tujuan.
Sedangkan keterbatasannya ialah tidak terdapatnya indikasi manfaat sosial yang diperoleh dari
pencapaian tujuan tersebut.

d) Cost-Benefit Approach

Pendekatan ini menjelaskan bahwa perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak
positif terhadap lingkungan serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dari
pendekatan ini adalah mengukur biaya dan manfaat terhadap masyarakat.

3. Pengungkapan Sosial Lingkungan dalam Laporan Tahunan

Adalah pengungkapan informasi mengenai aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan


lingkungan perusahaan, dilakukan melalui berbagai media antara lain : laporan tahunan, laporan
interim, prospectus, pengumuman kepada bursa efek atau media massa.

2. Pengertian Biaya Lingkungan

Menurut Irawan (Lintasan Ekonomi: 2001), biaya lingkungan dapat diartikan sebagai biaya yang
muncul dalam usaha untuk mencapai tujuan seperti pengurangan biaya lingkungan yang
meningkatkan pendapatan, meningkatkan kinerja lingkungan yang perlu dipertimbangkan saat ini dan
yang akan datang.

Sedangkan menurut Susenohaji (Balance volume 1: 2003), biaya lingkungan adalah biaya yang
dikeluarkan perusahaan berhubungan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan
perlindungan yang dilakukan. Biaya lingkungan mencakup baik biaya internal (berhubungan dengan
pengurangan proses produksi untuk mengurngi dampak lingkungan) mauoun eksternal (berhubungan
dengan perbaikan kerusakan akibat limbah yang ditimbulkan).

Sumber-sumber biaya lingkungan meliputi :

1. Biaya pemeliharaan dan penggantian dampak akibat limbah dan gas buangan (waste and
emission treatment), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara, memperbaiki, mengganti
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah perusahaan.

2. Biaya pencegahan dan pengelolaan lingkungan (prevention and environmental


management) adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah dan mengelola limbah untuk
menghindari kerusakan lingkungan.
3. Biaya pembelian bahan untuk bukan hasil produk (material purchase value of non-
product) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang bukan hasil produksi dalam
rangka pencegahan dan pengurangan dampak limbah dari bahan baku produksi.

4. Biaya pengolahan untuk produk (processing cost of non-product output) ialah biaya yang
dikeluarkan perusahaan untuk pengolahan bahan yang bukab hasil produk.

5. Penghematan biaya lingkungan (environmental revenue) merupakan penghematan biaya


atau penambahan penghasilan perusahaan sebagai akibat dari pengelolaan lingkungan.

Sedangkan media penentuan biaya lingkungan meliputi udara, air, tanah, kebisingan, kerusakan
biota, radiasi.

Biaya lingkungan terkait erat dengan lingkungannya. Biaya ini meliputi antara lain; biaya degradasi
tanah, pencemaran lingkungan, biaya penyusutan air, biaya untuk daur ulang, biaya untuk membayar
denda, bunga, dan biaya ganti rugi karena kerusakan lingkungan serta kehilangan flora dan fauna.
Selain itu, ada juga biaya lingkungan yang cenderung tidak diketahui dengan jelas oleh pimpinan
perusahaan atau organisasi lain. Biaya ini cenderung tersembunyi seperti biaya untuk persiapan
asuransi, pengendalian polusi, dan biaya untuk pengolahan limbah.

Ada empat macam biaya lingkungan yang timbul dari dampak pencemaran terhadap lingkungan yang
ditanggung oleh masyarakat :

a. Damage Cost, yaitu biaya akibat dampak langsung dan tak langsung dari limbah, misalnya
meningkatnya berbagai macam penyakit dan terganggunya reproduksi makhluk hidup.

b. Avoidance Cost, biaya ekonomi dan sosial dalam kaitannya dengan berbagai upaya untuk
menghindari dampak pencemaran yang terjadi. Misalnya biaya untuk penyaring udara.

c. Abatement Cost, yaitu biaya sumber daya yang digunakan untuk melakukan penelitian,
perencanaan, pengelolaan dan pemantauan pencemaran.

Tingkatan biaya lingkungan dalam melakukan analisa full costing ada empat macam, yaitu :

a. Usual cost and operating cost

Usual cost adalah cost yang berkaitan langsung dengan produk, termasuk biaya pembuatan,
peralatan, material, pelatihan, tenaga kerja dan energi.

b. Hidden Regulatory Cost


Merupakan biaya yang berkaitan dengan ketaatan terhadap peraturan pemerintah seperti biaya
pengujian, monitoring dan inspeksi.

c. Contingent Liability Cost

Biaya yang berkaitan dengan kemungkinan kewajiban perusahaan di masa yang akan datang seperti
kerusakan dan biaya perbaikan di masa yang akan datang.

d. Less Tangible Cost

Dengan mengurangi atau mengeliminasi pencemaran dan merespon permintaan konsumen atas
produk yang ramah lingkungan, suatu perusahaan dapat merealisasikan Cost Saving (less tangible
cost) berupa naiknya revenue atau menurunnya expense.

