Assalamualaikum wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan
kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan
walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang
“PENYAKIT DEMAM BERDARAH (DBD)” dan kiranya makalah ini dapat
meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit
Demam berdarah.
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat
baca dan belajar teman-teman.selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan
memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,sehing
saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi
perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini.
A. Latar Belakang
Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang
terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang
berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya
nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk
telah tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi
adanya musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan
sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya
pengendalian secara kimiawi.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut
nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris
tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif.
Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang
dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena
nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan
oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah
tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter
dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini
sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini
disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan
Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal
sebanyak 54 orang.
DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun
telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta
429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo,
2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil
dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran
hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi
darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke
penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat
dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya
dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes
aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk. Program studi
Kesehatan Lingkungan Program Diploma tiga Kesehatan FIK UMS sebagai salah satu
institusi yang dapat melaksanakan fogging merasa bertanggung jawab untuk mencegah
penyebaran penyakit ini. Sebagai wujud kepedulian itu maka dilaksanakan program fogging
di beberapa daerah.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah
dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk,
pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas
sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk.
Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya
pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah
Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD
tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan
berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk
DBD.
A. Perumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan masalah
demam berdarah antara lain :
1. Apa sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dan apa penyebabnya?
2. Bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup vektor penular
penyakit DBD?
3. Seperti apa patogenitas DBD terhadap manusia?
4. Bagaimana cara pencegahan penyakit DBD ?
5. Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar tidak mewabah ?
6. Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?
B. Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini adalah :
1. Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan penyebabnya.
2. Memberi pengetahuan tentang cara penularan dan vektor penyakit demam berdarah
3. Memberi pengetahuan tentang patogenitas DBD
4. Memberikan informasi tentang cara pemberantasan penyakit demam berdarah.
5. Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit demam berdarah.
6. Mengetahui gejala dan berbagai pencegahan untuk penyakit demam berdarah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Diptera
Famili: Culicidae
Genus: Aedes
Upagenus: Stegomyia
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab
penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam
kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir
semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan
pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus
persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah,
masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk
membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vektornya,
karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang dapat
menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam penularan virus ini
adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa negara lain Aedes albopictus cukup
penting pula peranannya seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu
Republik Seychelles (Metsellar, 1997).
Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya (Luft,1996).
Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes yang bisa bertindak
sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub
famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae, sub Ordo Nematocera dan
termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).
Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, maka
nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi nyamuk yang infektif maka
akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu nyamuk betina yang
terinfeksi dapat menularkan virus ini pada generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini
jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam penularan pada manusia. Virus yang masuk
dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi
manusia dan masa tersebut dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).
2. Ciri morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam
kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian
punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan
yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah
rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan
warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan
nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak
memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina
dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat
diamati dengan mata telanjang.
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip
ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa
mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih
keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak yang khas
berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes albopictus
tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon
yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak
sempurna dan posisi larva Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel
pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-
garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor nyamuk betina
dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur
sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).
D. Patogenitas dbd
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue
termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN
1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan
dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand
penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit
ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat,
sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan
biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir
seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,
muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh
darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau
simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam
Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi
klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam
pada kulit ( Soegijanto S., 2004).
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem
retikuloendotelial, dengan target utama virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells )
di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar
dapat juga terkena (Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi
sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali
yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ.,
1998).
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu
kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu
terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan
organisme penyebab serta lingkungannya (Darwis D., 1999).
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah peningkatan
akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1).
Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung penemuan
post mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi
(Soedarmo, 2002).
Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat menjelaskan
satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat menjelaskan secara utuh
keseluruhan fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD
adalah The Secondary Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori
Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan
Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).
Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan
vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini
meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang
nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama
perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik.
Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan
pemakan jentik di kolam-kolam (Soegijanto S., 2004).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras
dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan
beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi
setempat (Deubel V et al., 2001).
Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan
pekarangannya, selokan selokan di samping rumah serta melakukan 3M ( Menguras kamar
mandi (termasuk mengganti air untuk minuman burung dan air dalam vas bunga), menutup
tampungan / tandon air dan mengubur barang-barang bekas yang mungkin menjadi tempat
sarang nyamuk, termasuk pecahan botol dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat
ditaburkan abate dengan dosis 10 gr/ 100 liter air, untuk membunuh jentik-jentik pada bak
kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal ini masyarakat tidak perlu takut
kalau-kalau terjadi keracunan karena abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan aman
bagi manusia maupun ikan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam memutus rantai
penularan penyakit demam berdarah adalah dengan pelaksanaan PSN oleh masyarakat,
kemudian dilakukan fogging oleh petugas dan kembali dilaksanakan PSN oleh masyarakat.
Jika cara ini telah dilakukan oleh seluruh masyarakat secara merata di berbagai wilayah,
artinya tidak hanya satu Rt atau Rw saja, tetapi telah meluas di semua wilayah maka
pemberantasan demam berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya satu daerah saja
yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak, maka dimungkinkan orang
yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun berkunjung ke daerah yang masih terdapat
penderita demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti akan tertular demam
berdarah pula dan dengan cepat penyakit inipun akan tersebar luas kembali.
Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan kembali
(revitalisasi) pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan dengan fokus pemberian
penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala. Perekrutan warga
masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan
kegiatan pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan
kesehatan. Peran media massa dalam penanggulangan KLB DBD dan sebagai peringatan dini
kepada masyarakat juga ditingkatkan. Dengan adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan
kepada khalayak yang cepat diharapkan masyarakat dan departemen terkait lebih wasapada.
Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor dengan dukungan
laboratorium yang memadai di tingkat Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi
(Kristina et al., 2004).
4. Pengendalian Hayati
Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan musuh-musuh
alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan pengetahuan dasar yang memadai
baik mengenai bioekologi, dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga
bioekologi musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit
dan hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida.
Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian
suatu pengendalian secara terpadu.
5. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator, patogen dan
parasit.
a. Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu populasi nyamuk.
Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva nyamuk.Ikan pemakan jentik
nyamuk yang telah lama digunakan sebagai pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan
ikan kepala timah. Jenis ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila
di persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator yaitu jentik
nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik nyamuk lainnya ( sekitar 4-5
kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di beberapa negara pemanfaatan larva
Toxorrhynchites telah banyak dilakukan dalam rangkaian usaha memberantas nyamuk
demam berdarah secara tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik nyamuk. Sebagai contoh
adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri
(seperti Bacillus thuringiensis subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema
vavraia, Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)
c. Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada serangga vektor dan
menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah cacing Nematoda seperti Steinermatidae
(Neoplectana), Mermithidae (Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat
digunakan untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan
lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya, masuk ke dalam rongga
tubuh, merusak dinding dan jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis
culiciforax merupakan contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan
nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini masih terbatas
pada daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya menyerang pada fase
dan spesies serangga tertentu dan memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan
bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan
vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain
fogging juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk
100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan
penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
Menguras
Menutup tampungan air, dan
Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi cara
untuk memberantas DBD.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
Mengatasi perdarahan.
Mencegah keadaan syok.
Menambah cairan tubuh dengan infus.
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk
pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.