Anda di halaman 1dari 14

GREEN ACCOUNTING MEMBAWA

MORALITAS UNTUK LINGKUNGAN

Albert Filbert
Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi
albert.filbert@student.ukdc.ac.id

Abstract.
Sepanjang ini laporan keuangan belum cukup untuk memberikan informasi
pelaporan aktifitas dengan baik dalam lingkungan. Green accounting merupakan
salah satu upaya untuk menghubungkan kepentingan finansial perusahaan dan
pelestarian lingkungan. Dengan adanya green accounting. Hasil laporan keuangan
akan terlihat secara keseluruhan. Artikel ini mencoba untuk memperlihatkan
berbagai literatur pendukung konsep green accounting, cara pengukuran, dan
pelaporan serta implementasi yang telah dilakukan oleh berbagai perusahaan.
Kata kunci: green accounting, lingkungan, akuntansi, keberlanjutan.

Abstrak.
up to now, the financial reviews have not been enough to provide information
on reporting activities well in the environment. green accounting is an effort to
link the company's monetary hobbies and environmental maintenance. With the
green accounting. The outcomes of the monetary statements can be visible as an
entire. this article tries to show various literatures that help the idea of green
accounting, the way to degree, and report as well as the implementation that
has been executed by various companies.
Keywords: green accounting, environment, accounting, sustainability.

PENDAHULUAN

Dengan tujuan buat peningkatkan produktivitas serta efisiensi, banyak sekali


perjuangan dilakukan oleh perushaaan, diantaranya berproduksi memakai
teknologi terbaru, pengurangan porto , melakukan merger dan akuisisi, dan
pengunaan asal daya yang lebih murah. Upaya-upaya tadi dilakukan buat
menyampaikan dampak aporisma bagi stockholder. ketika ini, perushaan dituntut
tidak hanya mengutamakan pemillik dan manajemen, tetapi juga semua pihak yg
terkait, seperti karyawan, konsumen, serta masyarakat serta lingkungan. Hal ini
karena keberadaan perusahaan tidak terlepas berasal kepentingan aneka macam
pihak. salah satunya adalah dukungan lingkungan. acapkali perjuangan
peningkatan produktivitas dan efisiensi mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan, berupa pencemaran udara, air, dan pengurangan fungsi tanah.
Pelestarian lingkungan disamping bermanfaat bagi perusahaan secara jangka
panjang.
Di era pergerakan perusahaan kearah green organization, kalangan industry
tidak hanya dituntut buat sebatas pengolahan limbah, tetapi tuntutan warga -
konsumen lebih jauh lagi yaitu agar proses produksi suatu barang mulai dari
pengambilan bahan standar sampai ke pembuangan suatu produk setalah dikosumsi
tidak merusak lingkungan. pada upaya pelestarian lingkungan, ilmu akuntansi
berperan melalui pengungkapan sukarela dalam laporan keuangannya terkait
dengan porto lingkungan atau environmental charges. gadget akuntansi yg
didalammnya terdapat akun-akun terkait dengan biaya lingkungan ini diklaim
green accounting atau environmental accounting. Secara inner, peran dari green
accounting bisa menyampaikan sebuah motivasi bagi seluruh manajer buat
mengurangi porto lingkungan yang disebabkan, yang akan berpegaruh terhadap
keputusan yang akan menjadi dasar eksistensi perusahaan dimasa mendatang.

PERAN GREEN ACCOUNTING

Konsep green accounting-akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai


berkembang Dari tahun 1970-an di Eropa. dampak tekanan lembaga-lembaga
bukan pemerintah serta meningkatnya kesadaran lingkungan pada kalangan rakyat
yg mendesak agar perusahaan- perusahaan bukan sekedar berkegiatan industri
demi usaha saja, namun pula menerapkan pengelolaan lingkungan. Tujuannya
merupakan menaikkan efisiensi pengelolaan lingkungan menggunakan melakukan
evaluasi aktivitas lingkungan dari sudut pandang porto (environmental costs) dan
manfaat atau dampak (economic benefit), serta membentuk efek proteksi
lingkungan (environmental protection) (Almilia serta Wijayanto, 2007). Secara
singkat, green accounting bisa memberikan info tentang sejauh mana organisasi
atau perusahaan menyampaikan donasi positif maupun negatif terhadap kualitas
hidup manusia dan lingkungannya (Belkaoui, 2000 pada Komar ,2004).
menggunakan berkembangnya konsep green accounting, maka artikel ini bertujuan
buat mendiskusikan :
(1) jenis dan sifat green accounting,
(2) dasar hukum yg dipergunakan sebagai panduan penyajian green accounting,
(3) alasan serta laba penerapan green accounting,
(4) perlakuan porto lingkungan pada sistem penyajian info keuangan beserta
kendala yg dihadapi,
(5) penerapan dan peran akuntan. Penulis akan menggunakan studi kepustakaan
dengan cara mengumpulkan dan menganalisa artikel-artikel terkait.