2.1 Alokasi Biaya Lingkungan

Bertolak dari persoalan-persoalan yang berdampak negatif terhadap lingkungan, maka kita
dihadapkan pada kondisi atau keadaan di satu pihak ada kekhawatiran lingkungan hidup akan
tercemar bahkan makin tercemar tanpa dapat diperbaiki sebagai akibat dari penggunaan tekhnologi,
akan tetapi di pihak lain ada yang beranggapan bahwa teknologi dapat menanggulangi masalah
lingkungan.

Adapun alasan-alasan yang mendasari perusahaan harus berpikir tentang pentingnya pengalokasian
biaya lingkungan dalam mengatasi pencemaran lingkungan :

1. Besarnya jumlah yang akan terkena dampak akibat kegiatan perusahaan

2. Luasnya wilayah penyebaran dampak

3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung

4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak dan sifat kumulatif
dampak.

Dikarenakan pentingnya persoalan kelestarian lingkungan dan perusahaan merupakan bagian dari
lingkungan, maka wajar apabila perusahaan turut ambil bagian dalam pelestarian lingkungan. Salah
satu bentuk kepedulian perusahaan terhadap kelestarian lingkungan adalah dengan menetapkan biaya
lingkungan dalam penyusunan anggaran perusahaan dengan maksud :
a. Meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dimana perusahaan akan
mengumpulkan informasi tentang lingkungan termasuk pencemaran dan kerusakan lingkungan serta
jalan keluar dalam mengatasi persoalan ini.

b. Sebagai alat untuk mengukur kinerja manajer, karena dengan dimasukkannya biaya
lingkungan dalam biaya produksi (anggaran perusahaan) maka dapat mencerminkan biaya yang
akurat atas suatu produk, agar dapat diketahui laba bersih yang sesungguhnya yang menjadi hak
perusahaan tanpa harus dikaitkan dengan masalah kerusakan lingkungan di kemudian hari.

Sedangkan pengelolaan sisa produksi (limbah) harus menggunakan teknologi maka sangat tidak
mungkin apabila perusahaan tidak memasukkan biaya lingkungan ke dalam biaya produksi sebagai
bagian dari kepedulian perusahaan terhadap lingkungan maka perusahaan akan memperoleh manfaat
sebagai berikut :

1) Nilai harga pokok produksi ditetapkan pada suatu produk tidak terlalu rendah, karena sudah
dimasukkan biaya lingkungan. Perusahaan mencoba memperkirakan tingkat pencemaran yang telah
dilakukan terhadap lingkungan dengan melihat berapa unit bahan baku yang masuk dalam produksi,
berapa unit yang hilang pada awal dan akhir produksi, dan berapa unit yang benar-benar menjadi
output.

2) Dengan nilai harga pokok produksi yang tidak terlalu rendah maka penetapan harga jual atas
produk pun tidak terlalu rendah, karena telah memperhitungkan biaya perlindungan terhadap
lingkungan, maka kerusakan yang berdampak pada lingkungan tersebut telah diatasi oleh
perusahaan. Namun apabila perusahaan tidak memasukkan biaya lingkungan kedalam biaya produksi
maka harga pokok produksi yang ditetapkan menjadi terlalu rendah, yang mengakibatkan harga jual
juga rendah, dengan demikian tidak ada kepedulian perusahaan terhadap lingkungan.

3) Dengan menetapkan biaya lingkungan dalam anggaran perusahaan secara dini, maka
perusahaan akan lebih berhati-hati terhadap lingkungan dan kalaupun pencemaran tersebut masih
tetap terjadi volumenya akan relatif kecil, karena bagaimanapun juga perusahaan berharap agar biaya
lingkungan yang telah dianggarkan tidak dimanfaatkan secara keseluruhan, namun ada penghematan
atas biaya lingkungan.

4) Dengan menetapkan biaya lingkungan dalam anggaran perusahaan, maka perusahaan sudah
memikirkan alat mana yang dapat digunakan dalam pengolahan limbah, sehingga limbah yang
dihasilkan limbah tersebut dapat didaur ulang. Dalam hai ini perusahaan akan memperkirakan bahwa
minimal limbah tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat dan hasil penjualan limbah tersebut dapat
menutupi biaya lain-lain yang telah dikeluarkan oleh perusahaan.
Adapun manfaat lain yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dengan adanya kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan adalah :

1. Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan


hidup.

