Anda di halaman 1dari 32

GREEN BUSINESS & GREEN ACCOUNTING SERTA

KASUS-KASUS TERKAIT
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terkait adanya kerusakan alam yang mempengaruhi kehidupan manusia akhirnya


memunculkan serangkaian tindakan serius dari masyarakat dunia untuk melakukan
upaya pencegahan dampak kerusakan lingkungan alam secara lebih luas. Pada tahun
1992, para pemimpin bisnis dunia terlibat dalam Earth Summit di Rio Jeneiro, Brazil.
Konferensi yang diinisiasi oleh investor asal Swiss, Stephan Schimidheiny tersebut
membahas tentang isu-isu lingkungan. The UN Conference on Environment and
Development—sebagaimana secara resmi disebut—mengidentifikasi ancaman-ancaman
terhadap lingkungan yang menjadi penyebab pemanasan global, hilangnya
keanekaragaman hayati, degradasi sumber daya alam, dan seterusnya. Ratusan CEO
dunia menghadiri konferensi tersebut dan mulai menanyakan bagaimana peran
perusahaan mereka untuk pelestarian lingkungan.

Keterlibatan para CEO tersebut bukan tanpa alasan. Sebagaimana yang kita ketahui,
setiap sumber daya alam yang ada di bumi ini dikelola oleh perusahaan. Contohnya di
Indonesia, minyak bumi dan gas diproduksi oleh Pertamina, semen diproduksi oleh
Semen Indonesia, emas dan nikel diproduksi oleh Freeport dan masih banyak perusahaan
lainya. Proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut hampir selalu
menghasilkan emisi yang dapat merusak kualitas lingkungan dan masyarakat. Tidak
hanya perusahaan manufaktur, perusahaan jasa juga berpotensi untuk menghasilkan
emisi seperti perusahaan jasa transportasi.

Selain pencemaran udara, pengolahan sumber daya alam oleh perusahaan juga
menyebabkan deplesi. Deplesi mengancam keseimbangan ekosistem yang akan
berdampak luas bagi lingkungan. Misalnya, pengalihan fungsi hutan untuk kepentingan
produksi perkebunan kelapa sawit. Cadangan minyak bumi dunia juga semakin menipis.
Laporan dari Biritish Petrolium (BP) pada tahun 2014 menunjukan bahwa cadangan
minyak dunia hanya bisa mendukung proses produksi untuk 52 tahun ke depan. Hal ini
menuntut perusahaan yang menggunakan minyak bumi sebagai sumber energi harus
berusaha lebih keras untuk melakukan efisiensi energi.

1
Pengungkapan akuntansi lingkungan di negara-negara berkembang memang masih
sangat kurang karena lemahnya sangsi hukum yang berlaku di negara tersebut. Demikian
pula dengan praktik akuntansi lingkungan di Indonesia sampai saat ini juga belum
efektif. Cepatnya tingkat pembangunan di masing-masing daerah dengan adanya
otonomi ini terkadang mengesampingkan aspek lingkungan yang disadari atau tidak pada
akhirnya akan menjadi penyebab utama terjadinya permasalahan lingkungan. Para aktivis
lingkungan di Indonesia menilai kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini
disebabkan oleh ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan regulasi.
Ketidakkonsistenan pemerintah misalnya mengabaikan regulasi mengenai tata ruang.
Kawasan yang seharusnya menjadi kawasan lindung dijadikan kawasan industri,
pertambangan dan kawasan komersial lain. Otonomi daerah telah mengubah kewenangan
bidang lingkungan menjadi semakin terbatas di tingkat kabupaten/kota. Tanpa kontrol
yang kuat dari pemerintah pusat atau provinsi, potensi kerusakan lingkungan akan
semakin besar.

Akuntansi mengenai biaya lingkungan telah diatur dalam PSAK, mengenai


penyajian laporan keuangan, PSAK 32 mengenai akuntansi kehutanan, PSAK 33
mengenai akuntasi pertambangan umum, PSAK 57 mengenai provisi, Kontijensi
liabilitas dan Konjensi Aset dimana adanya transaksi atau kejadian yang erat kaitannya
dengan lingkungan hidup, PSAK 64 mengenai Eksplorasi Mineral dan PSAK segmen
operasi, dimana dapat terjadi dampak keuangan aktivitas bisnis yang melibatkan
perusahaan dan lingkungan ekonomi tempat perusahaan beroperasi.

Meskipun standar akuntansi sudah cukup jelas mengatur mengenai biaya lingkungan
hidup, namun kendala terbesar dalam menginternalisasi eksternalitas tersebut adalah
pengukuran nilai cost dan benefit yang ditumbulkan dari aktivitas tersebut. Bukan suatu
hal yang mudah untuk mengukur suatu dampak perusakan lingkungan pada masyarakat
yang ditimbulkan karena polusi udara, limbah cair, kebocoran, perusakan tanaman dan
lainnya yang mana bisaya-biaya tersebut tidak dapat diukur secara akuntasi. Oleh karena
itu pelaksanaan green acoounting dan green business sangat tergantung pada
karakteristik masing-masing perusahaan dalam menganalisis permasalahan lingkungan
hidup sekitarnya.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari green business?
2. Bagaimana karakteristik dari green business?
3. Bagaimana pelaksanaan dari green business?
4. Bagaimana strategi dari green business?
5. Apa pengertian dari green accounting?
6. Bagaimana ruang lingkup green accounting?
7. Apa fungsi dari green accounting?
8. Apa saja sifat dasar green accounting?
9. Apa hubungan corporate social responsibility (CSR) dan green accounting?
10. Apa saja contoh kasus terkait green business dan green accounting?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari green business
2. Untuk mengetahui karakteristik dari green business
3. Untuk mengetahui pelaksanaan dari green business
4. Untuk mengetahui strategi dari green business
5. Untuk mengetahui pengertian dari green accounting
6. Untuk mengetahui ruang lingkup green accounting
7. Untuk mengetahui fungsi dari green accounting
8. Untuk mengetahui sifat dasar green accounting
9. Untuk mengetahui hubungan corporate social responsibility (CSR) dan green
accounting
10. Untuk mengetahui contoh kasus terkait green business dan green accounting

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. GREEN BUSINESS
a. Pengertian