2) GREEN ACCOUNTING
2.1 Definisi.

Akuntansi merupakan suatu ilmu yang ditentukan dan mempengaruhi


lingkungannya. Eksistensinya tidak bebas nilai terhadap perkembangan masa.
Metode-metode pembukuan pula terus berkembang mengikuti kompleksitas bisnis
yang semakin tinggi. ketika kepedulian terhadap lingkungan mulai menerima
perhatian masyarakat, akuntansi berbenah diri agar siap menginternalisasi berbagai
eksternalitas. Belkoui dan Ronald (1991) dalam Idris (2012) mengungkapkan bahwa
budaya merupakan faktor primer yang menghipnotis perkembangan struktur usaha
dan lingkungan sosial, yang pada akhirnya akan menghipnotis akuntansi.
Konsekuensi berasal perihal akuntansi sosial dan lingkungan ini pada akhirnya
memunculkan konsep Socio Economic Environmental Accounting (SEEC) yang
sebenarnya merupakan penjelasan singkat pengertian Triple Bottom Line, yaitu
pelaporan akuntansi ke publik tak saja mencakup kinerja ekonomi tetapi pula kinerja
lingkungan dan sosialnya. Bell serta Lehman (1999) mendefinisikan akuntansi
lingkungan sebagai : “Green accounting is one of the contemporary concepts in
accounting that support the green movement in the company or organization by
recognizing, quantifying, measuring and disclosing the contribution of the
environment to the business process”. berdasarkan definisi green accounting pada
atas maka bisa dijelaskan bahwa green accounting merupakan akuntansi yang pada
dalamnya mengidentifikasi, mengukur, menilai, serta mengungkapkan porto-porto
terkait menggunakan aktivitas perusahaan yang berafiliasi dengan lingkungan
(Aniela, 2012). Sedangkan aktivitas pada green accounting dijelaskan oleh Cohen
dan Robbins (2011:190) sebagai berikut: “Environmental accounting collects,
analyzes, assesses, and prepares reports of both environmental and financial data
with a view toward reducing environmental effect and costs. This form of
accounting is central to many aspects of governmental policy AS well.
Consequently, environmental accounting has become a key aspect of green business
and responsible economic development”.

Melalui penerapan green accounting maka dibutuhkan lingkungan akan


terjaga kelestariannya, karena pada menerapkan green accounting maka perusahaan
akan secara sukarela mamatuhi kebijakan pemerintah daerah perusahaan tersebut
menjalankan bisnisnya. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh De Beer dan
Friend (2005) pertanda bahwa pengungkapan semua biaya lingkungan, baik internal
maupun eksternal, dan mengalokasikan biayabiaya ini sesuai tipe biaya serta pemicu
porto dalam sebuah akuntansi lingkungan yang terstruktur akan memberikan
kontribusi baik pada kinerja lingkungan (Aniela; 2012). Beberapa teori yang
mendukung penyampaian laporan pertanggungjawaban sosial serta lingkungan
adalah legitimacy theory serta stakeholder theory (Deegan, 2004: 292). Legitimacy
theory menyatakan bahwa perusahaan akan memastikan bahwa mereka beroperasi
dalam batasan nilai serta istiadat yang ada dalam masyarakat atau lingkungan
kawasan perusahaan berada. Ghozali serta Chariri (2007) mengungkapkan bahwa
guna melegitimasi kegiatan perusahaan pada mata warga , perusahaan cenderung
memakai kinerja berbasis lingkungan serta pengungkapan informasi lingkungan.
Sedangkan stakeholder theory memperhatikan keseluruhan pihak yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan. Stakeholer perusahaan mempunyai ekspektasi
masing-masing terhadap perusahaan. Manajemen akan berusaha buat mengelola dan
mencapai harapan stakeholder menggunakan penyampaian kegiatan-kegiatan
lingkungan dan sosial. Akuntansi hijau (green accounting) dinilai lebih tepat
dipergunakan karena lebih fundametal dan bernuansa ekologi (Gallhofer, et al.,1997;
Greenham, 2010; Thornton, 2013), karena berbasis di teori tiga pilar dasar tanggung
jawab korporasi Elkington (1997, 2001), yaitu tanggung jawab ekonomi (profit),
tanggung jawab sosial (people), serta tanggung jawab lingkungan (planet)(Lako,
2018; dan Wibisono, 2007). dengan demikian, maka penerapan akuntansi hijau
akan berdasarkan kegiatan keuangan, aktivitas sosial dan aktivitas lingkungan.buat
mewujudkan hal tersebut, diharapkan: Pertama,sebuah komitmen dari perusahaan
buat menyampaikan info lingkungan. menurut Atiase (1985) dalam Anggraini
(2006) menemukan bahwa berukuran perusahaan (organisasi) ialah suatu
proxyuntuk info lingkungan perusahaan, umumnya lingkungan kaya isu
bekerjasama dengan perusahaan yang lebih besar .