2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan
tindakan untuk melindungi dan membina lingkungan hidup.

3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa mendatang.

4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.

3. Environmental Management Accounting (EMA)

EMA merupakan salah satu bidang disiplin ilmu akuntansi yang aktivitasnya bertujuan memberikan
informasi pada manajemen atas pengelolaan lingkungan dan dampaknya terhadap biaya produksi.
EMA diharapkan akan menjadi salah satu rangkaian sistem yang bertujuan untuk mengukur kinerja
suatu perusahaan. Sehingga tercapai model pengukuran kinerja yang seimbang antara
ukuran financial profit dengan kinerja pengelolaan lingkungan.

EMA dirumuskan berdasarkan dua pendekatan yaitu pertama prosedur aliran fisik atas konsumsi dan
pembuangan material dan energi (material flow balance procedure), kedua prosedur pengukuran nilai
atas biaya, penghematan dan pendapatan (monetary procedure) yang berhubungan dengan
kemungkinan dampak lingkungan. Kedua pendekatan tersebut sebagai dasar dalam mengidentifikasi,
mengukur dan mengalokasikan biaya lingkungan. Bagi manajer hal ini penting sebab selain dapat
dihasilkan harga pokok produksi yang tepat atas lokasi biaya lingkungan, juga sebagai dasar
pengendalian biaya lingkungan dimasa yang akan datang. Sehingga dapat dihasilkan produk yang
ramah lingkungan.

EMA dapat mendukung system pengelolaan lingkungan dan pengambilan keputusan dengan tujuan
perbaikan target dan pemilihan investasi. Kinerja keuangan dan kinerja lingkungan merupakan
indikator penting untuk mengendalikan dan menjadi pedoman dalam pencapaian tujuan.

Konsep prosedur aliran fisik material memberikan informasi penting dalam mengukur kinerja
manajemen lingkungan. Sedangkan prosedur pengukuran nilai memberi dasar dalam mengidentifikasi
biaya dan dasar alokasi sehingga dapat diukur biaya, penghematan dan pendapatan atas pengelolaan
pengelolaan lingkungan.
Berbagai biaya telah dikeluarkan oleh perusahaan dalam melindungi dan memperbaiki kerusakan
lingkungan. Biaya tersebut antara lain biaya pengurangan pencemaran, pengelolaan limbah,
pengendalian limbah, biaya mentaati peraturan dan biaya asuransi.

Sistem akuntansi biaya konvensional memperlakukan biaya lingkungan dan biaya bukan lingkungan
ke dalam rekening yang sama yaitu overhead.

Perlakuan ini menghasilkan biaya tersembunyi atas biaya lingkungan untuk manajemen. Hal ini
membuktikan bahwa manajemen cenderungunderestimate mengembangkan dan meningkatkan
kepedulian terhadap biaya lingkungan. Dengan sistem identifikasi, penilaian, dan alokasi biaya
lingkungan, EMA memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi dan mengukur penghematan biaya
yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Sehingga manajemen mempunyai informasi untuk mengontrol
dan mengendalikan biaya lingkungan demi tercapainya produk yang efisien dan murah.

Terdapat dua pendekatan dalam merumuskan EMA, yaitu :

1) Monetary Accounting (berbasis pada monetary procedure) merupakan upaya


mengidentifikasi, mengukur dan mengalokasikan biaya lingkungan berdasarkan perilaku aliran
keuangan dalam biaya tersebut.

2) Physical Accounting (berbasis pada material flow balance procedure) adalah suatu
pendekatan untuk mengidentifikasi berbagai perilaku sumber biaya lingkungan. Hal ini akan berguna
bagi manajemen untuk dasar alokasi biaya lingkungan yang terjadi.

Dengan pendekatan gabungan ini dapat dihasilkan alokasi biaya produksi yang tepat sehingga benar-
benar mencerminkan harga pokok yang akurat setiap produk. Selain itu manajemen dapat melakukan
pengendalian terhadap aktivitas produksi yang mengakibatkan munculnya berbagai biaya lingkungan.

EMA merupakan konsep komprehensif untuk mengidentifikasi sumber biaya dan mengukur biaya
lingkungan. Menurutnya limbah menjadi mahal bukan karena biaya pembuangannya, tetapi karena
terbuangnya nilai beli bahan. Sehingga limbah merupakan pertanda inefisiensi produksi. Namun EMA
mempunyai kelemahan, yaitu kurang bakunya definisi atas biaya lingkungan dan tarikan kepentingan
dari pihak manajemen dalam melaporkan biaya lingkungan.

