Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan perusahaan di Indonesia saat ini semakin berkembang

pesat, sejalan dengan semakin banyaknya kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Permasalahan lingkungan di Indonesia merupakan faktor penting yang harus

segera di pikirkan mengingat akibat dampak buruk pengelolaan lingkungan dan

rendahnya perhatian terhadap lingkungan dari aktivitas industri yang terjadi

saat ini. Aktivitas perusahaan dalam proses keberlangsungan perusahaan dapat

menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dampak lingkungan banyak terjadi

disebabkan kecenderungan eksploitatif atau mengambil sumber daya alam dari

lingkungan secara berlebihan, tidak lagi sekedar mempertahankan kebutuhan

hidup. Akibat dari aktivitas perusahan tersebut, lingkungan mengalami

kerusakan.

Menurut Harahap (2002) Perusahaan dalam mengelola sumber daya alam

berpotensi memiliki resiko negatif terhadap aspek lingkungan hidup.

Perusahaan didalam lingkungan masyarakat memiliki sebuah legitimasi untuk

bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya, namun lama kelamaan karena

posisi perusahaan menjadi amat vital dalam kehidupan masyarakat maka

dampak yang ditimbulkan juga akan menjadi sangat besar. Dampak yang

muncul dalam setiap kegiatan operasional perusahaan ini dipastikan akan

membawa akibat kepada lingkungan di sekitar perusahan itu menjalankan

usahanya. Dampak negatif yang paling sering muncul dalam setiap adanya
penyelenggaraan operasional usaha perusahaan adalah polusi suara, limbah

produksi, kesenjangan, dan lain sebagainya dan dampak semacam inilah yang

dinamakan eksternality. Menurut Harahap (2002) Besarnya dampak

eksternality terhadap kehidupan masyarakat, membuat masyarakat ingin agar

dampak tersebut di atas dapat dikontrol, sehingga dampak yang

ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansi

yang tidak hanya merangkum informasi tentang perusahaan dengan pihak

ketiga tetapi juga dengan lingkungannya. Dalam laporan tahunan yang dibuat

oleh perusahaan, selain menyajikan informasi keuangan juga terdapat pula

informasi perusahaan terhadap lingkungannya (Ningsih 2017).

Konsep green accounting sebenarnya sudah mulai berkembang sejak

tahun 1970-an di Eropa, diikuti dengan mulai berkembangnya penelitian-

penelitian yang terkait dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an

(Bebbington, 1997 ; Gray el al., 1996). Di negara-negara maju seperti yang

ada di Eropa (Roussey, 1992), Jepang (Djogo, 2006) perhatian akan isu-isu

lingkungan ini berkembang pesat baik secara teori maupun praktik. Hal ini

dibuktikan dengan banyaknya peraturan terkait dengan lingkungan ini (Astuti,

2012).

Dalam Susilo (2008) Istilah lain yang terkait dengan green accounting

adalah environmental accounting sebagaimana yang ditegaskan oleh Yakhou

dan Vernon (2004) yakni penyediaan informasi pengelolaan lingkungan untuk

membantu manajemen dalam memutuskan harga, mengendalikan overhead

dan pelaporan informasi lingkungan kepada publik. Selain itu, green


accounting juga dikaitkan dengan Triple Bottom Line Reporting (Raar, 2002).

Istilah terakhir ini juga dikenal dengan Social and Environmental Reporting

dimana dalam pelaporan keuangannya, perusahaan melaporkan kinerja

aktivitas operasional perusahaan, kinerja lingkungan, dan kinerja sosialnya

(Markus dan Ralph, 1999). Istilah lain bisa juga dipakai misalnya

Environmental Accounting, Social Responsibility Accounting, dan lain

sebagainya (Harahap, 2002).

Dalam hal ini istilah tripel bottom line (TBL) atau triple p (people, planet,

dan profit) merupakan pilar utama perusahaan mengukur nilai kesuksesan

dengan tiga kriteria ekonomi, lingkungan dan sosial. Konsep TBL

mengimplikasikan perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan

stakeholder daripada kepentingan shareholder. Dalam konsep ini people

menekankan pentingnya praktik bisnis atau suatu perusahaan yang

mendukung kepentingan tenaga kerja, seperti menentang adanya eksploitasi

yang mempekerjakananak dibawah umur, pembayaran upah yang wajar, dan

lingkungan kerja yang aman. Planet berarti mengelola dengan baik

penggunaan energy terutama atas sumber daya alam yang tidak dapat

diperbarui. Mengurangi hasil limbah produksi dang mengelolah kembali

menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi, dan CO2.

