Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN UMUM

A. Pembahasan Umum Tentang Zakat


1. Pengertian Zakat
Secara etimologi (asal kata) zakat dari kata zaka yang berarti
berkah, tumbuh, bersih, suci, subur dan baik.35 Dipahami demikian sebab
zakat merupakan upaya mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa.
Menyuburkan pahala melalui pengeluaran sedikit dari nilai harta pribadi
untuk kaum yang memerlukan.36
Secara harfiah zakat berarti berkah, suci baik dan meningkat. Zakat
juga berarti pembersihan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan
kewajiban membayar zakat. Oleh karena itu, harta benda yang dikeluarkan
untuk zakat akan membantu mensucikan jiwa manusia dari sifat
mementingkan diri sendiri, kikir dan cinta harta.37
Menurut Yusuf al- Qardhawi, zakat adalah sejumlah harta tertentu
yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang – orang yang
berhak.38 Sedang menurut Abdurrahman al-Jaziri mendefinikan bahwa
zakat adalah penyerahan pemilikan tertentu kepada orang yang berhak
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula.39
Dari beberapa definisi mengenai zakat diatas dapat disimpulkan
bahwa zakat adalah sejumlah harta tertentu yang dikeluarkan oleh seorang
muslim yang telah mencapai haul dan nishab yang diwajibkan oleh Allah
SWT dan diberikan kepada golongan orang – orang yang berhak.

35
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Zakat Dalam Dunia Modern, Surabaya: Bintang, 2001, h. 01.
36
H. Amiruddin Inoed (ed), Anatomi Fiqih Zakat Potret & Pemahaman Badan Amil
Zakat Sumatera Selatan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005, h. 8.
37
Arif Afendi, Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Jumlah Penerimaan Zakat
di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Pusat Tahun 2012 - 2016, Jurnal Muqtasid, 9(1)
2018:54-69, h. 59.
38
Yusuf al-Qardawi, Hukum Zakat, Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1991, h. 34.
39
Abdurrahman al – Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-Arba’ah, Cairo: Mathaba’ah al-
Istiqamah, cet-3, jilid IV, h. 95.

1
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat dan sholat.
Apabila dapat dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab
oleh umat Islam, zakat menjadi sumber penerimaan yang potensial guna
menunjang suksesnya pembangunan nasional, terutama dibidang agam dan
ekonomi, khususnya untuk membantu peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.40
Hukum zakat itu wajib mutlak dan tidak boleh atau sengaja ditunda
waktu pengeluarannya apabila telah mencukupi persyaratan yang
berhubungan dengan kewajiban tersebut karena akan mendapatkan siksan
akhirat dan dunia. Dasar nash dari zakat diantaranya adalah:

Q.S At-Taubah: 103 yang berbunyi:41

َ
َ َ ‫ص لَوٰت‬
‫ك‬ َّ ِ ‫ل عَل َ ۡيهِ ۡۖم إ‬
َ ‫ن‬ َ َ‫ة تُطَهِّ ُرهُ مۡ َوت ُ َزكِّيهِم بِهَا و‬
ِّ ‫ص‬ َ ۡ‫م ۡنأ ۡموَٰلِهِ م‬
ٗ َ‫صدَق‬ ِ ‫خ ۡذ‬ ُ
١٠٣ ‫م‬ ٌ ‫ميعٌ عَلِي‬ ِ ‫س‬َ ‫ه‬ُ َّ ‫نلَّهُ ۡۗم َوٱلل‬ٞ َ ‫سك‬َ

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentramana jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui” (Q.S. At- Taubah: 103)
Q.S Al – Baqarah: 267 yang berbunyi:42

‫مٓا أ َ ۡخ َر ۡجن َ ا لَكُم‬ َ َ


َ َ‫م ا ك‬
ِ َ‫س ۡبت ُ مۡ و‬
َّ ‫م‬ َ ‫ت‬ِ َٰ ‫من طَيِّب‬ ِ ْ ‫من ُ وٓا ْ أنفِقُ وا‬ َ ‫ين ءَا‬ َ ِ‫يَٰٓأيُّهَا ٱ لَّذ‬
‫خذِي هِ إِٓاَّل أَن‬ ِ ‫ن وَل َ ۡستُم ‍ب َِٔا‬ َ ‫ه تُنفِقُ و‬ ُ ‫م ۡن‬
ِ ‫يث‬ َ ِ ‫م وا ْ ۡٱلخَب‬ ُ ‫م‬َّ َ ‫ض وَاَل تَي‬ ۖ ِ ‫ن ۡٱلأ َ ۡر‬
َ ‫م‬ ِّ
َ
٢٦٧ ٌ ‫ميد‬ ِ ‫ح‬ َ ‫ي‬ ٌّ ِ ‫ه غَن‬َ َّ ‫ن ٱلل‬
َّ ‫موٓا ْ أ‬ُ َ ‫ٱعل‬ ۡ َ‫ضوا ْ فِي ۚ ِه و‬ ُ ‫م‬ ِ ‫ت ُ ۡغ‬

Artinya: “Hai orang – orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah)


sebagian dari hasil usahamu yng baik – baik dan sebagian dari
apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk – buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
40
Maltuf Fitri, Pengelolaan Zakat Produktif sebagai Instrumen Peningkatan
Kesejahteraan Umat, e-conimica Vol. 8 No. 1, Semarang: Uin Walisongo Semarang, 2017, 153-
154
41
Kementerian Agama RI, Ummu…, h. 203
42
Ibid…, h. 4

