Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Zakat dalam Perspektif Islam.

1. Definisi zakat.

Zakat menurut bahasa artinya suci, tumbuh dengan subur, bersih dan berkah,

hal itu sesuai dengan manfaat zakat bagi muzakki (yang berzakat) maupun bagi

mustahiq penerima zakat. bagi Muzakki zakat berarti membersihkan hartanya dari

hak-hak Mustahiq (yang menerima zakat), khususnya para fakir miskin. Selain itu,

zakat juga membersihkan jiwa dari sifat tercela seperti kikir, tamak, serta

sombong sedangkan bagi Mustahiq, zakat membersihkan jiwa dari iri hati dan

dengki.22

Zakat menurut terminologi adalah sejumlah harata tertentu yang diwajibkan

oleh Allah SWT untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat

(mustahiq) yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Selain itu, bisa juga berarti

sejumlah harta dari harta tertentu yang diberikan kepada orang yang berhak

menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.23

Zakat adalah kewajiban seorang Muslim untuk mengeluarkan nilai bersih

dari kekayaannya yang tidak melebihi satu Nisab, diberikn kepada Mustahik
24
dengan beberapa syarat yang telah ditentukan Didin Hafidhuddin

mendefinisikan zakat yaitu bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang

22
Syamsuar, Zakat Bagi Pengusaha: Solusi Pemberdayaan Ekonomi Umat, Disampaikan
pada Kegiatan Sosialisasi Zakat kepada Pengusaha Tahun 2013 di Kabupaten Aceh Barat
(Meulaboh: STAIN Teungku Dirundeng, 2013), h. 2.
23
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Litera Antar Nusa dan Mizan, 1996), h. 36.
24
Abd Al-Rahman Al-Jaziry, Al-Fiqh ‘Ala Al-Mazahibal-Arba’ah, Jilid 1, (Beirut: Dar
Al-Fikr, 1990), H. 590.

10
11

Allah mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak

menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.25

Berdasarkan berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

zakat merupakan bagian harta yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada

orang-orang yang berhak, agar tercipta kesejahteraan ekonomi bagi umat Islam.

2. Dasar Hukum Zakat.

Sebagai salah satu rukun Islam, Allah sering menyebutkan mengenai

kewajiban zakat tersebut di dalam al-Qur’an. Diantaranya yaitu firman Allah

dalam surat Al-Baqarah ayat 43 dan surat At-Taubah ayat 103 menyebutkan:

َ‫ﺼﻠ َٰﻮةَ َوءَاﺗُﻮا۟ ٱﻟ ﱠﺰﻛ َٰﻮةَ َوٱرْ َﻛﻌُﻮا۟ َﻣ َﻊ ٱﻟ ﱠٰﺮﻛِﻌِ ﯿﻦ‬


‫َوأَﻗِﯿﻤُﻮا۟ ٱﻟ ﱠ‬

Artinya: dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama
orang orang yang rukuk (Q.S. Al-Baqarah: 43).26

ۗ ‫ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮭ ْﻢ ۖ إِنﱠ ﺻ ََﻼﺗَﻚَ َﺳﻜَﻦٌ ﻟَﮭُ ْﻢ‬


َ َ‫ﺻ َﺪﻗَﺔً ﺗُﻄَﮭﱢ ُﺮھُ ْﻢ وَ ﺗُ َﺰﻛﱢﯿ ِﮭ ْﻢ ﺑِﮭَﺎ و‬
َ ‫ُﺧ ْﺬ ﻣِﻦْ أَ ْﻣ َﻮاﻟِ ِﮭ ْﻢ‬

‫ﷲُ َﺳﻤِﯿ ٌﻊ َﻋﻠِﯿ ٌﻢ‬


‫َو ﱠ‬

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.

25
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: GemaInsani Press,
2002), h. 7.
26
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: Mizan Media Utama,
2011), h. 8.
12

Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. At-


Taubah:103)27

Disamping ayat al-quran ada juga hadist menjelaskan masalah kewajian zakat.

ُ‫ﺿ َﻲ ﷲُ َﻋ ْﻨﮭُ َﻤﺎ ﻗَﻞَ َﺳ ِﻤ ْﻌﺖ‬


ِ ‫ب َر‬
ِ َ‫َﻋﻦْ اَﺑِﻲْ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤﻦِ َﻋ ْﺒ ِﺪﷲِ ﺑِﻦْ ُﻋ َﻤ َﺮ ْﺑﻦِ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ‬

‫ َﺷﮭَﺎ َد ِة أَنْ َﻻإِﻟَﮫَ إِ ﱠﻻ‬: ‫ﺲ‬ ِ ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲِ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَﻘُﻮْ ُل ﺑُ ْﻨ َﻲ‬
ٍ ‫اﻹ ْﺳ َﻼ ُم َﻋﻠَﻰ َﺧ ْﻤ‬ َ ِ‫ﺻﻮْ ُل ﷲ‬
ُ ‫َر‬

، َ‫ﻀﺎن‬
َ ‫ﺻﻮْ مِ َر َﻣ‬ ِ ‫ﺼ َﻼ ِة َوإِ ْﯾﺘَﺎ ِءاﻟ ﱠﺰ َﻛﺎ ِة وَ َﺣ ﱢﺞ ا ْﻟﺒَ ْﯿ‬
َ ‫ﺖ َو‬ ‫ﷲُ َوأَنﱠ ُﻣﺤَ ﱠﻤ ًﺪا َر ُﺳﻮْ ُل ﷲِ َوإِﻗَﺎمِ اﻟ ﱠ‬