Green business adalah usaha yang mengadopsi prinsip, kebijakan, dan praktek
meningkatkan kualitas hidup para pelanggan, pegawai, komunitas dan lingkungan
hidup, dalam operasionalnya. Green business memberikan solusi atas masalah
lingkungan dan masyarakat. Green business memiliki makna sebagai sebuah proses
untuk mengkonfigurasi ulang proses bisnis dan infrastruktur guna menghasilkan
manfaat yang lebih baik bagi lingkungan, manusia, dan nilai infestasi ekonomis, dan
pada saat yang bersamaan meningkatkan kualitas perilaku manusia, mengurangi emisi
gas, mengurangi eksploitasi atau penyalahgunaan sumber daya alam, menurangi
sampah lingkungan, dan menurunkan kesenjangan sosial. Di dalam green business,
ditekankan bagaimana cara untuk menerapkan atau menciptakan suatu sistem yang
tujuannya mengurangi dampak negatif dari aktivitas suatu perusahaan.
Tujuan utama green business adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan
dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi suatu perusahaan dan penggunaan
dari produk perusahaan itu sendiri. Green business memiliki ciri-ciri seperti
menggabungkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam keputusan bisnis, memproduksi
produk atau jasa yang ramah lingkungan, memasok produk dan jasa yang ramah
lingkungan, dan mempunyai komitmen yang kuat untuk mempertahankan prinsip-
prinsip lingkungan dalam menjalankan bisnis.
Green Business adalah bisnis yg dijalankan dengan visi memenuhi kebutuhan
masyarakat namun lebih menjaga kelestarian lingkungan hidup. Bisnis ini
mempertahankan triple bottom line, yakni Economic sustainability (profit), Ecological
sustainability (planet), dan Socio-cultural sustainability people (including human
rights).
1. People
Sebuah perusahaan didirikan oleh seorang manusia dengan memekerjakan
manusia & untuk memberikan dampak positif bagi manusia pada perusahaan itu
& manusia disekitarnya. Artinya, fokus utama dari pendirian sebuah perusahaan
adalah manusianya, bukan gedung perusahaannya, bukan keuntungan semata,

4
ataupun yang lainnya. Dalam arti lain, bisnis berkelanjutan adalah bisnis yang

5
memanusiakan manusia atau sebuah bisnis yang berorientasi sosial. Biasanya
perusahaan menerapkan konsep “People” pada program CSR pendidikan seperti
beasiswa, pelatihan UKM, & pembinaan ibu rumah tangga.
2. Planet
Global warming, perubahan iklim, penebangan liar, overfishing, semakin sering
kita dengar isu lingkungan yang terjadi di sekitar kita. Kita tidak bisa serta merta
menyalahkan alam. Ya, semua isu lingkungan yang terjadi tidak lain adalah
kelalaian kita sendiri dalam menjaga alam. Dalam hal ini, bisnis berkelanjutan
adalah bisnis yang ikut berkontribusi menjaga & memerbaiki lingkungan alam,
tidak hanya eksploitasi sumber daya alam demi profit semata, namun tidak
bertanggung jawab.
3. Profit
People & Planet tidak akan dapat dilakukan jika sebuah bisnis tidak memiliki
profit. Profit adalah unsur kunci yang dapat menjembatani antara sebuah bisnis
dengan people & planet. Bagi sebuah perusahaan, profit merupakan tujuan wajib
yang harus dicapai. Tidak ada yang salah, namun tinggal bagaimana pengelolaan
profit itu. Bukan hanya untuk kepentingan perusahaan semata, namun juga untuk
lingkungan alam & sosial.

Melalui jurnal “Comparative Advantage & Green Business”, Ernst & Young
(2008:11) mengemukakan bahwa green business adalah suatu hal yang relatif baru,
dan sebuah istilah yang tidak terdefinisi dengan baik sehingga dapat diinterpretasi
dengan berbagai cara yang berbeda oleh orang atau organisasi yang berbeda. Apa
yang dianggap sebagai ‘green’ oleh sebuah organisasi bisa jadi tidak sama oleh
organiasasi lainnya. Walaupun begitu, inti dasar dari sebuah green business adalah
fokusnya pada keberlanjutan, dalam segi lingkungan dan sumber daya (Ernst &
Young’s Comparative Advantage & Green Business Report, 2012:12).

b. Karakteristik Green Business


Walaupun pendapat-pendapat akan karakteristik green business tidak sama,
terdapat beberapa kesamaan yang dapat penulis tarik sebagai sebuah kesimpulan.
Green business pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut:

6
1. Penggunaan sumber daya yang efisien, dapat berupa energi (listrik, bahan bakar
fossil) dan air
2. Pengolahan sampah/waste dan polusi – recycle
3. Penerapan teknologi yang ramah lingkungan, yang disebut sebagai Clean
Technology ke dalam organisasi.

c. Pelaksanaan Green Business


Saat ini, pelaksanaan green business belum dalam pencapaian yang baik. Masih
banyak para pelaku bisnis yang masih berpegang pada ekonomi konvensional.
Menurut Mutamimah (2011) Saat ini, bisnis hijau masih dipahami sangat sempit dan
diimplementasikan secara terpotong-potong, baru terbatas pada aktivitas jangka
pendek dan hanya setiap ada even. Tetapi tidak dipungkiri pula terdapat beberapa
perusahaan yang mulai menerapkan bisnis hijau. Dalam tulisan Sari dan Raharja
(2012) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman dari beberapa industri, maka ada
empat alasan yang menjadi penyebab bisnis harus meletakan masalah lingkungan
sebagai aspek yang penting dalam usahanya, yaitu:
1. Lingkungan dan efisiensi
Dengan adanya kesadaran bahwa sumber daya alam (materi dan energi) sangat
terbatas, maka apapun juga harus dilakukan untuk mengurangi penggunaannya
2. “Image” lingkungan
Mempunyai sikap positif terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang baik
untuk dapat menumbuhkan “image” yang selanjutnya untuk memperbesar “market
share”;
3. Lingkungan dan peluang pasar
Dengan adanya tuntutan pasar terhadap pelaku bisnis dan dunia usaha dalam hal
Sistem Manajemen Lingkungan (SML), yang selanjutnya dikembangkan menjadi
pemberian sertifikasi ISO 14001, maka hal ini memberikan dampak positif pada
dunia usaha.
4. Ketaatan terhadap peraturan lingkungan
Meskipun “law enforcement” pemerintah masih lemah, namun demikian apabila
terjadi pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan ataupun adanya pengaduan
masyarakat akibat dampak dari suatu aktivitas industri, maka akan berdampak
negatif terhadap reputasi industri tersebut.
7
d. Tantangan Green Business
Dalam mewujudkan green and clean terdapat tantangan yang dapat dikatakan
tidak mudah untuk diselesaikan, mulai dari masalah yang bersifat teknis hingga
konsep ekonomi dan politik yang disebutkan sebelumnya. Dari segi ekonomi
misalnya, solusi ekonomi Kapitalisme dalam menjaga lingkungan selama ini hanya
tertuju kepada bagaimana pembangunan yang ada bersifat ramah lingkungan (friendly
environment). Selain itu, juga mengatur bagaimana investasi-investasi yang ada
tidaklah pada kegiatan yang dapat membahayakan lingkungan.