Perusahaan besar akan cenderung berkata gosip lebih poly karena memiliki
sumber daya yang akbar supaya bisa membiayai penyediaan info yang lebih lengkap
dibandingkan menggunakan perusahaan mungil (Ijma, dkk,2018). Secara umum
organisasi berukuran besar bisa menyampaikan pendanaan dan menyediakan
tenaga kerja buat melaksanakan kegiatan yang bertujuan mengurangi akibat
kerusakan lingkungan menjadi dampak berasal kegiatan usaha organisasi tadi.
Organisasi berukuran akbar cenderung menyiapkan sistem akuntansi mereka buat
menaikkan level pengungkapan berita lingkungan menjadi lebih terbuka daripada
organisasi berukuran mungil (Hackston, et al., 2009; Frost, et al., 2002). Beberapa
teori yg mendukung penyampaian laporan pertanggungjawaban sosial serta
lingkungan artinya legitimacy theory / teori legitimasi dan stakeholder theory / teori
pemangku kepentingan (Deegan, 2004: 292). Legitimacy theory menyatakan bahwa
perusahaan akan memastikan bahwa mereka beroperasi pada batasan nilai dan
istiadat yang terdapat dalam rakyat atau lingkungan tempatperusahaan berada.
Organisasi atau perusahaan secara berkesinambungan harus memastikan apakah
mereka telah beroperasi di dalam adat-istiadat yang dijunjung masyarakat serta
memastikan bahwa aktivitas mereka mampu diterima pihak luar (dilegitimasi).

Sedangkan stakeholder theory memperhatikan holistic pihak yang memiliki


kepentingan terhadap perusahaan. Stakeholer perusahaan mempunyai ekspektasi
masing-masing terhadap perusahaan. Manajemen akan berusaha buat mengelola
dan mencapai asa stakeholder dengan penyampaian aktivitas-aktivitas lingkungan
dan sosial. Stakeholder theorymenyatakan bahwa perusahaan bukan entitas yang
hanya operasional buat keuntungannya, melainkan mempunyai manfaat bagi
pemangku kepentingannya (Handriyani, 2013). Terkait dengan akuntansi hijau, ada
beberapa literatur yang mempunyai perspektif beragam tentang hakikat berasal
akuntansi hijau (green accounting). ada yang menyatakan bahwa akuntansi hijau
ialah bagian asal akuntansi lingkungan (environmental accounting) atau akuntansi
sosial dan lingkungan (Shapiro, et al., 2000; Ferreira, 2004; Gray, et al., 2012).
Selain itu, akuntansi hijau dinyatakan di hakikatnya sama menggunakan akuntansi
berkelanjutan (sustainability accounting) yg mengintegrasikan akuntansi keuangan,
akuntansi sosial, serta akuntansi lingkungan secara terpadu pada proses akuntansi
buat menghasilkan isu akuntansi yang lengkap, relevan, serta reliabel, dan berguna
bagi para pihak dalam pengambilan keputusan dan evaluasi terhadap keberlanjutan
suatu entitas korporasi (Schaltegger, et al., 2006; McHugh, 2008; Lako 2011;
Bebbington, et al., 2014).berdasarkan Lako (2016), sesungguhnya akuntansi hijau
ialah cabang ilmu baru yang independen, yang hakikatnya bermakna jauh lebih luas
dibandingkan dengan akuntansi sosial, akuntansi lingkungan, akuntansi sosial
serta lingkungan, bahkan akuntansi berkelanjutan. Objeknya meliputi semua
kenyataan, objek, empiris, tindakan, atau transaksi yang melekat atau terjadi pada
lingkungan semesta alam danmanusia. karena sikap insan (warga ) serta korporasi
mempunyai relasi kausalitas dengan lingkungan alam semesta, maka akuntansi
sosial, akuntansi keuangan/ekomoni, serta akuntansi lingkungan menjadi bagian
berasal akuntansi hijau. Akuntansi buat tanah, huma, tumbuh-tanaman, hutan, air,
udara, atmosfer, laut, karbon, limbah, tanggung jawab sosial dan lingkungan
entitas korporasi (Corporate Social Responsibility), dan sebagainya adalah bagian
dari akuntansi hijau (green accounting).Secara konseptual
Lako(2016)mendefinisikan akuntansi hijau menjadi suatu proses pengakuan,
pengukuran nilai, pencatatan, peringkasan, pelaporan, dan pengungkapan gosip
berkenaan menggunakan transaksi, peristiwa, serta atau objek keuangan, sosial dan
lingkungan secara terpadudalam proses akuntansi agar bisa membuat info akuntansi
yang terpadu, utuh, serta relevan yang bermanfaat bagi pemakai pada evaluasi serta
pengambilan keputusan ekonomi dan non ekonomi. (Lako, 2016 dan 2018:82). Pilar
dasar dari informasi akuntansi hijau adalah gosip akuntansi lingkungan, sosial
serta keuangan yang saling terintegrasi (Deegan, 2003; Lako, 2018). menggunakan
demikian, akuntansi hijau artinya jenis akuntansi yang mendeskripsikan upaya buat
menggabungkan manfaat lingkungan serta sosial ke pada pengambilan keputusan
ekonomi atau suatu hasil keuangan perjuangan buat pengambilan keputusan
ekonomi, yang didesain dalam satu format paket laporan.