.(‫)روه اﻟﺒﺨﺮي وﻣﺴﻠﻢ‬

Artinya: “Dari Abdul Rahman Abdullah bin Umar bin Khattabra, berkata
akumendengar Rasulullah Saw Bersabda; “Islam dibangun atas lima
perkara:bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah
melainkan Allahdan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan
shalat;menunaikanzakat;menunaikan haji; dan berpuasa di bulan
ramadhan.” (Hadis Riwayat Bukhori dan Muslim).”28

‫ ﺗُﺆ َﺧ ُﺬ ﻣِﻦ أﻏﻨﯿﺎﺋِﮭﻢ ﻓﺘﺮ ﱡد ﻋﻠﻰ‬،‫أ ْﻋﻠِﻤْﮭﻢ أنﱠ ﷲَ اﻓﺘَ َﺮض ﻋﻠﯿﮭﻢ ﺻﺪﻗﺔً ﻓﻲ أﻣﻮاﻟِﮭﻢ‬

‫ﻓُﻘﺮاﺋِﮭﻢ‬

Artinya: “Ajarkan mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk menunaikan


zakat pada harta mereka yang diambil dari kalangan yang kaya untuk
dikembalikan kepada kalangan yang miskin” (HR. al-Bukhari: 1395 dan
Muslim: 19).”29

27
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya…h. 204.
28
Mustafa Dieb Al-Buqha dan Muhyiddin Mistu, Syarah Hadis Arba’in Imam An-
Nawawi, (Jakarta: Qisthi Pres, 2014), h. 19.
29
M. Nuruddin, Transformasi Hadis-Hadis Zakat Dalam Mewujudkan Ketangguhan
Ekonomi Pada Era Modern, Jurnal Zakat Dan Wakaf, Vol. 1, No. 2, Desember 2014, diakses
melalui situs: https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Ziswaf/article/viewFile/1489/1367
13

Tujuan hukum Islam adalah kebahagian hidup manusia di dunia ini dan di

akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah

atau menolak yang mudarat, salah satunya dengan melaksanakan zakat. 30 Zakat

merupakan salah satu rukun Islam, dari rukun Islam yang lima. Di mana zakat

berada pada urutan yang ketiga setelah sholat. Bahkan karena keutamaannya

hampir semua perintah dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang sholat selalu

dibarengi dengan zakat.

Nabi Saw telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah

menjelaskannya kedudukannya di dalam Islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah

satu rukun Islam yang utama, dipujinya orang-orang yang melaksanakan dan

diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara.

3. Macam-macam Zakat.

Zakat yang dikenal dalam Islam secara garis besar dikategorikan menjadi

dua bentuk yaitu:

a. Zakat Fitrah.

. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan seorang muslim

menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar zakat ini setara dengan

2,5 kg makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.31

30
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 61.
31
Abdul al-Hamid, Mahmud al-Ba’Iy, Ekonomi Zakat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1991), h. 3.
14

Berikut adalah syarat yang menyebabkan wajib membayar zakat fitrah:32

1) Individu yang
2) Memeluk Islam sebelum mempunyai kelebihan makanan atau hartanya
dari keperluan tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.
3) Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir bulan Ramadhan dan
hidup selepas terbenam matahari.
4) terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan dan tetap dalam
Islamnya.
5) Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari akhir Ramadhan.

b. Zakat mal (harta)

Zakat mal adalah zakat kekayaan yang harus dikeluarkan dalam jangka

waktu setahu nsekali yang sudah memenuh inishab, mencakup hasil

perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan,

emas dan perak, serta hasil kerja (profesi). 33 Mâl berasal dari bahasa

Arab yang secara harfiah berarti 'harta'. Harta yang akan dikeluarkan

sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:34

1) Milik Penuh, yakni harta tersebut merupakan milik penuh individu yang
akan mengeluarkan zakat;
2) Berkembang, yakni harta tersebut memiliki potensi untuk berkembang
bila diusahakan;
3) Mencapai nisab, yakni harta tersebut telah mencapai ukuran/jumlah
tertentu sesuai dengan ketetapan, harta yang tidak mencapai nishab tidak
wajib dizakatkan dan dianjurkan untuk berinfaq atau bersedekah;
4) Lebih dari kebutuhan pokok, orang yang berzakat hendaklah kebutuhan
minimal/ pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu;
5) Bebas dari hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan
ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nis}ab, dan
akan dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari
kewajiban zakat;

32
Syamsuar, Zakat Bagi Pengusaha: Solusi Pemberdayaan Ekonomi Umat, Disampaikan
pada Kegiatan Sosialisasi Zakat kepada Pengusaha Tahun 2013 di Kabupaten Aceh Bara, h. 4
33
Hikmat kurnia dan A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat Harta Berkah, Pahala
Bertambah Plus Cara & Mudah Menghitung Zakat, (Jakarta: Qultum Media, 2008), h.141.
34
Syamsuar, Zakat Bagi Pengusaha: Solusi Pemberdayaan Ekonomi Umat,
Disampaikan pada Kegiatan Sosialisasi Zakat kepada Pengusaha Tahun 2013 di Kabupaten Aceh
Bara, h. 5.
15

6) Berlalu Satu Tahun (al-haul), kepemilikan harta tersebut telah mencapai


satu tahun khusus untuk ternak, harta simpanan dan harta perniagaan.
Hasil pertanian, buah-buahan dan rikâz (barang temuan) tidak memiliki
syarat haul.