Green business akan menghasilkan green product. Menurut Octavia (2012) ada
beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam green business, yaitu :
a. Harga
Ternyata meski pada umumnya kesadaran konsumen terhadap lingkungan terus
meningkat tetapi harga penawaran produk hijau yang masih tinggi menjadi
pengaruh yang paling tinggi untuk memutuskan membeli green product.
b. Kepercayaan
Selain harga ada juga masalah ketidakpercayaan konsumen pada label “green”
atau ecolabel, konsumen Indonesia sebagian berpendapat bahwa informasi itu
tidak akurat.
c. Edukasi
Informasi mengenai fungsi, manfaat, serta keunggulan dari green product atau
produk yang ramah lingkungan masih rendah, sehingga sebagian konsumen
masih enggan membeli green product dengan harga premium.
d. Target Pasar
Target pasar untuk green product adalah ceruk pasar, karena targetnya adalah
untuk konsumen yang peduli dengan lingkungan dan rela membayar sejumlah
uang untuk membeli green product.

e. Strategi Green Business


Apa yang harus dilakukan jika akan mengembangkan green business. Berikut
beberapa langkah yang harus dilakukan dalam green business di Indonesia (Octavia,
2012) :

8
a. Harga Premium dengan Harga Terjangkau
Jika produsen tetap menawarkan harga premium maka harus mengedukasi
konsumen adanya extra value dalam produk hijau yang ditawarkan seperti
keunggulan, perbedaan dari non green product atau green product yang
ditawarkan lebih terjangkau, kualitas premium, dan lain-lain.
Target pasar harga premium terbatas pada ceruk pasar. Sedangkan jika produsen
produk hijau menawarkan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen, produsen
cukup mengedukasi perbedaan non green product dengan green product yang
mereka tawarkan. Target pasarnya akan lebih luas dibanding harga premium,
pasarnya lebih massal.
b. Komunikasi dan Edukasi
Memberikan informasi seperti melakukan komunikasi lewat iklan, memberi
edukasi pada konsumen seperti seminar mengenai lingkungan, open factory bagi
pelajar atau masyarakat umum, melibatkan konsumen dalam proses CSR
(Corporate Social Responsibility) misalnya dengan ikut berpartisipasi dalam
acara yang diadakan oleh perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan seperti
penanaman pohon, sepeda santai, gerak jalan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan
memberi informasi yang lebih mengenai lingkungan kepada konsumen dan
meningkatkan kepercayaan terhadap produk hijau yang ditawarkan.

f. Solusi Business Dalam Pencapaian Green Economy


Menurut Mutamimah (2011) dalam mengimplementasikan green business
diperlukan keseriusan dan komitmen stakeholders, misalnya dukungan pemerintah
mengenai produk yang boleh dijual dengan standar green, dukungan dan kesadaran
masyarakat, perusahaan, serta perbankan. Lebih lanjut Muhammad Islam (2011)
mengemukakan bahwa dalam palaksanaan green economy ini peran masing-masing
stakeholders mulai dari kalangan pemerintahan, swasta/perusahaan, akademisi dan
masyarakat sipil sangatlah penting, berikut ini adalah gambaran peran-peran dari
stakeholders:
a. Pengambil kebijakan (pemerintah) memiliki peranan yang cukup sentral
khususnya dalam merumuskan serangkaian peraturan mengenai green economy
yang aplikatif sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan green economy,
termasuk menerjemahkannya kedalam pembahasan anggaran belanja negara.
9
b. Pihak swasta atau perusahaan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti inovasi-
inovasi ramah lingkungan dari kalangan akademisi untuk diproduksi secara masal
dan dipasarkan kepada masyarakat umum. Selain itu mengoptimalkan
pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk digunakan dalam
upaya pelestarian lingkungan.
c. Masyarakat sipil berperan untuk turut mengkampanyekan konsep green economy
sehingga dapat selektif untuk membatasi penggunaan produk yang dapat
mencemari lingkungan dan membentuk pola konsumsi yang ramah terhadap
lingkungan, serta semakin banyak masyarakat yang terbentuk kesadarannya untuk
menjadi green consumer.
d. Perbankan, diharapkan dapat memasukan faktor yang merusak kelestarian
lingkungan kedalam penilaian kelayakan usaha, serta melakukan diversifikasi
bunga yang lebih tinggi kepada kegiatan usaha atau konsumsi yang dapat
merusak lingkungan dan sebaliknya memberikan bunga yang lebih rendah untuk
proses produksi dan konsumsi yang berdampak pada kelestarian lingkungan.

Contoh perusahaan menerapkan green business di Indonesia


No. Perusahaan Aktivitas
1 PT. Medco Energy • Energy conservation
International Tbk • Green house gas
• Waste treatment center
• Organic farming
2 PT. Garuda Indonesia • Fuel conservation programme(FCP)
(Persero)
3 PT. Pembangunan Jaya • Memperbanyak ruang terbuka hijau
Ancol • Ancol bebas styrofoam
• Efisiensi penggunaan air laut
• Green energy
• Astra forest
4 PT. Sinarmas Land • Green office park

10
B. Green Accounting
a. Pengertian Green Accounting
Green accounting adalah jenis akuntansi yang mencoba untuk menghubungkan
faktor biaya lingkungan ke dalam hasil kegiatan usaha perusahaan. Seperti diketahui
bahwa produk domestik bruto mengabaikan lingkungan dalam pembuatan keputusan.
Dalam Environmental Accounting Guidelines yang dikeluarkan oleh menteri
lingkungan Jepang (2005:3) dinyatakan bahwa akuntansi lingkungan mencakup
tentang pengidentifikasian biaya dan manfaat dari aktivitas konservasi lingkungan,
penyediaan sarana atau cara terbaik melalui pengukuran kuantitatif, serta untuk
mendukung proses komunikasi yang bertujuan untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan, memelihara hubungan yang menguntungkan dengan komunitas dan
meraih efektivitas dan efisiensi dari aktivitas konservasi lingkungan. Ditambahkan
pengertian dari US EPA (1995) akuntansi lingkungan sebagai aspek dari sisi
akuntansi manajemen, mendukung keputusan manajer bisnis dengan mencakup
penentuan biaya, keputusan desain produk atau proses, evaluasi kinerja serta
keputusan bisnis lainnya.
Konsep sistem akuntansi lingkungan dapat diterapkan oleh perusahaan dalam
skala yang besar maupun skala kecil dalam setiap industri dalam sektor manufaktur
dan jasa. Penerapan akuntansi lingkungan harus dilakukan dengan sistematis atau
didasarkan pada kebutuhan perusahaan. Keberhasilan dalam penerapan akuntansi
lingkungan terletak pada komitmen manajemen dan keterlibatan fungsional. Sebuah
perusahaan tidaklah terlepas dari tanggung jawab lingkungan, karena itu diperlukan
suatu cara untuk mengintegralkan biaya lingkungan misalnya konsep eksternalitas
dimana konsep ini melihat dampak langsung aktivitas suatu entitas terhadap
lingkungan sosial, non-sosial dan ekologis. Langkah awal yang dapat dilakukan
terkait biaya lingkungan adalah dengan mengategorikan jenis biaya terkait dengan
memerhatikan beberapa aspek seperti lokasi situs limbah, jenis limbah berbahaya,
metode pembuangan, dan lainnya. Biaya lingkungan mengandung biaya yang eksplisit
dan implisit. Biaya implisit seperti biaya yang timbul akibat potensi kewajiban yang
muncul.
Sistem penilaian biaya lingkungan dapat membantu memperbaiki keputusan-
keputusan yang terkait dengan keputusan bauran produk, pemilihan input produksi,
penilaian pencegahan pencemaran, evaluasi pengelolaan limbah serta penentuan harga
11
produk. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui biaya-biaya lingkungan perusahaan
yaitu dengan mengadopsi sistem akuntansi konvensional, activity based costing, full
cost accounting dan total cost assessment.