2.2 Fungsi dan Peran Akuntansi Lingkungan.

Penerapan akuntansi hijau adalah adanya kegiatan perusahaan yang


berhubungan dengan kegiatan lingkungan, sosial dan keuangan yang dilaporkan
dalam bentuk isu akuntansi yang terpadu, utuh, serta relevan berupa pelaporan
akuntansi hijau (green accounting reporting) yang berguna bagi pemakai pada
evaluasi dan pengambilan keputusan ekonomi serta non ekonomi menjadi bentuk
tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan (planet), sosial (people) serta
ekonomi (profit).Indikator yang dipergunakan dalam mengukur variabel penerapan
akuntansi hijau dicermati pada aspek lingkungan, aspek sosial serta aspek
keuangan (Ashari, 2019). dalam aspek lingkungan mencakup perhatian terhadap
lingkungan, keterlibatan dalam dilema lingkungan, tanggung jawab terhadap
lingkungan, pelaporan problem lingkungan serta audit lingkungan.
Fungsi akuntansi lingkungan dibagi menjadi fungsi internal dan eksternal
(Fasua, 2011):
1) Fungsi internal Sebagai salah satu langkah dari sistem informasi lingkungan
organisasi, fungsi internal memungkinkan untuk mengelola dan menganalisis biaya
pelestarian lingkungan yang dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh, serta
mempertimbangkan pelestarian lingkungan yang efektif dan efisien melalui
pengambilan keputusan yang tepat. Hal ini sangat diperlukan keberadaan fungsi
akuntansi lingkungan sebagai alat manajemen bisnis untuk digunakan oleh para
manajer dan unit bisnis terkait.
2) Fungsi eksternal Dengan mengungkapkan hasil pengukuran kegiatan pelestarian
lingkungan, fungsi eksternal memungkinkan perusahaan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan stakeholder. Diharapkan bahwa publikasi hasil akuntansi
lingkungan akan berfungsi baik sebagai alat bagi organisasi untuk memenuhi
tanggung jawab mereka atas akuntabilitas kepada stakeholder dan secara bersamaan,
sebagai sarana untuk evaluasi yang tepat dari kegiatan pelestarian lingkungan.

2.3 Alasan Penerapan Green Accounting

Aktivitas-aktivitas pada perangkat lunak green accounting tentunya


mengeluarkan biaya . kegiatan tersebut artinya porto yang harus dibebankan oleh
perusahaan yang muncul bersamaan menggunakan penyediaan barang serta jasa
kepada konsumen. menggunakan beban yang telah dialokasikan diharapkan akan
menghasilkan lingkungan yang sehat dan terjaga kelestariannya. Kinerja lingkungan
merupakan salah satu pengukuran krusial di menunjang keberhasilan perusahaan.
Pemahaman manajemen perihal green accounting artinya manajemen mempunyai
taraf kemampuan di pengungkapan isu akuntansi yg berhubungan menggunakan
objek keuangan, lingkungan serta sosial asal suatu entitas buat membentuk gosip
akuntansi yang terpadu, utuh, dan relevan yg bermanfaat bagi pemakai dalam
penilaian serta pengambilan keputusan ekonomi dan non ekonomi di bentuk
pelaporan akuntansi hijau (green accounting reporting).Indikator yg dipergunakan
pada mengukur variabel pemahaman manajemen ihwal akuntansi hijau artinya:
Pemahaman wacana komponen akuntansi hijau. akibat berasal kegiatan manusia
terhadap lingkungan alam Jika ditinjau semakin banyak aktivitas manusia menjadi
semakin majemuk. aktivitas insan buat memenuhi kebutuhan sehari-hari berdampak
di lingkungan. Perusahaan yang mengurusi sumber daya alam berpotensi membawa
ancaman jelek kepada duduk perkara pada lingkungan. Perusahaan yang
berkomitmen di lingkungan menjadi bagian krusial berasal operasi perusahaan.
(Ningsih dan Rachmawati, 2016). warga serta karyawan peka terhadap persoalan
lingkungan, sebagai akibatnya perusahaan disebut menjadi perusahaan yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan dihargai oleh para pemangku
kepentingan.