Profit dalam konsep ini lebih dari sekedar keuntungan. Profit disini berarti

menciptakan praktik bisnis yang fair dan beretika (Neviana, 2010).

Akuntansi lingkungan memiliki peran penting dalam membatasi atau

membalikkan konsekuensi dari dampak industri atau bahkan pada kerusakan


lingkungan. Meskipun perusahaan ingin lingkungan harus diperlakukan

sebagai stakeholder yang penting dari entitas memiliki desain kebijakan

perusahaan. Dengan itu pertimbangan perusahaan-perusahaan dalam

mengambil keputusan untuk lingkungan dapat di pertimbangkan dengan

memproduksi laporan lingkungan dan keberlanjutan, setidaknya menunjukkan

beberapa pengakuan bahwa lingkungan tidak harus diabaikan. Harapannya

adalah bahwa dengan lebih serius melaporkan kegiatan lingkungan mereka

perusahaan-perusahaan akan menyadari bahwa mereka harus mengubah

perilaku mereka untuk benar-benar mengurangi kerusakan lingkungan.

(Martin Freedman dan Bikki Jaggi 2006)

Menurut Bell (1999) menjelaskan green accounting merupakan konsep

kontemporer dalam akuntansi yang mendukung gerakan hijau pada entitas

bisnis yang di dalamnya mengidentifikasi, mengukur, menilai, serta

mengungkapkan biaya-biaya terkait dengan aktivitas perusahaan yang

berhubungan dengan lingkungan. Menurut Ikhsan (2008) Akuntansi

Lingkungan didefinisikan sebagai pencegahan, pengurangan dan atau

penghindaran dampak terhadap lingkungan, bergerak dari beberapa

kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian– kejadian yang

menimbulkan bencana atas kegiatan– kegiatan tersebut (Sri, 2018).

Di Indonesia sebagai negara berkembang tidak terlepas dar isu persoalan

lingkungan yang semakin hari semakin terasa dampaknya. Era industrialisasi

disatu pihak menitik beratkan pada pembangunan teknologi seefisien mungkin

sehingga terkadang mengabaikan aspek-aspek lingkungan. Kesadaran


masyarakat Indonesia mulai tumbuh secara perlahan-lahan, kesadaran ini

menjadi modal dasar sebagai sistem kontrol bagi perusahan sehingga efek

samping indutrialisasi perusahaan dapat termarjinalkan. Aktualisasi kesadaran

ini mulai kelihatan dengan gencarnya reaksi masyarakat terhadap perubahan

yang terjadi dari suatu system. Pembuangan air limbah dari satu industri atau

penebangan hutan yang menyimpang yang menjadi sorotan tajam. Latar

belakang pentingnya akuntansi lingkungan pada dasarnya menurut kesadaran

penuh perusahaan yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Manfaat

yang diambil ternyata telah berdampak pada maju dan berkembangnya bisnis

perusahaan. Oleh karena itu penting bagi perusahaan agar dapat meningkatkan

usaha dalam konservasi lingkungan secara berkelanjutan (Riyadi, 2018).

Pemerintah kembali memberikan penghargaan industri ramah lingkungan

atau industri hijau. Industri hijau sebagai industri yang dalam proses

produksinya mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya

secara berkelanjutan, industri hijau memiliki karakteristik menggunakan

bahan kimia ramah lingkungan, menerapkan resude, recycle, reuse dan

recovery pada proses produksi, menggunankan intensitas energy yang rendah,

mrnggunakan intensitas air yang rendah, menggunakan SDM yang kompeten,

melakukan minimisasi limbah dan menggunakan teknologi rendah karbon.

Penghargaan industri hijau telah dilaksanakan sejak 2010, pada 2013

pemerintah memberikan penghargaan kepada 69 perusahaan, salah satunya

PTPN VII unit usaha rejosari , PTPN VII unit usaha way berulu, PTPN VII

unit usaha pematang kiwah, PTPN VII persero unit usaha bunga mayang,
PTPN VII unit usaha kedaton, PTPN VII unit usaha bekri, PTPN VII unit

usaha tulung buyut (detik.com).