4. Syarat Sahnya Zakat.

Syarat-syarat sahnya zakat sebagai berikut:35

a. Niat, para fuqoha bersepakat bahwasannya niat adalah salah satu syarat
membayar zakat, demi membedakan dari kafarat dan sadaqah-sadaqah
yang lain.
b. Memberi kepemilikan. Disyariatkan pemberian hak kepemilikan demi
keabsahan pelaksanaan zakat. Yakni dengan memberikan zakat kepada
orang orang yang berhak.

5. Golongan Yang BerhakMenerima Zakat.

Penerima zakat adalah orang-orang yang berhak menerima harta zakat

(mustahik) dapat diperinci menjadi delapan golongan menurut ketentuan Al-

Qur'an surat At-Taubah ayat 60 yang berbunyi :

‫ﻋ ﻠ َ ﯿ ْ ﮭ َﺎ َو ا ﻟ ْ ﻤُ َﺆ ﻟ ﱠ ﻔ َ ﺔِ ﻗ ُﻠ ُﻮ ﺑ ُﮭ ُ ْﻢ‬
َ َ‫ﺴ ﺎ ﻛ ِﯿ ِﻦ َو ا ﻟ ْ َﻌ ﺎ ِﻣ ﻠ ِﯿﻦ‬
َ ‫ت ﻟ ِ ﻠ ْ ﻔ ُﻘ َ َﺮ ا ِء َو ا ﻟ ْ َﻤ‬
ُ ‫ﺼ َﺪ ﻗ َﺎ‬
‫إ ِﻧ ﱠ َﻤ ﺎ اﻟ ﱠ‬
ۗ ِ‫ﷲ‬
‫ﻀ ﺔ ً ِﻣ َﻦ ﱠ‬
َ ‫ﷲ ِ َو ا ﺑ ْ ِﻦ اﻟ ﺴﱠ ﺒ ِﯿ ِﻞ ۖ ﻓ َ ﺮ ِﯾ‬
‫ﺳ ﺒ ِﯿ ِﻞ ﱠ‬
َ ‫َو ﻓ ِﻲ اﻟ ﱢﺮ ﻗ َﺎ ب ِ َو ا ﻟ ْ َﻐ ﺎ رِ ِﻣ ﯿ َﻦ َو ﻓ ِﻲ‬
ٌ‫ﻋ ﻠ ِﯿ ﻢٌ َﺣ ﻜ ِﯿ ﻢ‬
َ ُ ‫َو ﷲﱠ‬
Artinya:
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya untuk memerdekan budak, orang-orang yang
berhutang untuk jalan Allah dan orangorang yang sedang dalam
melakukan perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".36

35
Wahbah Az- Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Alih Bahasa Oleh Abdul Hayyie Al
Kattani, Cet. 1, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 182.
36
Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2006),h.
37.
16

Kelompok penrima zakat (mustahiqal-zakat) ada delapan diantaranya yaitu:

a. Orang fakir (al-Fuqara’).

Ada perbedaan antara orang fakir dan orang miskin. Fuqara adalah

mereka yang mempunyai harta sedikit kurang dari satu nisab. Fakir

merupakan lawan kata dari orang kaya, yaitu sesuatu yang dibutuhkan

kepada hajat manusia atau tidak ada baginya sesuatu yang memadai.37 Fakir

adalah sebutan bagi orang yang tidak mempunyai harta dan usaha sehingga

dia menjalani kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut

Fiqh Hanafi, fakir adalah orang yang memiliki harta tetapi tidak sampai satu

nisab, atau ia memiliki harta satu nisab, tetapi tidak dapat memenuhi

kebutuhannya. 38 Jadi yang tergolong kepada fakir yaitu orang yang tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhannya secara memadai. Adapun kebutuhan

tersebut termasuk di dalamnya pada kebutuhan sandang (pakaian), papan

(tempattinggal) dan pangan (makanan).

b. Orang miskin (al-Masakin).

Miskin ialah orang yang dikatagorikan kepada orang yang kurangmampu

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari meskipun dia memiliki

pekerjaan, tetapi dengan penghasilan yang dimilikinya tidak dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka wajarlah fakir dan miskin mendapat

perhatian khusus dalam Islam sebagai orang yang berhak menerima zakat.

37
Louis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lugahwa Al-Alam,(Beirut: Dar Al-Masyruq, 1982),
H.590.
38
Ibn Abidin, Radd Al-Mukhtar, Jilid 2, (Mesir: Mustafa Al-Babiy Al-Halaby, 1966),
H.339.
17

Dan, mereka diberi bagian dari zakat yang dapat menutupi kekurangan

dalam memenuhi kebutuhan mereka selama satu tahun.39

Dalam hal orang fakir dan miskin sebagai penerima zakat, lebih tegas lagi

Yusuf Qardhawi mengatakan yaitu “ Fakir dan Miskin merupakan

kelompok yang harus diutamakan dalam pembagian zakat, bahkan

Rasulullah saw tidak menyebutkan kelompok lainnya, kecuali fakir miskin

tersebut, karena merekalah sasaran utamanya, sebagaimana perintah Rasul

Saw. Kepada Mu’az bin Jabal ketika ia ditugaskan keYaman, agar

memungut zakat dari orang-orang kaya dikalangan mereka, yang kemudian

harus dibagikan kepada orang-orang fakir dan miskin dikalangan mereka.40

c. Panitia zakat (al-‘Amil).