Perusahaan yang berurusan menggunakan masalah lingkungan cenderung


mempertinggi kinerja keuangan jangka panjang menggunakan menaikkan gambaran
perusahaan pada pemangku kepentingan. meningkatkan kinerja lingkungan
perusahaan memerlukan konsep kelestarian lingkungan, galat satunya merupakan
konsep akuntansi hijau (green accounting) atau yang lebih dikenal konsep akuntansi
lingkungan (W.Sri, Zamzami, dan Yudi 2018). Perusahaan yang ingin menaikkan
profitabilitasnya mempengaruhi penggunaan asal daya alam, walaupun berasal daya
alam terlalu tertentu buat memenuhi keperluan makhluk hidup serta butuh penuh
saat pada meningkatkannya. Beberapa perusahaan maju mengerti untung, masalah
sosial dan lingkungan artinya bidang primer pada usaha (Sulistiawati serta
Dirgantari 2016). Suatu usaha mempunyai keprihatinan tentang persoalan
lingkungan saat perusahaan memiliki keprihatinan ihwal problem lingkungan. Ini
diikuti oleh akuntansi lingkungan di perusahaan. tahap terakhir bentuk keprihatinan
ini artinya adanya audit lingkungan yang efektivitas dan efisiensinya diukur sang
acara lingkungan.Beberapa alasan yang bisa mendukung aplikasi akuntansi
lingkungan antara lain (Fasua, 2011):
1) porto lingkungan secara signifikan dapat dikurangi atau dihilangkan menjadi yang
akan terjadi berasal keputusan usaha, mulai dari perubahan dalam operasional serta
pemeliharaan buat diinvestasikan dalam proses yg berteknologi hijau serta buat
perancangan balik produk yang dihasilkan.
2) porto lingkungan Bila tidak menerima perhatian khusus akan menjadi tidak
kentara dan masuk dalam akun overhead atau bahkan akan diabaikan.
3) banyak perusahaan telah menemukan bahwa porto lingkungan dapat diimbangi
menggunakan membuat pendapatan melalui penjualan limbah sebagai suatu produk.
4) Pengelolaan porto lingkungan yang lebih baik bisa membentuk pemugaran
kinerja lingkungan serta memberikan manfaat yang signifikan bagi kesehatan insan
dan keberhasilan perusahaan.
5) tahu porto lingkungan dan kinerja proses serta produk bisa mendorong penetapan
porto serta harga produk lebih seksama serta dapat membantu perusahaan dalam
mendesain proses produksi, barang serta jasa yang lebih ramah lingkungan buat
masa depan.
6) Perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang didapat dari proses, barang, dan
jasa yang bersifat ramah lingkungan. brand image yang positif akan diberikan sang
warga sebab keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan barang serta jasa dengan
konsep ramah lingkungan (Schaltegger serta Burritt, 2000 pada Arisandi serta
Frisko, 2011). Hal ini berdampak pada segi pendapatan produk, yaitu
memungkinkan perusahaan tersebut buat menikmati diferensiasi pasar, konsumen
memiliki kecenderungan buat bersedia membayar harga yang mahal buat produk
yang berorientasi lingkungan menggunakan harga premium (Aniela, 2012).
7) Akuntansi buat porto lingkungan dan kinerja lingkungan dapat mendukung
perkembangan perusahaan dan operasi berasal sistem manajemen lingkungan secara
keseluruhan. Sistem seperti ini akan segera menjadi keharusan bagi perusahaan yang
beranjak pada perdagangan internasional sebab adanya persetujuan berlakunya baku
internasional ISO 14001.
8) Pengungkapan biaya lingkungan akan mempertinggi nilai dari pemegang saham
karena kepedulian perusahaan terhadap pelestarian lingkungan. Pemegang saham
perusahaan dapat lebih simpel dan cepat menerima berita asal pengungkapan
tersebut sehingga dapat mempermudah pengambilan keputusan (Arisandi serta
Frisko, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
Keterkaitan Green Accounting, Corporate Social Responsibility dan
Sustainable Development Definisi pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) merupakan bahwa pembangunan perlu memenuhi kebutuhan generasi
waktu ini sedemikian rupa tanpa wajib mengurangi kemungkinan generasi masa
datang memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan
karena aktivitas ekonomi waktu ini kemungkinan besar mengurangi pemenuhan
kebutuhan di masa tiba dengan Mengganggu ekosistem dunia (utama, n.d).
Sedangkan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) artinya prosedur bagi suatu organisasi buat secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan serta sosial ke dalam operasinya
serta interaksinya menggunakan stakeholder yang melebihi tanggung jawab pada
bidang aturan (Handayani, 2010). implikasi pembangunan berkelanjutan terhadap
CSR merupakan bahwa aktivitas CSR usahakan diarahkan buat mendukung
tercapainya pembangunan berkelanjutan. Malovics et al (2007) menyatakan bahwa
kontribusi perusahaan melalui aktivitas CSR dapat berupa sistem dan metode
produksi yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya alam (enerji maupun
bahan baku) serta mempengaruhi pola konsumsi sebagai akibatnya tercipta
konsumsi yang tidak berlebihan melainkan berkelanjutan (sustainable consumption),
(utama, n.d). CSR perusahaan diungkapkan dalam laporan yang dianggap
Sustainability Reporting. Sustainability reporting merupakan pelaporan mengenai
kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, dampak serta kinerja organisasi dan
produknya pada dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable-
development.Sustainability Reporting mencakup pelaporan tentang ekonomi,
lingkungan dan impak sosial terhadap kinerja organisasi (ACCA pada Anggraini,
2006). Sustainability Reporting terbagi menjadi tiga kategori (tri bottom line), yaitu
kinerja ekonomi, kinerja lingkungan serta kinerja sosial (Darwin, 2004). Selain itu,
ada jua baku pelaporan dari global Reporting Initiative (GRI). GRI adalah sebuah
organisasi independen yang sudah mempelopori pengembangan omitmen buat terus
menerus melakukan pemugaran serta penerapan di semua dunia. Indikator kinerja
GRI yaitu: indikator kinerja ekonomi, indikator kinerja lingkungan hayati, indikator
praktek energi kerja dan pekerjaan yang layak, indikator Hak Asasi insan, indikator
kinerja warga , indikator kinerja tanggung jawab produk (Agustin, 2010). Indikator
kinerja lingkungan hidup dalam sustainabiliy reporting dan GRI melaporkan
dampak berasal produk, jasa dan proses perusahaan terhadap lingkungan, komponen
dari triple bottom line ini bisa melaporkan pelepasan polutan ke udara serta air
publik, utilisasi asal daya alam yang bisa di perbaharui (renewable) dan tidak bisa
diperbaharui (nonrenewable), serta pengelolaan sumber daya alam oleh perusahaan
(Amin, 2011).