b. Peraturan Yang Terkait Dengan Green Accounting


1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU
ini mengatur tentang kewajiban setiap orang yang berusaha atau berkegiatan
untuk menjaga, mengelola, dan memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai lingkungan hidup. Akibat hukum juga telah ditentukan bagi
pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam UU ini
diatur kewajiban bagi setiap penanam modal berbentuk badan usaha atau
perorangan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar.
Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi berupa peringatan
tertulis, pembatasan, pembekuan, dan pencabutan kegiatan dan/atau fasilitas
penanaman modal.
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU ini
mewajibkan bagi perseroan yang terkait dengan sumber daya alam untuk
memasukkan perhitungan tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagai biaya
yang dianggarkan secara patutdan wajar. Pelanggaran terhadap hal tersebut akan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No:
KEP- 134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi
Emiten atau Perusahaan Publik. UU ini mengatur mengenai kewajiban laporan
tahunan yang memuat Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) harus
menguraikan aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan.
5. Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat Kualitas
Aktiva Bagi Bank Umum. Dalam aturan ini aspek lingkungan menjadi salah satu
syarat dalam pemberian kredit. Setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit
perbankan, harus mampu memperlihatkan kepeduliannya terhadap pengelolaan
lingkungan. Standar pengukur kualitas limbah perusahaan yang dipakai adalah

12
PROPER. Dengan menggunakan lima peringkat (hitam, merah, biru, hijau, dan
emas) perusaahaan akan diperingkat berdasarkan keberhasilan dalam pengelolaan
limbahnya.
6. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 (Akuntansi Kehutanan)
dan No. 33 (Akuntansi Pertambangan Umum). PSAK ini bertujuan untuk
menciptakan keseragaman dan harmonisasi dalam perlakuan akuntansi penyajian
laporan keuangan perusahaan pengusahaan hutan dan aktivitas pengelolaan
lingkungan hidup pertambangan umum.

c. Ruang Lingkup Green Accounting


Akuntansi lingkungan bertujuan mengukur biaya dan manfaat sosial sebagai
akibat dari aktivitas perusahaan dan pelaporan prestasi perusahaan Akuntansi
lingkungan adalah sebuah alat fleksibel yang dapat diterapkan dalam skala
penggunaan dan cakupan ruang lingkup yang berbeda. Skala yang digunakan
tergantung dari kebutuhan, kepentingan, tujuan, dan sumber daya perusahaan.
Permasalahan dalam menentukan ruang lingkup akuntansi lingkungan adalah
bagaimana perusahaan dapat menentukan biaya lingkungan yang muncul akibat
aktivitas bisnisnya yang mana biaya tersebut terkadang tidak dapat diukur secara
akuntansi. Semakin luas cakupannya perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan
dalam mengukurnya.

d. Fungsi Green Accounting


1. Fungsi Internal
Sebagai salah satu tahap dalam sistem informasi lingkungan perusahaan, fungsi
internal memungkinkan untuk mengatur biaya konservasi lingkungan dan
menganalisa biaya lingkungan dengan manfaatnya, dan meningkatkan efektivitas
dan efisiensi aktivitas konservasi lingkungan terkait dengan keputusan yang dibuat.
Akuntansi lingkungan dapat berfungsi sebagai alat manajemen yang digunakan
manajer dan unit bisnis terkait.
2. Fungsi Eksternal
Dengan mengungkapkan hasil pengukuran kuantitatif dari kegiatan konservasi
lingkungan, fungsi eksternal memungkinkan sebuah perusahaan untuk
mempengaruhi keputusan stakeholder, seperti konsumer, mitra bisnis, investor,
13
dan masyarakat lokal. Diharapkan bahwa publikasi dari akuntansi lingkungan
dapat memenuhi tanggung jawab perusahaan dalam akuntabilitas stakeholderdan
digunakan untuk evaluasi dari konservasi lingkungan. Intinya adalah bahwa
akuntansi lingkungan bertujuan untuk meningkatkan jumlah informasi yang
relevan yang dibuat untuk pihak yang memerlukan dan dapat digunakan.
Kesuksesan dari akuntansi lingkungan tidak tergantung dari bagaimana
perusahaan mengklasifikasikan biaya yang terjadi di perusahaan.

e. Sifat Dasar Green Accounting


1. Relevan
Akuntansi lingkungan harus memberikan informasi yang valid terkait dengan
manfaat biaya pelestarian yang dapat memberikan dukungan dalam pengambilan
keputusan stakeholder.
2. Andal
Akuntansi lingkungan harus menghilangkan data yang tidak akurat atau bias dan
dapat memberikan bantuan dalam membangun kepercayaan dan keandalan
stakeholder. Pengungkapan data akuntansi lingkungan harus akurat dan tepat
mampu mempresentasikan manfaat-biaya serta tidak menyesatkan.
3. Mudah dipahami
Dengan tujuan pengungkapan data akuntansi lingkungan yang mudah untuk
dipahami, akuntansi lingkungan harus menghilangkan setiap kemungkinan
timbulnya penilaian yang keliru tentang kegiatan perlindungan lingkungan
perusahaan.
4. Dapat dibandingkan
Akuntansi dapat dibandingkan dari tahun ke tahun bagi sebuah perusahaan dan
juga dapat di bandingkan antarperusahaan yang berbeda di sektor yang sama.
Penting untuk memastikan keterbandingan agar tidak menciptakan
kesalahpahaman antara stakeholder.
5. Dapat dibuktikan
Data akuntansi lingkungan harus diverifikasi dari sudut pandang objektif.
Informasi yang dapat dibuktikan adalah hasil yang sama dapat diperoleh bila
menggunakan tempat, standar, dan metode yang persis sama dengan yang
digunakan oleh pihak yang menciptakan data.
14
f. Alasan Penerapan Green Accounting
Aktivitas-aktivitas implementasi green accounting tentunya mengeluarkan biaya.
Aktivitas tersebut merupakan biaya yang harus dibebankan oleh perusahaan. Dengan
beban yang telah dialokasikan diharapkan akan membentuk lingkungan yang terjaga
kelestariannya. Kinerja lingkungan merupakan salah satu pengukuran penting dalam
menunjang keberhasilan perusahaan. Beberapa alasan yang dapat mendukung
pelaksanaan akuntansi lingkungan antara lain (Fasua, 2011):
1. Biaya lingkungan secara signifikan dapat dikurangi atau dihilangkan sebagai hasil
dari keputusan bisnis, mulai dari perubahan dalam operasional dan pemeliharaan
untuk diinvestasikan dalam proses yang berteknologi hijau serta untuk
perancangan kembali produk yang dihasilkan.
2. Biaya lingkungan jika tidak mendapatkan perhatian khusus akan menjadi tidak
jelas dan masuk dalam akun overhead atau bahkan akan diabaikan.
3. Banyak perusahaan telah menemukan bahwa biaya lingkungan dapat diimbangi
dengan menghasilkan pendapatan melalui penjualan limbah sebagai suatu produk.
4. Pengelolaan biaya lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan perbaikan
kinerja lingkungan dan memberikan manfaat yang signifikan bagi kesehatan
manusia serta keberhasilan perusahaan.
5. Memahami biaya lingkungan dan kinerja proses dan produk dapat mendorong
penetapan biaya dan harga produk lebih akurat dan dapat membantu perusahaan
dalam mendesain proses produksi, barang dan jasa yang lebih ramah lingkungan
untuk masa depan.
6. Perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang didapat dari proses, barang,
dan jasa yang bersifat ramah lingkungan.
7. Akuntansi untuk biaya lingkungan dan kinerja lingkungan dapat mendukung
perkembangan perusahaan dan operasi dari sistem manajemen lingkungan secara
keseluruhan.
8. Pengungkapan biaya lingkungan akan meningkatkan nilai dari pemegang saham
karena kepedulian perusahaan terhadap pelestarian lingkungan.