Amil adalah orang yang ditunjuk pemerintah untuk mengumpulkan zakat

dan membaginya kepada yang berhak.

Yang dimaksud dengan mengumpulkan zakat di sini tidak hanya sekedar

mengumpulkannya saja, melainkan juga bertindak sebagai pengatur

administrasi pembukuan, baik mengenai penerimaan maupun pembagian.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Qurtuby bahwa Amil adalah orang-

orang yang ditugaskan oleh pemerintah untuk mengambil, menuliskan,

menghitung dan mencatat zakat yang diambil dari para Muzakki untuk

39
Shaleh Al- Fuzan, Fiqih Sehari-Hari, Alih Bahasa Oleh Abdul Hayyie Al
Khatanidkk,Cet. 1, (Depok: Gemma Insani Press, 2005), H. 280.
40
Umar Fannani, Problema kemiskinan Dan Apakonsep Islam, (Surabaya: Bina
Ilmu,1977), H.109.
18

kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanyA. 41 Untuk saat ini,

sudah berkembang BAZ/LAZ yang tersebar disetiap daerah.

d. Mu’allaf yang perlu ditundukkan hatinya.

Menurut Al-Qurtuby bahwasanya yang dikatagorikan muallaf ada 4

macam yaitu:42

1) Muallaf ialah orang yang sudah masuk Islam tetapi niatnya atau imannya
masih lemah, maka diperkuat dengan memberikan zakat.
2) Orang yang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dengan harapan
kawan-kawan tertarik masuk Islam.
3) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kaum kafir
disampingnya Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang
membangkang membayar zakat.

Dalam pendapat lain disebutkan bahwa Muallafah Qulubuhum (orang

yang dilunakkan hatinya) yang dimaksud pada surat at-Taubahayat 60 itu

menurut Sayyid Sabiq yaitu sekelompok orang yang dibujuk hatinya agar

bergabung kepada Islam atau tetap padanya, atau agar mereka menahan diri

dari melakukan kejahatan terhadap orang-orang Islam, atau orang-orang

yang jasanya diharapkan untuk membantu dan membela kaum muslimin.43

Orang- orang Muallaf yaitu golongan yang diusahakan merangkul dan

menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan

belum mantapnya keimanan mereka, atau buatmenolak bencana yang

mungkin mereka lakukan terhadap kaum muslimin, dan mengambil

keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Para

Fukaha membagi mereka atas golongan muslimin dan kafir.

41
Al-Qurtuby, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Jilid 7-8, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
‘Ilmiyah, 1993), h.112-113.
42 42
Al-Qurtuby, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qurar’an…, h.82-83.
43
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Dar Al-Fath, 2004), H. 96.
19

e. Orang yang memerdekakan budak (Fir Qab).

Riqab artinya mukatab yaitu orang-orang yang memerdekakan budak

atau budak belian yang diberi kebebasan usaha mengumpulkan kekayaan

agar dapat menebus dirinya untuk merdeka. Dalam hal ini ada syarat,

bahwa yang menguasai atau memilikinya sebagai budak belian itu bukan si

muzakki sendiri, sebab jika demikan maka uang zakat itu akan kembali

kepadanya saja.

Menurut Jumhur Ahli Tafsir, mereka adalah budak yang berstatus

sebagai mukatab, mereka diberi bagian zakat untuk mengentaskan mereka

dari sistem perbudakan. 44 Dengan kata lain, dana zakat yang diberikan

kepada golongan ini adalah untuk usaha membebaskan budak Mukatab

baik untuk membeli budak atau mengentaskannya, atau diberikan kepada

seseorang budak yang telah mendapatkan Jaminan dari tuannya untuk

melepaskan dirinya dengan membayar harta yang ditentukan.45

f. Orang-orang yang berutang (Al Gharim).

Gharimin yaitu orang-orang yang berhutang bukan untuk maksiat, yang

kemudian tidak punya sesuatu untuk dibayarkannya. Mujahid

memasukkan Asnaf Garimin bagi orang terbakar rumahnya atau

kenamusibah yang menghabiskan harta bendanya.46

44
Ibnu Yahya Muhammad Ibn Sumadih At- Tujiby, Mukhtasar Tafsir At-Thabari, (Mesir:
Al-Hai’ah Al-Muriyah Al-Ammah, 1970), H.113.
45
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya, Jilid 4,(Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf UII, 1992), H.168.
46
Ibnu Yahya Muhammad Ibn Sumadih At- Tujiby, Mukhtasar Tafsir At-Thabari…,
H.115.
20

g. Orang yang sedang dalam perjalanan (Fi Sabilillah).

Sabilillah adalah orang yang berjalan pada jalan Allah47. Pada zaman

ini bagian yang paling penting dari Sabilillah ialah guna membiayai pada

propogandis Islam dan mengirim mereka ke Negara-negara non Islam

guna penyiaran agama Islam oleh lembaga-lembaga Islam yang cukup

teratur. Termasuk Sabilillah ialah menafkahkan pada guru-guru sekolah

yang mengajar ilmu syariat dan ilmu-ilmu yang diperlukan oleh

masyarakat umum. 48 Dalam pengertian lain, disebutkan bahwa Sabilillah

segala jalan untuk menolong agama Allah, termasuk di dalamnya sarana-

sarana untuk menegakkan agama Allah.49

h. Ibnu Sabil.