4. Analisis Pengungkapan Lingkungan

Salah satu cara untuk mewujudkan akuntansi lingkungan adalah dengan menerapkan prinsip
pengungkapan (disclosure) dalam praktik akuntansi.

Seperti yang dinyatakan dalam PSAK No.1 paragraf 9 :


“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup
dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor
lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai
kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”

Alasan-alasan perusahaan untuk mengungkapkan akuntansi lingkungan, yaitu :

1. Internal Decision Making

Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas dari kegiatan perusahaan yang
berkaitan dengan lingkungan dalam mencapai tujuan sosial perusahaan. Data harus tersedia agar
biaya dan manfaat tersebut sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisis secara sederhana lebih baik
daripada tidak sama sekali.

2. Product Differentiation

Laporan keuangan merupakan rangkuman dari banyak transaksi sehingga dapat menyembunyikan
informasi penting yang dapat mempengaruhi keputusan pemegang saham dan pihak lainnya.

Manajer perusahaan yang bertanggungjawab secara sosial memiliki intensif untuk membedakan diri
dari pesaing yang tidak bertanggungjawab secara sosial kepada masyarakat.

3. Enlightened Self Interest

Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan sosialnya dengan stokeholder;


kreditor, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah dan masyarakat karena dapat mempengaruhi
pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.

Pengungkapan memiliki tiga sifat yang menampilkan informasi keuangan dan non keuangan operasi
perusahaan, yaitu :

1) Adequate disclosure, yang berhubungan dengan kuantitas unsure yang diungkapkan.

2) Fair disclosure, yang berhubungan dengan aspek etis untuk memberikan informasi yang sama
rata kepada semua pengguna.

3) Full disclosure, berarti menampilkan seluruh informasi yang relevan.

Sedangkan Muh. Muslim Utomo (2002: 102-103), menyajikan beberapa teori kecenderungan
pengungkapan sosial lingkungan, diantaranya :
1. Decision Usefullness Studies

Teori ini menemukan bahwa pengungkapan atas lingkungan dilakukan karena informasi tentang
aktivitas sosial perusahaan tersebut memang dibutuhkan oleh pemakai laporan keuangan sebagai
bahan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan mereka dan informasi ini ditempatkan
pada posisimoderately important.

2. Economic Theory Studies

Teori ini mengemukakan bahwa sebagai agen dari suatu prinsipal yang mewakili seluruh interest
group perusahaan, pihak manajemen melakukan pengungkapan sosial terhadap lingkungannya
sebagai upaya memenuhi tuntutan publik lazimnya, prinsipal diartikan sebagai pemegang saham,
namun pengertian prinsipal kini telah meluas menjadi seluruh pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan.

3. Social and Political Theory Studies

Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, yaitu teori yang mengasumsikan bahwa eksistensi
perusahaan ditentukan oleh parastakeholder, sehingga perusahaan akan terus berusaha mencari
pembenaran.

3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Akuntansi Lingkungan

1. Peraturan pemerintah yang bersifat memaksa sehingga perusahaan mau tidak mau harus
mengikutinya.

2. Penerapan standar pelaporan dan pengungkapan khususnya di bidang informasi mengenai


tanggung jawab terhadap lingkungan perusahaan oleh badan pembuat standar akuntansi di berbagai
Negara. Salah satunya adalahvredeling proposals yang mengharuskan perusahaan untuk
mengungkapkan informasi mengenai struktur organisasi, karyawan, rencana metode kerja baru atau
metode lain yang substansialmampengaruhi kepentingan karyawan. Proposal ini juga mengharuskan
manajemen untuk mengkonsultasikan kebijakan yang akan dibuat jika kebijakan itu mempengaruhi
kepentingan karyawan.

3. Kesadaran perusahaan untuk bersifat proaktif merumuskan pandangannya mengenai konstituen


social dan politik sehingga memperoleh image positif dari masyarakat.

4. Kebutuhan pengguna laporan keuangan terhadap informasi sosial untuk membuat keputusan
alokasi dana yang ditanamkan di perusahaan.
5. Pihak investor membutuhkan informasi sosial untuk mempertimbangkan dampak negatif dengan
tepat setiap pengeluaran biaya sosial per lembar saham selama kompensasi, dampak positifnya dapat
mengurangi risiko atau menimbulkan ketertarikan yang lebih besar dari kelompok investor.