PEMBAHASAN

Biaya proteksi Lingkungan


Pengungkapan akuntansi lingkungan di kebanyakan negara, termasuk
Indonesia masih bersifat voluntary, merupakan tidak terdapat aturan yang
mewajibkan seperti halnya pada penerbitan financial reporting (utama, 2006 pada
Suryono dan Prastiwi,2011). Akuntansi keuangan konvensional menurut Idris
(2012) belum dapat menyajikan gosip asset, liabilitas, pendapatan serta beban atau
porto yg terkait dengan pelestarian lingkungan. Hal ini ditimbulkan karena PSAK
yang dijadikan menjadi panduan belum mengatur secara jelas dan tegas kewajiban
menyajikan info terkait menggunakan pelestarian lingkungan. Pernyataan standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (Revisi Tahun 2009) wacana penyajian laporan
keuangan, paragraf 14 menyatakan bahwa : “Entitas bisa pula menyajikan, terpisah
dari laporan keuangan, laporan tambahan seperti laporan tentang lingkungan hidup
serta laporan nilai tambah, khususnya bagi industri pada mana faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai
menjadi gerombolan pengguna laporanyang memegang peranan penting. Laporan
tambahan tadi di luar ruang lingkup baku Akuntansi Keuangan”.
Penerapan Green Accounting di Indonesia
Akuntansi lingkungan mengalami kesulitan pada pengukuran nilai cost and
benefit eksternalitas yang ada asal proses industri. Bukan hal yang praktis untuk
mengukur kerugian yang diterima masyarakat sekitar dan lingkungan ekologis yang
disebabkan polusi udara, limbah cair, kebocoran tabung amoniak, kebocoran tabung
nuklir atau eksternalitas lain. Pelaporan baik kinerja sosial juga kinerja lingkungan
ini tidak didapati pada laporan keuangan yang konvensional, dimana dalam laporan
keuangan yang konvensional hanya dijumpai laporan kinerja ekonomi saja (Idris,
2012). Begitu juga yang terjadi pada Indonesia masih sebatas anggapan menjadi
suatu konsep yang rumit sebab kurangnya berita yang komprehensif bagi
stakeholder dikhawatirkan akan menimbulkan efek asal implementasi serta
pengeluaran biaya tambahan yang diakui menjadi beban yang seharusnya tidak perlu
dikeluarkan pada perspektif akuntansi konvensional (Nurhayati, Brown, dan Tower,
2006 dalam Arisandi serta Frisko, 2011). Hal ini sinkron menggunakan yang
diungkapkan sang Gray et. al (1993) pada Burrit dan Welch (1997) bahwa
pengungkapan biaya eksternalitas akan mempengaruhi pengambilan keputusan dan
menghipnotis pertimbangan stakeholder sebab reaksi pasar sudah menunjukkan
yang akan terjadi yang tidak berbeda terhadap kegiatan perusahaan yang melakukan
(atau tidak) kepentingan sosial dan lingkungan. sebagai akibatnya aplikasi
akuntabilitas lingkungan akan berhasil Jika didukung oleh peraturan. dari Solihin
(2008) pada Idris (2012), pelaksanaan CSR di Indonesia terutama berkaitan
menggunakan pelaksanaan CSR buat kategori discretionary responsibilities, yang
bisa dicermati asal dua perspektif yang tidak selaras. Pertama, aplikasi CSR
memang ialah praktik usaha secara sukarela asal inisiatif perusahaan serta bukan
adalah kegiatan yang dituntut buat dilakukan perusahan sinkron dengan peraturan
perundangan yang berlaku. ke 2, aplikasi CSR sesuai menggunakan tuntutan
undang-undang (bersifat mandatory). contohnya, BUMN mempunyai kewajiban
untuk menyisihkan sebagian laba yang diperoleh perusahaan buat menunjang
aktivitas sosial, dan perusahaan yang menjalankan aktivitas usaha pada bidang
sumberdaya alam atau berkaitan dengan sumberdaya alam, diwajibkan buat
melaksanakan CSR mirip diatur oleh UU RI No. 40 Tahun 2007 perihal Perseroan
Terbatas Pasal 74. dipandang dari sudut dasar hukum pelaksanaannya, CSR di
Indonesia secara konseptual masih wajib dipilah antara aplikasi CSR yang dilakukan
oleh perusahaan besar serta CSR yang dilakukan sang perusahaan kecil dan
menengah. Selama ini terdapat asumsi yg keliru bahwa pelaksanaan CSR hanya
diperuntukkan bagi perusahaan besar yang dapat menyampaikan dampak negatif
terhadap masyarakat serta lingkungan, padahal perusahaan mungil dan menengah
pun mampu memberikan akibat negatif terhadap warga dan lingkungan sekitarnya.
Apalagi Jika perusahaan mungil serta menengah itu banyak jumlahnya, tentu
dampaknya akan terakumulasi pada jumlah yang besar dan buat mengatasinya akan
lebih sulit dibandingkan akibat yg ditimbulkan sang satu perusahaan besar . Bila
ditinjau berasal aplikasi CSR pada Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan yang telah melaksanakan program CSR serta membuat laporannya
belum bisa dikatakan menjadi perusahaan yg telah menerapkan akuntansi
lingkungan. Hal ini ditimbulkan sebab pada operasional perusahaan belum
memasukkan upaya pelestarian lingkungan menjadi bagian integral (Idris, 2012).
Gray et al. (1993) menyimpulkan bahwa mekanisme pengungkapan yg bersifat
sukarela kurang tepat. Bukti dari Deegan and Rankin (1996) menyebutkan bahwa
pelaporan akuntansi lingkungan bersifat biasa karena perusahaan tak jarang tidak
melaporkan fakta buruk .