Ibnu Sabil bisa jadi ia termasuk orang yang kaya maupun termasuk

orang yang tidak mampu perekonomiannya, yang jelas ketika dalam

perjalanan ia kehabisan bekal sebelumsampai ketempat tujuannya.50 Ibnu

Sabil yaitu orang yang sedang dalam perjalanan, bukan bepergian untuk

maksiat. Ia diberi zakat sekedar untuk sampai pada tujuan yang dimaksud,

atau sampai ketempat dimana ia menyimpan harta benda.51

47
Shaleh Al- Fuzan, Fiqih Sehari-Hari, Alih Bahasa Oleh Abdul Hayyie Al-Khatanidkk,
Cet. 1, (Depok: Gemma Insani Press, 2005), H. 281.
48
Muhammad Jamaluddin Al-Qasimy, Mahasin At-Ta’wil, Jilid 8, (Mesir: Isa Bab Al-
Halabi, 1598), H.85.
49
Ibnu Yahya Muhammad Ibn Sumadih At- Tujiby, Mukhtasar Tafsir At-Thabari…,
H.114.
50
Ibnu Yahya Muhammad Ibn Sumadih At- Tujiby, Mukhtasar Tafsir At-Thabari…, H.
251.
51
Ibnu Yahya Muhammad Ibn Sumadih At- Tujiby, Mukhtasar Tafsir At-Thabari…,
H.112.
21

B. Tujuan Dan Fungsi Zakat.

1. Tujuan Zakat.

Tujuan yang ingin dicapai oleh Islam di balik kewajiban zakat, adalah

sebagai berikut:52

a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan


hidup dan penderitaan.
b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh Gharim, Ibnus
Sabil, dan Mustahik dan lain-lainnya.
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesame umat Islam dan
manusia pada umumnya.
d. Menghilangkan sifat kikir dan atau laba pemilik harta kekayaan.
e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-
orang miskin.
f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam
suatu masyarakat.
g. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang, terutama
pada mereka yang mempunyai harta.
h. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
i. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

Adapun tujuan pengelolaan zakat ialah sebagaiberikut:

a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan Zakat sesuai


dengan tuntunan agama.
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejah teraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatkan hasil guna dan dayaguna Zakat.53
Adapun tujuan pengelolaan zakat ialah sebagai berikut:54

a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menemukan zakat sesui


dengan ketentuan agama.
b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata kegiatan dalam upaya
menghujukan kesejahteraan masyarakat.
c. Meninkatkan hasil guna dan dayaguna zakat.

52
Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT. Grasindo, 2006), h.
13-14.
53
Soemitro Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta: Kencana, 2010), h.
410.
54
Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h.
45.
22

2. Fungsi Zakat.

Fungsin zakat antaralain sebagai berikut:

a. Menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa, menumbuhkan akhlak mulia

menjadi murah hati, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, dan mengikis

sifat Bakhil (kikir), serta serakah sehingga dapat merasakan ketenangan

batin, karena terbebas dari tuntutan Allah dan tuntutan kewajiban ke

masyarakat. 55

b. Menolong, membina, dan membangun kaum yang lemah untuk memenuhi

kebutuhan pokok hidupnya, sehingga mereka dapat melaksanakan

kewajiban-kewajibannya terhadap Allah SWT.

c. Memberantas penyakit iri hati dan dengki yang biasanya muncul ketika

melihat orang-orang di sekitarnya penuh dengan kemewahan, sedangkan ia

sendiri tak punya apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang

kaya) kepadanya.

d. Menuju terwujudnya sistem masyarakat Islam yang berdiri di atas prinsip

umat yang satu (Ummatan Wahidatan), persamaan derajat, hak, dan

kewajiban (Musawah), persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiah), dan

tanggung jawab bersama (Takaful Ijtimai).

e. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan adanya

hubungan seseorang dengan yang lainnya rukun, damai, dan harmonis,

sehingga tercipta ketentraman dan kedamaian lahir dan batin. 56

55
Elsi Kartika Sari, PengantarHukum Zakat dan Wakaf…, h. 13.
56
Elsi Kartika Sari, PengantarHukum Zakat dan Wakaf…, h.14.
23

C. Baitul Mal Sebagai Lembaga Pengutip Zakat.

1. Pengertian Baitul Mal.

Baitul Mal berasal dari dua kata dalam bahasa Arab, yaitu “Bata – Yabitu –

Baytan yang artinya rumah atau tempat tinggal, dan Mala – Yamulu –

Mawlun/Malun yang artinya harta.57Jadi secara etimologis, Baitul Mal berarti

rumah untuk meletakkan, mengumpulkan atau menyimpan harta. Adapun

secara terminologis, Abdul QadimZallumdalamkitabnya.58

Al-Amwaal Fi Daulah Al Khilafah menjelaskan, bahwa Baitul Mal adalah

suatu lembaga atau pihak (Al-Jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani

segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran Negara. 59

Baitul Mal juga dapat diartikan secara fisik sebagai tempat untuk menyimpan

dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.