3.2 Manfaat Pengungkapan Informasi Akuntansi Lingkungan

Akuntansi lingkungan dapat diterapkan oleh perusahaan kecil maupun besar, manufaktur atau jasa
dengan alasan :

1) Akuntansi lingkungan memerlukan cara baru dalam memandang biaya lingkungan perusahaan,
kinerja dan keputusan perusahaan,

2) Akuntansi lingkungan bukan semata-mata permasalahan akuntansi, dan informasi diperlukan oleh
semua kelompok entitas. Akuntansi lingkungan dapat diterapkan dalam capital budgeting oleh
perusahaan. Capital budgetingmerupakan proses perencanaan investasi modal dan merupakan
perbandingan antara biaya yang diprediksi dengan aliran penerimaan dari operasi serta investasi
alternatif yang dapat dilakukan. Analisis keuangan atas alternatif investasi tersebut tidak
memasukkan biaya lingkungan dan cost saving sehingga tidak mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari proses produksi.

Evaluasi terhadap investasi modal sangat berguna jika mempertimbangkan biaya lingkungan dan cost
savings, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi dan mengkuantitatifkan biaya lingkungan,

2) Mengalokasikan biaya lingkungan dan keuntungan yang diperoleh,

3) Menggunakan indikator keuangan seperti time value of money,

4) Memprediksi keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan melihat cash flow dan profitabilitas
perusahaan seperti economic life of the capital investment.

Akuntansi lingkungan dapat digunakan pada desain produk dan proses produksi oleh perusahaan.
Desain produk dan proses produksi memiliki pengaruh signifikan pada kinerja dan biaya lingkungan.
Proses desain memerlukan balancing cost, performance cultural, legal dan environment criteria.
Perusahaan yang mengadopsi desain lingkungan (life cycle design) akan mempertimbangkan evaluasi
alternatif desain ke dalam biaya lingkungan, kinerja, budaya dan peraturan yang ada.

Pengungkapan informasi biaya lingkungan dan kinerja yang dibutuhkandesigner mendukung desain
dan pemrosesan produk yang lebih baik.
Akuntasi Lingkungan di Indonesia

Tidak banyak informasi atau diskusi yang berkaitan dengan akuntasi lingkungan sebagai salah satu
istilah atau sistem penilaian lingkungan khusus. Ada satu langkah yang dirintis oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dengan Bank Indonesia yang ini termaktub dalam nota kesepahaman (MoU) antara
KLH dan Bank Indonesia (BI) yang ditandatangani pada tahun 2005 yang lalu. Kesepakatan ini
sebenarnya sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang
penetapan peringkat kualitas aktiva bagi bank umum. Peraturan tersebut, mengatur aktiva produktif
untuk kredit termasuk pada kualitas kredit. Aspek lingkungan hidup menjadi salah satu faktor di
dalam penilaian kredit itu. BI sepakat menggunakan proper (perangkat penilaian peringkat kinerja
perusahaan dalam Pengelolaan lingkungan hidup) KLH dalam menilai kelayakan kredit (Tempo
Interaktif, 8 April 2005).

Penilaian tingkat kinerja perusahaan (Proper) terkait dengan lingkungan hidup yang menjadi
program tahunan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk penilaian tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan, dampak pada lingkungan, yang dapat berpengaruh pada penentuan kualitas
kredit perusahaan, kelayakan perusahaan dan sebagainya. Hasil penelitian ini disampaikan ke Bank
atau kreditor lainnya. Proper ini diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
27/MenLH/2002. Misalnya Bank sebagai debitur dapat menurunkan kredit bagi perusahaan
berperingkat buruk. Jika tidak layak dari sudut lingkungan karena kinerja buruk maka perusahaan
bisa tidak diijinkan mendapatkan kredit. Ada juga pemberian sistem ISO. Dengan sistem ISO
perusahaan yang punya komitmen untuk kemudian memperbaiki kinerja terhadap lingkungan yang
baik dapat diberikan sertifikat ISO sedangkan yang tidak tidak akan mendapatkannya. Perusahaan
masih terus bisa melakukan operasi bisnisnya. Namun dengan proper perusahaan bisa tidak bisa
diberikan ijin operasi atau tidak mendapatkan kredit.

Sebagai salah satu contoh kasus, mulai tahun ini Freeport akan dinilai dengan menggunakan Proper.
Selama ini Freeport dianggap tidak dapat dikendalikan oleh Pemerintah sebagaimana yang dikuatirkan
oleh pada anggota DPR. Hasil pemantauan KLLH menunjukkan adanya pencemaran yang hebat di
sungai-sungai sekitarnya akibat pembuangan tailing oleh Freeport (Kompas, 2 Februari 2006).

