Anda di halaman 1dari 6

Setiap perusahaan memiliki tujuan dalam membangun perusahaannya menjadi

berkembang. Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan nilai perusahaan.

Nilai perusahaan dalam penelitian ini adalah nilai pasar (Carningsih, 2009) dan

merupakan persepsi pemegang saham terhadap tingkat keberhasilan perusahaan, yang

sering dikaitkan dengan harga saham (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, salah satunya faktor

lingkungan. Penyelesaian terhadap masalah lingkungan merupakan isu yang

menjadikan keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan, disamping laba yang

diperoleh kinerja perusahaan juga diukur dari aspek lingkungan (Setiawan, 2016).

Banyak perusahaan dalam menjalankan usahanya tidak memperhatikan program

pengelolaan lingkungan sekitarnya (Makalew, 2017). Contohnya pada tanggal 25

desember 2017 harga saham INKP ditutup melemah Rp 310 (-7,20%) ke level Rp

3.990 hal ini diduga akibat pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh INKP di

Perawang, Kabupaten Siak. INKP diketahui telah menggunakan bahan klorin, yang

sangat berbahaya karena mampu membunuh mahluk hidup yang menghirupnya

secara perlahan. Hal ini membuktikan bahwa kerusakan lingkungan yang diakibatkan

suatu perusahaan yang sengaja atau tidak sengaja membawa dampak yang sangat

negatif bagi perusahaan tersebut (www.sahamonline.id, 2021). Jika perusahaan tidak

memperhatikan lingkungan dalam jangka panjang, hal ini akan mempengaruhi

pertumbuhan nilai perusahaan. Oleh karena itu perusahaan memiliki tanggung jawab

kepada stakeholder untuk memperhatikan kinerja lingkungan perusahaan yang


nantinya akan berdampak pada naiknya harga saham yang berarti naiknya nilai

perusahaan (Ethika et al., 2019). Penyelesaian terhadap masalah lingkungan

merupakan isu yang menjadikan keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan.

Kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik disebut dengan kinerja

lingkungan perusahaan. Kinerja lingkungan yang baik akan menyebabkan perusahaan

banyak yang mengungkapkan kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan (Rakhiemah

dan Agustia, 2017).

Kegagalan sistem pasar dalam mengatur dan menertibkan perilaku para pelaku

pasar (market failure) maka terjadilah perilaku serakah dan tamak (greedy) dari para

pelaku pasar terhadap masyarakat dan lingkungan demi meraup keuntungan yang

sebesar – besarnya dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Seiring

dengan kian seriusnya krisis sosial dan lingkungan, dalam dua dekade terakhir

akuntansi hijau (green accounting) mulai mendapat perhatian besar dari para

akademisi, praktisi dan periset akuntansi. Akuntansi hijau mulai dikembangkan

secara serius dalam upaya meminimalisir kritik keras terhadap kelemahan akuntansi

konservatif yang dinilai cenderung mengabaikan obyek, fenomena atau peristiwa –

peristiwa lingkungan dan sosial yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan

entitas korporasi dalam proses akuntansi (Lako, 2019). Akuntansi harus mampu

menyajikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder, dalam kaitannya

dengan tuntutan tersebut, akuntansi juga telah mengalami perkembangan pesat

sehingga dikenal dengan akuntansi konvensional dan akuntansi lingkungan (Idris,


2012). Sistem akuntansi yang didalamnya terdapat akun – akun yang terkait dengan

biaya lingkungan disebut dengan green accounting atau environmental accounting

(Aniela, 2012). Akuntansi lingkungan (environmental accounting) adalah suatu

istilah yang berupaya untuk mengelompokkan pembiayaan yang dilakukan

perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos

lingkungan dan praktik bisnis perusahaan (Suartana, 2020). Laporan keuangan

menjadi hal yang penting bagi perusahaan dimana laporan keuangan memberikan

gambaran mengenai keadaan perusahaan, agar hal tersebut bisa dicapai diperlukan

adanya pengungkapan yang jelas tentang data akuntansi dan informasi yang relevan

(Ikhsan, 2008). Pengungkapan akuntansi lingkungan di negara berkembang termasuk

negara Indonesia memang sangat kurang, keadaan ini disebabkan antara lain yakni

lemahnya sanksi hukum di negara Indonesia (Lindriasari, 2007). Pengungkapan

mengenai akuntansi lingkungan belum di atur secara jelas dalam standart akuntansi