15
g. Perbedaan Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Lingkungan
Akuntansi Konvensional Akuntansi Lingkungan
Mengidentifikasi entitas akuntansi Mengidentifikasi kejadian
Mengaitkan aktivitas ekonomi dari ekonomi, sosial dan lingkungan
entitas akuntansi

Mencatat kejadian ekonomi Memperhatikan dampak


(economic events) kejadian ekonomi, sosial, dan
lingkungan demi kelangsungan
hidup organisasi perusahaan
Hanya diperuntukkan secara khusus Menghasilkan informasi untuk
untuk investor dan lainnya yang para stakeholder seperti
berkepentingan dengan entitas masyarakat, publik, karyawan
akuntansi (stockholder) atau buruh, generasi akan datang

h. Biaya Lingkungan
Pengungkapan akuntansi lingkungan di mayoritas negara termasuk Indonesia masih
bersifat voluntary, artinya tidak ada aturan yang mewajibkan. (Utama, 2006 dalam
Suryono dan Prastiwi,2011). Akuntansi keuangan konvensional menurut Idris (2012)
belum dapat menyajikan informasi asset, liabilitas, pendapatan dan beban atau biaya
yang terkait dengan pelestarian lingkungan.
Kendala terkait biaya lingkungan yaitu:
1. Pengungkapan masih bersifat sukarela. Perusahaan terlebih dahulu akan
mempertimbangkan manfaat dan biaya atas pengungkapan informasi lingkungan.
Jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, maka
perusahaan dengan sukarela akan mengungkapkan informasi tersebut (Darwin,
2004). Hal ini berimplikasi pula pada luas dan kedalaman pengungkapan
informasi lingkungan. Jika informasi tersebut bersifat “bad news” maka
perusahaan mempertimbangkan untuk tidak mengungkapkan hal tersebut.
2. Akuntansi lingkungan belum dianggap sebagai bagian integral dalam operasional
perusahaan sehingga beban lingkungan yang timbul tidak diperlakukan sebagai
tambahan harga pokok produksi dan atau tambahan biaya operasional tidak
16
langsung. Padahal, pada hakekatnya biaya lingkungan adalah biaya yang muncul
akibat kegiatan proses produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk
menghasilkan barang atau jasa. Bila perusahaan tidak melakukan kegiatan
produksi, maka biaya lingkungan ini tidak akan muncul. Keadilan ekonomi tidak
akan terjadi jika penurunan fungsi lingkungan oleh suatu agen ekonomi
(produsen), harus ditanggung oleh agen ekonomi lain (individu atau masyarakat)
yang tidak ikut menikmati manfaat (benefit) dari suatu produk yang dihasilkan.
Bila biaya lingkungan ini dibebankan pada produk yang dihasilkan, maka harga
pokok produksinya harga jualnya tentu akan naik pula (Idris, 2012).

Didalam akuntasi lingkungan ada beberapa komponen pembiayaan yang harus


dihitung diantaranya:
1. Biaya operasional bisnis yang terdiri dari biaya depresiasi fasilitasi lingkungan,
biaya memperbaiki fasilitais lingkungan, jasa atau fee kontrak untuk menjalankan
fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya tenaga kerja untuk mengjalankan operais
fasilitas pengelolaan lingkungan serta baya kontrak untuk pengelolaan limbah
(recycling).
2. Biaya daur ulang yang dijual yang disebut sebagai “Cost incurred by upstream
and down-stream business operations” is the contract fee paid to the Japan
Container and Package Recycling Association.
3. Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari biaya total untuk
material dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk pengembangan material yang
ramah lingkungan, produk dan fasilitasi pabrik. Berikut jenis-jenis aktivitas yang
termasuk dalam perhitungan akuntansi lingkungan (environmental cost)

i. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)


Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang
dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk
tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi
perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR
timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang
adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Menurut International Finance
17
Corporation Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan
ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka,
komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui
cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.

j. Hubungan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Green Accounting


Keadaan teknologi pada kehidupan manusia tentu mempengaruhi keseimbangan
lingkungan hidup yang berada disekitar manusia. Perkembangan teknologi yang pesat
membuat lingkungan disekitarnya sedikit demi sedikit akan terancam kelestariannya.
Pada saat ini, setiap negara berupaya untuk mengatasi potensi ancaman yang
ditimbulkan oleh perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya, dan hal ini
merupakan kekuatan utama yang melatarbelakangi munculnya akuntansi hijau.
Green accounting yang dasarnya merupakan penggabungan kebijakan keuangan
dan non-keuangan secara garis besar mengambil keputusan bisnis berdasarkan
analisis biaya dan dampak lingkungan dari kebijakan bisnis yang diterapkan. Melalui
CSR analisis terhadap dampak lingkungan serta estimasi biaya yang dikeluarkan
secara otomatis akan mempengaruhi setiap langkah perusahaan dalam mengambil
kebijakan dalam menggunakan sumber daya alam yang ada disekitarnya.
CSR sendiri merupakan alat bagi perusahaan untuk memperlihatkan tanggung
jawabnya kepada lingkungan dari hasil apa yang mereka peroleh. Melalui CSR
perusahaan secara kontiniu akan mempraktekkan apa yang disebut dengan Green
Accounting.
Studi kasus akuntansi hijau diterapkan penilaian pasar terutama untuk penipisan
sumber daya alam. Dengan tidak adanya harga pasar untuk aset alam non-produksi,
sumber daya alam sewa yang diterima dengan menjual output di pasar sumber daya
digunakan untuk memperkirakan nilai sekarang bersih dan perubahan nilai (terutama
dari deplesi) dari aset. Untuk degradasi lingkungan, biaya pemeliharaan menghindari
atau mengurangi dampak lingkungan dapat diterapkan.
Sebuah kekuatan khusus akuntansi hijau adalah pengukuran biaya lingkungan
yang disebabkan oleh agen-agen ekonomi rumah tangga dan perusahaan. Pencemar
terkenal / pengguna membayar prinsip terus agen bertanggung jawab bertanggung
jawab atas dampak lingkungan mereka. Para ekonom menganggap instrumen pasar
internalisasi biaya lingkungan lebih efisien dalam membawa tentang produksi
18
berkelanjutan dan pola konsumsi dari regulasi lingkungan hiduptop-down. Dengan
tidak adanya informasi akuntansi hijau, urgensi politik daripada perkiraan biaya
rasional muncul untuk menentukan dalam banyak kasus pengaturan instrumen pasar.
Oleh sebab itu, ruang lingkup CSR yang bergerak di lingkungan bisa menopang
fungsi dari green accounting itu sendiri. Apabila perusahaan telah melaksanakan CSR
otomatis perusahaan telah menerapkan green accounting dalam mengambil sebuah
kebijakan, apakah itu kebijakan keuangan maupun kebijakan non keuangan.