Perusahaan swasta dapat memperlihatkan tanggung jawab terhadap lingkungan dengan melakukan
investasi, tindakan dan perbaikan teknologi dan sistem operasi industri menjadi lebih ramah
lingkungan atau paling tidak memperlihatkan komitmen yang baik terhadap lingkungan. Tolok
ukurnya dapat dinyatakan dalam AMDAL, PROPER atau ISO (Sistem Manajemen Lingkungan ISO
14001 dan ISO 17025). ISO-14001 adalah Sistem Manajemen Lingkungan yang bersifat sukarela.
Oleh karena itu, tanpa komitmen perusahaan, ISO-14001 tidak akan memberikan arti sebenarnya
dalam menurunkan dampak negatif dari operasi perusahaan terhadap lingkungan. Meskipun bersifat
sukarela banyak perusahaan menganggap ISO-14001 sebagai suatu keharusan. Pasar dunia semakin
ketat menerapkan proses seleksi terhadap produk-produk dengan menggunakan tolok ukur
Environmentally Preferrable Product. Selain itu, semangat menerapkanecolabeling pun semakin tidak
terbendung lagi. Selain menerapkan ISO 14001, dalam rangka lebih menjamin kehandalan mutu
pengukuran lingkungan, perusahaan-perusahaan berjuang mendapatkan sertifikasi ISO 17025
berdasarkan uji lingkungan dari lembaga yang berkompeten.

Dalam PSAK No. 33, dijelaskan mengenai pengertian lingkungan hidup, yaitu kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.

Kegiatan produksi perusahaan cenderung membawa dampak bagi lingkungan hidup. Dampak dari
aktivitas perusahaan tersebut tentunya menjadi tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat.

Dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi industri, meliputi tetapi tidak terbatas pada :

a) Pencemaran lingkungan, yaitu masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan
komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan menurun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kering atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.

Jenis-jenis pencemaran lingkungan antara lain pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran
tanah permukaan.

b) Perusakan lingkungan, yaitu adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap perubahan sifat-sifat atau hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu
kurang berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkesinambungan.

Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negative tersebut, maka perlu
dilakukan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) yang meliputi lingkungan terpadu dalam pemanfaatan,
penataan, pemeliharaan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup.

Adapun kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan dalam masalah lingkungan
hidup berdasarkan PSAK ialah sebagai berikut :

1) Penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

2) Upaya pencegahan pencemaran sungai oleh air hasil kegiatan usaha


3) Pengaturan bentuk lahan (Landscaping), misalnya pengaturan saluran pembuangan air

4) Pencegahan pencemaran akibat debu, antara lain : penyemprotan air di lokasi jalan produksi
dan tempat lain yang dapat menimbulkan debu.

5) Pemantauan kualitas air saluran pemukiman di sekitar lokasi industri

6) Pemantauan kualitas udara di lokasi industri dan pemukiman karyawan, serta penduduk
sekitarnya

7) Pemantauan keberhasilan dari usaha pengendalian dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan

Akuntasi Lingkungan di Jepang

Sejak tahun 1999 Badan Lingkungan Hidup Jepang (the Environmental Agency)yang memudian
berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup-Ministry of Environment (MOE) mengeluarkan
petunjuk akuntansi lingkungan(environmental accounting guidelines) yang dikeluarkan pada Mei 2000.
Panduan ini kemudian disempurnakan lagi pada tahun 2002. Semua perusahaan di Jepang diwajibkan
menerapkan akuntasi lingkungan.

Perusahaan-perusahaan besar Jepang seperti Fuji Xerox mulai menempatkan posisi akuntansi
lingkungan (environmental accounting) yang sederajad dengan akuntansi keuangan. Kini semakin
banyak perusahaan di Jepang sudah menerapkan akuntasi lingkungan sesuai dengan peraturan
perundangan dan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. Sebut saja
NEC, Fuji, Xerox, Hitachi, Chugai Pharmaceutical Company, Honda, Canon, Seiko, Panasonic, Nikon,
Komatsu dan sebagainya.

Sejak tahun 1999, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang telah terlibat sebagai salah satu anggota
tim ahli tentang the “Government’s role in promoting environmental management accounting”
initiated by the United Nations Division for Sustainable Development (UNDSD) environmental
management accounting initiative. Dalam kesempatan itu menteri lingkungan hidup Jepang
menangkap kecenderungan penerapannya di seluruh dunia dan menyampaikan pengalaman aplikasi
akuntansi lingkungan hidup di Jepang.