2
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S.
Al – Baqarah: 267)

H.R Bukhari Muslim

Hadist dari Ibnu Asbbas RA, bahwa Rasululloh ketika mengirimkan Mujaz
ibn Jabal ke negeri Yaman bersabda:43 :

‫إن هللا تعالى افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم وتر ّد إلى فقرائهم‬

“Bahwa Allah ta’ala mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari
orang –orang mereka, dan diberikan kepada orang – orang fakir mereka.”
Dasar hukum formalnya adalah:

1. Undang – undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengeloaan Zakat.


undang – undan ini telah direvisi dengan Undang – undang No. 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
2. Keputusan Menteri Agama RI No. 581 Tahun 1999 Tentang Petunjuk
Pelaksanaanya. Yang diganti dengan Keputusan Menteri Agama No.
373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang – Undang No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat.
3. Undang – undang RI No. 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang – undang 7 No. 1983 tentang Pajak Penghasilan.
4. Pedoman Pengelolaan Zakat, Direktorat Pengembangan Zakat dan
Wakaf, Depag, 2003.44
5. Peraturan Menteri Agama RI No. 4 Tahun 1968 tanggal 15 Juli 1968
tentang Pembentukan Badan / Amil Zakat.45
3. Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang kelima, dan sebagai
perintah yang mengikuti perintah shalat. Dari segi kemasyarakatan zakat

43
Dr. H Saifudin Zuhri, Zakat di Era Reformasi (Tata Kelola Baru), Semarang: Bima
Sejati, 2012, h. 55-56.
44
Ibid…, h. 57.
45
Inoed (ed), Anatom…, h.19.

3
memberikan hikmah yang besar dalam merealisasikan nilai harta umat
Islam. Yusuf al – Qarhdawi memberikan penjelasan bahwa hikmah
mengeluarkan zakat diantaranya menjadi muwasah (menghibur) orang
yang memerlukan harta, bersaham dalam melindungi, Agama dan Negara
Islam dan sekaligus bersaham dalam menyebarkan agama Islam.
Secara khusus hikmah zakat dapat juga dapat dilihat dari beberapa
sisi, yaitu:
a. Bagi para muzaki
1) Membersihkan jiwa dari sifat – sifat kikir dan bakhil.
2) Menanamkan perasaan cinta kasih terhadap golongan yang lemah.
3) Mengembangkan rasa dan semangat kesetiakawanan dan kepedulian
social.
4) Membersihkan harta dari hak – hak para mustahik dan merupaka
perintah Allah.
5) Terhindar dari anacaman Allah dari siksaan yang amat pedih.
b. Bagi para mustahik
1) Menghilangkan perasaan sakit hati, iri hati, benci dan dendam
terhadap golongan kaya yang hidup serba cukup dan mewah yng
tidak peduli dengan masyarakat bawah (grass profit).
2) Menimbulkan dan menambah rasa syukur serta simpati atas
partisipasi golongan kaya terhadap kaum dhuafa.
3) Menjadi modal kerja untuk berusaha mandiri dan berupaya
mengangkat hidup.
c. Bagi Pemerintah
1) Menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan dalam
meningkatkan kesejahteraan umat Islam.
2) Memberikan solusi aktif meretas kecemburuan social dikalangan
masyarakat.46
4. Macam – macam Zakat
Zakat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu:

46
Inoed dkk, Anatomi…, h.21 – 22.

4
a. Zakat nafs (jiwa) atau zakat fitrah
Zakat firtah merupakan zakat jiwa yaitu kewajiban berzakat bagi
setiap individu baik untuk orang yang sudah dewasa maupun belum
dewasa, dan dibarengi dengan ibadah puasa (shaumm). Zakat firtah
wajib dikeluarkan sebelum sholat idhul fitri. Namun, ada pula yang
mebolehkan mengeluarkan mulai pertengahan bulan puasa.
Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan kebutuhan pokok di suatu
masyarakat, dengan ukuran yang juga disesuaikan dengan kondisi
ukuran atau timbangan yang berlaku, juga diukur dengan satuan uang.
Di Indonesia, zakat fitrah diukur dengan timbangan beras sebanyak
2,5kg.
b. Zakat maal (harta/ kekayaan)
Zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta
itu telah memenuhi syarat – syarat wajib zakat. Yusuf Qardhawi
menjelaskan dalam bukunya “Hukum Zakat” mengenai kekayaan yang
wajib dizakati, yaitu:
1) Zakat emas dan perak
2) Zakat binatang ternak
3) Zakat dagang
4) Zakat pertanian (tanaman dan buah – buahan)
5) Madu dan produksi hewan
6) Barang tambang dari hasil laut
7) Investasi pabrik, gedung
8) Zakat pendapatan usaha (profesi)

Tabel 2.147

Jenis Harta, Nisab dan Zakatnya

No Jenis harta benda Nisab Zakat Keterangan


47
Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA, Kompilasi Zakat, Semarang: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Semarang, 2010, h. 18.