Peraturan tentang penerapan green accounting di BUMN terdapat dalam

Peraturan menteri Bumn Nomor Per 02/MBU/07/2017 tentang Program

Kemitraan dan Program Bina Lingkungan badan usaha milik negara.

Peraturan-peraturan terkait penerapan green accounting seperti Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012

Tentang Izin Lingkungan dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas.

Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nasional VII (PTPN VII).

Perusahaan ini berkantor pusat di Bandar Lampung, dengan wilayah operasi

meliputi Sumatra Selatan, Lampung, dan Bengkulu. Pada 2017 Ekonom

Konstitusi mengkritik buruknya sebagian kinerja Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Kerugian ini banyak diderita BUMN yang berkiprah di sektor

perkebunan. Tidak kurang 8 BUMN berdasarkan sumber di Kementerian

BUMN mengalami kerugian yang sangat besar.

Delapan BUMN tersebut antara lain PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I

sebesar Rp 109 miliar,  PTPN II merugi Rp 207 miliar, PTPN VII merugi Rp

527 miliar, PTPN VIII mengalami rugi Rp 544 miliar, PTPN IX mengalami

rugi Rp 320 miliar, PTPN X mengalami rugi Rp 150 miliar, PTPN


XIII merugi Rp 243 miliar, PTPN XIV merugi Rp 127 miliar. Terakhir, PT

Riset Perkebunan Nusantara juga mengalami kerugian Rp 47 miliar.

Melihat kondisi ini, menegaskan bahwa menyelesaikan permasalahan

inefisiensi dan inefektifitas manajemen dalam tubuh BUMN harus menjadi

prioritas utama. Terlebih para Dewan Manajemen yang tidak berparadigma

Kapitalisme, sebab BUMN modal awalnya adalah dari negara. Menempatkan

profesional di bidang manajemen memang penting bagi penyehatan

pengelolaan BUMN dan juga Koperasi untuk tujuan kesejahteraan semua

orang. Maka itu, fokus dan perhatian utama BUMN dalam bersaing harus

ditujukan pada pengembangan usaha bisnis intinya (core business) dan anak-

anak usaha yang selama ini justru menjadi beban manajemen dan negara harus

dilepaskan.(SUARA.COM)

Pada 2018 PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) terus melakukan

upaya-upaya strategis untuk memperbaiki kinerja perusahaan yang tengah

dalam kondisi kurang sehat sejak 10 tahun terakhir. Beberapa langkah krusial

yang dilakukan manajemen, yaitu restrukturisasi sumber daya manusia,

restrukturisasi keuangan, optimalisasi aset, dan langkah-langkah short cut

untuk mencari dana segar. Ada banyak aset PTPN VII yang tidak maksimal

pemanfaatannya tetapi memiliki potensi untuk menghasilkan, antara lain

kawasan Pantai Teluk Nipah, bangunan dan lahan strategis di depan kantor

direksi, dan terdapat lahan yang terkandung deposit batu bara. Untuk

diketahui, pada 10 tahun terakhir cashflow PTPN VII mengalami kondisi

ketidakseimbangan cukup berat akibat jatuhnya harga komoditas agro di pasar


global, cuaca buruk, dan peremajaan tanaman pada saat yang sama. Pada

masa-masa sulit tersebut, performa manajemen PTPN VII pun sempat

mengalami kemunduruan yang berdampak sistemik, sehingga ketika harga

komoditas mulai membaik, cuaca mendukung, dan tanaman baru mulai

menghasilkan, pertumbuhannya tidak maksimal. (LAMPOST.)

Menurut Lindrianasari (2007) dalam Nurfadila (2019) Saat ini di

Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menyusun suatu standar

pengungkapan akuntansi lingkungan dalam Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) No. 32 dan 33. Kedua PSAK ini mengatur tentang

kewajiban perusahaan dari sektor pertambangan umum dan pemilik Hak

Pengusahaan Hutan (HPH) untuk melaporkan item-item lingkungan dalam

laporan keuangan.

Menurut Astuti (2012) Green accounting adalah bagaimana memasukan

konsukensi dari suatu peristiwa yang menyangkut lingkungan dalam laporan

keuangan. Green accounting merupakan sarana untuk melaporkan suatu

perusahaan yang dikaitkan dengan lingkungan. Tujuannya adalah memberikan

informasi mengenai kinerja operasional perusahaan yang berbasis pada

perlindungan lingkungan. Akuntansi konvensional hanya memberikan

informasi ekonomi terutama yang bersifat keuangan pada shareholder dan

bondholder untuk pengambilan keputusan. Perlu ditingkatkan ukuran kinerja

untuk memperbaiki ukuran kinerja yang telah ada. Dampak lingkungan perlu

dilaporkan sebagai manifestasi tanggungjawab terhadap stakeholder.


Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Aniela (2012) seiring dengan

meningkatnya kerusakan lingkungan dan meningkatnya kesadaran masyarakat

untuk menjaga lingkungan maka perusahaan sebagai bagian dari lingkungan

juga dituntut untuk memperhatikan kelestarian lingkungan. Perusahaan itu

sendiri merupakan badan hukum yang harus mempertanggungjawabkan

pengelolaan perusahaannya kepada shareholders dan stakeholders, maka

manajemen harus mampu menunjukkan kinerja yang baik kepada pihak-pihak

yang berkepentingan terkait dengan kinerja finansial dan kinerja

lingkungannya. Oleh karena itu, ketika perusahaan melaksanakan aktivitas

yang mendukung pengelolaan lingkungan, maka pihak manajemen harus

secara bijaksana melakukan pencatatan terhadap setiap biaya yang

dikeluarkan terkait dengan aktivitas lingkungan tersebut.

Penelitian Ningsih (2017) yang berjudul Implementasi Green Accounting

Dalam Meningkatkan Kinerja. Melalui implementasi green accounting maka

diharapkan lingkungan akan terjaga kelestariaannya, karena dalam

menerapkan green accounting maka perusahaan akan secara sukarela

mematuhi kebijakan pemerintah dimana perusahaan tersebut menjalankan

bisnisnya, selain itu juga diikuti oleh meningkatnya persepsi positif dari

masyarakat akan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap perusahaan

yang pada akhirnya diikuti oleh peningkatan penjualan perusahaan dan laba

peusahaan.

Penelitian Sari (2016) yang berjudul Pengaruh Penerapan Akuntansi

Lingkungan Terhadap Kinerja Lingkungan Pada PTPN XIV Pabrik Gula


Takalar, hasil dari penelitian ini bahwa penerapan akuntansi lingkungan

berpengaruh terhadap kinerja lingkungan. Penelitian yang dilakukan Nurfadila

(2019) yang berjudul Analisis Implementasi Akuntansi Lingkungan Dalam

Menilai Kinerja Lingkungan Berdasarkan Psak Nomor 32 Dan 33 Pada

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar. Hasil dari penelitian

ini Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar sudah

mengeluarkan biaya-biaya lingkungan dalam pencatatan akuntansinya. Peran

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar dalam upaya

peningkatan kinerja lingkungan yaitu dengan melakukan penanaman pohon

untuk penghijauan. Informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup

dilaporkan kedalam Catatan Atas Laporan Keuangan perusahaan sudah sesuai,

karena mengacu pada PSAK Nomor 32 tentang Akuntansi Kehutanan dan

PSAK Nomor 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum.

Dari latar belakang diatas perbedaan penelitian ini terdapat pada tempat

penelitian. Penelitian ini bermaksud mengeksplorasi perkembangan akuntansi

lingkungan Pada PT. Perkebunan Nasional VII Bengkulu. Berdasarkan uraian

latar belakang diatas penulis terarik untuk meneliti “Penerapan Green

Accounting Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Pada PT Perkebunan

Nasional VII Kantor Wilayah Provinsi Bengkulu)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini :


1) Bagaimana penerapan green accounting pada PTPN VII kantor wilayah

provinsi Bengkulu ?

2) Bagaimana penerapan green accounting terhadap kinerja lingkungan pada

PTPN VII kantor wilayah provinsi Bengkulu ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini :

1) Untuk mendeskripsikan penerapan green accounting pada PTPN VII

kantor wilayah Provinsi Bengkulu.

2) Untuk mendeskripsikan penerapan green accounting terhadap kinerja

lingkungan pada PTPN VII kantor wilayah provinsi Bengkulu.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu akuntansi dan juga diharapkan dapat menjadi referensi

bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan penerapan

green accounting dan kinerja lingkungan.

2) Manfaat Praktis

Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan

memberikan sumbangan pemikiran, pengetahuan, gambaran dan informasi

bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan

dengan penerapan green accounting dan kinerja lingkungan


1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nasional VII (PTPN VII).