KESIMPULAN

Dampak aktivitas perusahaan perlu dilaporkan sebagai perwujudan tanggung


jawab perusahaan kepada stakeholder. Rendahnya kesadaran pelaporan dampak
lingkungan disebabkan oleh beberapa kendala pelaporannya. Pentingnya akuntansi
lingkungan perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penerapannya. Berikut ini
beberapa usaha meningkatkan pelaporan akuntansi lingkungan:
1) Menyusun standar akuntansi lingkungan. Dalam upaya keseragaman dan
memenuhi fungsi keterbandingan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) diharapkan dapat
menyusun pedoman Sustainability Reporting.
2) Mewajibkan untuk menerapkan pedoman pelaporan yang sudah ada. Karena
keseluruhan aktivitas perusahaan akan berdampak pada masyarakat dan lingkungan
dalam jangka panjang demi menjaga pembangunan yang berkelanjutan, maka
Sustainability Reporting yang Sustainability Reporting bersifat mandatory
diperlukan.
3) Memberikan penghargaan atas perusahaan yang telah menyelenggarakan
Sustainability Reporting. Penyelenggaraan menyelenggarakan Indonesia
Sustainability Reporting Award (ISRA) oleh Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Manajemen diharapkan akan meningkatkan reputasi
perusahaan dan kemudian kesadarannya Surakarta, 23 Maret 2013 147 dalam
melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah
yang berdampak pada lingkungan.
4) Melakukan audit lingkungan. Sustainability reporting harus disertai dengan audit
lingkungan guna meningkatkan kredibilitas pelaporan.
5) Mengembangkan mekanism Good Corporate Governance (GCG) untuk
memastikan penerapan kewajiban lingkungan. Melalui pembentukan komite CSR
dalam komponen governance, diharapkan pelaksanaan green accounting dan
sustainability reporting akan lebih handal dan mengalami peningkatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, C., Isharijadi, I., & Amah, N. (2017). Analisis Efisiensi Biaya Dengan
Menggunakan Metode Lot For Lot Dalam Pengendalian Persediaan. Assets: Jurnal
Akuntansi Dan Pendidikan, 6(2), 142–152.
Aranta, P. Z. (2013). Pengaruh Moralitas Aparat dan Asimetri Informasi terhadap
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris Pemerintah Kota
Sawahlunto). Jurnal Akuntansi, 1(1).
Chasbiandani, T., Rizal, N., & Satria, I. I. (2019). Penerapan Green Accounting Terhadap
Profitabitas Perusahaan Di Indonesia. AFRE (Accounting and Financial Review),
2(2), 126–132.
Dewi, G. A. K. R. S. (2017). Pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal pada
kecurangan akuntansi (Studi eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali).
JIA (Jurnal Ilmiah Akuntansi), 1(1).
Eliza, Y. (2015). Pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi (Studi Empiris Pada SKPD di Kota Padang).
Jurnal Akuntansi (Media Riset Akuntansi & Keuangan), 4(1), 86–100.
Endiana, I., DICRIYANI, N. L. G. M., ADIYADNYA, M. S. P., & Putra, I. (2020). The
effect of green accounting on corporate sustainability and financial performance.
The Journal Of Asian Finance, Economics, And Business, 7(12), 731–738.
Indrawati, L., Darmayanti, N., & Syakur, A. S. (2016). Pengaruh Earnings Per Share
(EPS), Return on Equity (ROE), Return on Assets (ROA), dan Net Profit Margin