5
1 Emas 20 mitsqal 2,5% = 0,5 20 mitsqal =
mitsqal 93,6 gram
Perak 200 dirham 2,5% = 5 200 mitsqal
dirham = 624 gram
2 Binatang ternak Unta
5 – 9 ekor 1 kambing Usia 2 tahun
10 – 14 2 kambing 2 tahun (dst)
ekor
Kerbau
30 – 39 1 kerbau
ekor 1 kerbau
40 – 59 2 kerbau
ekor
60 – 69
ekor
Kambing
40 – 120 1 kambing 2 tahun
ekor betina
120 – 200 2 kambing
ekor betina
210 – 399 3 kambing
ekor betina
3 Zakat Perniagaan Analog 2,5 % = Rp 1 tahun dari
dengan 720.000 awal
emas perhitungan
4 Zakat Pertanian Lebih dari 5 1/10 irigasi Setiap
(Tanaman dan wasaq = alam panen 1
buah – buahan) 200 dirham 1/20 irigasi wasaq = 40
biaya dirham

6
5 Makanan pokok Lebih dari 5 1/10 irigasi Setiap
wasaq = alam panen 1
200 dirham 1/20 irigasi wasaq = 40
biaya dirham
6 Zakat Profesi Analog 2,5 % x Rp Harga emas
dengan 29.750.000, dihitung 1gr
emas 85 - = Rp = Rp
gram (ada 743.750,- 350.000
yang 92,6
gram ada
yang 96
gram emas)

5. Mustahik Zakat
Mustahik diatur langsung oleh Allah SWT dalam surat At –
Taubah: 60 kedalam 8 golongan dimana terbagi dalam dua kategori yaitu:
kategori utama (lit-tamlik) dan kategori sewaktu – waktu (ghoiru tamlik).48
a. Fakir (al-Faqara’) adalah golongan pertama yang yang menerima
bagian dari zakat. Al- Fuqara’ atau orang fakir yaitu mereka yang
mempunyai harta sedikit kurang dari satu nishab atau mereka yang
terdesak ekonominya padahal telah bekerja keras namun hasil yang
didapat tidak mencapai untuk kebutuhan sehari – hari.
b. Miskin (al-masakin) adalah orang yang mempunyai pekerjaan dan
penghasilannya hanya bias mencukupi setengah lebih sedikit dari
kebutuhannya.49
c. Amil adalah orang – orang yang bekerja memungut dan membagikan
zakat yang disyaratkan harus memiliki sifat jujur dan menguasai hokum
zakat. 50

48
Inoed (ed), Anatomi…, h.35.
49
Zuhri, Zakat…, h. 101.
50
Al- Zuhayly, Zakat…, h. 282.

7
d. Muallaf yaitu orang yang masih lemah imannya, baik mereka yang baru
masuk Islam. Esensi zakat tersebut mengandung harapan lebih
memberikan kekuatan iman dan dakwah. Selain itu pemberian zakat
kepada muallaf merupakan bentuk dari berbagai kegiatan yang
menimbulkan kesan positif kepada umat Islam dan negaranya.
e. Para Budak (Riqab) adalah bagian zakat untuk memerdekaan atau
membantu memerdekakan hamba / budak.51 Namun pada era sekarang
Islam sudah menghapus system perbudakan, sehingga riqab disini
diartikan sebagai oaring yang sedang terbelenggu namun tetap bertahan
terhadap harga dirinya.52
f. Garimin adalah orang – orang yang berhutang bukan untuk maksiat,
yang kemudian tidak punya sesuatu untuk dibayarkan.
g. Sabilillah adalah orang yang menjalankan dan pendidikan Islam bidang
ilmu dan teknologi tanpa ada dukungan dana dari pemerintah.53
h. Ibnu Sabil. Para Fuqaha mengartikan Ibnu Sabil dengan musafir yang
kehabisan bekal. 54
6. Zakat Profesi
a. Pengertian
Dalam teori sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian
zakat baik dari bahasa maupun istilah yang dapat disimpulkan bahwa
zakat adalah sejumlah harta tertentu yang dikeluarkan oleh seorang
muslim yang telah mencapai haul dan nishab yang diwajibkan oleh
Allah SWT dan diberikan kepada golongan orang – orang yang berhak.
Istilah profesi menurut kamus ilmu pengetahuan adalah
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian. Profesi
juga berarti suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pendidikan
keahlian tertentu.55

51
Zuhri, Zakat…, h. 110.
52
Inoed (ed), Anatomi…, h.38.
53
Ibid.
54
Zuhri, Zakat…, h. 116.
55
https://kbbi.web.id, diakses Januari 2019

8
Pada umumnya istilah profesi dimaksudkan sebagai suatu
keahlian mengenai bidang tertentu, di mana perolehannya didahului
oleh pendidikan dengan penguasaan pengetahuan, ilmu dan
ketrampilan. Dalam hal ini, suatu profesi merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan untuk memperoleh nafkah dengan suatu keahlian
tertentu, bukan sekedar menyalurkan kesenangan atau hobi dan bukan
pula sekedar kegiatan awam atau kuli.56
Menurut Mahjuddin zakat profesi atau jasa, disebut sebagai ‫ﻛﺳب‬
yang artinya : zakat yang dikeluakan dari sumber usaha profesi atau
pendapatan jasa. Istilah profesi, disebut sebagai profession dalam
bahasa inggris, yang dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan tetap
dengan keahlian tertentu, yang dapat menghasilkan gaji, honor, upah
atau imbalan. Ada beberapa profesi yang dapat menjadi sumber zakat;
antara lain:
1) Profesi dokter yang dapat dikategorikan sebagai the medical
profession.
2) Profesi pekerja tekhnik (insinyur) yang dapat dikategorikan sebagai
the engineering profession.
3) Profesi guru, dosen, guru besar atau tenaga pendidik yang dapat
dikategorikan sebagai the teaching profession.
4) Profesi advokat (pengacara), konsultan, wartawan, pegawai dan
sebagainya.
Menurut Yusuf al-Qardhawi zakat profesi adalah zakat yang
dikeluarkan dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang
dikerjakan sendiri dikarenakan kecerdasannya atau keterampilannya
sendiri seperti dokter, penjahit, tukang kayu dan lainya atau dari
pekerjaan yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan
mendapat upah, gaji, honorariaum seperti pegawai negeri sipil.57