PT Perkebunan Nusantara adalah nama dari empat belas Badan Usaha Milik

Negara yang beroperasi di bidang perkebunan di seluruh Indonesia. Perusahaan

ini berkantor pusat di Bandar Lampung, dengan wilayah operasi meliputi

Sumatra Selatan, Lampung, dan Bengkulu.

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada PT Perkebunan

Nasional VII di kantor wilayah Provinsi Bengkulu. Perusahan ini

memungkinkan dilakukan penelitian Mengingat banyaknya aspek yang dapat

dikaji di PTPN VII maka dalam penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah

penerapan green accounting dan kinerja lingkungan.


Daftar Pustaka

Ningsih, Wiwik Fitria, Ratih Rachmawati (2017). Implementasi Green Accounting


Dalam Meningkatkan Kinerja. Journal of Applied Business and Economics
Desember 2017 Vol. 4 No. 2 : 149-158.

Astuti, Neni (2012) Mengenal Green Accounting. Permana Vol . IV No. 1 Agustus

2012 : 69-75.

Susilo, Joko 2008 Green Accounting di Daerah Istimewa Yogyakarta : Studi Kasus

Antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. JAAI Volume 12 No. 2

DESEMBER 2008: 149 – 165


Roger L. Burritt, Stefan Schaltegger, dan Martin Bennett. 2011. Environmental

Management Accounting and Supply Chain Management.

Endah Sri W, Zamzami, Yudi (2018). Analisis Komparasi Penerapan Green


Accounting (Studi Kasus PADA Industri Batubara dan Industri Logam 2014-
2016)

Himawan, Adhitya(2017) Pengamat Kritik Kinerja 8 BUMN Perkebunan

https://www.suara.com/bisnis/2017/03/01/150009/pengamat-kritik-buruknya-
kinerja-8-bumn-perkebunan (Diakses 28-09-2019 14.45)

Anwar, Chairil(2018) Performa Membaik, PTPN 7 Optimistis segera Lalui Masa

Sulit http://www.lampost.co/berita-performa-membaik-ptpn-7-optimistis-
segera-lalui-masa-sulit.html (Diakses 30-09-20019 12.30)

Musyarofah, Siti (2013). Analisis Penerapan Green Accounting Di Kota Semarang

Yudiantari, Eka (2019). Analisis Perlakuan Akuntansi Atas Biaya Pengolahan

Limbah Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan

Nurfadila (2019) Analisis Implementasi Akuntansi Lingkungan Dalam Menilai

Kinerja Lingkungan Berdasarkan Psak Nomor 32 Dan 33 Pada Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar. BJRA Vol 2 No. 1 April 2019

: 59-70.

Aniela, Yoshi (2012) Peran Akuntansi Lingkungan Dalam Meningkatkan Kinerja

Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahan.

Satrio Febrianto Wailanduw (2017) Peran Mediasi Pengungkapan Lingkungan Pada

Pengaruh Akuntansi Lingkungan Dan Kinerja Lingkungan Terhadap Nilai

Perusahaan.

Chanifah, Nur dkk (2019) Pengaruh Kinerja Lingkungan Dan Kinerja Keuangan

Teradap Pengungkapan Informasi Lingkungan. Widyakala Volume 6 No. 1

Maret 2019 : 45-54


Hardianti (2017) Peran Green Accounting Dalam Upaya Mencegah Pencemaran

Lingkungan Untuk Menunjang Keberlangsungan Usaha (Studi pada PTPN

Persero Pabrik Gula Takalar)

Jasch, Christine 2008. Environmental and Material Flow Cost Accounting.

TELLUS INSTITUTE Resource and Environmental Strategies Environmental

Management Accounting (EMA).

Universitas Pembangunan Jaya. MODUL AKUNTANSI LINGKUNGAN

Binus University Faculty Of Economic & Communication. Apa Sebenarnya

Akuntnasi Lingkungan Itu? (2017)

https://accounting.binus.ac.id/2017/06/14/apa-sebenarnya-akuntansi-
lingkungan-itu/ (Diakses 21-09-2019 16.54)

Neviana (2010) Triple Bottom Line : Lebih dari Sekedar Profit (Diakses 26-01-20

22.22)

Riyadi, Padlah (2018) Green Accounting Berbasis Aspek Berkelanjutan (Diakses 26-

01-20 23.10)

Ini Dia 9 Perusahan yang Termasuk Daftar Indistri Hijau (detik.com diakses pada 26-

01-20 23.35)

Anda mungkin juga menyukai