2. Sejarah Berdirinya Baitul Mal

Dalam negara Islam, tampak kekuasaan dipandang sebagai sebuah amanah

yang harus dilaksanakan sesuai dengan perintah Al-Quran. Hal ini telah

dipraktikan oleh Rasulullah saw. Sebagai seorang kepala negara secara baik

dan benar. Ia tidak menganggap dirinya sebagai seorang raja atau pemerintah

dari suatu negara, tetapi sebagai orang yang diberikana manah untuk mengatur

urusan negara. Sejatinya Baitul Mal sudah berdiri sejak masa Rasulullah SAW,

namun belum terbentuk dalam suatu lembaga yang mempunyai tempat khusus

yang resmi.

57
Firdaus Al-Hisyam, Kamus Lengkap 3 Bahasa Arab Indonesia Inggris, (Surabaya:
Gitamedia Press, 2006), h. 104.
58
Firdaus Al-Hisyam, Kamus Lengkap 3 Bahasa Arab Indonesia Inggris..., h. 580.
59
Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal Fi Daulatial-Khilafah, (Beirut: Dar Al-‘Ilmi Lial-
Malayin, 1983), H. 15.
24

Pada masa pemerintahan Rasulullah, Baitul Mal terletak di Masjid Nabawi

yang ketika itu digunakan sebagai kantor pusat negara yang sekaligus berfungsi

sebagai tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta

perbendaharaan negara tidak di simpan di Baitul Mal. Sesuai dengan alamnya,

binatang-binatang tersebut ditempatkan dipadang terbuka.60

Baitul Mal merupakan lembagakeuangan pertama yang ada pada zaman

Rasulullah. Lembaga ini pertama kali hanya berfungsi untuk menyimpan harta

kekayaan negara dari zakat, infak, sedekah, pajak dan harta rampasan perang.

Harta yang merupakan sumber pendapatan negara di simpan di masjid

dalam waktu singkat untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat

hingga tidak tersisa sedikit pun. Pada perkembangan berikutnya, institusi ini

memainkan peran yang sangat penting dalam bidang keuangan dana

dministrasi negara, terutama pada masa pemerintahan Al-Khulafa Al-Rasyidin.

Seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa

pemerintahann Umar Ibn Khattab, pendapatan negara mengalami peningkatan

yang sangat signifikan. Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk

mengelolanya agar dapat dimanfaatkan secarabenar, efektif dan efisien.61

Umar bin khatab melakukan sedikit perubahan dalam mengatur administrasi

pemasukan negara. Terkait dengan masalah pajak, Umar membagi Warga

Negara menjadi dua bagian. Bagian pertama warga negara Muslim dan bagian

kedua W Warga Negara non muslim yang damai (zimmi). Bagi warga Negara

60
Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi 3, cet 4, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 51-53.
61
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 60.
25

Muslim, mereka diwajibkan membayar zakat. Sedangkan bagi yang zimmi

diwajibkan membayar kharaj dan jizyah.

Semakin dikembangkan fungsinya pada masa pemerintahan Khalifah Umar

Ibn Khattab sehingga menjadi lembaga yang reguler dan permanen.

Pembangunan institusi Baitul Mal yang dilengkapi dengan sistem administrasi

yang tertata baik dan rapih merupakan kontribusi terbesar yang diberikan oleh

khalifah Umar Ibn Khattab kepada dunia Islam dan kaum muslimin.

Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal dilator belakangi

oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur

Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak Al-kharaj sebesar

500.000 Dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 H. Oleh karena jumlah tersebut

sangat besar, Khalifah Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak

bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan Dana Baitul Mal

tersebut. 62 Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah Umar

memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul mal, tetapi disimpan

sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayara ngaji para tentara

maupun berbagai kebutuhan umat lainnya. 63

Secara tidak langsung Baitul mal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan

fiskal Negara Islam dan Khalifah merupakan pihak yang berkuasa penuh

terhadap harta Baitul Mal. Namun demikian, Khalifah diperbolehkan

menggunakan harta Baitu Mal untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini,

62
Hamdani Anwar, Masa Al-Khulafaar-Rasyidun, dalam M. Din Syamsudin, at. all, ed.,
Esiklopedi Tematis Dunia Islam, Vol II (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002). h. 39.
63
Amru Khalid, Jejak Para Khalifah, terjemahan Farur Mu’isjudulasli“Khulafaur Rasul”,
(Solo: Aqwam, 2007), h. 117-118.
26

tunjangan Umar sebagai Khalifah untuk setiap tahunnya adalah tetap yakni

sebesar 5000 Dirham, dua stel pakaian yang masing-masing untuk musimpanas

dan musim dingin serta seekor binatang tunggangan untuk menunaikan ibadah

haji. 64

Dalam hal penditribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada dalam kendali

dan tanggung jawab, para pejabat Baitul Mal tidak mempunyai wewenang

dalam membuat suatu keputusan terhadap harta Baitul Mal yang berupa zakat.

Kekayaan Negara tersebut ditujukan untuk berbagai golongan tertentu dalam

masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an.

Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan

Khalifah dan para Amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan

demikian, Negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para

janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar, membiayai penguburan

orang-orang miskin, membayar utang orang-orang yang bangkrut; membayar

uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.

Khalifah Umar ibn Khattab menerapkan prinsip keutamaan dalam

mendistribusikan harta Baitul Mal. Ia berpendapat bahwa kesulitan yang

dihadapi umat Islam harus diperhitungkan dalam menetapkan bagian seseorang

dari harta Negara dan karenanya, keadilan menghendaki usaha seseorang serta

tenaga yang telah dicurahkan dalam memperjuangkan Islam harus

dipertahankan dan dibalas dengan sebaik-baiknya. 65

64
Busthanul Arifin, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 186.
65
Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam…, h.59.
27

Kondisi yang Sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun,

karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak

mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini,

lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M),

seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang

menyatakan, Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam

jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya.