Selain itu Jepang juga terlibat dalam Environmental Management Accounting Network-Asia Pacific
(EMAN-AP) atau Jaringan Akuntansi Pengeloaan Lingkungan, sebuah jaringan yang terdiri dari peneliti
dan praktisi akuntansi lingkungan daari 14 negara kawasan di kawasan Asia Pasifik. Jaringan ini
didirikan pada September tahun 2001 untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan penggunaan
metoda akuntasi pengelolaan lingkungan dan menyumbang atau memberikan dukungan pada
pembangunan berkelanjutan di Asia Pasifik. Koordinasi di Jepang di pegang oleh the Institute for
Global Environmental Strategies (IGES) the Kansai Research Center.

Pada pertengahan tahun 1990-an ketika istilah environmental accountingbelum banyak dikenal hanya
beberapa perusahaan saja yang menerapkannya mula-mula dengan mengungkapkan masalah
lingkungan walaupun sebenarnya perusahana Canon sudah mulai menerapkan EA pada tahun 1983.
Hal ini berkaitan dengan keterbukaan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan
sebagai dampak dari aktivitas industri atau bisnis mereka. Namun kemudian jumlah perusahana yang
menerapkan environmental accounting meningkat dari 10.4 persen pada tahun 1998 menjadi 20.9
persen di tahun 1999 dan 27.0 persen di tahun 2000. Dari jumlah ini 17.3 persen sudah menerapkan
dan memperkenalkanenvironmental accounting dan 34 persen sedang mempertimbangkan akan
segera menerapkannya. Hal ini berkaitan dengan dikeluarkannya the environmental accounting
guideline yang diterbitkan oleh the Environmental Agency (yang memudian berubah menjadi Ministry
of Environment (MOE) pada Mei 2000. kemudian draft ini diperbaiki lagi pada Maret tahun 2002
sebagaiPetunjuk Pelaksanaan Akuntasi Lingkungan Edisi 2002 (Environmental Accounting
Guidelines, 2002 Edition). Mungkin kini semakin banyak perusahaan di jepang yang menerapkan
akuntansi lingkungan ini

Banyak perusahaan industri dan jasa besar dunia yang kini menerapkan akuntansi lingkungan.
Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian
kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau
efek (economic benefit). Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk
menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan efek perlindungan lingkungan (environmental
protection). Ada perusahaan jasa yang menyusun panduan akuntansi lingkungan untuk perusahaan-
perusahaan besar.

Misalnya Perusahaan elektronik Jepang Fujitsu menyewa jasa perusahaan konsultasi akuntan untuk
menyusun environmental accounting guidelines sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh
Kementerian lingkungan hidup Jepang. Namun mereka menambahkan beberapa item-item baru
dengan tujuan untuk mendapatkan akuntasi lingkungan hidup yang lebih efisien. Selain itu
penggunaan teknologi informasi juga memungkinkan aliran informasi dari pabrik-pabrik mereka di
seluruh dunia berjalan tanpa penundaan. Hasilnya kesadaraan lingkungan diantara para pekerjanya
meningkat, upaya mengurangi biaya berhasil baik dan ada hasil positif penanganan persoalan
lingkungan dan pengurangan dampak negatif lingkungan yang didukung pabrik-pabrik dan anak
perusahan diseluruh dunia.

Sumber Bacaan
• Uno, Kimio and Bartelmus, Peter. 2004. Environmental Accounting in Theory and Practice. Kluwer
Publisher.

• Fujitsu Group Environmental Report 2002.

• Fuji Xerox Co Ltd Sustainability Report 2003.

• Website: Environmental Management Accounting Network-Asia Pacific (EMAN-AP) http://www.eman-


ap.net/

• Web site: United Nations Division for Sustainable Development (UNDSD) environmental
management accounting initiative: http://www.un.org/esa/sustdev/estema1.htm.

• Web site: Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. 2005. Environmental and Economy Div. of
Environmental Policy Bureau, Ministry of the Environment http://www.env.go.jp.

• Karen Shapiro, Mark Stoughton, Robert Graff and Linda Feng. 2000. Healthy Hospitals:
Environmental Improvements Through Environmental Accounting.Submitted to: US Environmental
Protection Agency Office of Prevention, Pesticides and Toxic Substances.

Suseno Haji.Environmental Management Accounting (EMA) : memposisikan Kembali biaya lingkungan


Sebagai Informasi Strategis bagi Manajemen, 2002.