(NPM) terhadap Harga Saham. Prosiding SNA MK, 251–268.
Indrawati, L., & Pattinama, M. M. (2021). Brand Image, Kualitas Pelayanan Dan
Kepuasan Konsumen Di Dalam Pengaruhnya Terhadap Minat Ulang Penggunaan
Aplikasi Dana. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 8(1).
Permatasari, A. K. M., & Amboningtyas, D. (2017). The Influence of LDR, DPK, and
NPL on ROA through CAR as Intervening Variable (Study on Conventional Bank
Sub Sector Company 2012-2016 listed in BEI). Journal of Management, 3(3).
Sulistiawati, E., & Dirgantari, N. (2016). Analisis Pengaruh Penerapan Green Accounting
Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan, 6(1).
Udayani, A., & Sari, M. M. R. (2017). Pengaruh pengendalian internal dan moralitas
individu pada kecenderungan kecurangan akuntansi. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 18(3), 1744–1799.

Anggraini, C., Isharijadi, I., & Amah, N. (2017). Analisis Efisiensi Biaya Dengan
Menggunakan Metode Lot For Lot Dalam Pengendalian Persediaan. Assets: Jurnal
Akuntansi Dan Pendidikan, 6(2), 142–152.
Aranta, P. Z. (2013). Pengaruh Moralitas Aparat dan Asimetri Informasi terhadap
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris Pemerintah Kota
Sawahlunto). Jurnal Akuntansi, 1(1).
Chasbiandani, T., Rizal, N., & Satria, I. I. (2019). Penerapan Green Accounting Terhadap
Profitabitas Perusahaan Di Indonesia. AFRE (Accounting and Financial Review),
2(2), 126–132.
Dewi, G. A. K. R. S. (2017). Pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal pada
kecurangan akuntansi (Studi eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali).
JIA (Jurnal Ilmiah Akuntansi), 1(1).
Eliza, Y. (2015). Pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi (Studi Empiris Pada SKPD di Kota Padang).
Jurnal Akuntansi (Media Riset Akuntansi & Keuangan), 4(1), 86–100.
Endiana, I., DICRIYANI, N. L. G. M., ADIYADNYA, M. S. P., & Putra, I. (2020). The
effect of green accounting on corporate sustainability and financial performance.
The Journal Of Asian Finance, Economics, And Business, 7(12), 731–738.
Indrawati, L., Darmayanti, N., & Syakur, A. S. (2016). Pengaruh Earnings Per Share
(EPS), Return on Equity (ROE), Return on Assets (ROA), dan Net Profit Margin
(NPM) terhadap Harga Saham. Prosiding SNA MK, 251–268.
Indrawati, L., & Pattinama, M. M. (2021). Brand Image, Kualitas Pelayanan Dan
Kepuasan Konsumen Di Dalam Pengaruhnya Terhadap Minat Ulang Penggunaan
Aplikasi Dana. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 8(1).
Permatasari, A. K. M., & Amboningtyas, D. (2017). The Influence of LDR, DPK, and
NPL on ROA through CAR as Intervening Variable (Study on Conventional Bank
Sub Sector Company 2012-2016 listed in BEI). Journal of Management, 3(3).
Sulistiawati, E., & Dirgantari, N. (2016). Analisis Pengaruh Penerapan Green Accounting
Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan, 6(1).
Udayani, A., & Sari, M. M. R. (2017). Pengaruh pengendalian internal dan moralitas
individu pada kecenderungan kecurangan akuntansi. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 18(3), 1744–1799.

Anda mungkin juga menyukai