56
Muhammad Aziz dan Sholikah, zakat profesi dalam perspektif undang-undang no. 23
tahun 2011 dan hukum islam, Ulul Albab Volume 15, No.2 Tahun 2014 (188-205), h. 193.
57
Siti Mujiatun, Analisis Pelaksanaan Zakat Profesi: Upaya Pengentasan Kemiskinan di
Kota Medan, At – Tawassuth, Vol. 1, No. 1, 2016.

9
Kemudian menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3
Tahun 2003 yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang
diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai
atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,konsultan,
dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas
lainnya.58
Dari definisi zakat profesi yang dikemukakan oleh beberapa ahli
fiqih penulis dapat menyimpulkan bahwa zakat profesi adalah zakat
yang dikeluarkan dari penghasilan, gaji, jasa, upah atau honorarium
yang diperoleh dengan cara halal apabila telah sampai nisab dan
haulnya.59
a. Nisab dan haul zakat profesi
Ada beberapa pendapat mengenai nisab dan haul profesi, yaitu:

1) Menganalogikan zakat profesi kepada hasil pertanian, baik


nishab maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishab
zakat profesi adalah 520 kg beras dan kadarnya 5% atau 10%
(tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan
dikeluarkan setiap menerima tidak perlu menunggu batas
waktu setahun.

2) Menganalogikan dengan zakat perdagangan atau emas.


Nishabnya 85 gram emas, dan kadarnya 2,5 %. Dan
dikeluarkan setiap menerima, kemudian perhitungannya
diakumulasikan atau dibayar diakhir tahun.

3) Menganalogikan nishab zakat penghasilan dengan hasil


pertanian. Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan
kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 % . Hal
tersebut berdasarkan qiyas atas kemiripan terhadap
58
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003.
59
Hertina, Zakat Profesi Dalam Persfektif Hukum Islam Untuk Pemberdayaan Ummat,
dalam jurnal Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Juni 2013, h. 21.

10
karakteristik harta zakat yang telah ada.60
B. Pembahasan Umum Tentang Pajak
1. Pengertian Pajak
Pajak menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1
angka 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.61
Sedangkan menurut P.J.A Adriani, Pajak merupakan iuran kepada
negara (yang dapat dipaksanakan) yang terhutang menurut peraturan
perundang – undangan tanpa mendapatkan prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.62
2. Fungsi Pajak
The Four R adalah istilah popular yang mengacu pada fungsi pajak
yang dipungut oleh negara, yaitu:
a. Revenue (Penerimaan) yaitu fungsi penerimaan atau yang dikenal dengan
pula dengan istilah Fungsi Budgetair (Anggaran) adalah fungsi utama
dari pemungutan pajak. Seperti telah diketahui, pajak menyumbang
hampir lebih dari 70% total pendapatan negara. Secara nyata fungsi
penerimaan ini terlihat dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).63
b. Redistribusion (Pemerataan) yaitu fungsi pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum,
termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka

60
Etty Rochaeti, Analisis Mengenai Zakat Profesi Kaitannya Dengan Pajak Penghasilan,
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 24 No. 01 November 2011, h. 323.
61
Herry Purwanto, Dasar – Dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak, Jakarta: Erlangga,
2010, h. 07.
62
Apriliana, Analisis Komparatif Antara Perlakuan Zakat Sebagai Pengurang
Penghasilan Kena Pajak Dengan Perlakuan Zakat Sebagai Pengurang Langsung Pajak
Pnghasilan, Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 31.
63
Purwanto, Dasar…, h. 08.

11
kesempatan kerja yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.64
c. Repricing (Pengaturan Harga), fungsi ini sama pengertiannya dengan
fungsi Regulerent (Mengatur). Dalam hal ini pajak digunakan sebagai
alat untuk mengatur atau mencapai tujuan tertentu di bidang ekonomi,
politik, social, budaya, pertahanan dan keamanan.65
d. Representation (Legalitas Pemerintah), yaitu dengan adanya pajak,
pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan – kebijakan
pemerintah.66
3. Jenis Pajak
a. Berdasarkan wewenang pemungutan
1) Pajak Negara (pusat) adalah pajak yang wewenang pemungutannya
dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
2) Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki
oleh Pemerintah Daerah.
Menurut Undang – undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan
Retribusi daerah, Pajak daerah terdiri atas:
a) Pajak Provinsi67
b) Pajak Kabupaten/ Kota
b. Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan
1) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya harus dipikul
sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh : pajak penghasilan
2) Pajak tidak langsung adalah pajak – pajak yang bebannya dapat
dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Dalam pengertian
administratife pajak tidak langsung diartikan sebagai pajak yang
dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan

64
Mariah, “Zakat…,h. 38 – 39.
65
Purwanto, Dasar…, h. 10.
66
Mariah, “Zakat…, h. 38.
67
Purwanto, Dasar…, h. 10.

12
terutangnya pajak misalnya terjadi penyerahan barang. Contoh:
pajak pertambahan nilai dan bea materai.68
c. Berdasarkan sasaran
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama – tama
keadaan pribadi Wajib Pajak, seperti pajak penghasilan.
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama – tama
kepada objek (benda, peristiwa, perbuatan atau keadaan) yang
menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak, seperti pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.69
4. Tata cara pemungutan pajak
Dalam Pemungutan Pajak dapat dilakukan dengan 3 stelsel yaitu:
a. Stelsel Riil atau Nyata (Riele Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya
terjadi (untuk PPh maka objeknya adalah penghasilan). Oleh karena
itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yakni setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam
suatu tahun pajak diketahui.
b. Stelsel Fiktif (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh undang-undang sebagai contoh, penghasilan suatu tahun dianggap
sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pajak yang terutang pada
suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang terutang tahun
sebelumnya.
c. Stelsel Campuran
Pada dasarnya merupakan gabungan dari dua stelsel yang ada yaitu
stelsel riil dan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak menggunakan stelsel
fiktif dan setelah akhir tahun menggunakan stelsel riil. Contohnya adalah
pajak penghasilan.70
5. Pajak Penghasilan
68
Mariah, Zakat…, h. 35.
69
Purwanto, Dasar…, h. 11.
70
Ibid…, h. 13 – 14.

13
a. Pengertian
Berdasarkan pasal 1 Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan jo UU Nomor 7 Tahun 1991 jo Undang-
Undang Nomor 17/2000 jo Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
Pajak Penghasilan adala pajak yang dikenakan terhadap Subyek Pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.71

Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah:

1. Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


2. Undang – undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Undang
– undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
3. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan
Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang Nomor 7 tahun
1991
4. Undang – undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan Ketiga
atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
5. Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.72
b. Pajak Penghasilan Pph 21
a. Pengertian
Sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) undang – undang
Pajak Penghasilan, penghasilan merupakan setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak atas
seluruh penghasilannya.73
Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pemotongan Pajak
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan

71
Purwanto, Dasar…, h. 86.
72
Ibid..
73
Waluyo, Akuntansi Pajak,(Jakarta: Salemba Empat, 2016) h. 224.

14
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh
pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.74
Akuntansi PPh Pasal 21 adalah proses pencatatan transaksi
kaitannya dengan PPh Pasal 21 misalnya pembayaran gaji, upah dan
lain sebagainya. Ketika ada transaksi kaitannya dengan
pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21, Pembayaran PPh 21 dan
juga pembayaran gaji/upah karyawan maka perlu ada pencatatan
akuntansi yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.75
b. Subjek PPh Pasal 21
Yang menjadi subjek Pajak Penghasilan pasal 21 adalah
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.76
c. Objek PPh Pasal 21
Penghasilan – penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang
dipotong Pajak Penghasilan (PPh 21), antara lain:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan,
termasuk uang saku uang saku harian atau mingguan yang
diterima peserta pendidikan, pelatiahan atau pemagangan yang
merupakan calon pegawai.
4. Uang tebusan pension, uang pesangon, uang tabungan hari tua
atau tunjangan hari tua, pesangon dan pembayaran lain yang
sejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah/penghargaan dengan nama dan
dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain
74
Edy Supriyanto, Akuntansi Perpajakan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, h. 36.
75
Ibid…, h. 37.
76
Purwanto, Dasar…, h. 117.

15
sebagai imbalansehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dalam negeri.
6. Gaji dan tunjangan – tunjangan lain yang terkait dengan gaji
yang diterima Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang
pension dan tunjangan – tunjangan lain yang sifatnya terkait
dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk
janda / duda dan/ atau anak-anaknya.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya.77
d. Pengurang dalam menghitung PPh Pasal 21
Dalam menentukan Penghasilan Netto Pegawai tetap, ada
beberapa hal yang menjdi factor pengurang dari penghasilan bruto,
yaitu:
1. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memeliharapenghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto
2. Biaya pensiun bagi penerima pensiun, yaitu biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiunan sebesar
5% dari penghasilan bruto pensiun.
3. Iuran yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriaanya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).78
e. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Pengenaan Pajak Penghasilan dibebankan terhadap semua
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak badan. Untuk
mnghitung Penghasilan Kena Pajak orang pribadi dalam negeri,
maka penghasilan netonya dikurangi terlebih dahulu dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai Peraturan Menteri

77
Purwanto, Dasar…, h. 117.
78
Ibid…, h. 121.

16
Keuangan No. 101/PMK. 010/2016 yang berlaku sejak 1 Januari
2016 adalah sebagai berikut.
1. Rp 54.000.000,- tambahan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Rp 4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp 54.000.000,- tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
4. Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3
orang untuk setiap keluarga. 79
f. Tarif PPh Pasal 21
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang – Undang Pajak
Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi dalam negeri sebagai
berikut:80 Tabel 2.2
Besarnya Tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%

Diatas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 15%


250.000.000,-
Diatas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 25%
500.000.000,-
Diatas Rp 500.000.000,- 30%

g. Perhitungan Umum PPh Pasal 21

79
Waluyo, Akuntansi…, h. 236.
80
Ibid…, h. 237.

17
Secara sederhana Penghasilan Kena Pajak dihitung dengan cara:81
Tabel 2.3
Dasar Perhitungan PPh Pasal 21

Gaji Pokok Sebulan XXX  

Tunjangan – tunjangan XXX  


Premi dibayar pemberi kerja XXX  
Total penghasilan bruto XXX
Pengurangan  
Biaya Jabatan XXX  
Iuran pensiun/tunj. Hari tua XXX  
Penghasilan Neto XXX
Dikurangi PTKP XXX
Penghasilan Kena Pajak (PKP) XXX
PPh Terutang  
Tarif Pasal 17 x PKP XXX