k. Penerapan Green Accounting di Indonesia


Akuntansi lingkungan mengalami kesulitan dalam pengukuran nilai cost and
benefit eksternalitas yang muncul dari proses industri. Bukan hal yang mudah untuk
mengukur kerugian yang diterima masyarakat sekitar dan lingkungan ekologis yang
ditimbulkan polusi udara, limbah cair, kebocoran tabung amoniak, kebocoran tabung
nuklir atau eksternalitas lain. Pelaporan baik kinerja sosial maupun kinerja lingkungan
ini tidak didapati dalam laporan keuangan yang konvensional, dimana dalam laporan
keuangan yang konvensional hanya dijumpai laporan kinerja ekonomi saja (Idris,
2012). Begitu pula yang terjadi di Indonesia masih sebatas anggapan sebagai suatu
konsep yang rumit karena kurangnya informasi yang komprehensif bagi stakeholder
dikhawatirkan akan menimbulkan efek dari implementasi dan pengeluaran biaya
tambahan yang diakui sebagai beban yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan dalam
perspektif akuntansi konvensional (Nurhayati, Brown, dan Tower, 2006 dalam
Arisandi dan Frisko, 2011).
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Gray et. al (1993) dalam Burrit dan
Welch (1997) bahwa pengungkapan biaya eksternalitas akan mempengaruhi
pengambilan keputusan dan mempengaruhi pertimbangan stakeholder karena reaksi
pasar telah menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap aktivitas perusahaan yang
melakukan (atau tidak) kepentingan sosial dan lingkungan. Sehingga pelaksanaan
akuntabilitas lingkungan akan berhasil jika didukung oleh peraturan.
Menurut Solihin (2008) dalam Idris (2012), pelaksanaan CSR di Indonesia
terutama berkaitan dengan pelaksanaan CSR untuk kategori discretionary
responsibilities, yang dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda. Pertama,
pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela dari inisiatif
perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahan
19
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kedua, pelaksanaan CSR sesuai
dengan tuntutan undang-undang (bersifat mandatory). Misalnya, BUMN memiliki
kewajiban untuk menyisihkan sebagian laba yang diperoleh perusahaan untuk
menunjang kegiatan sosial, dan perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di
bidang sumberdaya alam atau berkaitan dengan sumberdaya alam, diwajibkan untuk
melaksanakan CSR seperti diatur oleh UU RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Pasal 74.
Dilihat dari sudut dasar hukum pelaksanaannya, CSR di Indonesia secara
konseptual masih harus dipilah antara pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan besar dan CSR yang dilakukan oleh perusahaan kecil dan menengah.
Selama ini terdapat anggapan yang keliru bahwa pelaksanaan CSR hanya
diperuntukkan bagi perusahaan besar yang dapat memberikan dampak negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan, padahal perusahaan kecil dan menengah pun
bisa memberikan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Apalagi bila perusahaan kecil dan menengah itu banyak jumlahnya, tentu dampaknya
akan terakumulasi dalam jumlah yang besar dan untuk mengatasinya akan lebih sulit
dibandingkan dampak yang ditimbulkan oleh satu perusahaan besar.
Apabila dilihat dari pelaksanaan CSR di Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan yang telah melaksanakan program CSR dan membuat laporannya belum
bisa dikatakan sebagai perusahaan yang telah menerapkan akuntansi lingkungan. Hal
ini disebabkan karena dalam operasional perusahaan belum memasukkan upaya
pelestarian lingkungan sebagai bagian integral (Idris, 2012). Gray et al. (1993)
menyimpulkan bahwa mekanisme pengungkapan yang bersifat sukarela kurang tepat.
Bukti dari Deegan and Rankin (1996) menyebutkan bahwa pelaporan akuntansi
lingkungan bersifat bias karena perusahaan seringkali tidak melaporkan kabar buruk
(bad news).

C. Contoh kasus Green Business dan Green Accounting


a. PT. Bakrieland Development Tbk
PT. Bakrieland Development Tbk beroperasi pada pengembangan properti dan
infrastruktur terkait properti. Perusahaan merupakan developer pertama di Jakarta
(properti kota) dan juga memiliki proyek perumahan dan hotel & resort yang terletak
di daerah utama.
20
PT. Bakrieland Development Tbk Komitmen Bakrieland untuk memadukan
kepentingan ekonomi (profit), kepedulian sosial (people) dan partisipasi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet) dalam operasi bisnis melaui program
“Bakrieland Goes Green” (BGG) yang diluncurkan pada 4 Februari 2008. Melalui
berbagai program social ekonomi dan lingkungan dalam BGG, Bakrieland yakin
bahwa tujuan pengembangan pemangku kepentingan yang berkelanjutan dan
lingkungan yang lestari akan dapat tercapai.

Program Berdimensi Lingkungan

A. Green Architecture
Green architecture mengandung arti bahwa semua produk Bakrieland, baik
perumahan, hotel maupun perkantoran, dirancang secara ramah lingkungan.
Penerapan hal ini meliputi:
1. Green Area Design
Green area design diharapkan dapat tercapai dengan mentargetkan minimal 20%
pengembangan kawasan sebagai ruang terbuka hijau dan menanam jenis tanaman
yang menghasilkan O2 dan menyerap CO2, serta berbagai polutan seperti logam
berat, debu, belerang. Sehubungan dengan hal ini, Bakrieland melakukan studi
karakteristik dan bekerjasama dengan badan terkait mengenai jenis tanaman yang
merupakan karakter wilayah proyek, menerapkan konsep global, dan melakukan
supervisi terhadap implementasinya.

Contoh pelaksanaan:

21
 Bogor Nirwana Residence (BNR) memiliki 60% ruang terbuka hijau dari lahan
proyek seluas 1.200 hektar. BNR juga mengembangkan program penangkaran
satwa (rusa dan unggas) dan program peduli lingkungan berupa penanaman
pohon yang melibatkan masyarakat setempat.
 Nirwana Bali Resort yang berlokasi di daerah Tabanan, Bali, memiliki luasan
hijau hingga 70%. Sekitar 15 ha dari total lahan dipertahankan sebagai lahan
sawah.
 Pullman Legian Nirwana Suites & Residence memiliki 45% area hijau.
 Rasuna Epicentrum melakukan penghijauan kawasannya antara lain dengan
menghijaukan lahan tidur, membangun pembiakan tanaman, dan membuat roof
top garden.
2. Green Building and Construction
Gedung dan konstruksi yang ramah terhadap lingkungan dibangun dengan
memperhatikan aspek pencahayaan, suhu, dan akustik dalam suatu disain yang
terintegrasi. Penerapan program ini selain mendorong penghematan energi juga
ditujukan untuk mempertahankan keselarasan dengan nilai-nilai budaya
masyarakat melalui disain arsitekturnya.