yang artinya pelaporan informasi lingkungan dalam laporan tahunan masih bersifat

sukarela. Peraturan ini dijelaskan pada PSAK No 1, Tahun 2015 dalam peraturan ini

menyatakan bahwa perusahaan menyajikan laporan terkait dengan pengelolaan

lingkungan hidup. Pengungkapan akuntansi lingkungan juga berperan untuk

keberlangsungan bagi perusahaan karena apabila perusahaan mengungkapkan biaya

lingkungan ke dalam laporan keuangan maka dapat dijadikan keputusan bagi pihak

internal untuk pengambilan keputusan dan juga peran bagi pihak eksternal untuk

mempengaruhi keputusan dari stakeholder dan untuk menarik investor agar


menanamkan modal di perusahaan. Pengungkapan akuntansi lingkungan tergolong

baik apabila melaporkan realita jenis kegiatan yang dilakukan perusahaan (Hansen,

2015).

Pengungkapan biaya lingkungan, pengalokasian biaya sesuai dengan aktifitas

yang terkait dengan akuntansi lingkungan bisa meningkatkan nilai perusahaan. Nilai

perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara, salah satu alat ukur yang dapat

digunakan yaitu dengan menghitung price to book value. Price to book value (PBV)

merupakan rasio keuangan yang membandingkan antara harga saham dengan nilai

buku per lembar saham, menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku

saham suatu perusahaan. Semakin besar PBV semakin tinggi tingkat kepercayaan

pasar terhadap prospek perusahaan tersebut (Sugiyono dan Untung, 2016). Sesuai

dengan penelitian Sawitri (2017), Pumlee et al., (2015) dan Iqbal et al., (2013),

menyatakan bahwa adanya pengaruh pengungkapan akuntansi lingkungan terhadap

nilai perusahaan. Pengungkapan akuntansi lingkungan yang dilakukan perusahaan

akan memberikan sinyal positif bagi investor dimana perusahaan telah melakukan

kinerja lingkungan secara baik dan perusahaan mengharapkan akan berdampak

positif bagi nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Anjarwasana (2018) menyatakan

bahwa pengungkapan akuntansi lingkungan tidak berpengaruh terhadap nilai

perusahaan. Hal ini menandakan bahwa pengungkapan akuntansi lingkungan belum

menjadi perhatian investor dalam pengambilan keputusan, yang akan mendorong

peningkatan nilai perusahaan.


Menurut Hansen dan Mowen (2015) dengan mengungkapkan biaya lingkungan

dapat memberikan informasi terkait pendistribusian biaya lingkungan yang

bermanfaat untuk perbaikan dan pengendalian kinerja lingkungan. Kinerja

lingkungan hidup merupakan suatu bentuk kinerja perusahaan dalam melakukan

pengelolaan lingkungan hidup untuk mewujudkan green company. Dalam

pengukuran kinerja lingkungan hidup digunakan suatu platform yang diciptakan oleh

pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia No. 06 Tahun

2013 tentang PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) untuk

memudahkan komunikasi dengan stakeholder dalam menyikapi hasil kinerja

lingkungan masing – masing perusahaan.

Pengungkapan kinerja lingkungan perusahaan merupakan dampak dari prioritas

sosial, respon terhadap tekanan pemerintah, akomodasi terhadap tekanan publik dan

proteksi atas hak dan image perusahaan. Perusahaan yang memiliki lingkungan

kinerja baik, cenderung akan melaporkan kinerjanya kepada stakeholder dan

perusahaan yang memiliki kinerja yang kurang baik akan cenderung untuk tidak ingin

menginformasikan kepada stakeholder. Sesuai dengan penelitian Saputra dan Mayuni

(2018) dan Hanvie (2018), menyatakan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif

terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Ethika et al., (2019) menyatakan

bahwa kinerja lingkungan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan. Penelitian Sawitri dan Setiawan (2017), menyatakan bahwa kinerja

lingkungan tidak berpengaruh secara langsung terhadap nilai perusahaan.


Berdasarkan latar belakang tersebut

Anda mungkin juga menyukai