Rousilita Suhendah. Social environmental Accounting, Sustaiability and triple bottom line
Reporting, 2005

Rapina, Pengalokasian Biaya Lingkungan dalam mengatai pencemaran Lingkungan.2003

Tony Djogo. Akuntansi lingkungan. 2006

• Ministry of the Environment, Japan. 2002. Introduction to Environmental Accounting Guidelines.

• Tempo Interaktif. 2005. “Penilaian KLH pengaruhi kualitas kredit perusahaan”, Tempo Interaktif,
Jum’at, 08 April 2005.

• Kompas. 2006. “Tidak ada perlakuan khusus untuk Freeport”, Berita Lingkungan, Kompas, 2
Februari, halaman 13.
ARTIKEL LAIN :

Konservatisme Akuntansi

Konservatisme merupakan suatu metode akuntansi yang berterima umum dimana penyusun laporan
keuangan melaporkan aktiva pada nilai terendah dan kewajiban pada nilai tertinggi, serta menunda
pengakuan pendapatan dan mempercepat pengakuan biaya. Definisi formal mengenai konservatisme
hanya ada dalam SFAC No. 2 paragraf 95 yang menyatakan: Conservatism is a prudent reaction to
uncertainty to try to ensure that uncertainties and risk inherent in business situation are adequately
considered. Konservatisme diartikan sebagai reaksi kehati-hatian (prudent reaction) dalam
menghadapi ketidakpastian yang terjadi dalam aktivitas ekonomi dan bisnis.

Basu (1997) dalam Lasdi (2005) mengintepretasikan konservatisme sebagai kecenderungan


menggunakan tingkat verifikasi yang lebih tinggi untuk mengakui good news sebagai keuntungan
dibanding mengakui bad news sebagai kerugian. Definisi yang lebih deskriptif mengenai
konservatisme akuntansi terdapat dalam beberapa penelitian akuntansi antara lain penelitian yang
dilakukan oleh Watts R.L (2003) dalam Wardhani (2008) yang secara umum mendefinisi
konservatisme akuntansi sebagai preferensi terhadap metode-metode akuntansi yang menghasilkan
nilai paling rendah untuk aset dan pendapatan di satu sisi, dan menghasilkan nilai paling tinggi untuk
utang dan biaya, di sisi lain. Atau dengan kata lain, prinsip ini menghasilkan nilai buku ekuitas yang
paling rendah. Berdasarkan definisi tersebut, maka praktik konservatisme akuntansi sering
memperlambat atau menunda pengakuan pendapatan yang mungkin terjadi, tapi mempercepat
pengakuan biaya yang mungkin terjadi. Sementara itu, dalam penilaian aset dan utang, aset dinilai
pada nilai yang paling rendah dan sebaliknya, utang dinilai pada nilai yang paling tinggi.

Di kalangan para peneliti, prinsip konservatisme akuntansi masih dianggap sebagai prinsip yang
kontroversial. Di satu sisi, konservatisme akuntansi dianggap sebagai kendala yang akan
mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Di sisi lain, konservatisme akuntansi bermanfaat untuk
menghindari perilaku oportunistik manajer berkaitan dengan kontrak-kontrak yang menggunakan
laporan keuangan sebagai media kontrak. Pihak yang mendukung konservatisme memberikan
argumen bahwa dengan adanya laporan keuangan yang konservatif berarti laba yang dihasilkan akan
semakin berkualitas karena pelaporannya tidak akan overstatement, understatement menyebabkan
kerugian yang lebih kecil dibanding overstatement. Munculnya kritikan mengenai kegunaan konsep
konservatisme yang berkaitan dengan kualitas laporan keuangan, karena penggunaan metode yang
konservatif akan menghasilkan angka-angka yang cenderung bias dan tidak mencerminkan realita.
Komisaris Independen

Dewan komisaris terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai
komisaris independen dan komisaris yang terafiliasi. Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance menyebutkan bahwa komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengenda-li, serta
bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Komisaris
independen harus mendorong diterapkannya prinsip dan praktek tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) pada perusahaan di Indonesia.

Keberadaan komisaris independen dalam suatu perusahaan sangatlah penting. Dengan menambah
proporsi komisaris independen, maka perusahaan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan
meningkatkan pengawasan terhadap direksi dan manajer yang akan berpengaruh terhadap tingkat
konservatisme akuntansi perusahaan. Komisaris independen yang dimiliki sekurang-kurangnya 30%
(tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota komisaris, berarti telah memenuhi pedoman good
corporate governance guna menjaga independensi, pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan
cepat (Herawati; Wardhani, 2008).

Anda mungkin juga menyukai