Contoh pelaksanaan:

 Pembangunan Apartemen The Wave mengadaptasi konsep green architecture


dan green living.
 Nirwana Bali Resort dirancang sesuai karakteristik bentuk bangunan lokal.
 Penggunaan façade di Bakrie Tower dapat mereduksi panas hingga 80%
sehingga mengurangi konsumsi energi untuk pendingin ruangan.
 Pengolahan air kotor di Bakrie Tower memungkinkan penggunaan kembali air
seluruhnya (100%) untuk water chilled chiller.
 Pengolahan lansekap di seluruh kawasan Rasuna Epicentrum mengutamakan
keselamatan dan kenyamanan pemakai, baik pejalan kaki maupun yang
berkendaraan, karena dilengkapi dengan street furniture yang memadai.
B. Green Operation
Green operation mengandung implikasi bahwa setiap manajemen kawasan dan
gedung Bakrieland akan mengoperasikan unit-unitnya dengan ramah lingkungan,

22
dengan menerapkan konsep 3 R (reduce, reuse, recycle). Green operation mencakup
program-program berikut:
1. Waste Water Treatment and Reuse Program
Program ini menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pencemaran
oleh air limbah domestik sebagai penyumbang terbesar terhadap pencemaran kota
di Indonesia. Melalui program ini, air limbah diolah secara individual (on site
treatment) sebelum dibuang ke saluran umum, sehingga melestarikan sumber daya
air. Penerapan program Waste Water Treatment and Reuse diwujudkan dalam 3
(tiga) bentuk kegiatan, yaitu pengolahan air limbah domestic menggunakan sistem
bio-filter anaerob-aerob (gray waste water treatment), pengolahan air limbah hitam
(black waste water treatment) dengan menggunakan septic tank biologi, serta
konservasi air dengan membuat lubang biopori, kolam resapan, dan revitalisasi
kanal untuk mengelola dan melestarikan sumber air dan mencegah banjir.

Contoh pelaksanaan:

 Rasuna Epicentrum membangun kolam resapan air, sewage treatment dan water
treatment plant, membuat biopori, serta melakukan revitalisasi sungai Cideng.
 Nirwana Bali Resort melakukan pengolahan sisa limbah air dan pemanfaatan air
hujan dengan menggunakan sistem water treatment untuk digunakan kembali
sebagai pengairan lapangan golf. Dari kebutuhan air sebesar 3.000 m3 per hari,
hanya 500 m3 berasal dari tanah. Resor ini juga dikembangkan dengan tingkat
kepadatan bangunan yang rendah, sehingga kondisi asli alam tetap terjaga untuk
penyerapan air hujan.
2. Waste Domestic Program
Program ini mengelola permasalahan sampah kawasan secara komprehensif
dengan focus menyelesaikan masalah sampah dan memberikan nilai ekonomis bagi
pengelolanya. Ke depan, direncanakan bahwa pengelolaan sampah akan dilakukan
dengan menggunakan teknologi yang mengacu kepada komposisi sampah dan
pengelolaan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Pengelola dapat
memperoleh pendapatan dari retribusi sampah serta hasil olahan sampah yang
bernilai ekonomis.

Contoh pelaksanaan:

23
 Saat ini Rasuna Epicentrum telah membuat Tempat Penampungan Sampah
Sementara (TPS) di setiap blok dan di dekat WTP Kali Cideng, dengan
memisahkan sampah organic dan non organik.
3. Energy Efficiency Program
Program ini bertujuan mengurangi penggunaan energi berbahan bakar fosil,
menghasilkan energy yang ramah lingkungan dan membantu program pemerintah
dalam penghematan energi.

Contoh pelaksanaan:

 Rasuna Epicentrum membangun sarana publik dalam bentuk (1) fasilitas


transportasi shuttle bus berbahan bakar bio solar, dan (2) area pejalan kaki
selebar 10 meter yang diisi pepohonan penyerap CO2 tinggi dan fitur air untuk
menurunkan suhu udara.
 Nirwana Bali Resort menerapkan sistem cogeneration yang mengoptimalkan
tenaga gas buang dari generator untuk keperluan cuci pakaian.

b. PT Semen Padang

Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Lingkungan

Semen Padang berkomitmen untuk meminimalisasi dampak operasional,


meningkatkan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan serta menjaga kelestarian
lingkungan dengan menginternalisasikannya dalam budaya Perusahaan melalui
program “Semen Padang Elok Nagari”.

A. Melestarikan Lingkungan dan Konversi Energi (Planet)

Dalam rangka mewujudkan partisipasi dan dukungan Semen Padang terhadap


kelestarian lingkungan dan meningkatkan kualitas kehidupan bumi maka sepanjang
tahun 2014 Semen Padang telah melakukan kegiatan diantaranya sebagai berikut:

1. Pengembangan Hutan Nagari


Untuk menjalankan program CSR terhadap lingkungan, tahun 2014 Semen
Padang kembali bergerak cepat dalam menjalankan program-programnya pada
tahun 2014 ini. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah pengembangan hutan

24
nagari untuk penanaman pohon gaharu. Gaharu merupakan salah satu komoditi
yang sangat bagus prospeknya. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi,
pohon gaharu juga sangat bagus untuk lingkungan terutama bagi paru-paru
bumi.

Untuk menjalankan program CSR yang termasuk dalam “Elok Nagari” ini,
maka Semen Padang menggandeng pihakpihak terkait yaitu dengan Dekanat
Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

2. Bantuan Sarana Air Bersih


Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar Packing
Plant Semen Padang di Lampung, melalui program Corporate Social
Responsibility (CSR), Semen Padang menyerahkan bantuan sarana air bersih
untuk warga Desa Rangai, Kecamatan Ketibung, Lampung Selatan.

Serah terima secara simbolis bantuan sarana air bersih ini diserahkan oleh
Kepala Biro CSR Semen Padang, Iskandar Z. Lubis didampingi Kepala Bidang
Bina Lingkungan H. Sensurianus kepada Kepala Desa Rangai, Juanta, SSos,
disaksikan ratusan warga desa.

Bantuan ini merupakan wujud kepedulian sosial Semen Padang yang


direalisasikan dalam Progran CSR bagi warga desa, dimana di desa ini terdapat
salah satu unit usaha perusahaan, yakni Packing Plant Semen Padang, yang
dikenal dengan PP Lampung.

B. Tanggung Jawab Terhadap Operasional Perusahaan

Semen Padang mempunyai komitmen yang tinggi untuk menciptakan industri


hijau, hal ini tercermin dari visi dan misi Semen Padang. Visi Semen Padang
adalah menjadi Perusahaan persemenan yang andal, unggul dan berwawasan
lingkungan di Indonesia bagian barat dan Asia Tenggara. Sedangkan misi Semen
Padang adalah memberdayakan, mengembangkan, dan mensinergikan sumber daya
perusahaan yang berwawasan lingkungan.

25
Tahun 2014, Semen Padang meraih Asean Energy Award 2014 yang diserahkan
Menteri Energi Brunei Darussalam pada rangkaian acara The 32 th Asean
Ministers on Energy Meeting (AMEM) and Related Meetings di Hotel Don Chan
Palace,Vientiane, Laos, 22 September 2014 lalu. Sebelumnya, Semen Padang juga
meraih Penghargaan Efisiensi Energi Nasional (PEEN) tahun 2013.

Selama Tahun 2014, kegiatan yang telah dilakukan untuk menciptakan industri
hijau adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan Polusi
Semen Padang menjamin operasi bisnis ramah lingkungan, selaku industri
manufaktur disektor persemenan, tindakan pencegahan polusi atas udara, air dan
tanah menjadi suatu sangat prioritas.