Contoh Studi Kasus

Bambang Yulianto adalah seorang pegawai pada tahun 2017


di Perusahaan PT. Yasa Buana, telah menikah dan belum
mempunyai anak dengan gaji sebesar Rp 10.000.000,-. PT. Yasa
Buana mengikuti program Jamsostek, premi jaminan kecelakaan
kerja dan premi jaminan kematian dibayarkan oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing – masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT.
Yasa Buana menanggung jaminan hari tua setiap bulan sebesar
3,70% dari gaji, sedangkan Bambang Yulianto membayar iuran
jaminan hari tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu
PT. Yasa Buana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.
PT. Yasa Buana membayar iuran pensiun untuk bambang Yulianto
ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
81
Purwanto, Dasar…, h. 125.

18
keuangan setiap bulan sebesar Rp 100.000,- sedangkan bambang
Yulianto membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,-.
Tabel 2.4
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Gaji sebulan 10.000.000,-  


Premi jaminan
Kecelakaan Kerja 50.000,-  
(0,50% x 10.000.000,-)
Premi Jaminan Kematian
Kerja (0,30% x 30.000,-  
10.000.000,-)
Jumlah penghasilan bruto sebulan 10.080.000,-
Pengurangan:  
Biaya Jabatan (5% x
500.000,-  
10.080.000,-)

Iuran pensiun 50.000,-  

Iuran Jaminan Hari Tua


200.000,-  
(2% x 10.000.000,-)

Jumlah Pengurangan 750.000,-


Penghasilan Neto Sebulan 9.330.000,-
Penghasilan Neto Setahun 111.960.000,-
PTKP Setahun  
WP Sendiri 54.000.000,-  
Status Kawin 4.500.000,-  
Jumlah PTKP Setahun 58.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak Setahun 53.460.000,-
PPh Pasal 21 Terutang:  
5% x 50.000.000,- 2.500.000,-
15% x 3.460.000,- 519.000,-
PPh Pasal 21 Terutang Setahun 3.019.000,-
PPh Pasal 21 Sebulan 251.583,-

19
C. Persamaan dan perbedaan Zakat dan Pajak
Zakat dan Pajak memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun
persamaan dan perbedaannya sebagai berikut:
1. Persamaan. Zakat dan pajak memiliki persamaan dalam hal 1). Unsur
paksaan. 2). Unsur pengelola. 3) Sisi tujuan. Ayat zakat memerintahkan
Nabi untuk mengambil zakat orang Islam yang wajib membayar zakat.
Artinya setiap konsep zakat memiliki daya paksa untuk ditegakkan oleh
pemimpin politik dan agama. Konteks Indonesia undang – undang
pengelolaan zakat tidak mengatur pemaksaan membayar zakat dan sanksi
bagi wajib zakat yang tidak membayar zakat. Pajak lebih jelas daya
paksanya karena diatur dalam undang – undang Republik Indonesia. Wajib
Pajak yang tidak membayar pajak sesuai aturan bisa ditindak oleh aparat
negara secara langsung atau tidak langsung. Penindakan dilakukan secara
bertingkat mulai peringatan, teguran, surat paksa, sampai penyitaan. Zakat
memiliki pengelolaan yang jelas yaitu Amil Zakat. Pengelola di Indonesia
ada lembaga amil zakat, badan amil zakat, dan panitia zakat. Pengelolaan
pajak diatur oleh negara. Tujuan zakat menurut Yusuf Qardhawi zakat
memiliki tujuan bagi muzaki, mustahik dan kepentingan social. Tujuan
zakat bagi muzaki untuk membersihkan jiwa muzaki dari sifat kikir, rakus
dan sepadanya melatih jiwa muzaki untuk senantiasa bersikap terpuji,
mengobati nafsu mencintai harta secara berlebihan, melatih muzaki menjadi
pemurah dan memberikan berkah pada muzaki. Bagi mustahik, zakat
memiliki tujuan terpenuhinya kebutuhan maliyah mustahik,menghilangkan
rasa dengki dan kebencian kepada orang kaya, serta munculnya rasa
simpatik untuk mendoakan dan mengamankan harta orang lain. Tujuan
social zakat adalah mewujudkan keadilan ekonomi. Secara rinci peran zakat
dalam kehidupan social adalah 1)membangun sikap saling tolong menolong
Maliyah diantara umat, 2) mengurangi kesenjangan social 3) mengatasi
kebutuhan dana akibat adanya bencana alam atau social, 4) menyediakan
dana yang siap digunakan oleh mustakhiq untuk menyambung hidup.
20
2. Perbedaan zakat dan Pajak
Perbedaan antara zakat dan pajak adalah sebagai berikut:
a. Dari segi nama dan etikanya. Zakat memiliki konotasi nama pembersihan
jiwa dari sifat jelek terhadap harta dan pembersihan harta dari hak
mustahik yang dititipkan Allah kepada muzaki. Pajak memiliki konotasi
sebagai upeti yang dipaksanakan oleh pihak tertentu.
b. Hakekat dan tujuan. Zakat hakekatnya ibadah untuk mendekatka diri
dengan Allah dan perwujudan rasa syukur kepada-Nya. Pajak tidak
bernilai ibadah. Masing – masing memiliki aturan masing – masing.
c. Batas nisab dan ketentuannya. Nisab telah ditentukan oleh wahyu,
sehingga tidak patut untuk dirubah. Nisab dan ketentuan pajak adalah
kebijakan penguasa. Objek pajak, prosentase pajaknya dan ketentuan –
ketentuan teknisnya menyesuaikan kebutuhan dan bisa diubah kapan
saja.
d. Kelestarian dan kelangsungannya. Zakat bersifat kekal karena termasuk
syari’at Islam. Ia tidak bisa dirubah menjadi tidak wajib oleh manusia.
Zakat akan senantiasa ada sepanjang orang – orang yang hidup didunia
memenuhi syarat sebagai muzaki. Pajak tidak ada jaminan terus ada.
Penguassa atau pemerintah bisa saja meniadakan pajak tertentu atau
bahkan meniadakan penarikan pajak manakala pajak tidak diperlukan
lagi.
e. Penerimanya. Zakat memiliki mustahik yang jelas ditunjuk oleh wahyu.
Orientasinya untuk penguatan misi kemanusiaan dan penguatan Islam.
Pajak digunakan untuk membiayai anggaran belanja negara yang tidak
selalu berkaitan dengan kemanusiaan secara langsung apalagi keIslaman.
f. Peran penguasa. Para penguasa sangat kuat sedangkan zakat tidak selalu
terkait dengan penguasa.
g. Maksud dan tujuan. Tujuan zakat adalah membangun spiritual dan
moralitas umat Islam dalam membelanjakan harta. Zakat memiliki tujuan
untuk mensucikan jiwa dan membersihkan harta dari hak – hak
mustakhiq yang melekat pada harta muzaki. Tujuan pajak masih seputar