Ia memberikan Khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak

menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari

penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada

kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk

silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta

dan meminjamnya dari Baitul Mal sambal berkata, "Abu Bakar dan Umar tidak

mengambilhak mereka dari BaitulMal, sedangkan aku telah mengambilnya

dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku" 66

Selama masa pemerintah Ali bin Abi Thalib, sistem administrasi Baitul Mal

baik ditingkat pusat maupun daerah telah berjalan dengan baik. Kerjasama

antara keduanya berjalan lancar maka pendapatan Baitul Mal mengalami

surplus. Dalam pendistribusian Baitul Mal Khalifah Ali bin Abi Thalib

menerapkan sistem pemerataan. Ia memberikan santunan yang sama kepada

66
Busthanul Arifin, dkk, Ensiklopedia Hukum Islam…, h. 186.
28

setiap orang tanpa memandang status sosial atau kedudukannya didalam

Islam.67

Ketika berkobar peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin

Abu Sufyan (Khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang yang dekat di

sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil Dana dari Baitul Mal sebagai

hadiah bagi orang-orang yang membantunya. Tujuannya untuk

mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin. Ketika Dunia Islam

berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal

berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal

dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagaiamanat Allah SWT dan amanat

rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada

sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau

dikritik oleh rakyat .

3. Tujuan dan Fungsi Baitul Mal.

Dibentuknya Baitul Mal dalam Negara adalah karena Baitul Mal

mempunyai peranan yang cukup besar sebagai sarana tercapainya tujuan

Negara serta pemerataan hak dan kesejahteraan kaum muslimin. Al-Maududi

menyebutkan dua sasaran dan tujuan Negara dalam Islam, yaitu:68

a. Menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan

kezaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan.

67
Afzalurrahman, DokrinEkonomi Islam, terj. Soeroyono, (Yogyakarta: PT. Dhana
BaktiWakaf, 1995), h.39
68
Busthanul Arifin, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2001), h. 187.
29

b. Menegakkan sistem berkenaan dengan melaksanakan kewajiban Muslim,

seperti salat, zakat, dan sebagainya.

Islam sebagai agama yang memelihara hak-hak asasi manusia, salah satu

hak yang penting bagi setiap orang ialah bahwa orang yang tidak memiliki apa-

apa harus dipenuhi keperluan hidupnya.

Fungsi Baitul Mal dalam rangka mencapai tujuannya antara lain:69

a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan


mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota.
b. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih professional dan Islami
sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
c. Menjadi perantara keuangan antara Shohibul Maal dengan Du’afa sebagai
Mudhorib, terutama dana social seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah
dll.
d. Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal
maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha
produktif.
4. Peran Baitul Mal.

Dengan adanya peran Baitul Mal maka dapat Menjauhkan masyarakat dari

praktik ekonomi yang bersifat non Islam. Hal ini biasa dilakukan dengan

pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami, Melakukan

pembinaan dan pendanaan usaha kecil. 70 Dan Mengembangkan usaha yang

bersifat produkif dalam meningkatkan kualitas ekonomi. Baitul mal

beroriantasi bisnis, mencari keuntngan bersama namun tetap berdasarkan

pinsip syariah islam dalam meningkatkan ekonomi menengah kebawah, dan

juga diperuntukkan bagi masyarakat lingkungan sekitar. Sehingga dapat

69
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watam Wil (BMT), (Yogyakarta: UII
Press, 2004), H. 131
70
Tuty Sariwulan, “Baitul Mal Wat Tanwil di Pandang dari Sudut Agama, Serta Sejarah
Berdirinya di Indonesia,”Econosains vohlume X, 1 (Maret, 2012),H. 62.
30

dikatakan Baitul Mal merupakan usaha milik bersama untuk masyarakat

kecil.71

5. Bentuk Penyaluran zakat dalam Baitul Mal.

Penyaluran Zakat dapat dilakukan dalam dua pola, yaitu konsumtif dan

produktif sedangkan pembagian porsi hasil pengumpulan Zakat berdasarkan

persentase adalah 60% untuk Zakat konsumtif dan 40% untuk Zakat

produktif.72

Zakat produktif adalah pemberian Zakat yang dapat membuat para

penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta Zakat

yang telah diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah Zakat dimana

harta atau dana Zakat yang diberikan kepada para Mustahik tidak dihabiskan

akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka,

sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup

secara terus-menerus.73 Zakat produktif juga dapat membuat para penerimanya

menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta Zakat yang telah

diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah Zakat dimana harta atau

dana Zakat yang diberikan kepada para Mustahik tidak dihabiskan akan tetapi

dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga

dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-

menerus.