Semen Padang menyusun program untuk mengurangi emisi debu, melalui


peningkatan performa Electro Static Precipirator (ESP). Prinsip kerja ESP
didasarkan atas partikel bermuatan listrik yang dilewatkan dalam satu medan
elektrostatik.

Semen Padang juga melaksanakan program green belt, merupakan penyediaan


lahan penghijauan di daerah perkotaan atau perumahan, bertujuan untuk
melindungi lingkungan alami atau semi alami dan meningkatkan kualitas udara.

Penanaman pohon produktif merupakan komitmen dan dukungan Semen


Padang terhadap Program Adiwiyata dengan memberikan pohon produktif
berupa bibit mangga, sirsak, lengkeng, jambu air, sawo dan jambu biji kepada
sekolah-sekolah di Kota Padang

2. Pemanfaatan Sumber Daya yang Berkelanjutan


Semen Padang berkomitmen terhadap kinerja lingkungan dan tetap konsisten
dalam pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya terbarukan, melalui efisiensi
dan pengolahan sumber daya menjadi sumber daya yang terkonversi atau dapat
terpakai kembali, seperti pemakaian energy alternative (AFR), konservasi air,
efisiensi pemakaian energy dan material.

26
Dalam mengurangi dampak lingkungan, Semen Padang menjalankan prinsif 3R
(Reduce, Reuse and Recycle), Hal ini terlihat dari program inovasi untuk me-
Reduce biaya pemakaian energi listrik, seperti penggantian bola neon dengan
LED, pemakaian oli bekas menjadi pelumas dan pembangunan WHRPG (Waste
Heat Recovery Power Generator) yang merupakan Power Plant yang
berkapasitas rencana 12 MW, dari pemakaian uap panas dari kiln. Segala
kegiatan ini dilakukan untuk menghemat energi dan memanfaatkan limbah.

Untuk pengendalian emisi udara, Semen Padang melakukan penambahan alat


dengan sistim yang canggih sebagai filter debu. Filter ini menyaring debu dalam
dua tahap dengan teknologi baru. Tahap pertama, debu disaring oleh separator,
dan selanjutnya disaring lagi oleh Electrostatic Precipirator (EP). Udara dari EP
inilah yang boleh keluar menjadi udara ambient. Setiap cerobong udara ambient
ini dipasang sensor untuk pengukur emisi ambient secara realtime dan keluar
dalam bentuk grafik.

Pengawasan limbah padat dan cair dikelola oleh Biro Keselamatan Kesehatan
Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) Departemen Utilitas dan Jaminan
Kualitas. Semua limbah dipilah antara LB3 atau bukan LB3, sehingga bisa
diperlakukan sesuai prosedur penanganan yang tepat terhadap limbah tersebut.

3. Perubahan Iklim, Mitigasi dan Adaptasi


Semen Padang beroperasi dengan prinsip ramah lingkungan, dalam operasi
bisnisnya mengurangi aspek dampak efek gas rumah kaca, seperti emisi CO2,
Nitrose Oksida (N2O), Metan (CH4) sebagai komitmen berperan dalam mitigasi
dan adaptasi atas pemanasan global.

4. Proteksi Lingkungan, Keanekaragaman Hayati, dan Pemulihan Sumber Daya


Alam
Semen Padang meminimalisir perubahan ekosistem akibat operasi bisnis,
khususnya terhadap habitat flora dan fauna dalam suatu mata rantai kehidupan
di alam. Semen Padang fokus dalam mengolah limbah–limbah berbahaya
seperti limbah B3 dari operasi bisnis /industri.

27
Semen Padang mengapresiasi kegiatan-kegiatan yang besifat memberi nilai atas
lingkungan hidup, pelayanan pemulihan masalah ekosistem serta upaya
pemanfaatan sumber daya alam, seperti tanah, air dan udara secara
berkelanjutan.

5. Sertifikasi Lingkungan Hidup


Sebagai bukti komitmen dari program CSR Semen Padang, sampai dengan
tahun 2014 Semen padang telah memperoleh sertifikasi dibidang lingkungan
yaitu Sertifikat ISO 14001:2004 / SNI 19 – 14001:2005.

28
PENUTUP

Green business adalah usaha yang mengadopsi prinsip, kebijakan, dan praktek
meningkatkan kualitas hidup para pelanggan, pegawai, komunitas dan lingkungan hidup,
dalam operasionalnya. Green accounting adalah jenis akuntansi yang mencoba untuk
menghubungkan faktor biaya lingkungan ke dalam hasil kegiatan usaha perusahaan. Green
accounting masih relatif baru di bidang akuntansi keuangan dan terus berkembang. Namun,
keberadaannya dianggap semakin penting untuk menghadapi tantangan bisnis saat ini dan
masa depan. Memang di beberapa penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara
kinerja keuangan dan kinerja lingkungan. Tetapi, menurut penulis, paradigma kapitalisme
akuntansi yang memandang kinerja keuangan adalah segalanya harus dialihkan. Sudah
saatnya inisiatif pelestarian lingkungan menjadi tanggung jawab setiap pihak (terutama
perusahaan) yang mendapatkan manfaat yang disediakan lingkungan itu sendiri.

Dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan perlu dilaporkan sebagai


perwujudan tanggung jawab perusahaan kepada stakeholder. Rendahnya kesadaran
pelaporan dampak lingkungan disebabkan oleh beberapa kendala pelaporannya. Untuk
mendorong penerapan akuntansi lingkungan yang lebih luas lagi diperlukan berbagai upaya.
Berikut ini beberapa usaha meningkatkan pelaporan akuntansi lingkungan:
1. Menyusun standar akuntansi lingkungan. Dalam upaya keseragaman dan memenuhi
fungsi keterbandingan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) diharapkan dapat menyusun
pedoman Sustainability Reporting.
2. Mewajibkan untuk menerapkan pedoman pelaporan yang sudah ada. Karena keseluruhan
aktivitas perusahaan akan berdampak pada masyarakat dan lingkungan dalam jangka
panjang demi menjaga pembangunan yang berkelanjutan, maka Sustainability Reporting
yang Sustainability Reporting bersifat mandatory diperlukan.
3. Memberikan penghargaan atas perusahaan yang telah menyelenggarakan Sustainability
Reporting. Penyelenggaraan menyelenggarakan Indonesia Sustainability Reporting
Award (ISRA) oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen
diharapkan akan meningkatkan reputasi perusahaan dan kemudian kesadarannya dalam
melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah yang
berdampak pada lingkungan.
4. Melakukan audit lingkungan. Sustainability reporting harus disertai dengan audit

29
lingkungan guna meningkatkankredibilitas pelaporan.
5. Mengembangkan mekanism Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan
penerapan kewajiban lingkungan. Melalui pembentukan komite CSR dalam komponen
governance, diharapkan pelaksanaan green accounting dan sustainability reporting akan
lebihhandal dan mengalami peningkatan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Sari, Yoli (2016). Green Business and Green Accounting. Diakses melalui
https://www.academia.edu/25393350/Green_Business_and_Green_Accounting pada 18
November 2021.

Khairoh, Annisa (2018). Green Business and Green Accounting Serta Kasus-Kasus Terkait.
Diakses melalui https://id.scribd.com/document/393292454/Green-Business-and-
Green-Accounting pada 18 November 2021.

31

Anda mungkin juga menyukai