21
memenuhi kas negara. Tujuan pajak paling tinggi hanya mewujudkan
keadilan, tidak sampai mensucikan jiwa muzaki.
h. Objek dan persentase serta pemanfaatannya. Objek dan persentase zakat
dikenal dengan mal zakawi emas dan perak memiliki nisab awal 94gram
(sesuai instruksi menteri agama RI tahun 1991) kadarnya 2,5%. Padi
memiliki nisab awal 750kg beras kadar zakatnya 5% atau 10%.
Pemanfaatannya juga tetap yaitu 8 kelompok yang telah disebut oleh
Surat At-Taubah ayat 60. Hal tersebut berbeda dengan pajak. Objek dan
presentase pajak ditentukan oleh peraturan. Pajak menurut sifatnya ada 6,
yaitu:
1) Pajak pribadi. Pertimbangan pajak meilihat objek (hartanya)
2) Pajak kebendaan. Pertimbangan pajak melihat objek (hartanya)
3) Pajak atas kekayaan objek pajaknya adalah kekayaan seseorang dan
badan hokum.
4) Pajak atas pertambahan kekayaan. Pajak ini dikenakkan kepada
seserang yang hartanya mengalami pertumbuhan.
5) Pajak konsumsi. Pajak ini dikenakan kepada seseorang karena
menikmati sesuatu.
6) Pajak yang menambah biaya produksi. Objek pajak di Indonesia
berbeda dengan objek pajak zakat karena zakat hanya mengenal zakat
mal dan fitrah sedangkan pajak bisa lebih dari dua model tersebut.
Pajak dapat digunakan untuk membiayai anggaran negara dan tidak
ada keharusan berkaitan dengan agama. Para pemikir zakat di
Indonesia lebih banyak yang setuju pemisahan zakat dan pajak. Zakat
tidak tepat masuk APBN. Umumnya mereka meletakkan zakat dan
pajak dalam ranahnya masing-masing umat islam memiliki
kesempatan yang besar untuk menata zakat menjadi kekuatan fiskal
umat Islam di Indonesia yang bisa digunakan untuk membiayai
perjuangan umat Islam menjadi lebih baik. Pandangan diatas masih

22
stermasuk positif. Para pemikir mendukung adanya pajak bagi umat
Islam setelah ada kewajiban zakat.82
D. Pendapat Ulama tentang Hubungan Zakat dan Pajak
Beberapa pendapat mengenai hubungan zakat dan pajak adalah sebagai
berikut:83
1. Zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara
Pendapat ini dikemukakan oleh Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqh
Az-Zakah. Menurutnya, zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang sama –
sama wajib atas diri kaum muslim.
2. Zakat adalah kewajiban terhadap agama, dan pajak adalah kewajiban
terhadap negara
3. Pendapat ini dikemukakan oleh Gazy Inayah dalam kitabnya Al- Iqtisgad Al
– Islami Az-Zakah wa Ad- Dharibah. Kelompok ini berpendapat bahwa ada
pemisah kekuasaan antara tuhan dan raja, dimana zakat merupakan hak
Allah SWT dan pajak adalah hak raja (negara).
4. Zakat alah roh dan pajak adalah badannya. Roh dan badan tidak mungkin
dipisahkan.
5. Pendapat ini dikemukakan oleh Drs. Masdar F Mas’udi dalam bukunya
Agama Keadilan, Risalah Zakat (pajak) dalam Islam, yang meyebutkan
bahwa pajak itulah zakat. menurut beliau, zakat adalah landasan teorinya
sedangkan praktik sebenarnya adalah pajak. Pajak dengan roh zakat, adalah
konsep yang pernah diterapkan oleh Rasululloh.84

E. Mekanisme Penerapan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak


Orang Pribadi

82
Nur Fatoni, M. Ag, Fikih Zakat Indonesia, Semarang, CV. Karya Abadi Jaya, 2015, h.
15 - 19
Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011) h. 186
83

Taufik Hidayat, Menimbang Pemikiran Masdar Farid Mas’udi Tentang Double Taxs
84

(Zakat dan Pajak), e-conomica Vo. IV, Edisi 2, Semarang: IAIN Waliosngo Semarang, 2013, h.
81.