71
Tuty Sariwulan, “Baitul Mal Wat Tanwil Dipandang Dari Sudut Agama, Serta Sejarah
Berdirinya di Indonesia…, h. 65.
72
Muhammad Hasan, Manajemen Zakat, (Yogyakarta: Iedea Press, 2011),h.429.
73
Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2007), h. 29.
31

Sedangkan Zakat konsumtif adalah harta Zakat yang secara langsung

diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu dan sangat membutuhkan,

terutama fakir miskin. Harta Zakat diarahkan terutama untuk memenuhi

kebutuhan pokok hidupnya, seperti kebutuhan makanan, pakaian dan tempat

tinggal secara wajar. Kebutuhan pokok yang bersifat primer ini terutama

dirasakan oleh kelompok fakir, miskin, gharim, anak yatim piatu, orang jompo/

cacat fisik yang tidak bisa berbuat apapun untuk mencari nafkah demi

kelangsungan hidupnya. Serta bantuan-bantuan lain yang bersifat temporal

seperti: Zakat fitrah, bingkisan lebaran dan distribusi daging hewan qurban

khusus pada hari raya iduladha. Kebutuhan mereka memang nampak hanya

bisa diatasi dengan menggunakan harta Zakat secara konsumtif, umpama untuk

makan dan minum pada waktu jangka tertentu, pemenuhan pakaian, tempat
74
tinggal dan kebutuhan hidup lainnya yang bersifat mendesak. Zakat

konsumtif dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik

melalui pemberian langsung, maupun melalui.

D. Perintah Agama Untuk Menyantuni Kaum Duafa.

1. Pengertian Duafa.

Duafa menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang-orang

lemah (ekonomi dan sebagainya). 75 Kaum Duafa adalah golongan manusia

yang hidup dalam kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan ketak berdayaan,

ketertindasan, dan penderitaan yang tiada putus. Hidup mereka yang seperti itu

bukan terjadi dengan sendirinya tanpa ada faktor yang menjadi penyebab.
74
Rafi’ dan Muinan. Potensi Zakat Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Citra Pustaka
2001), h. 30.
75
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diakses Pada Tanggal 09 Sebtermber 2020.
32

Adanya kaum duafa telah menjadi realitas dalam sejarah kemanusiaan. Sama

halnya dengan keberadaan aghniya yang memiliki kelebihan dan kelapangan.76

Dalam literature hukum, istilah dhuafa dibedakan dengan fakir, dari talaah

kitab fiqih, Ali Yafi membuat rumusan definisi miskin ialah: “yang memiliki

harta benda atau mata pencarian atau kedua-duanya hanya menutupi Seper dua

atau lebih dari kebutuhan pokok. Sedangkan disebut dengan fakir adalalah

mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak mempunyai mata

pencarian tetap, atau mempunyai harta benda tetapi hanya menutupikurang dari

seper dua kebutuhan pokok.77

2. Macam-macam Duafa.

Ada dua macam golongan Dhuafa (orang yang lemah ekonominya) :78

a. Orang fakir adalah orang yang sama sekali tidak memilii harta dan
perkerjaan, atau memiliki harta namun hanya ada Separuh kebutuhannya
dan keluarganya yang wajib dinafkahi. Seperti tempat tinggal, pakaian dan
mkanan.79
b. Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta dan perkerjaan, namun
tidak mencukupi kebutuhan primer (kebutuhan pokok) mereka.

3. Perintah berbuat baik kepada Kaum Duafa.

Allah SWT telah memerintahkan kepada hambanya agar berbuat baik

kepada Kaum Dhuafa. Islam mengajukan untuk berbuat baik kepada orang-

orang miskin dan melarang keras untuk berbuat dzalim kepada mereka.80

76
Muhsin, Mendagulang Dhuafa, cet 1, (Jakarta: GemaInsani, 2004,), h. 1.
77
Ahmad Sanusi, Agama di Tenaga Kemiskinan, (Jakarta: Logo, 1999), h. 12-13.
78
Ansharu Aslim dan FikihSyafi’I, Puasadan Zakat, cet:1, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2004), h. 189.
80
Jalaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2001), h, 148.
33

seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Maun ayat 2-3 yang

berbunyi:81

(٣) ‫( َو َﻻ ﯾَﺤُﺾﱡ َﻋﻠٰﻲ طَﻌَﺎمِ ا ْﻟ ِﻤ ْﺴ ِﻜ ْﯿ ِﻦ‬٢) ‫ﻚ اﻟﱠﺬِيْ ﯾَ ُﺪ ﱡع ا ْﻟﯿَﺘِ ْﯿ َﻢ‬


َ ِ‫ﻓَﺬٰ ﻟ‬

Artinya: “(1) Itulah orang yang menghardik anak yatim, (2) dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin”

Penjelasan dari pada ayat tersebt dapat dipahami bahwa islam senang tiasa

mengajarkan untuk Selalu memberikan perhatian dan membantu fakir miskin.

Rasuullah sangat memperhatikan kepada kelompok Dhuafa ini, baik dibidang

sosial maupun ekonomi. Bahkan Rasuullah juga membangun sifat percaya diri

dan membantu kemandirian pada Dhuafa, agar ia bisa bergaul dengan bebagai

unsur masyarakat yang lebih luas dan selera dengan kepribadiannya. Dengan

demikian diharapkan Kaum Dhuafa dapat berkembang bangkit dan keluar dari

kondisi keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan. Bahkan pada tingkat

tertentu agar terjadi kepercayaan diri yang lebih baik bagi mereka yang Dhuafa

sehingga hidupnya menjadi semangat dan kepercayaan dirinya bertambah,

sehingga tidak manja, dan kedewasaan menjadi cirri khasnya.82

81
Q.S. Al-Maun: 2-3
82
Jamal Abdurrahman, Cara Nabi Menyiapkan Generasi, (Surabaya: CV Fitra Mandiri
Sejahtera, 2006), h. 212.

Anda mungkin juga menyukai