23
Syarat formal agar zakat dapat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada
pajak penghasilan adalah:85
1. Penghasilan atau harta yang dibayarkan zakatnya merupakan objek pajak,
sebagaimana definisi objek pajak pada pasal 4 ayat (1) Undang – Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.86
2. Harta atau penghasilan tersebut dimiliki dan dibayarkan oleh pemeluk
agama Islam, diatur dalam beberapa peraturan antara lain berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 201087 pasal 1 ayat (1) huruf a
tentang zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto. Selanjutnya berdasarkan Peraturan
Menteri Nomor 254/PMK.03/201088 Pasal 1 ayat (1) huruf a dan
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -6/PJ/2011
pasal 1 huruf a.89
3. Dibayarkan kepada Amil Zakat yang disahkan sesuai dengan undang –
undang tentang pengelolaan zakat. yang diatur dalam beberapa peraturan
antara lain: Berdasarkan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9
ayat (1) huruf g,90 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 pasal 2,91
Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER -33/PJ/2011 pasal 1. 92 Mengenai
badan amil zakat dan lembaga yang dibentuk Pemerintah diatur pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -15/PJ/2012 yang diganti

85
Selfiana Ferida Lubis, Analisis Yuridis Terhadap Pembayaran Zakat Dalam
Pengadaan Pajak Penghasilan, Jurnal, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2014.
86
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan .
87
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau
Sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
88
Peraturan Menteri Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau
Sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
89
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -6/PJ/2011 Pasal 1 huruf a tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan
Keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
90
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
91
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan
termasuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dikecualikan dari objek
pajak penghasilan.
92
Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER – 33/PJ/2011 tentang badan / lembaga yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnta wajib yang dapat dikutangkan dari penghasilan bruto.

24
menjadi PER -11/PJ/201793 tentang Badan/Lembaga yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
4. Harta atau penghasilan yang merupakan objek pajak tersebut tidak dikenai
pajak yang bersifat final.
5. Besarnya presentase yang boleh dikreditkan adalah sebesar kadar zakat
yang berlaku dalam peraturan agama Islam yaitu berdasarkan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 yang mengatur tentang
zakat penghasilan menyebutkan kadar zakat penghasilan adalah 2,5% juga
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor -163/PJ/2003 pasal
1 ayat (3)94 yang menyebutkan besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak adalah 2,5% dari jumlah penghasilan.
6. Harus ada bukti dari Amil zakat. Setiap wajib pajak (WP) sekaligus muzaki
yang membayarkan zakatnya melalui BAZNAS akan mendapat Nomor
Pokok Wajib Zakat (NPWZ). Dengan melakukan pembayaran zakat, maka
Badan Amil Zakat akan memberikan bukti setor zakat (BSZ) kepada wajib
zakat sesuai dengan jumlah zakat yang dibayarkan kepada BAZNAS. Bukti
Setoran Zakat (BSZ) merupakan salah satu syarat yang harus ada ketika
wajib zakat akan melakukan pembayaran pajak agar mendapat
pengurangan pembayaran pajak penghasilan. Hal ini didukung dengan
adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010
menyebutkan “zakat atau sumbangan keagamaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 ayat (1) yang dikurangkan dari penghasilan bruto oleh
pemberi zakat atau sumbangan keagamaan harus didukung bukti – bukti
yang sah”.95

93
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 11/PJ/2017 tentang badan/lembaga
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah yan ditetapkan sebagai penerima zakat atau
sumbagan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
94
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP -163/PJ/2003 tentang perlakuan zakat
atas penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak pajak penghasilan.
95
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang tata cara pembebanan
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.

25
Bukti Setor Zakat (BSZ) tersebut dapat dijadikan bukti yang sah yang dapat
dilampirkan pada SPT (surat Pemberitahuan) Tahunan Pajak Penghasilan
sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada pajak penghasilan harus
memenuhi syarat yang terdapat dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER -6/PJ/2011 pasal 296 sebagai berikut:
a) Wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 1,
wajib melampirkan foto kopi bukti pembayaran pada surat
pemberitahuan (SPT) Tahunan97 Pajak Penghasilan Tahun Pajak
dilakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib.
b) Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1) Dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui
transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) dan
2) Paling sedikit memuat:
a. Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)
b. Jumlah pembayaran
c. Tanggal Pembayaran
d. Nama badan amil zakat, lembaga amil zakat atau lembag
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
e. Tanda tangan petugas badan amil zakat, lembaga amil zakat
atau lembag keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, dibukti pembayaran apabila pembayaran secara
langsung atau

96
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -6/PJ/2011 tentang pelaksanaan
pembayaran dan pembuatan bukti pembayaran atas zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
97
SPT Tahunan adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak dalam melaporkan
perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan Peraturan dan perundang-Undangan Pajak dalam suatu tahun
pajak atau bagian tahun pajak.

26
f. Validasi petugas bank pada bukti pembayaran melalui transfer
rekening bank.

27

Anda mungkin juga menyukai